Maaf ya Om, lama Updatenya, soalnya saya lagi sibuk...
Update kali ini agak serius, smoga crta saya bisa sedikit menghibur Om.
Mbak Dewi tertawa terpingkal-pingkal ketika mendengar ceritaku barusan. Membuatku menyesal menceritakan kejadian konyol yang kualami tadi sore. Buru-buru aku memasang wajah jutekku kepada dirinya, hingga akhirnya tawanya dengan perlahan meredah.
Ya...
Mbak Dewi adalah seniorku sekaligus teman sekamarnya, kami berdua tinggal di satu kontrakan yang sama, dan saat ini ia sedang mengenyam pendidikan S2, dan kurasa sebentar lagi ia akan menyesaikan S2nya.
Selama ini Mbak Dewi selalu menjadi teman curhat ku, setiap kali ada masalah ataupun ada sesuatu yang aku tidak ketahui, dia adalah tempat pertama yang kumintai pendapat ataupun solusi.
Seperti saat ini, aku meminta pendapatnya, tentang apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan perasaan gerogiku setiap kali berada dekat dengan Mas Aldo.
"Mbak nyebelin." Kataku merajuk.
Dia mengulum senyum, sebuah senyuman yang indah, tidak heran kalau Mas Furqon memilih Mbak Dewi sebagai Istrinya. "Maaf... Maaf Uhkti Ziza!" Katanya menggodaku, membuat mukaku memerah.
"Aku malu Mbak..." Kataku kepadanya.
"Itukan kecelakaan, bukan di sengaja, kamu gak perlu malu kalau bertemu dengannya lagi." Jelas Mbak Dewi, kini ia terlihat lebih serius.
Aku mendesah panjang, kejadian tadi sore benar-benar membekas di hatiku.
Mbak Dewi duduk mendekatiku, lalu merangkulku dengan erat. "Kamu terserang virus merah jambu Ziza." Katanya tenang, setenang air yang mengalir.
Tanpa Mbak Dewi katakan, aku sendiripun sudah tau dan sudah merasakannya. Tapi aku berusaha mengingkarinya, dan mencoba bertahan dari serangan virus yang sangat mematikan ini.
Tapi apakah aku mampu? Ya... aku harus bisa, belum saatnya aku mengenal cinta saat ini. Apa lagi Aldo bukanlah pria yang baik untukku.
"Apa yang bisa aku lakukan Mbak." Curhat ku.
Aku memeluknya, dan tanpa sadar aku menangis di dalam pelukannya. Sungguh rasanya aku tidak kuat menahan perasaan aneh ini setiap kali berada di dekat Mas Aldo. Semakin aku menepis perasaan ini, rasanya virus itu semakin dahsyat menyerang ku.
Kurasakan belaian lembut tangan Mbak Dewi di punggungku, membuatku merasa tidak nyaman.
"Berserah dirilah sama yang di atas Ziza."
"Iya Mbak."
"Insya Allah Mbak yakin kamu kuat Ziza, kamu adalah gadis yang baik, dan Mbak percaya kamu tidak akan muda tergoda." Nasehat Mbak Dewi, membuatku sedikit lega dan kepercayaan diriku terasa meningkat.
"Terimakasih Mbak, Ziza akan berusaha."
"Bagus... Mbak yakin kamu pasti bisa Ziza." Jelas Mbak Dewi kepada diriku.
Aku mengangkat wajahku, lalu mengusap air mataku. Senyumku yang tadi sempat menghilang, kini kembali memekar indah.
"Jangan lupa jaketnya di cuci, terus di kembalikan." Bisik Mbak Dewi kepadaku.
Mataku melotot, dan belum sempat aku memarahinya, Mbak Dewi sudah keburu kabur.
"Mbak Dewiiiii...." Teriakku.
Dia berhenti sejenak sebelum menutup kamarku. "Ingat Ziza, berhati-hatilah dengan mereka, kaum pria." Jelas Mbak Dewi kepadaku.
Aku menganggukkan kepalaku....
----------
Pov Author.
Tok... Tok... Tok...
"Assalamualaikum..."
"Waalaikum salam... sebentar."
Seorang wanita muda tampak buru-buru mengenakan jilbab lebarnya. Lalu dengan cepat ia membukakan pintu rumah kontrakannya.
Saat gadis cantik itu membukakan pintu rumah kontrakannya, pria berbaju kotak-kotak itu tampak tersenyum menyambut kehadiran sang gadis yang selalu terlihat sempurna di matanya.
Gadis itu adalah... Aziza Hidaya.
Siapapun pasti sepakat kalau Aziza adalah gadis yang sangat cantik. Matanya yang sipit menegaskan kalau ia adalah gadis keturunan Chinese, kulitnya yang putih, dan pipinya yang kemerah-merahan, menambah pesona kecantikan dirinya.
Belum lagi bentuk tubuhnya yang sempurna, payudaranya yang besar berukuran 36C terlihat menonjol di balik jilbab lebar dan gamis yang ia kenakan.
Pinggang yang ramping di topang oleh pinggul yang besar, dan bulatan pantatnya yang menungging ke belakang, membuat siapapun yang melihatnya pasti ingin sekali meremas pantatnya.
"Pak... Hmm..." Ujar Aziza.
"Eh... iya Ziza... Mbakmu ada?" Tanya Pria tersebut, bernama Pramono.
"Ada kok Pak, ayo Pak silakan Masuk." Tawar Ziza, sembari tersenyum ramah menyebut Pak Pramono.
"Terimakasih Ziza." Jawabnya.
Pria itu berjalan di belakang Ziza, sembari memandangi bulatan pantat Ziza yang menggodanya. Tampak garis celana dalam Ziza ngejiplak di gamisnya.
"Setiap kali melihat pantatmu, ingin sekali Bapak merobek anusmu Ziza." Bisik Pak Pramono di dalam hatinya, saat melihat keindahan pantat Aziza yang menggoda, tak terasa penisnya mulai berdiri.
"Silakan duduk Pak." Ujar Ziza.
Kemudian Ziza menuju kamar seniornya Mbak Dewi, memberitahu Mbak Dewi kalau di luar ada Pak Pramono yang ingin bertemu.
Mendengar nama pria itu di sebut, buru-buru Mbak Dewi keluar dari dalam kamarnya.
Tanpa Aziza sadari kalau Seniornya saat ini terlihat sangat ketakutan, wajahnya tampak memucat, seakan ia tidak senang dengan kehadiran Pak Pramono di rumah kontrakan mereka.
Padahal Pak Pramono adalah dosen pembimbing Mbak Dewi dalam mengerjakan tesisnya.
"Ziza... tolong bikinkan minuman." Pinta Mbak Dewi.
Ziza mengangguk, lalu segera menuju dapur untuk membuatkan minuman untuk Pak Pramono.
Selepas kepergian Ziza kedapur, Pak Pramono berdiri, lalu memutar ke belakang Dewi, mendekati Dewi yang sedang duduk di sofa, dia memegang kedua pundak Dewi dengan lembut sembari memijitnya.
"Kamu kemana saja sayang?" Bisik Pak Pramono.
Dewi nyaris menangis. "Tolong Pak... jangan begini, nanti di lihat Ziza." Ujar Dewi mengingatkan Pak Pramono, dia sangat khawatir.
"Hahahaha..." Tawa Pak Pramono.
"Tolong Pak." Mohon Dewi.
"Saya sangat merindukan kamu Dewi, kenapa kamu tidak pernah lagi datang menemui saya." Bisik Pak Pramono di dekat telinga Dewi.
"Sa... saya sibuk bikin tesis Pak." Jawab Dewi.
"Saya tau... tapi kenapa kamu tidak datang menemui saya untuk konsultasi tesis kamu? Bukankah kamu ingin cepat selesai Dewi." Tangan Pak Pramono turun menuju payudara Dewi. "Atau, kamu mau beasiswamu di cabut?" Ancamnya, sembari meremas lembut payudara Dewi dari balik gamis yang di kenakan Dewi membuatnya meringis menahan remasan Pramono.
"Saya tidak mau melakukannya lagi."
"Kalau kamu menolak, selain beasiswamu di cabut, saya juga akan menyebarkan video kamu, dan memperlihatkannya ke Suami kamu yang jauh di sana." Ancamnya, sembari terkekeh pelan, membuat tubuh Dewi gemetaran.
Tak tahan, akhirnya air mata Dewi jatuh membasahi kedua pipinya yang mulus. "Saya bukan pelacur." Isak Dewi, ia tidak sanggup lagi.
"Tapi... kamu budak sek saya." Pak Pramono tersenyum.
Kemudian dia meraih wajah Dewi, lalu dia melumat bibir tipis Dewi yang terasa manis.
Tanpa bisa melakukan apapun Dewi hanya pasrah ketika bibirnya yang indah di lumat rakus oleh bibirnya hitam milik Pak Pramono, walaupun hatinya menjerit pilu.
Sembari melumat bibir Dewi, Pak Pramono meremas payudara Dewi yang berada di balik jilbab lebar yang ia kenakan, membuat tubuhnya menegang merasakan remasan Pak Pramono.
Sebagai seorang wanita, terlepas ia adalah wanita Soleha atau bukan, Dewi tetaplah wanita normal.
Tubuhnya merespon dengan cepat ketika rangsangan itu datang kepada dirinya. Ia dapat merasakan nikmatnya sensasi dari sentuhan Pak Pramono, hanya saja keimanannya terhadap Tuhan dan cintanya yang besar terhadap Suaminya, membuat hatinya selalu menjerit setiap kali menerima perlakuan tidak senonoh dari Pak Pramono kepada dirinya.
Clentaaang...
Terdengar suara nyaring dari dapur rumahnya, membuat Dewi tersadar kalau saat ini ia sedang berada di rumah bersama Aziza.
"Astagfirullah..."
Dewi sekuat tenaga mendorong dada Pak Pramono hingga menjauh darinya.
Pak Pramono mengerti, sehingga ia memilih mengalah walaupun ia masih ingin menikmati bibir manis Dewi, murid kesayangannya itu.
"Jangan di sini, ada Ziza."
"Kalau begitu kamu bisa mengusirnya untuk beberapa jam ke depan." Bisik Pak Pramono.
Mata Dewi terbelalak dengan mulut menganga lebar, ia menggelengkan kepalanya, walaupun ia sadar apapun yang ia lakukan tidak akan merubah apapun.
------------