Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Phobia II: The Beginning of Sex [LKTCP 2015]

superpuss

Semprot Addict
UG-FR
Daftar
11 Apr 2012
Post
455
Like diterima
719
Bimabet
superpuss
Proudly Present:

[size=+4]LKTCP 2015[/size]
[Size=+2]Phobia 2: The Beginning of Sex
[/size]


Cast:
Kise


Tante Amy





31-Oktober-2015


Aku berada di sebuah ruangan kecil yang begitu tertutup. Sejuknya angin pagi tak pernah lagi menghiburku sejak aku berada disini. Meski tempat ini terlihat bersih dan rapi, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa disini selain menulis apa saja yang aku pikirkan. Seperti saat ini tepatnya. Aku sedang ingin menulis apa yang baru saja kualami.

Umurku saat ini 23 tahun, tepatnya dua hari yang lalu adalah hari dimana aku bisa tersenyum puas setelah mengalami hal gila yang tak pernah terpikirkan olehku, atau bahkan oleh kalian. Aku tak mengerti apa maksud dari semua kejadian disana. Namun terdapat banyak hal yang kudapat saat mengalaminya sendiri. Seakan-akan itu aku, atau hanya mimpi, bayangan, dan entahlah.

Cerita yang akan aku tulis ini boleh kalian anggap bualan belaka. Jujur, aku tak ingin memaksa kalian untuk mempercayainya, tapi ini sungguh terjadi meski aku tak bisa membuktikannya. Mungkin tulisan ini yang akan menjadi saksi bisu tentang kejadian itu. Aku mengingat semua yang terjadi, dan akan selalu membekas di tiap sudut-sudut kepalaku.

Rasanya seperti mimpi, namun terlihat nyata.

Dan aku bersyukur, semua kejadian yang kualami disana tidak sampai merenggut nyawaku.


*****​


Namaku Kise. Saat aku masih berumur 15 tahun, ada sebuah hal yang mungkin tak akan bisa terlupakan olehku. Dimana hal tersebut adalah sebuah awal dari rentetan kejadian yang membawaku masuk ke dimensi lain. Aku tinggal di suatu kampung yang jarang terjamah oleh orang perkotaan. Tempat terpencil di daerah Sulawesi Utara. Konon katanya, di masa lalu kampung ini adalah tempat yang begitu indah dengan orang-orang pribumi yang ramah, tapi semua itu berubah saat Jepang menjajah negara ini. Jadi, di kampung ini banyak terdapat orang keturunan Jepang yang tentunya tak bisa berbahasa Nippon. Termasuk aku dan bahkan Ayahku yang juga merupakan keturunan Nenek moyang negeri Sakura. Rambutku berwarna kuning mengkilat, itulah mengapa aku diberi nama Kise. Ki artinya Kuning. Meski tak bisa berbahasa Nippon, Ayahku sedikit mendalami tentang Jepang.

Awal dari rentetan kejadian yang menakutkan sekaligus menghilangkan semua ketakutan yang pernah kubayangkan bermula dari sini. Ya, kampungku sendiri. Saat senja hendak pergi dengan rasa malunya dan membiarkan malam datang dengan kegelapannya, aku begitu khawatir karena aku berjalan sendirian melewati jalan yang sepi. Aku telat pulang kerumah karena aku memilih mengerjakan tugas sekolah di kelas. Aku sedang kesal dengan kedua Ayahku. Cuaca yang semakin gelap tentunya tak membuat Bulan lebih bersinar membantu Bumi seperti malam-malam sebelumnya. Aku tahu langit sedang mendung, dan aku tahu ini adalah pertanda untukku.

Aku berlari sekencang-kencangnya dibawah hujan yang lebat. Jalan tanah membuatku sedikit berat untuk mencapai rumah lebih cepat. Saat petir bergemuruh, aku terperosok. Pergelangan kakiku merasakan sakit yang luar biasa.

Aku keseleo? Tidak, Kakiku patah!

Aku menangis dan teriak sekencang-kencangnya berharap ada seseorang yang mau datang membantu anak kecil yang ketakutan ini. Aku berdoa dalam nama Tuhan, berjanji tidak akan kesal lagi dengan Ayahku. Aku menganggap hal ini adalah kutukan seorang anak yang durhaka kepada Ayahnya. Ya, aku masih polos, jadi tak apa, kan, jika aku menyimpulkan kejadian ini dikarenakan rasa kesalku.

Berharap seseorang datang membantuku. Aku menangis namun tidak menyerah, tapi aku tetap teriak. Aku masih berharap ada seseorang berhati Malaikat yang datang membantuku. Aku menyeret tubuhku saat aku melihat sebuah gubuk tua yang tampak menyeramkan. Bukan masalah, lagipula aku juga sudah merasa kedinginan. Ketika aku sudah hampir sampai, rasa dingin itu semakin menyelimutiku, ditambah oleh rasa lemas setelah berlari dan menyeret tubuh ini sebelumnya. Aku tak berhasil mencapainya. Aku sudah tak kuat lagi, pandanganku tak sanggup melihat yang berada di depan. Tak ada kabut, hanya air hujan yang begitu deras di tengah kegelapan yang baru datang beberapa menit lalu. Sambutan malam yang paling menyeramkan selama ini. Aku pingsan.

Saat aku telah sadar. Mataku langsung menangkap pandangan yang lagi-lagi begitu menyeramkan dan membuat rasa terkejut, yang membawa keluar semua aura ketakutan yang kupunya. Rasa takutku seketika meluap. Seseorang dengan wajah yang tak terlihat, Matanya memancarkan sinar merah. Perawakannya tinggi, dan memakai jubah panjang berwarna hitam. Wajahnya tertutup rambut panjangnya yang menjuntai sampai punggung. Ia seorang wanita yang paling menakutkan, yang pernah kulihat. Dia tersenyum.

“Kau sudah sadar, Nak?” suaranya lembut.

Hening

Dia berbicara lagi. Aku tak memperhatikan ucapannya, suaranya menghipnotis. Aku terbuai dengan keindahan suaranya sekaligus masih merasa takut oleh penampilannya. Masih tak terlihat, dan kini semakin mendekatiku.

Maafin Kise, Tuhan. Kise takut….

Dia semakin mendekat. Duduk disampingku yang sedang tergeletak diatas rotan. Yang mengejutkanku sekaligus membuatku semakin ketakutan adalah apa yang ia lakukan saat itu. Dia memelukku, dan itu membuatku terkencing-kencing. Lalu dia berbicara lagi.

“Bajumu basah, mari kubantu membukanya.”

Entahlah, aku kembali terhipnotis saat mendengar suaranya. Lalu ia membuka kancing seragam sekolahku, dan melepaskannya. Kini aku bertelanjang dada. Ia memelukku lagi. Agar aku aku selalu hangat katanya, dan aku masih diam terhipnotis setiap aku mendengar suaranya. Kini ia mulai membuka resleting celana sekolahku, dan lagi-lagi dengan cepat ia melepaskannya hingga aku kini sudah bugil dihadapannya. Ia melepaskan pelukannya, dan wajahnya berpaling saat ia melihat Kontolku yang menciut kedinginan.

“Lucu…,” katanya seraya tangannya menggenggam Kontol kecilku itu.

Namun ada yang berubah setelah ia mulai mengelus-ngelus Batang serta biji kontolku. Barangku membesar, seperti keadaan di tiap pagi hari sehabis bangun tidur. Walau tampak menyeramkan, tetapi perlakuannya kepada perjaka sepertiku sangat lembut. Apalagi saat ia mulai memasukkan Kontolku kedalam mulutnya yang tetap tak bisa terlihat olehku.

Tidaaaak! Rasanya sungguh luar biasa!

Di dalam cuaca yang dingin saat itu. Walau keadaanku sudah telanjang bulat, akan tetapi nikmat dari permainan mulutnya sudah membuat tubuhku terasa hangat, semakin hangat lagi tepat saat ia menjilati lubang pantatku. Terasa basah namun kenikmatannya tiada tara. Ia masih belum melepas jubah hitamnya. Kini ia mengangkat pantatku keatas, lalu menggenggam biji pelirku seraya ia terus menjilati lubang pantatku. Walau aku masih tetap tak bisa melihatnya, namun rasa kenikmatan tersebut cukup untuk membuatku berimajinasi dengan pasti.

Dan saking nikmatnya kejutan malam ini sungguh sudah bisa melupakan apa yang kutakutkan sebelumnya. Ditambah dengan hawa cuaca yang memang mendukung. Waktu mulai berjalan lambat sepertinya. Seketika hawa nafsu meningkat, tepat disaat birahiku terus mencapai puncak. Aku merasakan kontolku sudah sampai diujungnya, dan aku siap memuntahkan lahar sperma yang sepertinya siap ia terima dengan senang hati.

“Aaaaaaaahhh… Aku mau keluar.”

Tapi….

“Aaaaauuuuwwwww!”

Dia mencengkram batang kontolku dengan kencang, dan itu terasa sakit. Sakit banget. Aku hampir menangis saat merasakan sakitnya. Pejuku tak jadi keluar, dan aku meringis menahan rasa perih di Kontolku.

Yang ia lakukan saat aku sedang menahan sakit adalah hal yang membuatku terkejut, dan membuat rasa takut itu kembali menguasai diriku. Ia tertawa dengan lantang dan suaranya berubah menyeramkan. Ia menatapku dan aku tahu diriku. Ia tertawa dengan lantang dan suaranya berubah menyeramkan. Ia menatapku dan aku tahu dia tersenyum meski aku tetap tak bisa melihat wajahnya. Aku menangis, tapi itu justru adalah awal dari kesalahanku.

Plaaaaaakkk!

Ia menampar pipiku dengan kencang saat aku teriak, lalu ia mencekik leherku, dan membanting tubuhku untuk kembali terlentang, tepat disaat aku hendak berdiri dan mencoba untuk melawannya. Aku semakin panik, dan tak tahu harus berbuat apa kagi serta pula aku tak tahu apa yang ia lakukan selanjutnya. Aku merasa siap mati saat itu juga.

“Kau hanya cukup diam, dan turuti perintahku, bocah kecil!” begitulah ancaman yang ia ucapkan padaku. Dan itu cukup membuatku menuruti semua keinginannya. Hawa ketakutanku semakin menjadi-jadi. Aku memejamkan mataku. Aku tak mau melihat apa yang ia lakukan nanti kepadaku, karena sepertinya, tubuhku akan dimutilasi olehnya.

Yang membuatku merasa aneh adalah keadaan Kontolku yang tidak menciut sama sekali. Padahal aku sudah sangat ketakutan. Apa ini adalah keahliannya. Ilmu yang ia pelajari bertahun-tahun untuk bisa menjebak mangsanya? Mungkin saja. Dan malam itu kupastikan. Aku adalah salah satu mangsanya.

Dia masih tertawa seraya tubuhnya menindih tubuhku. Dia kembali menggenggam kontolku, dan menuntunnya masuk ke dalam jubah hitamnya. Selain ingin membunuhku, sepertinya ia juga hendak merebut keperjakaanku.

“Aaaaaaaaaahhhhh…,” ia mendesah saat kontolku sudah masuk ke dalam memeknya. Aku bisa merasakan itu, karena kupastikan, meski aku sudah tak lagi menikmatinya, tapi kehangatan dalam liang senggamanya bisa kurasakan, meski aku masih terpejam dan tak mau melihatnya.

“Heghhh… Aaaaaaaakkk…,” aku terkejut saat ia menjabak rambutku. Lagi-lagi rasa sakit yang kurasakan.

Kembali dan kembali rasa sakit yang kurasakan semakin berlipat ganda. Wanita menyeramkan itu bergoyang dengan cepat dan tentu saja aku yang tak siap, sangat merasakan perih yang luar biasa diseluruh batang kontolku. Apalagi ia semakin menggila dengan terus menjambak rambutku, dan mulai menampar dadaku dengan keras. Aku rasa bunyi desahannya kalah dengan suara tamparannya di dadaku.

Jika ini adalah akhir dari keperjakaanku, tentunya aku tidak mau. Dan jika ini adalah kenikmatan seks yang dibicarakan orang banyak, tentunya aku juga tidak mau. Aku benar-benar tak bisa merasakan apa itu kenikmatan bercinta. Padahal sebelumnya ia juga mengajarkan tentang kenikmatan di-oral. Tapi mengapa semuanya berubah dalam sekejap. Dan aku merasa lebih baik mati daripada harus menyerahkan keperjakaanku untuk orang yang tak ku kenal, bahkan wajahny saja tak bisa kulihat. Hanya suara yang bisa menghipnotis diawal kelembutannya padaku yang bisa kuingat. Selebihnya aku sungguh membenci wanita ini, dan aku membenci apa itu “Seks”.
 
Terakhir diubah:
*****​

Dedaunan tertiup angin pagi yang selalu membawa kesejukan di tiap harinya. Langit biru membentang luas disana. Sang langit selalu memperhatikan kesibukan tiap orang di pagi hari. Kota Jakarta adalah kota yang katanya paling sibuk di Indonesia, dan itu benar. Aku mengalaminya sendiri. Tidak hanya di pagi hari, tapi di setiap waktu.

Aku berjalan menyusuri jalanan Jakarta yang begitu padat pengendara motor ataupun mobil. Aku sedang memikirkan apa yang tengah terjadi kepadaku tepat setelah wanita menyeramkan itu mengambil keperjakaanku. Harusnya aku masih berada di kampung, dan biasanya setiap pagi Ayah selalu membangunkanku untuk sekolah. Dan entah bagaimana caranya, aku sudah berada di Jakarta sekarang. Aku mencoba mengingatnya lagi secara perlahan, tapi aku tetap tak bisa menemukan jawabannya dari apa terjadi setelah aku tak sadarkan diri saat wanita menyeramkan itu memperkosaku. Aku benar-benar tak mengingat apapun selain kejadian menakutkan tersebut.

Dan anehnya lagi, bahkan sekarang aku bertanya pada diriku sendiri. Apakah ini aku? Kenapa tiba-tiba aku sudah berada di Jakarta, dan lagi kenapa pula tiba-tiba aku memiliki sebuah telpon genggam. Aku juga memakai pakaian orang dewasa, terlihat rapi. Selain itu aku juga merasa tubuhku semakin tinggi. Dan dari semua kejadian aneh tersebut. Selembar kertas yang ada di saku kemejaku adalah hal yang paling aneh. Seperti sebuah petunjuk untukku.

Kau adalah si rambut kuning yang lain. Malam itu, saat hujan reda. Purnama muncul dan membawamu masuk ke dimensi lain. Kau akan mendengar suara musik masa depan. Itu tak akan membuatmu berubah.

Bulan kesepuluh adalah dirimu. Aku memilihmu karena kau adalah orang yang tepat. Nanti, saat malam-malam disana memandumu berjalan. Kau akan bertemu dengan tiga bulan lain yang menghampirimu. Dan kau harus memilih satu diantaranya.

Saat bulan kesepuluh memasuki akhir. Sebuah peluru akan menembus jantungmu. Rambut kuningmu berubah jadi merah. Dan kau akan tahu, siapa yang akan menangisi kepergianmu.​

Tiga Paragraf yang tiap kubaca tetap tak bisa kutangkap maknanya. Aku tahu itu untukku, tapi apa kalian bisa membantuku? Tidak. Ini sebuah misteri yang sepertinya harus kupecahkan sendiri. Dan sepertinya, satu baris kata yang bisa kutangkap maksudnya adalah tentang peluru yang menembus jantungku. Ya, aku akan mati. Entah kapan dan dimana.

Apa aku mati dan terlantar sendirian disini? Bagaimana kabar Ayahku. Maaf sebelumnya karena aku kesal denganmu.

Aku terus berjalan dan terus memikirkan semua hal yang terjadi denganku. Bahkan aku sendiri tak tahu akan melangkah kemana. Kaki ini seperti berjalan dengan sendirinya, menuntunku entah kemana. Aku saja buta dengan keadaan baru ini, yang aku tahu ini adalah Jakarta. Entah Jakarta mana, yang jelas. Aku akan terus hidup, dan membiarkan selembar kertas mesterius itu menjadi penuntunku untuk bertahan disini.

Sesampainya aku disebuah rumah besar yang jika dilihat dari depan, banyak sekali pintu-pintu kamar untuk disewakan. Entahlah, sepertinya aku akan tinggal disini. Aku berjalan masuk kedalam rumah besar ini, dan lagi-lagi kaki ini sudah lebih tahu kemana aku melangkah sebelum otakku mengetahuinya. Kakiku berhenti di depan pintu berwarna coklat, dan terdapat angka yang menempel di atas pintu.

Nomor 7…, Aku akan mengingatnya, jadi kedua kaki ini tak perlu lagi menuntunku.

“Kau baru pulang, Kise?” seseorang menyapaku. Yang pasti aku tak mengenalnya.

“Ya,” kujawab dengan cukup singkat, seraya dengan cepat membuka pintu kamar dan segera masuk kedalam tanpa mempedulikannya lagi. Dia seorang pria yang masih terlihat muda, dan nampaknya seumuran denganku. Rambutnya berwarna biru kehitaman, dan kulitnya pun juga hitam.

Aku membuka jendela kamar ini dan langsung berbaring diatas ranjang yang empuk. Cukup untuk sejenak melepas penat yang memenuhi pikiranku. Sangat nyaman ketika angin pagi memberimu sebuah kesejukan yang begitu menenangkan hati. Andai saja hidup tak mempunyai masalah, pasti angin pagi yang sejuk ini tak perlu repot-repot untuk menghiburku saat ini.


*****​


Dentuman musik yang terdengar keras dan kencang mengguncang tempat ini. Diiringi lampu kelap-kelip yang berwarna-warni semakin memeriahkan malam. Tempat orang-orang dewasa yang senang berpesta. Diatas panggung, seorang wanita cantik dengan Headset yang menggantung dilehernya itu tengah sibuk memencet-mencet tombol disamping piringan hitam. Apalah itu, aku tak mengetahuinya.

Siapa aku sekarang? Dan sejak kapan aku berada disini?

Dan sekarang aku sudah tak lagi memakai pakaian yang tadi pagi kukenakan. Sekarang aku memakai kemeja putih serta rompi berwarna hijau, dan banyak orang yang juga berpakaian sama sepertiku. Persis seperti orang yang nampaknya hendak berjalan mendekatiku.

“Jangan diam saja, Kise. Kita sedang sibuk sekarang,” katanya sembari merangkulku. Tentu saja ini aneh. Apa aku seakrab ini dengannya, atau dia yang memang seperti ini ke semua orang yang dikenalnya.

“Kau siapa?” tanyaku saat melihat kerahnya, dan ia adalah lelaki yang tadi pagi menegurku.

“Bodoh. Aku kan teman satu kostmu,” jawabnya seraya menepak kepalaku.

“Ah, ya. Maaf-maaf.”

“Jaa, Ayo, kita bekerja. Semangat!” ucapnya dengan lantang. Aku hampir saja tertawa melihat ekspresi wajahnya. Dia terlihat begitu gembira menjalani semua ini.

Heh! Apa yang harus kulakukan? Ah, ya. Aku cuma perlu meniru apa yang ia lakukan nanti.

Jadi, setelah itu aku mengikuti dibelakangnya. Ia membawakan sebuah minuman-minuman beralkohol serta gelas dan mangkuk es batu diatas nampan. Kulihat di meja juga ada yang seperti itu. Jadi aku mengambilnya, dan melakukan hal yang sama dengannya.

“Oh,ya, Kise. Kau bawa itu ke room 21. Di lantai 2. Oke!” katanya menyuruhku.

Dan dari sinilah aku sedikit menemukan jawaban tentang catatan yang ada di selembar kertas yang diberikan wanita menyeramkan itu untukku. Semua berawal disini. Perasaan yang baru, serta ketakutan yang sama kembali datang.

Aku sudah sampai di depan pintu VVIP Room nomor 21. Lalu apa yang kulakukan selanjutnya? Ya, aku hanya perlu masuk dan membawakan pesanan ini untuk tamu yang berada di dalam. Jadi, aku pun menekan sebuah tombol, dan seketika pintu itu terbuka dengan sendirinya. Dan, dengan jelas sekali aku melihat tiga orang wanita yang nampak seperti Ibu-Ibu berada di depanku. Walau begitu, ketiganya cukup cantik di mataku. Tapi entah mengapa ada perasaan takut yang tiba-tiba muncul begitu saja.

“Pesanannya, Bu,” kataku sopan seraya meletakkan minuman-minuman itu ke atas meja. Jujur aku gugup saat itu.

“Hahahahahahaha…” dua dari mereka tertawa terbahak-bahak saat aku sedang meletakkan minuman-minuman yang mereka pesan.

“Ya, keleees, masa kita dipanggil Ibu-Ibu. Hahahahaha…,” ucap salah satu diantara mereka yang mengenakkan gaun berwarna biru muda. Begitu ketat seolah-olah ia ingin memamerkan kemolekan tubuhnya.

“Oh, maaf kalo saya salah bicara,” jawabku se-sopan mungkin.

“Panggil kami Tante aja dong. Btw, kamu pelayan baru disini? Siapa namamu?” kata wanita satunya lagi. Dia mengenakkan gaun berwarna hitam, sama seperti yang tadi meledekku. Ia juga terlihat begitu seksi.

“Ennggg~ Iya, Tan. Nama saya Kise.”

“Duh, Liat deh, My. Ini cowok ganteng-ganteng kaku amat,” ucap si Tante gaun hitam kepada teman satunya yang mengenakan kaca mata hitam, dan juga gaun berwarna merah muda.

“Hihihihi…, polos kayaknya,” jawab si Tante berkaca-mata itu dengan pelan sembari sedikit tertawa melihat kegugupanku.

“Kalau begitu saya tinggal dulu, ya, Tan,” kataku pada mereka, dan hendak berjalan meninggalkan tempat itu. Aura ketakutanku masih ada.

“Eh, Kise mau kemana? Disini dulu aja, temenin kita-kita. Kamu liat, kan? Nggak ada cowoknya disini,” jawab si Tante gaun biru muda.

“Tapi saya sedang kerja, Tan,” balasku.

“Masa sih? Kalo gitu, kamu tunggu sebentar, ya?”

Apa yang mau mereka lakukan padaku?

Ketakutanku belum hilang, malah aku semakin takut berada disini, dan juga kau tahu apa yang akan mereka lakukan padaku. Apakah semua kejadian kelam yang merenggut keperjakaanku saat itu akan terjadi lagi.

“Halo, Pak Riko. Bisa Bapak kesini sebentar…, Ya, Room 21,” si Tante gaun biru muda itu sedang menelpon seseorang, dan lagi-lagi aku tak tahu siapa Pak Riko yang ia sebutkan tadi.

“Oh, ya. Nama saya Milla,” si Tante gaun hitam memperkenalkan dirinya, “Kamu jangan berdiri aja, Kise. Duduk dekat kami sini,” ia menawarkan sesuatu yang membuatku semakin ketakutan. Tiba-tiba aku keringatan, tapi anehnya aku menuruti perintahnya begitu saja, dan duduk di tengah-tengah dari mereka bertiga.

“Kalau saya Rika,” kata si Tante gaun Biru muda, “Dan itu, Amy. Mamahnya Raffi Ahmad, Hehe…,” katanya lagi seraya mengenalkan dirinya dan juga teman yang ada disebelahnya. Tante yang paling cantik menurutku.

Siapa Raffi Ahmad? Orang terkenalkah?

Aku hanya membalasnya dengan sebuah senyuman yang juga masih menyimpan ketakutanku.

“Santai aja, Kita nggak gigit, kok,” ucap Tante Rika sambil merangkulku.

“Iya, Tan,” jawabku sambil tersenyum seadanya.

Tante Milla memandangku seraya mengelus-elus kepalaku. Aku dibuat semakin takut oleh tatapannya. Selain itu, tangan Tante Rika juga tidak tinggal diam. Ia membelai pahaku, dan itu akhirnya diikuti oleh tangan Tante Milla.

“Duh, ganteng banget sih kamu, Kise. Cat rambutnya juga bagus, ya, Rik?” Tante Milla memujiku, sekaligus bertanya pada temannya.

“Emang ini kamu cat rambutnya?” kali ini Tante Rika meneruskan pertanyaan Tante Milla padaku.

“Dari lahir udah seperti ini, Tan,” jawabku, “Aaaauuuwwww…,” Tante Rika mencubit pahaku.

“Masa sih?” katanya lagi seraya mencubitku lagi.

Tiba-tiba bel Room bunyi. Tante Milla berdiri dan membukakan pintu, sepertinya orang yang bernama Riko yang tadi ditelpon oleh Tante Rika sudah datang. Dan benar saja, seorang Pria tampan dengan rambut hitam mengkilat dan klimis itu masuk dan langsung memeluk Tante Milla dan juga mencium bibir Tante Milla, tentu saja Tante Milla kaget, tapi setelah ia sudah terbiasa, ia malah membalas ciuman dari lelaki bernama Riko.

“Mmmmmhhhhh, udah, ah, sayang. Malu tau...,” Tante Milla melepas pelukan dan ciuman dari lelaki bernama Riko.

“Lho, emang kenapa? Kita juga udah biasa kaya gini, kan?” kata Riko santai.

“Iya, sih. Tapi itukan ada karyawanmu,” jawab Tante Milla.

“Hah?” Riko terkejut sambil melihatku yang sedang di rangkul Tante Rika.

Tante Rika tersenyum dan ia mencium pipiku. Aku kaget setengah mati dengan apa yang baru saja dilakukannya.

“Kise?” kata Riko yang masih terkejut melihatku.

Apa! Lelaki ini mengenalku juga?

“Dia ngapain disini?” tanyanya entah kepada siapa.

“Kita bertiga mau nyewa dia malam ini?” jawab Tante Rika.

Aku hanya diam mematung, dan tak tahu harus berbuat apa. Tapi, aku menyempatkan mataku memperhatikan Tante Amy yang ternyata juga sedang mencuri pandang padaku. Dan seketika itu juga mata kami bertemu.

“Wah, wah… beruntung kali anak ini. Hmm, berarti malam ini kamu nggak mau aku servis?” Pak Riko yang ternyata atasanku kembali mengoceh.

“Hehehe, aku kangen sama brondong polos,” kali ini Tante Milla yang menjawab dengan sembarangan.

“Dasar Bitchy….,” kata Pak Riko sambil tangannya menampar Pantat bulat Tante Milla.

“Auuuuuwww, Riko….”

“Tante Amy mau ikutan juga?” kali ini Pak Riko bertanya pada Tante Amy.

“Ah, nggak kok, Rik. Kamu kan tahu, sebentar lagi juga aku pulang?” jawab Tante Amy.

“Mau pulang bareng saya?” Pak Riko menawarkan untuk mengantar Tante Amy pulang.

“Nggak usah, Rik. Makasih…,” jawab Tante Amy.

“Ah, susah sekali menaklukanmu Tante, padahal aku penasaran dengan tubuhmu juga,” goda Pak Riko.

Tante Amy hanya membalasnya dengan senyuman.

“Baiklah, Kise. Tolong puaskan pelanggan tetap kita, Oke.” Ucapnya seraya berlalu pergi meninggalkanku.

Selepas perginya Pak Riko. Kedua Tante yang menggodaku, langsung menghampiriku, dan mulai memelukku.

“It’s show time, Babe.”

Mereka berdua langsung saja membuka kancing rompiku dan juga kemejaku. Tangan Tante Rika menarik kepalaku, dan bibirnya yang masih berbalut Lipstick itu langsung menyambar mulutku. Membuatku kaget sebelum aku siap menyambutnya. Lidahnya membelit lidahku, dan aku bisa merasakan air liurnya yang ia keluarkan kedalam mulutku, seolah meminta untuk aku telan, sebagai gantinya ia juga menyedot air liurku. Dan sejak entah kapan. Aku sudah tak lagi mengenakan apa-apa. Bibir Tante Milla menjilat putingku yang kecil. Aku dibuat melayang oleh keduanya. Aku ingin melihat apa yang Tante Amy lakukan selagi ia memperhatikan keadaanku sekarang.

Selain itu juga sebenernya aku mulai kembali takut membayangkan apa yang akan terjadi nanti. Nampaknya aku trauma dengan kejadian malam yang paling menakutkan buatku. Aku coba menenangkan diri ini, cukup aku menikmati apa yang sedang mereka lakukan padaku. Jika akhirnya aku harus mati. Ya, sudah. Aku akan siap menerimanya, namun jika ada kesempatan melawan. Aku akan melakukan apapun untuk bertahan.

Permainan pun semakin panas. Tante Rika memang belum melepaskan ciumannya dariku, tapi entah sejak kapan, kontolku sudah mencuat keluar, dan Tante Milla mengocok dengan tangannya, dan yang mengejutkan lagi buatku, Tante Milla juga sudah bugil. Ia masih menjilati putingku, dan jilatin perlahan-lahan turun ke bagian pusar, dan akhirnya tiba di kepala kontolku yang sudah sedikit mengeluarkan cairan. Ia langsung menjilatinya tanpa ragu dan juga langsung memasukkan separuh kontolku yang sudah tegang ke dalam mulutnya.

Hawa ruangan yang tadinya begitu dingin seketika berubah menjadi sangat panas, terlebih Tante Rika juga sudah melepaskan ciumannya di bibirku. Ia berdiri dan membuka gaunnya sambil menari di hadapanku. Lalu ia menyuruh Tante Milla untuk turun kebawah sembari tetap melanjutkan mengoral kontolku. Tante Rika menaiki sofa panjang dan ia mengangkangi kepalaku, lalu menaruh memeknya tepat di depan bibirku. Aku mengerti maksudnya, aku pun langsung memegang bongkahan pantatnya, dan mulai menjilati memeknya, meski aku tak tahu bagaimana memuaskannya.

Tante Rika mendesah dengan kencang saat aku menggigit biji kelentitnya. Aku menyedotnya seperti ujung sedotan. Rasanya begitu nikmat, ini membuatku berharap kalau permainan seks mala mini berbeda dengan sebelumnya. Karena sepertinya mereka berdua tidak berniat untuk menyiksaku.

Aku tak sempat lagi memperhatikan apa yang Tante Amy lakukan. Tante Rika dan Milla membuatku lebih membari perhatian kepada mereka berdua. Apalagi saat Tante Rika teriak sekencang-kencangnya saat ia sudah mendapat orgasme, dan cairan yang keluar dari memeknya tentu saja membanjiri wajahku. Kakinya bergetar hebat. Wajahnya Nampak semu, tapi tidak menghilangkan kecantikannya. Malah semakin terlihat manis, terlebih ia langsung memperlakukanku seperti anak kucing, kala ia menjilati cairannya sendiri yang masih ada di wajahku.

Sementara Tante Milla sepertinya sudah lelah terus mengoral kontolku. Ia pun meminta hal yang sama padaku. Kali ini dengan cara yang berbeda. Ia menjatuhkan tubuhku, lalu ia menduduki wajahku. Sedikit aku memperhatikan memeknya yang ditumbuhi bulu yang sangat lebat, itu membuatku semakin bergairah. Maka aku pun langsung dengan lahap menjilatinya, seolah itu adalah makanan terenak yang pernah kucicipi di dunia ini.

Aku tak tahu apa yang sedang dilakukan oleh Tante Rika dan Tante Amy, sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu. Aku semakin bernafsu memberikan kepuasan pada Tante Milla, meski aku tahu mereka berdua lebih pengalaman dariku, tapi aku tak mau membiarkan hal ini lewat begitu saja. Aku tak mau menyiakan kesempatan yang datang. Kujilati juga lubang pantat Tante Milla yang baunya cukup untuk membuatku semakin terpesona oleh kenikmatan seksual. Ini sedikit menghilangkan ketakutanku sebelumnya. Apalagi kontolku tegang bukan karena dipaksakan. Ini murni karena hawa nafsu yang berada di tubuhku tertarik keluar oleh pesona mereka.
Setelah merasa tubuhnya sudah kembali bergairah. Tante Rika yang kini gentian mengoral kontolku, Hanya sebentar saja ia melakukan itu. Karena kurasa mungkin ia hanya ingin berkenalan dengannya lebih dulu sekalian untuk menjaga agar kontolku tetap basah. Lalu ia berdiri dan jongkok, menuntun kontolku agar masuk kelubang memeknya. Dan ia memekik kuat saat akhirnya kontolku masuk seluruhnya.

“Aaaaaaahhhhh… Besar sekali punyamu, Kise….”

Sementara aku masih fokus membuat Tante Milla orgasme. Akupun mencari biji kelentitnya dan menyedotnya dengan kuat, lalu mulai memasukkan lidahku kedalam memeknya. Ia memegang jari-jariku lalu menjilatnya, setelah itu ia menuntunnya ke lubang pantatnya. Aku sedikit mengerti maksudnya. Jadi aku menjawabnya dengan memasukkan jari tengahku ke dalam lubang pantatnya. Dan teknik itu ternyata berhasil membuat orgasme, sama seperti Tante Rika. Cairan dari memeknya kembali membasahi wajahku. Ia lemas lalu memelukku. Sementara Tante Rika masih bergoyang-goyang memompa kontolku. Sungguh aku baru merasakan kepuasan apa itu seks. Tante-Tante ini lah penyebabnya, dan aku berterima kasih pada mereka.

Tante Milla mencium bibirku dengan lembut, setelah itu ia membisikkan kata-kata yang mungkin bisa membuat semua Pria di dunia ini ingin mengulangi lagi bercinta dengannya.

“Kau begitu memuaskan, Kise.”

Setelah aku dan Tante Rika sama-sama telah mencapai puncak kenikmatan. Aku sungguh sangat malu saat Tante Amy memperhatikanku, meski aku berani menatap wajah cantiknya. Tetap saja aku tak tahu harus bertindak seperti apa. Permainan malam itu berakhir. Kami bertiga tetap telanjang seraya menghabiskan minuman yang ada di meja ruangan. Dan tetap, aku tak berani berbicara pada Tante Amy meski kadang ia mencoba mengajakku becanda.

Sebelum terjadi perpisahan malam itu. Suara dering yang muncul dari handphone Tante Amy membuat suasana menjadi hening seketika. Dia menyuruh kedua temannya untuk tetap diam, meski saat itu suasana kami sedang saling dipenuhi canda. Walau begitu keduanya tetap diam.

“Halo, Fi. Iya, sebentar lagi Mamah pulang, kok…, Iya, iya, nggak usah ngomel-ngomel atuh sama Mamah,” kata Tante Amy di telpon. Sepertinya anaknya yang bernama Raffi Ahmad itu sedang mengomel pada Tante Amy.

Yap, tepat setelah pembicaraan Tante Amy ditelpon berakhir. Perpisahan yang tak kuharapkan itu akhirnya tiba. Tante Rika dan Tante Milla bergegas mengenakan gaunnya masing-masing, dan mengucapkan perpisahan padaku.

Tante Rika memberikan selembar amplop tebal kepadaku, dan juga memberikan selembar kertas kecil yang berisikan tiga nomor handphone yang berbeda-beda.

“Itu nomor kami. Kamu boleh menghubungi siapapun kalau kamu masih mau sama kami,” begitulah kata Tante Rika.

Lalu mengapa ada nomor handphone Tante Amy didalamnya?

“Rika, kamu apa-apaan sih. Kok nomor HP aku juga ada?” kata Tante Amy yang mengeluhkan perbuatan Tante Rika.

Meski aku masih tak mengerti, namun jawaban Tante Rika sungguh membuatku terkejut. Karena apa yang dikatakannya adalah suatu hal yang akhirnya akan membawaku masuk ke dalam apa yang tertulis dari selembar kertas yang diberikan oleh wanita menyeramkan saat itu.

“ Katanya kamu juga mau, My? Kalau sekarang kamu boleh malu, tapi kalau kalian berdua kan tentu saja kamu tidak malu.”

Itulah jawaban Tante Rika yang akhirnya nanti membuatku lebih dulu menghubungi Tante Amy daripada mereka berdua. Tentu saja perasaanku saat ini adalah lebih jatuh cinta oleh pesona malu-malunya Tante Amy yang ternyata sebenarnya mau melakukan seks denganku, tapi mungkin saat itu ada rasa takut dalam dirinya yang akhirnya membuat dia tak jadi bergabung dalam permainan panas tadi.

Setelah itu mereka akhirnya pergi meninggalkanku sendirian. Aku tak lagi membayangkan apa yang terjadi barusan, tapi aku sedang membayangkan apa yang nanti akan aku lakukan pada Tante Amy.


*****​
 
Terakhir diubah:
Kali ini langit pagi bersinar terang, sulit menggambarkan suasana saat ini. Sepertinya langit pagi sedang bermusuhan dengan angin sejuknya yang kini sama sekali tak kurasakan. Dan juga langit sedang bersahabat dengan Matahari yang sudah muncul begitu cepat.

Jam 6 Pagi… Hoaaaaaammhhh!

Suasana yang terasa aneh ini buatku tentu saja membuatku bingung, tapi buat apalah aku memikirkan masalah cuaca pagi ini. Lebih baik aku memikirkan satu hal penting hari ini. Hal itu adalah kalau siang nanti aku akan bertemu dengan Tante Amy di sebuah Hotel Bintang Empat yang berada dekat dari tempat kerjaku sebagai pelayan di sebuah club.

Ya, kemarin aku menghubunginya dengan berani. Entahlah, saat itu kepribadianku berubah pesat. Aku tak lagi mengenal rasa takut. Maka itu aku mengajaknya untuk bertemu, tapi entah mengapa ia malah meminta untuk bertemu di Hotel, mungkin akhirnya ia ingin merasakan kenikmatan yang bisa kuberikan padanya. Sungguh aku tak sabar menunggu siang nanti. Jam 2 siang. Jam dimana aku bisa lagi memandang kecantikan wajah Tante Amy, atau mungkin aku juga bisa menikmati tubuh wanita tua yang membuatku jatuh hati.

BRRAAAAAKKKK!

“Oi, Kise!”

Seseorang membuka pintu kamarku dengan kencang. Sembrono sekali orang ini, masih pagi sudah mulai rusuh. Ya, walaupun dia memang terlihat selalu ceria.

“Ada apa, Aomine?” tanyaku saat dia merangkulku.

Hah? Sejak kapan aku mengetahui namanya?

“Wah, tumben pagi-pagi gini, wajahmu terlihat sangat bahagia. Aku tahu, Kau sedang jatuh cinta, kan?”

“Huh! Sok tahu, kau.”

“Hahahaha…, Ya, baiklah. Aku pergi dulu, nampaknya aku sedang mengganggumu. Hehe….”

Lalu lelaki muda bernama Aomine itu akhirnya pergi dari hadapanku. Ternyata dia orang yang pengertian juga. Baguslah. Aku memang selalu ingin punya teman yang sifatnya seperti itu, meski kadang ia suka rusuh seperti tadi.


*****​



Akhirnya waktu yang kunanti-nanti tiba. Jam dua kurang aku sudah mulai beranjak keluar dari kamarku. Apalagi setelah Tante Amy memberiku sebuah pesan yang membuatku semakin bersemangat untuk menemuinya.

”Jam 2 kamu sudah sampai. Langsung masuk ke kamar 218, lantai 4.”
Begitulah isi pesan yang diberikan Tante Amy padaku.

Mungkin jika aku bisa mengalahkan kecepatan cahaya. Aku sudah pasti akan melakukan hal itu agar bisa cepat sampai di Hotel. Walau begitu, langkah kakiku bergerak cepat seperti berlari, tapi aku tidak berlari. Aku juga tidak ingin berkeringat saat bertemu wanita yang kucintai.

Akhirnya seperti yang sudah direncanakan. Aku sampai di depan pintu kamar Hotel tanpa ada yang mengganggu. Nampaknya Tuhan juga menyetujui pertemuan ini, meski begitu, tadi saat aku tiba di Lobby Hotel, banyak orang yang memperhatikanku. Apa karena rambutku yang berwarna kuning. Entahlah, kalau seperti itu tentu saja aku sudah biasa, dan lagipula bukankah itu juga termasuk hal yang biasa.

Sebelum aku tiba di depan pintu kamar yang sudah dipesan Tante Amy. Aku sudah mengirimkan pesan terlebih dahulu, dan saat aku mengetuk pintu kamarnya, dengan cepat ia membuka pintu dan menarikku agar cepat masuk ke dalam sebelum nantinya ada orang yang memperhatikanku. Meski saat itu keadaan tengah sepi, tapi nampaknya Tante Amy yang merupakan Ibu dari seorang Public Figure terkenal di tanah air membuat ia begitu hati-hati dengan keadaan sekitarnya. Aku mengerti akan hal itu.

“Duduk aja dimana yang kamu mau, Santai dulu, Kise. Banyak waktu hari ini untukmu,” katanya sembari menyuruhku untuk duduk. Jujur saat melihat dirinya begitu cantik itu sudah membuat nafsuku menggebu-gebu. Akhirnya aku cukup sabar untuk menanti apa yang aku impikan tadi pagi. Dia juga mengajakku untuk saling bertukar cerita lebih dulu, mungkin ia ingin mengenalku lebih jauh sebelum memulai semuanya. Lagi-lagi dengan mudah aku mengerti apa maunya, walaupun aku tahu tak punya banyak hal yang bisa kuceritakan.

Setelah hampir setengah jam ia bercerita tentang keadaan keluarganya, dan juga akan kegundahan perasaannya yang menurut penuturannya ia begitu merindukan sosok pelindung bagi dirinya. Anak lelakinya yang super sibuk tentu saja tak cukup untuknya. Dia pun mulai bertanya siapa aku sebenarnya. Dia bertanya apa saja yang bisa aku ceritakan padanya.

Jujur aku tak tahu akan memulainya dari mana, tapi saat ia terus menggodaku agar jangan malu-malu untuk bercerita serta mengancamku jika aku tak menceritakan siapa aku sebenarnya, ia tidak mau lagi mengenalku. Ancaman yang membuatku seketika takut dan tak sanggup untuk membayangkannya.

“Aku hanyalah orang yang sebenarnya tak tahu apa yang kulakukan disini, Tan. Aku hanya mengikuti arah hidupku saja, namun begitu, saat aku bertemu dengan Tante. Aku merasa punya tujuan tentang bagaimana caraku bertahan hidup. Mungkin tak ada yang bisa kuceritakan, tapi ada yang bisa kubuktikan tentang satu hal,” kataku saat memulai awal cerita yang ingin kubicarakan, meski aku tahu itu tidak nyambung sama sekali.

“Apa itu?” tanyanya.

“Cinta. Aku terlalu cepat mengartikan kata itu, tapi saat aku melihat dirimu begitu cantik. Aku ingin segera berjuang menaklukan hatimu, Tan. Meski aku tahu akan banyak rintangan yang tak mudah dilewati. Aku akan berjuang semaksimal mungkin untuk mewujudkan semua itu,” jawabku dengan yakin.

“Hahahaha…, Kau yakin berbicara itu padaku, Kise?” nampaknya ia meragukan ucapanku.

“Sama sekali tidak!” aku menegaskan kalau ucapanku adalah benar.

“Berapa umurmu?” tanyanya lagi.

“23 tahun,” jawabku.

“Bahkan kau lebih muda dari Anak lelakiku. Apa kau yakin semua yang kau katakana itu benar? Mungkin jika aku sombong. Aku ini lebih mengenal apa itu cinta?” balasnya seraya menatapku yang langsung kubalas dengan balik menatapnya tanpa ragu.

Cukup lama kami saling tatap sebelum akhirnya aku beranikan untuk memulai mencium bibirnya, dan ia hanya diam saja tanpa membalas ciumanku. Hampir cukup lama aku menciumnya sebelum ia melepaskan ciumanku.

“Apa ini caramu membuktikan cintamu padaku? Apa dengan harus melakukan apa yang sudah pernah aku lihat sebelumnya?” tanyanya dengan tegas. Kami tetap saling pandang, akan tetapi pertanyaan itu membuat pikiranku seketika tak punya jawaban untuk membalas ucapannya.

Aku hanya diam memandangnya, ia menunjukkan wajah seakan-akan ia menunggu jawaban dariku, “Aku hanya tahu apa yang Tante inginkan saat itu, dan mungkin aku yang bodoh ini Cuma tahu kalau cara ini bisa membuatmu jatuh cinta padaku,” kata-kata itu terlontar begitu saja tanpa aku pikirkan sebelumnya.

“Yang kita butuhkan sekarang hanya saling mengisi hawa nafsu saja, Kise. Jadi, janganlah kamu main perasaan dengan Nenek-nenek sepertiku. Aku menginginkanmu karena aku hanya membutuhkan kepuasan. Tidak lebih, apa kau mau membantahnya?”

Lagi-lagi ucapannya membuatku tak bisa menjawab. Cara berpikirnya pintar namun jika ia hanya ingin melampiaskan nafsunya padaku. Bukankah itu terlalu kejam?

Aku tak mempedulikannya sama sekali. Jika ia hanya ingin mendapatkan kepuasan dariku, mana mungkin aku akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku pun langsung dengan cepat kembali mencium bibirnya. Aku juga merebahkan tubuhnya diatas ranjang yang empuk dan lembut. Kini seperti sudah mendapat jawaban dariku, ia membalas ciumanku dengan penuh nafsu. Kami akan memulai permainan panas ini. Dan aku akan memberikan semua yang ia mau untuk bisa membuktikan kalau aku memang mencintainya.

Kami saling berguling bergantian ke seluruh ranjang, seperti sedang mencari sisi bagian mana yang paling enak untuk dinikmati. Aku mulai membelai lembut leher belakangnya, menjilati hampir keseluruhan wajah cantiknya. Begitupun ia membalasnya dengan terus membelai lembut bagian dadaku. Ia mengangkat kaos yang ku kenakan. Akupun membalasnya dengan ikut membantunya melepaskan pakaian yang ia kenakan. Yang membuatku terkejut, ternyata Tante Amy ternyata sudah tidak mengenakan BH lagi, nampaknya ia memang sudah menginginkan apa yang akan terjadi sekarang.

“Lakukan dengan cepat, Kise. Aku menginginkanmu,” ucap Tante Amy yang sudah digeluti hawa nafsu.

Aku tak menjawabnya, tapi aku menuruti keinginannya dengan melakukan apa yang ia mau. Aku melepaskan celanaku, dan juga membantunya untuk melepaskan celana panjang yang ia pakai.

“Apa Tante mau aku menjilatinya juga?” tanyaku dengan polos.

“Lakukan apa yang kau mau, tapi lakukan dengan cepat. Puaskan aku sesukamu,” jawaban yang terdengar binal di telingaku. Sama binalnya seperti Tante Rika dan Tante Milla, padahal malam itu Tante Amy hanya diam saja, namun inilah bagian dari sisi liarnya.

Slllluurrrppppp….

Aku menyedot dan menjilati memeknya yang wangi itu dengan lahap. Sungguh meski aku tahu dia sudah berumur, tapi tetap saja, bagian paling vitalnya begitu terawat. Dan aku sangat menikmatinya. Hampir lima menit aku mengoralnya, akhirnya Tante Amy mencapai puncak kepuasan pertamanya yang ia dapatkan dariku.

“Ooooouuuhhhhh…, Kise, aku keluar!” lenguhnya panjang. Kakinya bergetar hebat, dan cairan cintanya muncrat membasahi wajahku, “Nikmat sekali, Kise.Ayo, masukkan punyamu, aku sudah begitu menginginkanmu.”
Dan seolah tak kenal lelah, kini ia berdiri dan merebahkan tubuhku. Lalu ia jongkok diatas kontolku yang sudah menegang tinggi. Ia genggam dan dikocoknya sebentar sebelum akhirnya kontolku masuk seluruhnya ke dalam memeknya.

Bllleeesss….

“Oooooouuuuhhh, My…. Nikmatnya!” kembali ia melenguh sekencang mungkin. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya memelukku, dan menciumi bibirku seperti sedang kesetanan. Tante Amy begitu liar diatas ranjang. Tentu saja aku menyambutnya dengan membalas ciumannya. Ia mulai menggoyang tubuhnya, desahannya semakin menggelora saat aku juga ikut membalas goyangannya.

Sungguh permainan ini begitu cukup panas, dan aku benar-benar menikmati apa yang terjadi sekarang. Kami begitu sangat liar. Aku pun mulai mengambil alih permainan saat ia sudah terlihat lelah bergoyang. Aku kembali merebahkannya, dan dengan sekuat tenaga kini aku yang menggenjot memeknya. Kupeluk tubuhnya dan mulai kuciumi seluruh bagian tubuhnya. Aku memulai dari menjilati kupingnya, turun ke leher. Kujilati semua bagian lehernya, dari depan hingga samping. Tante Amy semakin menggeliat saat aku menyedot lehernya hingga meninggalkan bercak merah di samping lehernya. Setelah puas menikmati lehernya, aku mengangkat tangan kananya dan mulai menjilati lehernya. Aku sedot sisa-sisa keringat yang ada disana, sungguh nikmat yang tiada tara, meski aku masih terus menggenjot tubuhnya. Aku seperti tak kenal lelah menikmati semua yang ada padanya. Payudaranya yang sedikit mengendur itu aku remas-remas, saat aku puas menikmati lehernya. Aku menjilati putting coklat yang sudah sedikit menghitam. Lagi-lagi itu adalah bagian yang paling indah dari tubuhnya, atau memang semua letak keindahan di dunia ini terletak pada dirinya.

Ah, aku sudah dibutakan oleh keindahannya.

Sudah hampir 15 menit aku menjilati seluruh tubuhnya, akhirnya Tante Amy mencapai puncak kenikmatan keduanya. Ia melenguh panjang seolah hanya kami yang ada di dunia ini. Dan lagi-lagi tubuhnya bergetar hebat memelukku, dan wajah cantiknya yang mulai semu semakin menambah nafsuku untuk menyusulnya mencapai puncak. Kupercepat goyanganku.
Wajah Tante Amy terlihat semakin lemas. Desahannya semakin terdengar begitu pelan, dan aku terus menggenjotnya hingga akhirnya aku tak kuat lagi menahan nafsuku yang sudah berada di puncaknya.

“Aku mau keluar, Tan?” ucapku.

“Keluarkan saja. Aku menginginkannya,” balas Tante Amy yang terdengar parau.

“Aaaaaaaahhh!”

Cccrrrtttt…, Cccrrrrrtttt….

Aku memuntahkan semuanya ke delam memeknya. Ia memekik hebat saat spermaku memenuhi rahimnya. Wajahnya begitu terlihat puas, meski tatapan semunya belum hilang, tapi aku menyukai kecantikannya saat itu. Aku pun juga begitu puas. Aku memeluknya sebelum akhirnya Kontolku terlepas dengan sendirinya. Aku mencium bibirnya sekali lagi, sebelum akhirnya aku melepaskan pelukanku, dan membaringkan tubuhku disampingnya.
Dia tak menatapku. Malah kini ia membalikkan badannya kesamping menghindari tatapanku.

“Ada apa, Tan?” tanyaku.

Dia tak menjawab. Aku merasa aneh saat itu, apa ia menyesal telah melakukan ini semua. Bukankah tadi ia lebih terlihat liar dariku. Entahlah, aku yang sekarang akan melakukan apa saja yang ku mau. Maka itu, meski ia tak menjawabnya, aku memeluknya dari belakang. Dan rupanya, ia membalasnya dengan menggenggam tanganku yang berada di perutnya.

BRRRUUUAAAAAKKKK!

Kami terkejut saat tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan kencang. Aku memang terkejut, tapi aku tidak mengenal siapa Pria yang datang tiba-tiba ini. Namun berbeda denganku. Kedatangan Pria itu cukup membuat Tante Amy hingga terbelalak.

“Raffi!”

Inikah Anaknya?

“Mamah tega, ya? Mamah udah melakukan perbuatan yang menodai keluarga kita, Mah. Aku sedang tak mau mendengar penjelasan Mamah…,” omel Raffi pada wanita yang kucintai, “Siapa kau?” kali ini dia sepertinya bertanya padaku, karena tatapan marahnya jelas melihat kearahku.

“Aku?”

DUUAAARRRRRRRR!

Belum sempat aku mengenalkan diriku. Tubuhku sudah tak berdaya dihadapannya, dan aku sudah tak mengetahui lagi apa yang terjadi setelahnya. Karena saat itu aku tahu. Aku sudah mati. Dan isi dari selembar kertas yang ternyata berupa sebuah ramalan itu benar terjadi.

Itulah apa yang sudah kuceritakan, namun sebenarnya aku tidak mati. Karena setelah kejadian yang malah membuatku kembali ke kehidupan lamaku. Meski akhirnya aku tersadar disebuah ruangan kecil yang bukan kamarku. Hal yang patut aku syukuri adalah fakta bahwa ternyata aku masih hidup. Meski kalian berbicara itu mimpi buruk. Itu tak apa. Walau sejujurnya berbagai hal yang tadi kuceritakan selalu terlihat nyata dalam ingatanku.


*****​



Tok…, Tok…, Tok….


Seseorang berpakaian serba putih datang, tepat sesaat aku menyelesaikan tulisanku. Dan jujur aku tak mengenalnya. Dia bukan Ayahku.

“Apa yang sedang kau lakukan, Kise?” tanyanya seraya tersenyum. Pria ini cukup sopan dan ramah.

“Aku baru saja menyelesaikan sebuah tulisan tentang perjalanan hidupku,” jawabku dengan percaya diri.

“Boleh aku membacanya?”

“Ya, dengan senang hati.”

Lalu ia membuka lembar demi lembar tulisanku, meski ia tidak membaca sepenuhnya, tapi ia Nampak sudah memahami isi ceritaku. Dia terlihat lebih pintar. Aku tak tahu apa yang dia pikirkan karena dengan tiba-tiba ia menatapku hingga membuatku merasa takut. Tapi setelah itu dia tersenyum.

“Baiklah, Kise. Sudah waktunya untuk makan. Kau memang selalu pandai dalam berimajinasi. Hal yang bagus,” dia memujiku, meski aku sedikit maksud dari kata “Imajinasi” yang ia ucapkan tadi, “Coba kau lihat dari jendela kamarmu. Apa yang tertulis disana, dan kau akan tahu sedang berada dimana?”

Akupun mengikuti perintahnya. Dan aku langsung tertawa terbahak-bahak saat aku membaca tulisan yang ada di Gapura sebuah gerbang. Aku masih tertawa sekencang mungkin. Dan Pria itu menggelengkan kepalanya seolah aku ini orang gila seperti yang tertulis disana.












Rumah Sakit Jiwa Tomohon.
 
Terakhir diubah:
nunggu keluar cerita nyaa udh mau tgl 26 nih
 
Woh, akhirnya ngepost. Maaf kalo covernya rada cacat. Soalnya rada panik tadi hahaha :haha:
 
Aku sedang kesal dengan kedua Ayahku.

ayah nya 2 ? nubi masih kurang paham ..
 
Duh masih ada typo, ya? Aaaaak gomene. :galau:

Udah nggak bisa di edit, lagi, ya? :sendirian:

Ada bbrp typo om Puss.. Kyknya msh bs diedit tggl segini mah.
Maaf gak bs ngasih petunjuk dibagian mana coz pk hp, susah utk quote..

SS-nya mantap.. MILF idaman.. Amy Qanita. :p
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
ada tipo beberapa pus, tp gk mengurangi isi cerita, baru kelar baca sih, ceritanya agak ngetwist tapi kek ada yang kurang entah apa :haha:

ssnya dah oke :jempol:

oh iya atu lagi kise,aomine (kurobas yak ?) :kk:
 
ada tipo beberapa pus, tp gk mengurangi isi cerita, baru kelar baca sih, ceritanya agak ngetwist tapi kek ada yang kurang entah apa :haha:

ssnya dah oke :jempol:

oh iya atu lagi kise,aomine (kurobas yak ?) :kk:

Kurang banyak, bang yosh. Banyaaak beuuud :sendirian:
 
sebenarnya ane bisa berfantasi lebih ama Tante Amy Qonita ini.
Cuman sayang kurang puas SS-nya. :D :Peace:

#ngarepdotcom
 
Bimabet
Fantasy mah apapun juga bisa dilebih-lebihkan, ci. Kira-kira gitu. :papi:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd