Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Petruk Harja Sentana

Update edisi gabut dan kelaparan tengah malam.

Apa yang kalian pikirkan jika bertemu denganku? Lihat lah perawakanku. Orang dewasa saja kadang menghindar bertemu denganku, apalagi anak-anak.
Kalian sekarang bayangkan saja, aku manusia tertinggi, terhitam dan pasti paling menjijikan di desaku. Bagaimana tidak, banyak yg menghindar jika berpapasan denganku. Apa aku semenjijikan itu?

Sudah menjijikan seperti ini, orang tua baruku malah memperlakukan aku dengan baik. Terlebih aku sekarang sedang telanjang di hadapan mereka.

Jika orang lain, pasti akan memuntahkan isi perut mereka. Sungguh baik sekali Romo dan Ibuku ini. Begitu tulus mereka menerimaku. Bahkan dengan wujud seperti ini mereka tidak jijik.

Aku Petruk loh, yg dianggap titisan genderuwo. Tinggiku saja lebih dari pintu rumah, kulitku hitam. Kalian bisa bayangkan bukan? Jelas menjijikan.

"Le, sini. Jangan melamun" ucap Ni Darwati membangunkanku dari lamunan.

Aku menelan ludahku sendiri saat tersadar jika di depanku ada sepasang sejoli yang sedang telanjang. Eh tunggu, aku juga telanjang!!

Aku mendekat dengan ragu dan memposisikan diriku seperti Ki Sentana tadi.

"Sebentar Le, kamu jangan buru-buru dimasukan. Punyamu ukurannya gila banget" ucap Ni Darwati sambil bangkit. Terlihat Ki Sentana malah tertidur disampingnya.

Bukannya barusan aku lihat beliau sedang memainkan daging kenyal istrinya??

Aku pun mundur lalu kembali berdiri dan disusul Ni Darwati.

"Ke kamar mu aja Le, ibu dah bersihkan buat kamu sayang"

Ohhh lembutnya suara ibu, kenapa dadaku berdesir mendengar ucapannya? Eh kok kontolku juga makin berdenyut? Aduh kenapa ini?

Namun

Grep..

Tangan halus ibuku menggandengku. Tapi yg dipegangnya itu kontol bukan tanganku!!! Bukankah seharusnya jika mengajak seseorang dan menarik pergi, yg digandengan tangan ya? Ah terserah lah, yg jelas kontolku kini terasa sangat nyaman dipegang tangan halus beliau.

Kami pun berjalan keluar kamar mereka menuju kamar yg disediakan untukku.

"Maaf ya Le, kalau disitu takut ganggu Romo" Ni Darwati kembali berucap sembari duduk di tepian ranjang.

Aku tak bisa berkata-kata.

Aku yg bisu atau aku yg sedang menikmati tangan Ibu cantik ini memainkan tangannya di kontolku?

Entah lah rasanya sangat nyaman, tangan halus dan mungil itu mencoba menggenggam kontolku yg ukurannya tak bisa dia genggam penuh.

Sedang asik menikmati perlakuan Ni Darwati, kagetku dibuatnya. Karena kontolku terasa hangat dan geli. Aku pun reflek menoleh ke arah sumber kenikmatan itu berasal.

"Ehhh Buuu, kotorr" aku berucap, tapi entah kenapa suaraku jadi seolah bergetar. Nafasku pun tak beraturan seperti sedang makan mangga muda dengan sambel super pedas. "Ahhh" mulutku kembali mengeluarkan suara tanpa aku kontrol.

Aku lihat dibawah sana Ni Darwati sedang mengulum kepala kontol yg kulupnya dibuang Kak Niken saat sunatan massal dulu.

"Uhhh Ibuuu" kembali aku merasakan kenikmatan yg baru pertama aku rasa. Hangat dan geli. Seperti dibelai sesuatu yg lembut.

Mungkinkah itu lidah Ni Darwati?

"Aaahhhhh maaf Buuuuu"

Croooottttttt.. crooot

Entah berapa kali kontolku mengeluarkan sesuatu. Rasanya sangat ringan badanku.

"Maaf Bu, aku gak tahan. Mau lari ke WC tapi takut Ibu marah" ucapku.

"Uhukk uhuhhhkkk" Ni Darwati hanya menjawab dengan lambaian tangan.

Aku berlari keluar, mengambil air minum dan gelas untuk ibuku yg tersedak.

"Ahhh... Le, jangan merasa bersalah, itu memang seharusnya. Ibu lakukan itu untuk kamu Le. Biar kamu tau rasanya dulu. Gimana Le, enak?" ucap Ni Darwati sesaat setelah meminum air yg aku bawa.

"Iya Bu, enak" jawabku yg masih tidak mengerti kenapa aku ceroboh mengelurkan air kenikmatanku saat aku masih sadar. Sebelumnya aku hanya mengeluarkan air itu saat mimpi. Aku tau pastinya setelah bangun pasti basah dan lengket bekasnya. Aku tak tau jika bisa terjadi saat tidak mimpi.

"Nah enak kan? Itu juga yg ibu rasakan Le. Enak. Kamu tolong bikin ibu enak ya. Sini, ini kontolmu gak tidur setelah muntah. Langsung masukin ke sini ya" Ni Darwati seperti senang melihat kontolku masih berdiri.

Tunggu, memang aneh sih. Tadi punya Romo kontolnya sudah tidur setelah mereka berhenti. Apa Romo sudah keluarkan airnya ya? Tapi dimana? Apa di dalam lubang kecil itu? Eh lubang kecil... Apa muat lubang kecil milik Ibu aku masuki dengan kontolku ini? Ahh entah tapi Ibu suruh. Ibu pasti lebih tau.

Kontolku masih berdiri meski tak sekeras sebelumnya tapi perlahan kembali mengeras. Apalagi sekarang sedang di colek-colekan ke selangkangan Ibu.

"Ihhh keras lagi Le, digesek aja berdiri. Ibu bakal bahagia Le. Ayo Le, bahagiakan Ibu. Masukkan sekarang, tapi pelan ya Le" cecar Ni Darwati karena kontol Petruk sudah siap tempur.

Petruk dengan insting dan wejangan Ki Sentana agar sabar serta pelan, ia sedikit demi sedikit mendorong kontolnya menyeruak memek mungil berbulu milik Ni Darwati.

"Ahh iya Le, kamu pinter. Pelan aja. Iya begitu. Ahhhh kaangg sentanaa kontol jumbo masuk kangggg. Maaf kangg, tapi aku masih sayang kakaangg.. ahhh. Tapi kontol Petruk enak kangg.. ahh.. iya masukan sayang" racau Ni Darwati seperti orang gila, tak jelas apa maksudnya.

Aku yg sedang merasa keenakan sebenarnya tidak sabar, semakin dalam semakin enak. Meski sangat linu di kepala kontolku, tapi ini sangat enak. Kelapa muda yg segar tak akan bisa bersanding dengan nikmatnya Ibuku ini.
Sungguh, aku harap Ibuku merasa enak dan bahagia juga sepertiku.

Ahhh... Desah kami bersama karena aku sudah merasakan sampai diujung liang milik Ibu baruku.

Aku diam karena jika aku meniru ki Sentana yg menghentakkan pinggulnya, itu artinya aku tak menurut karena aku disuruh sabar dan pelan.

"Enak banget sayang, penuh memekku. Kontolmu bikin Ibu suka Le. Ayo gerakin Le, tapi pelan dulu ya sayang" ucap Ni Darwati sambil merem melek menikmati sumbatan daging di dalam vaginanya.

Aku menuruti perintah karena pada dasarnya aku hanya makhluk rendahan yg harus menuruti majikannya. Seperti kata majikanku yang dulu.

Aku lakukan sesuai arahan Ni Darwati. Pelan dan sabar sesuai pesan Ki Sentana. Tapi aku keenakan, apakah ini benar?

Desah dan rintihan Ni Darwati memenuhi seisi rumah. Entah perasaanku atau bukan, tapi beliau bersuara lebih keras dari saat bersama Ki Sentana. Bahkan suara hujan di luar pun hampir tak terdengar karena suara Ni Darwati.
Entah berapa lama aku maju mundurkan kontolku dengan seksama dan tempo yg sederhana. Kenikmatan pun aku luapkan dengan suara, tapi percuma karena tertutup suara Ni Darwati.

"Enak Le.. kamu nakal ya. Sekarang lebih cepet Le! Pokoknya cepeeeeet!!!!" rengek dan perintah Ni Darwati.

Ehh iya kok genjotanku jadi cepet? Kok malah disuruh lebih cepet? Emang boleh?

Aku pun tak perlu berpikir lagi, lalu dengan sekuat tenaga menggenjotnya. Rintihan dan desahan kini berubah, mungkin lebih tepatnya beliau berteriak.

Tapi entah kenapa jepitan liang Ibuku ini malah kian terik. Selaras dengan makin nyaringnya suara beliau.

"Aaahhhhh!!!!!!" Teriak nikmat Ni Darwati.

Aku reflek menghentikan gerakanku. Mencari tahu apakah aku menyakiti Ibuku.

"Enak banget Le. Sebentar ibu istirahat ya. Nanti kamu bebas lakukan sampai airmu keluar lagi" ucap Ni Darwati yg disusul dengan gerakan menarikku untuk ia peluk.

Aku pun kesulitan mengatur posisi agar bisa memeluknya, karena badan kami memiliki ukuran yg sangat berbeda. Tapi sudah lah yg penting aku bisa memeluknya seperti yg beliau inginkan.

"Le, nanti kamu bebas ya. Mau pelan atau cepet, Ibu juga enak. Ibu bahagia Le" ucap Ni Darwati yg kini ia menggeliat memposisikan berada di atasku.

Ahhhh... beliau masukan lagi kontolku di liang sempit miliknya. Ia menelungkupkan badannya diatasku sambik goyangkan pinggulnya.

Aku keenakan dengan perlakuan beliau.

"Kamu gerakin lagi Le, cepet juga gapapa Le"

Aku pun dengan bermodal motivasi membara kembali menginginkan kenikmatan. Aku hujam hujamkan kontolku ke liang sempit milik beliau sambil menghentak-hentak.

Ahh.. enak... Ahh ahhh ahh

Suara beliat saat aku hentak dengan kuat.
Aku hentak makin cepat dan cepat.
Beliau makin menggeliat di atasku.

Rasa nyaman dan kenikmatan yg berasal dari selangkangan kamiu bagaikan kenikmatan yg tak ada tandingnya.

Tapi dasar pemula, aku sedang menggerakkan pinggulku tapi tak senada dengan gerakan Ni Darwati yg akhirnya kontolku tertarik lepas.

"Le ganti ya, ibu nungging. Kamu dari belakang"

Oh aku kira aku yg salah, ternyata Ibuku minta ganti posisi.

Aku pun kembali memasukan kontolku yg sejak tadi menghasilkan kenikmatan pada kami berdua.

Tanpa dikomando aku kembali menggenjot tubuh Ni Darwati.

"Ahh pinter... Enak Lee.." pekik Ni Darwati yg terkaget kala aku menggenjotnya dengan penuh semangat.

"Buu.. ahh aku mau keluar lagiiii.. ahh ahhh" ucapku sambil tetap genjot pantat bahenol Ni Darwati.

"Ayoo Lee.. ayooo cepetttiiinnn"

Ahhhhhh kontolku teras seperti diremas lubang nikmat Ibu saat aku hentakkan dengan keras dan menyemburkan cairan enak dari kontolku di dalam sana.

Peganganku pada pinggul Ni Darwati pun terlepas karena saking enaknya.
Ni Darwati ambruk dengan kondisi ngosngosan dan lemah sehingga kontolku tercabut dari liangnya. Aku pun berbaring di sebelah Ibuku.

"Peluk sayang" ucap Ni Darwati dengan lemah.

Aku pun memeluknya sembari menikmati aksi kami yg barusan terjadi.

Aku menerawang dan terbayang semua perlakuan Ki Sentana dan Ni Darwati. Aku membuka memori di kepalaku, sama sekali tak ada perbuatan mereka yg menyakitiku. Aku merasa bahagia bahkan sekarang sepertinya mereka akan memperlakukanku lebih baik, apalagi aku diangkat jadi anaknya.

Aku terus memeluk Ibu baruku ini sampai terdengar nafasnya yg mulai teratur.

Ternyata beliau tertidur.

Aku pun beranjak dan menutup tubuh beliau dengan kain yg ada disana.

Aku berpakaian kembali lalu keluar karena haus.

Setelah aku minum, aku tersadar bahwa hujan sudah reda dan hari sudah mulai gelap. Aku pun berinisiatif menyalakan penerangan. Saat hendak menyalakan penerangan di ruang tamu, aku terkaget karena disana ada Ki Sentana.

"Romo" sapaku.
"Iya Le. Sudah gelap, nyalakan dulu lampunya" balas Ki Sentana.

Aku pun menyalakan penerangan. Di desa kami masih era kegelapan memang, listrik belum ada.

"Le gimana Ibumu?" tanya Ki Sentana
"Tidur Romo"
"Oh sukurlah. Pasti lelah. Sana kamu mandi dulu. Kamu pakai baju Harja saja, sepertinya ada yg muat"
Aku pun hendak melangkah pergi untuk mandi.
"Tunggu Le. Kamu harus rahasiakan apa yg kita lakukan itu ya Le. Jangan sampai orang lain tahu. Ingat, rahasiakan. Dan jika ibumu butuh, kamu harus berikan. Buat Ibumu bahagia!!!" tegas Ki Sentana
"Iya Romo, baik Romo. Pasti akan saya lakukan semuanya" jawabku dengan menunduk.
"Ya sudah Le, sana mandi dulu" ucap Ki Sentana yg kini bernada lembut.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd