Playlist of My Life - BAB 2
(masih) Februari 2010
Load up on guns, bring your friends
It's fun to lose and to pretend
She's over-bored and self-assured
Oh no, I know a dirty word
Hello, hello, hello, how low
Hello, hello, hello, how low
With the lights out, it's less dangerous
Here we are now, entertain us
I feel stupid and contagious
Here we are now, entertain us
[Smells Like Teen Spirit - Nirvana, 1991]
"Gila!", kataku kaget, hampir tersedak kopi panas.
"Asu! Uhuk uhuk, panas!", kata Angga, yang sudah tersedak kopi panas.
Siang menuju sore ini, aku, Guntur, dan Angga sedang ngopi dan ngerokok santai di tongkrongan kami. Setelah beberapa jam sebelumnya suntuk di ruang kelas, mengerjakan soal latihan ujian nasional yang cukup memeras kinerja otak pas-pasan kami bertiga. Di tongkrongan yang berjarak 100 meter dari sekolah ini, kami bertiga sengaja memisahkan diri dari kawan-kawan sepertongkrongan kami lainnya untuk membahas 'rencana hebat' Guntur.
"Mau sampai kapan begini terus bro pake video Ariel ama Luna Maya.", kata Guntur sambil menghisap rokok andalan warga lokal, GG Surya. "Udah gatel ini burung minta sarang yang asli, ngga bisa pake tangan sendiri lagi.", lanjutnya.
Mau tahu rencana yang kata Guntur 'hebat' itu apa? Melepas keperjakaan kami bertiga!
Caranya? Panti pijet!
"Jadi kata abangku, kalo mau belajar mengenali diri wanita tuh di panti pijet. Ni panti pijet uda terkenal banget, terus terapis nya ada yang mau diajak kerja sama gitu buat burung-burung perawan macem kita gini. Ntar dikasih treatment khusus...", jelasnya.
"Dasar bego.", kata Angga singkat.
"******. Anak sangean.", jawabku juga, tak acuh.
Buat kalian yang penasaran, sahabatku Gemuruh Guntur Gelegar (konon doi lahir waktu lagi ada petir) ini emang sangean anaknya. Pernah kuceritakan koleksi video .3gp ku yang terbanyak kedua seangkatan? Yup, Guntur adalah yang pertama. Bahkan sebelum Ariel - Luna Maya menjadi viral di tahun ini, doi sudah dapet itu video duluan. Ngga tau dari mana sumbernya.
Sebenarnya sampai saat ini aku masih polos dalam hal mengenai seks. Aku masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip seks setelah menikah, seks pada satu perempuan, dan anti seks bebas. Aku melamun di tempat ketika membayangkan Cana, yang mungkin bisa memenuhi kriteria itu. Menikah dengannya, setelah itu dengan puas menggauli toket dan memeknya yang sudah halal tiap malam di ranjang kamar tidur masa depan kami. Ngga harus di ranjang sih, di sofa juga bisa. Atau di kamar mandi, sambil mandi disiram air hangat. Atau, bisa juga di dapur. Di balkon. Di....
"Duh kalian ini jangan mikir jangka pendek.", kata Guntur membuyarkan lamunanku. "Pikir jangka panjangnya. Bayangin, Ngga, kalo ntar tiba-tiba si Yasmin udah ngasih kode minta seks. Terus kamunya gaada persiapan, dia baru buka baju, burung kamu udah ngecrot.", kata Guntur ke Angga. Fyi, Yasmin adalah pacar Angga sejak kelas sepuluh. "Kamu juga Dip, kalo si Cana nya udah siap tapi kamunya belom, kan kasian dia.", lanjutnya dengan menoleh ke arahku.
Aku bengong, berusaha mencerna kalimat penjelasan dari Guntur barusan, dan mengaitkannya dengan hubunganku dan Cana sejauh ini. Baru dua hari lalu, aku pegangan tangan dan berciuman dengan Cana. Dan sudah bisa ditebak, burungku berdiri tegak saat melakukan hal tersebut dalam kegelapan bioskop. Bukan tidak mungkin, seks akan tiba dalam waktu dekat. Kemungkinan selalu ada. Aku harus sudah siap saat itu terjadi. Merasa ada yang memperhatikan pandangan kosongku, aku menoleh ke arah Angga yang ternyata dia juga melihat ke arahku. Aku mengangguk, dan dia memalingkan wajah ke arah Guntur yang sedang menyeruput kopinya.
"Tapi... Ga takut apa ntar?", tanya Angga.
"Takut apaan? Kayaknya kalo ngeliat gaya hidupmu, kamu gabisa ngomong takut dosa, Ngga.", kata Guntur santai. Uhuk, gantian aku yang tersedak kopi panas karena tertawa sambil meminumnya.
"Yee bukan, ******. Kalo di tempat begituan, ga takut penyakitnya gitu?", tanya Angga lagi. Aku manggut-manggut, pertanyaan itu juga sebenernya udah berputar di dalam otakku.
"Ada inovasi revolusioner yang ditemukan di Mesir Kuno 3000 tahun silam, Rizky Malangga. Namanya kondom. Alat kontrasepsi.", jawab Guntur pada Angga. "Coba 3000 tahun lalu udah ada hadiah nobel.", lanjutnya.
"Berapa duit tuh, Tur? 'Jajan' begituan? Apalagi kata kamu ada treatment khusus.", tanyaku. Sepertinya ide ini ngga sepenuhnya buruk, jujur aku mulai tertarik dengan pola pikir Guntur tentang kita harus membuat persiapan saat seks akan terjadi. Tapi permasalahan untuk anak-anak SMA model kita begini ya apalagi kalo bukan uang.
"Kalem. Ga banyak-banyak amat kok. Aku baru pecah celengan babi, bisa ngasih subsidi ke kalian berdua. Tapi balikin sebelum lulus.", jawabnya. "Sabtu besok, deal nih kita? Or no deal?", tanyanya menirukan Tantowi Yahya.
"Deal.", jawabku singkat dan mantap.
"Sebelum deal aku masih ada satu pertanyaan buat kamu Tur.", kata Angga. "Kalo aku ama Dipta kan jelas tujuannya buat persiapan kalo mau ngewe ama cewe kita. Kamu kan ga punya cewe.", lanjutnya.
"Yaaa awalnya aku mau berangkat sendiri. Tapi kagok kalo sendiri. Jadi aku ajak kalian aja biar ga malu ama terapis nya hehe.", jawab Guntur sambil meringis.
"Yee si ******.", kataku singkat.
"Sangean.", kata Angga sambil meniupkan asap rokok ke muka Guntur.
Sabtu siang datang bagaikan hewan Cheetah. Cepat. Duh, maaf, gaada ide lain buat perumpamaan kata 'cepat'. Sebenernya kemarin Cana ngajak belajar bareng hari ini di tempat les. Namun aku bilang mau belajar bareng Angga dan Guntur. Bener kan. Belajar. Belajar melihat tubuh telanjang wanita. Belajar menyentuh titik-titik sensitif wanita. Belajar memasukkan burung ke memek wanita. Hmm, setelah kupikir-pikir 'belajar' adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan rencana kegiatan siang ini.
Ibarat koin yang bermuka dua, hidup ini kadang angka, kadang garuda. Kadang di atas, kadang di bawah. Dan siang ini, aku berada di bawah.
"Dip! Cepet siap-siap! Anterin ibu ke pernikahan!", teriak Ibu Nugraha dari lantai bawah. Ibarat komputer, RAM dalam otakku bekerja keras mencari file-file dalam folder 'Janji dengan Ibu', berusaha menemukan apakah ada janji mengantarkan Ibu ke pernikahan hari Sabtu siang. Hasilnya nihil.
File not found. Segera aku turun dan menghadap Ibu Nugraha.
"Kapan ibu nyuruh aku nganter ibu ke acara kondangan?", kataku kepada beliau.
"Barusan.", jawab beliau singkat, padat, tidak dapat dibantah. "Bapakmu harus ngelayat atasannya di luar kota, barusan berangkat dari kantornya. Udah gausah banyak tanya, cepet siap-siap. Kalo nanti gamau ikut turun, jagain mobil aja."
Kubuka grup chat BBM kami bertiga, mengabari hal mendadak ini. Langsung direply oleh kawan-kawan ku yang sepertinya sedang sange.
gemuruh gg: yah. mendadak bgt ni dip?
Rizky Malangga: Bego! Ud diblgin kosongin hr Sabtu!!
Rizky Malangga: Bohong ni pasti lg ama cana ya ngaku aja!
Tanpa babibu aku mengirim foto kondisiku saat ini,
mirror selfie dengan mengenakan batik lengan panjang ala kondangan.
Rizky Malangga: Jiah beneran lah. Kita tinggal gpp ni? Uda sange
gemuruh gg: gpp ya dip? besok2 kalo km mau aku anterin lg de
Pradipta Nugraha: Yoi santai aja, bsk ceritain ya. Tur bsk bayarin mkn siang pake duit subsidi
gemuruh gg: "no deal" -tantowi yahya
Benar kan dugaanku. Dua-duanya lagi sange. Sebagai anak yang berusaha berbakti pada orang tua, aku tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolak titah Ibu Nugraha. Bukan salah Ibu Nugraha, tapi salah atasan Pak Nugraha kenapa meninggal hari Sabtu ini. Ups. Yaudah lah, tidak ada yang perlu disesali. Aku anggap ini cara Tuhan untuk mengingatkanku bahwa rencana Guntur adalah ide yang buruk dan penuh dengan mudarat.
Girl, girl, girl
You gonna set me on fire
My brain is flaming
I don't know which way to go
Your kisses lift me higher
Like the sweet song of a choir
You light my morning sky
With burning love
[Burning Love - Elvis Presley, 1973]
"Cuciin motorku sekalian lah, Dip!", kata seseorang dari balik pagar rumahku.
Sore di hari yang sama, aku selesai menuntaskan tugas mulia negara, mengantarkan Ibu Nugraha ke kondangan. Karena masih suntuk dengan rencana yang gagal, aku mencuci motor Satria F ku di garasi rumah. Aku reflek menoleh ke arah sumber suara. Berdiri di sana adalah Amanda Trisni, tetangga sebelah rumahku, anak tunggal dari Pak Sutrisno. Mbak Manda adalah seorang pramugari di salah satu maskapai penerbangan domestik berusia 20 tahun. Aku dan teman-teman cowok karang taruna memberi predikat 'Tomat Komplek' pada Mbak Manda, yang memiliki kepanjangan 'Toket Termantap se-Komplek'. Hal ini didasari dengan fakta bahwa lawan bicara Mbak Manda pasti mengalami kesulitan untuk terus menatap matanya. Toketnya seperti memiliki magnet yang menarik pandangan lawan bicara menuju toketnya. Emang mantap.
Mbak Manda terlihat santai sore ini, dengan menggunakan t-shirt putih polos yang agak ketat, dipadu dengan hot pants denim. T-shirt yang dipakai nya cukup ketat hingga membuat toket besar dan kencangnya menjeplak, memberikanku sebuah pemandangan indah, ditambah dengan paha putih mulusnya yang mengintip di bawah hot pants nya. Rambut pendek sepundak yang disemir coklat sebagian terlihat halus dan menggoda, serasi dengan wajahnya yang cantik dan bibirnya yang sensual.
"Eh, ada Mbak Manda.", kataku sambil tersenyum ke arahnya. Aku mengeluarkan kanebo dan mulai mengelap Satria F ku yang sudah mengkilap. "Lagi ngga terbang, Mbak? Abis dari mana?", lanjutku basa-basi.
"Baru nyampe tadi pagi, Dip. Abis belanja di minimarket. Aku sampe rumah langsung tidur, bangun-bangun laper ngga ada makanan gara-gara Mama sama Papa di luar kota.", curhatnya panjang lebar. Aku yang tidak tahu mau merespon apa, hanya memberikan 'Oh' lewat gerakan mulutku.
"Ngga dibawa ke rumah lagi cewekmu, Dip?", lanjutnya. "Pinter ya kamu, bawa cewek pulang siang-siang pas ngga ada orang di rumah. Ena-ena dong tuh."
RAM ku bekerja lagi, mencari-cari apakah aku pernah membawa Cana di siang bolong ke rumahku.
File found. Sekitar sebulan yang lalu, Cana memang pernah kubonceng ke rumah untuk meminjam novelku, yang kemudian kami pergi ke tempat les bersama-sama. Udah, cuma gitu doang. Ngga ngewe. Sumpah. Ternyata Mbak Manda sedang di rumah saat peristiwa tersebut terjadi.
"Apaan mbak, dia cuma pinjem novel kok.", kataku. "Nakal-nakal gini aku masih suci lo.", lanjutku.
"Weleh sok suci kamu.", katanya sambil menjulurkan lidahnya. Aduhai, seksi banget emang Mbak Manda ini.
"Beneran mbaak, masih perjaka ting-ting aku mah.", jawabku sambil menjulurkan lidahku juga.
"Hmm, yaudah. Eh, ntar abis Magrib ke rumah ya, Dip. Aku ada oleh-oleh bika ambon buat tante Nugraha, kemaren abis
flight dari Medan.", katanya.
"Oke siap, Mbak!", kataku sambil hormat ke arahnya yang hanya dibalas dengan senyum pepsodent.
Ibarat koin tadi siang, hidup kadang di atas kadang di bawah. Sampai tadi siang, aku beranggapan bahwa aku sedang berada di bawah karena rencanaku bersama Guntur dan Angga gagal total. Ternyata, anggapanku salah. Malam harinya selepas Magrib, aku berangkat ke rumah Mbak Manda. Setelah memencet bel, Mbak Manda menyuruhku masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Terlihat pakaiannya masih sama dengan tadi sore, t-shirt putih ketat dan hot pants denim. Mbak Manda segera mengambilkan oleh-olehnya, menyerahkannya kepadaku. Ketika aku hendak pamit pulang, Mbak Manda berusaha mencegahku.
"Ngobrol-ngobrol bentar lah, Dip. Sepi rumahku ngga ada orang.", katanya sambil duduk di sebelahku.
Kuputuskan untuk mengobrol sebentar dengan Mbak Manda. Kami ngobrol tentang banyak hal, mulai dari pekerjaannya, sekolahku, aku hendak lanjut kuliah di mana, hingga pembicaraan tentang Cana.
"Beneran ngga diapa-apain itu cewekmu kemarin di rumah?", tanya Mbak Manda terkait perbincangan kami di garasi rumahku tadi sore.
"Astagaaa mbaaak, suwer aku belum ngapa-ngapain.", jawabku sambil mengacungkan dua jari membentuk 'peace'. "Takut aku, ngga punya pengalaman masalah begituan.", lanjutku polos.
"Hmm, emang udah ngapain aja kalian?", tanya Mbak Manda lagi.
Setelah menimbang-nimbang, aku memutuskan jujur ke Mbak Manda. "Baru... ciuman mbak. Bibir.", jawabku. "Mau lanjut tapi kok aku takut bikin dia ga puas, ngga ada pengalaman megang-megang cewek soalnya.", lanjutku, dengan bahasa yang lebih vulgar. Sebenarnya sejak mulai ngobrol tadi, aku sudah konak banget. Karena selain t-shirt Mbak Manda yang ketat dan toketnya yang njeplak, belahannya juga cukup rendah. Terlihat jelas
cleavage atau belahan toketnya, yang membuat kelenjar endokrin ku merangsang testis untuk memproduksi hormon testosteron lebih banyak dalam tubuh, berakibat aliran darah di daerah selangkanganku terlalu lancar (baca: burungku ngaceng).
Mbak Manda terdiam mendengar jawabanku, sepertinya sedang berpikir. Satu menit berlalu dalam kesunyian, aku mulai canggung dan memikirkan apa jawabanku barusan salah. Tapi apa mau dikata, kali ini testosteron menang mengalahkan akal sehatku. Malam ini, selangkanganku mengambil alih otakku, mengendalikan semua saraf dan panca indra tubuhku.
"Mmm... Mau mbak bantu kasih pengalaman nggak?", kata Mbak Manda memecah kesepian. Otak asliku masih berusaha mencerna pertanyaan Mbak Manda, namun karena selangkanganku memegang kendali, saraf motorik di kepalaku membuat kepalaku menangguk-angguk sendiri. Mbak Manda berdiri, menutup pintu rumah dan menguncinya, lalu duduk lagi di sebelahku. "Coba kamu cium mbak kayak kamu cium pacarmu..."
Tanpa diperintah dua kali, aku mendekatkan wajahku ke wajah Mbak Manda. Mbak Manda juga mendekatkan wajahnya ke arahku. Ketika jaraknya sudah sangat dekat, aku menempelkan bibirku ke bibir Mbak Manda. Seperti saat aku mencium Cana di bioskop, aku mulai berani memainkan lidahku di dalam mulut Mbak Manda. Mbak Manda tidak membalas permainan lidahku, dan terasa usaha Mbak Manda untuk melepaskan ciumanku. Sambil mendorong bahuku menjauh dengan kedua tangannya, Mbak Manda melepaskan ciuman kami. Aku hanya bengong, salah tingkah.
"Terlalu cepet, Dip.", katanya dengan wajahnya yang udah terlihat sange. "Kamu harus pelan-pelan kalo ciuman sama cewek, rasain dulu bibirnya, buat suasananya intim. Ketika ceweknya udah ngerasa nyaman, baru kamu bisa mainkan lidahmu. Waktu udah saling balas main lidah, kamu boleh mulai pegang-pegang badan ceweknya dengan lembut. Cari spot sensitifnya. Ngerti?". Lagi-lagi, aku hanya bisa mengangguk pelan. "Coba lagi ya..."
Kali ini Mbak Manda yang menyosorkan bibirnya ke arahku. Setengah kaget, aku berusaha tanggap, mengimbangi permainan bibir Mbak Manda. Aku lumat dengan lembut bibir sensualnya, merasakan hangat rongga mulutnya, tidak buru-buru seperti sebelumnya. Mbak Manda memejamkan matanya menghayati dan menikmati rangsanganku di bibirnya. Setelah kurasa Mbak Manda sudah nyaman dengan kecupanku, aku memulai langkah berikutnya. Aku berusaha menjelajah rongga mulut Mbak Manda lebih jauh, lebih dalam, dengan lidahku. Dengan tanggap Mbak Manda merespons permainan lidahku. Lidah kami beradu sengit, saling melilit, saling bertukar ludah. Napas Mbak Manda mulai tidak teratur, begitu juga denganku. Kali ini selangkanganku mulai mengambil alih pergerakan tanganku. Aku mulai menyentuh pipinya, kanan dan kiri, dengan kedua tanganku. Kuusap lembut pipinya, kurasakan halus dan bersih wajah cantiknya. Perlahan, tanganku kuturunkan, menyentuh lehernya, hingga tiba di bahunya. Sambil tetap berciuman, kuturunkan lagi perlahan hingga ke lengan Mbak Manda. Kuraba lengan kecil Mbak Manda yang putih dan mulus. Napas Mbak Manda semakin liar dan tidak teratur, lidahnya masih mengimbangi permainan lidahku di rongga mulutnya. Bagian tubuh atas Mbak Manda sudah habis kusentuh, menyisakan perut langsing dan toketnya yang masih tertutup t-shirt dan bra nya. Menyadari itu, Mbak Manda melepas ciuman kami.
"Kamu belajar cepet banget, Dip...", katanya dengan suara tertahan, berusaha menstabilkan pernapasannya. "Aku udah horny banget nih... Gara-gara kamu... Kayaknya kamu juga ya, hihi", lanjutnya, yang tanpa kusadari tangan kanannya sudah menyentuh celanaku bagian selangkangan. Sejenak matanya terbelalak, tampak ekspresi kaget di wajahnya saat menyentuh burungku dari luar celanaku. Namun Mbak Manda memutuskan diam saja dan tidak berkata apapun, sambil terus mengusap selangkanganku lembut.
Mbak Manda kemudian berdiri dari sofa, menarik tanganku masuk ke sebuah kamar, yang dapat kusimpulkan ini adalah kamarnya karena bernuansa pink cerah. Setelah menutup pintu kamarnya, Mbak Manda duduk di pinggir ranjangnya.
"
Step kedua. Kamu pasti udah sering nonton film bokep kan? Coba kamu bikin mbak puas, sampai mbak keluar, hihi.", tantang Mbak Manda.
Tanpa diperintah dua kali, aku segera bergerak menuju ranjang Mbak Manda. Ok, ini dia saatnya. Saat untuk membuktikan bahwa waktu yang kubuang selama ini untuk menonton film bokep ternyata tidak terbuang sia-sia. Aku kemudian menidurkan Mbak Manda di ranjangnya, lalu kuposisikan tubuhku berada di atasnya. Kutatap lagi paras cantik wajah Mbak Manda yang sedang sange. Pipinya sudah merah, seperti kepiting rebus. Seksi banget sih tetanggaku ini! Kucium lagi bibirnya. Mata Mbak Manda sudah terpejam, menikmati rangsanganku. Perlahan aku bergerak turun, bibirnya kutinggalkan, aku jilat dan aku ciumi leher jenjangnya.
"Ahhh... Iya... di situ Dip....... Ahhhhhhhh......", desah Mbak Manda.
Sambil tetap kurangsang lehernya, tanganku berusaha menarik t-shirtnya ke atas. Mbak Manda meliuk ke atas, memudahkanku untuk melepas t-shirt putihnya. Rangsanganku tertunda sebentar, membuka kaosnya, dan membuangnya ke lantai. Lima belas detik selanjutnya, aku hanya diam tertegun melihat toket indah Mbak Manda yang masih terbungkus bra putih berenda. Bulat, kencang, dan tentu saja, besar. Ciuman dan jilatanku kulanjutkan ke dadanya, dengan tanganku mengusap perut langsingnya. Mbak Manda terus mendesah, mengucapkan 'Ah...' yang semakin panjang. Setelah kurasa cukup mengusap perutnya, kupindahkan tanganku ke toketnya. Kuremas-remas toket sensual itu dari luar bra nya. Sambil tangan kananku menaikkan tekanan dan intensitas remasanku di toket kirinya, kuselipkan tangan kiriku ke daerah punggungnya, mencari pengait branya. Tapi, lho, kok...
"Auhhh.... Dipta.... Pengaitnya... Ada di depan....", Mbak Manda mendesah lagi sambil menjelaskan kebingunganku. Oh, pantesan, dicari kok ngga ketemu.
Plop! Suara pengaitnya ketika kubuka branya yang langsung kulepas dan kubuang di lantai. Kini toket Mbak Manda sudah bebas dari penjaranya. Aku membuang lima belas detik lagi untuk mengagumi toketnya yang sungguh-sungguh indah. Komputer otakku berusaha menyimpan pemandangan ini dalam sebuah folder:
Toket Mbak Manda. Toket yang bulat, kencang, dan besar, dengan puting sedang berwana coklat. Julukan 'Tomat Komplek' sepertinya tidak salah kuberikan padanya. Langsung kubenamkan kepalaku ke belahan toketnya, sambil tanganku meremas kedua toket polosnya dengan keras karena gemas. Kujilati lembah yang membelah dua gunung tersebut dengan lidahku, ke atas, ke bawah berirama.
"Auhhh... Pinter banget... Dipta... Suka kan sama toketku.... Mmmhhh.....", racau Mbak Manda sambil menggigit bibir bawahnya.
Kugerakkan lidahku ke toket kanannya, sedangkan tangan kananku mulai meraba-raba puting kirinya. Lidahku bergerak menjilati daging toketnya, kugerakkan melingkar memutari putingnya. Aku tidak buru-buru menjilat dan menyedot putingnya, sengaja kupermainkan sebentar seperti itu.
"Mmmmhh.... Nakal.... Isep dong pentilnya.... Dip...... AHHHHHH......", setelah akhirnya gerakan lidahku mengenai putingnya. Langsung kujilat dan kuhisap sampai aku puas, kugerakkan lagi lidahku ke toket kirinya. Puas memainkan dadanya, tanganku bergerak mengusap paha bagian dalamnya dan lidahku turun lagi ke perut langsingnya. Kuputar-putar lidahku mengelilingi pusarnya, dan tanganku membuka kancing hot pants nya. Menyadari usahaku untuk menelanjanginya, Mbak Manda mengangkat pantatnya ke atas, memuluskan jalanku menurunkan dan kemudian membuang hot pants nya ke lantai. Tampaklah gundukan memek Mbak Manda, masih terbungkus celana dalam mini warna putih berenda. Kuusap perlahan memek Mbak Manda dari luar celana dalamnya.
"Mmmmhhhh.... Di situ.... Iya... Di situ Dip...... Buka aja CD nya......", desah Mbak Manda menikmati rangsanganku di memeknya. Kuturunkan celana dalam tersebut sampai lutut Mbak Manda, dan aku terdiam (lagi) selama lima belas detik. Mengabadikan pemandangan di hadapanku dalam memori otak, belahan memek Mbak Manda yang bulu kemaluannya tercukur rapi. Kudekatkan kepalaku ke memek Mbak Manda, ke arah perut bagian bawahnya. Tanganku mengusap lagi belahan memek Mbak Manda, dan lidah ku bergerilya di sekeliling memeknya. Dengan tanganku, kucoba membuka belahan tersebut secara perlahan, mencari itilnya, meskipun aku masih menebak-nebak bagaimana bentuknya. Akhirnya aku dapat memastikan bentuknya, yaitu sebuah tonjolan kecil di bagian atas belahan memeknya, yang ketika kuusap lembut, desahan Mbak Manda mengeras.
"Auhhh....Dip..... Iyaaaaaaaa di situuuu sayaaaang....... Sssstttt... Mmmmmhhhhhhh......", desah Mbak Manda yang membuatku semakin mengintenskan seranganku di memeknya hingga semakin banyak mengeluarkan cairan bening. Dengan dua jari, kucoba membuka belahan memek tersebut. Langsung kuserang itilnya dengan lidahku. Kujilat-jilat, kuhisap, dan kuputar-putar lidahku di daerah itu. Tangan kanan Mbak Manda menjambak rambutku keras, sedangkan tangan kirinya menuntun tangan kananku ke toketnya. Langsung kuremas dan kupelintir puting toket Mbak Manda.
"Enaaaakkkk bangeetttt Dippp...... Ahhhhh.... Jilat terusss..... Isep.... Ke bawah dikit..... Ahhhh... Mmmmmhhh.", racaunya. Cairan bening yang keluar dari memeknya bertambah banyak. Aku segera melakukan variasi gerakan, kucoba memasukkan dua jariku ke dalam memeknya. Sambil tetap menjilat itilnya dan memelintir putingnya, kutusukkan jariku ke dalam memek Mbak Manda berirama, semakin lama semakin cepat. Kubengkokkan jariku ke atas ketika berada di dalam memeknya, membuat dia menjambak rambutku semakin keras. Perutnya terangkat ke atas. Racauannya semakin tidak teratur.
"Hampir..... HAMPIRRR...... AAAAAAHHHHHHHH AKUUUUU KEEELLUUUAAARRRR..... DIPPPPPP...... AHHHHHHH.....", dan Mbak Manda pun orgasme. Tubuhnya mengejang hebat, memeknya berkedut-kedut. Matanya terpejam merasakan kenikmatan. Cairan cinta mengalir dengan deras dari memeknya yang langsung kuhisap dengan semangat. Setelah tubuhnya kembali tenang, Mbak Manda membuka matanya dan mengatur napasnya.
"Gila, aku keluar enak banget. Beneran kamu masih perjaka? Nggak percaya aku. Atau kamu kebanyakan nonton film bokep kali ya?", kata Mbak Manda sambil memberikan senyum manisnya. "Gantian.", lanjutnya sambil menarikku agar tiduran di ranjang. Mbak Manda melepaskan celana dalamnya, menarik kaosku ke atas, melepasnya, dan menarik turun celana basketku beserta celana dalamnya sekalian. Kami berdua sudah telanjang bulat. Sekarang gantian Mbak Manda yang diam lima belas detik melihat burungku yang sudah ngaceng nonstop sejak di ruang tamu.
"Dip... Gede banget ini burung...", kata Mbak Manda sambil melotot ke arah burungku. Burungku memang lebih besar dari rata-rata anak seusiaku. Terima kasih kuucapkan pada Bapak Nugraha, atas gen baik yang diturunkan padaku. Mbak Manda lalu pindah tempat, nungging dengan lututnya bertumpu di ujung ranjang. Kepalanya diarahkan ke burungku. "Mau mbak mainin ya ini burung, kalo mau keluar bilang ya.", katanya sambil tersenyum nakal dan mengedipkan sebelah matanya.
Tangan halus Mbak Manda lalu menyentuh burungku, mengocoknya perlahan. Lama-lama semakin cepat. Aku hanya bisa melenguh keenakan, sambil memejamkan mataku. Biasanya ini burung dikocok pake tangan kuli kasarku, sekarang dikocok tangan halus pramugari. Siapa yang ngga keenakan coba? Mbak Manda mencoba menaikkan tingkat permainan dengan menjilat manja bagian belakang burungku. "Auh, mbak....", aku mendesah karena itu adalah area sensitifku. Jilatan Mbak Manda yang awalnya teratur ke atas ke bawah menjadi semakin cepat dan liar. Lintasannya diperpanjang, dari bijiku hingga ke ujung burungku. Aku hanya bisa melenguh, mendesah, dan mendesis keenakan diperlakukan seperti itu.
"Ahhh.... Mbak... Aku mau... Hampirr....", kataku tertahan karena rasa nikmat yang diberikan Mbak Manda ternyata sudah hampir membuat pertahananku jebol. Mbak Manda langsung refleks mencengkeram pangkal burungku dengan agak keras. Sensasi nikmat lima detik yang lalu kurasakan langsung hilang, menjadi ngilu. Aku langsung membuka mataku dan melihat ke arah Mbak Manda yang sedang tersenyum menahan tawa. "Aduh, Mbak, ngilu. Jangan keras-keras.", kataku.
"Ini
step selanjutnya, Dip. Kamu harus bisa nahan orgasme mu. Jangan fokus sama rasa nikmat yang mbak berikan, coba kamu pikir hal lain, soal ujian nasional kek, apa aja lah.", katanya sambil mulai mengocok burungku dengan lembut lagi. Aku hanya bisa mengangguk lemas. Lidah Mbak Manda mulai aktif lagi menjilati ujung burungku, dan dalam satu gerakan kurasakan bibir Mbak Manda mengecupnya. Aku melihat ke arah burungku, dan Mbak Manda sudah memasukkan ujungnya ke dalam mulutnya. Aduh, seksi banget ngeliatnya, bibir sensual Mbak Manda yang mengulum burungku, sambil matanya melihat ke arahku. Kepalanya mulai secara teratur bergerak ke atas dan ke bawah, memberikan kenikmatan padaku. Lidahnya juga bergerilya secara aktif, menjilat memutari burungku selagi dalam mulutnya.
Aku mendesah lebih keras ketika Mbak Manda berusaha memasukkan seluruh burungku dalam mulutnya. Masuk setengah, tiga perempat... hingga sampai ke pangkal burungku. Sekali lagi pertahananku hampir jebol, namun aku berusaha sangat keras memikirkan hal lain seperti kata Mbak Manda. Komputer otakku berusaha mencari-cari bahan yang bisa mendistraksi rasa nikmat ini. Hukum Newton satu, gaya sama dengan nol; hukum Newton dua, gaya berbanding lurus dengan percepatan dan massa; hukum Newton ketiga, gaya aksi sama dengan gaya reaksi. Ayolah, apapun itu, aku harus bisa bertahan untuk tidak orgasme.
Mbak Manda sudah melakukan
deep throat pada burungku selama lima menit, dan sepertinya dia puas dengan usahaku menahan orgasme. Dia melepaskan burungku yang basah karena liurnya, dan turun dari kasur mencari hot pants nya. Dari kantong hot pants nya, dia mengeluarkan dompetnya dan mengeluarkan sebungkus kondom dari dalamnya. Dengan lincah dia membuka bungkusnya, meletakkan kondom tersebut di antara giginya. Satu gerakan kemudian, Mbak Manda naik lagi ke ranjang, memasangkan kondom ke burungku melalui mulutnya. Duh, manuver apa lagi ini, ngga ada di bokep manapun, batinku.
"Takutnya kamu ntar keenakan, terus ngga sempet cabut sebelum ngecrot. Mbak lagi masa subur soalnya, main aman aja ya.", jelas Mbak Manda menjawab muka bingungku. "Nanti kalo main sama pacarmu usahain kamu di atas duluan. Misionaris. Ini karena mbak udah horny banget jadi mbak di atas dulu ya. Sekarang tantangannya, kamu gaboleh keluar duluan dari mbak."
Mbak Manda memosisikan dirinya di atas selangkanganku, menghadapku. Dia mengusap sebentar memeknya, memastikan sudah cukup basah untuk penetrasi. Burungku dipegangnya dan diarahkan masuk ke dalam memeknya. Kami berdua mendesah keenakan saat burungku masuk setengah ke dalam memeknya.
"Ahhhhhh...... Asli ini burung gede banget..... Enakkkkkkk......", desah Mbak Manda.
"Ginii rasanya memek yaaaa Mbakkk..... Auhhhh.... Sempit banget........", desahku.
Kuposisikan tanganku meremas pantat sekal Mbak Manda, dan kugoyangkan tubuhnya naik turun burungku. Tangan Mbak Manda bertumpu di dadaku, membuat toket nya bergoyang menari-nari di atasku, mengundang kepalaku untuk maju mendekat. Mbak Manda menyadari hal itu dan semakin mengarahkan toketnya ke mulutku. Goyangan Mbak Manda semakin liar saat kuberi rangsangan di putingnya, desahannya semakin keras. Terasa burungku hampir mentok menyentuh ujung rahimnya. Tujuh menit berlalu, pergumulan kami semakin panas. Dinding rahim nya meremas-remas burungku secara intens, memberikan kenikmatan. Kucoba mengabaikan rasa ingin orgasme dengan mengingat-ingat rumus trigonometri, namun sepertinya hasilnya nihil.
"Mbak... Akuuuu hampirrrrr......", kataku sambil keenakan, meremas pantat sekalnya dengan keras. Mbak Manda segera mengangkat tubuhnya, menghentikan persetubuhan kami. Dia mengambil posisi menungging di sebelahku yang masih bingung.
"Ganti posisi dari belakang, Dip. Mbak juga udah hampir. Tahan sampe mbak keluar ya.", kata Mbak Manda tertahan, sange berat. Aku langsung berlutut memosisikan tubuhku di belakang pantat Mbak Manda. Kuarahkan burungku masuk dalam memeknya, sambil kuremas-remas pantatnya. Kugerakkan pantatku maju mundur perlahan, direspons oleh Mbak Manda yang menggerakkan pantatnya ke kiri dan ke kanan. Lima menit berlalu, gerakanku di memeknya semakin lama semakin cepat. Orkes desahan kami juga semakin lama semakin keras.
"Dipppp..... Mbak udah..... Mau.... Keluarrrr.... Ahhhhhh..... Sssssttttt....".
"Ahhhhhhh...... Aku jugaaa mbaaaaakkkkkk..... Ahhhhhh....".
"AAAAHHHHHHHH AKUUU KELUUUARRRRRRRRR".
Dalam satu desahan panjang, Mbak Manda orgasme. Tubuhnya mengejang, kepalanya mendongak ke atas, dinding rahimnya mencengkeram burungku erat, dan vaginanya banjir. Aku masih sempat memompa beberapa kali sampai akhirnya aku menekan pantatku sedalam mungkin dalam memek Mbak Manda dan orgasme. Kurasakan separuh jiwaku terbang ke awan saking nikmatnya. Burungku ngecrot beberapa kali dalam kondom. Setelah kucabut burungku yang mulai mengecil, kami berdua langsung tumbang di atas ranjang.
"Makasih banyak ya mbak, oleh-oleh dari Medan nya.", kataku lemas.
"Selamat sudah menjadi seorang pria ya Dip, hihi. Enak banget ngewe sama kamu. Nanti kalo mbak di rumah lagi horny kamu aku panggil ya.", jawab Mbak Manda sambil mengecup pipiku mesra.
"86 mbak.", jawabku masih lemas, berusaha mencari-cari di mana setengah nyawaku, apakah masih di awan atau sudah masuk dalam tubuh.
Jam sembilan malam setelah beberes di rumah Mbak Manda, aku pulang ke rumah. Terlihat Ibu Nugraha sedang nonton sinetron di ruang keluarga.
"Kok lama Dip?", tanya beliau.
"Iya tadi Mbak Manda minta dibenerin komputernya gitu.", jawabku asal sambil menuju lantai dua.
"Loh? Oleh-olehnya mana?", tanya ibuku lagi.
Alamak. Aku baru sadar bika ambon oleh-oleh yang ingin diberikan Mbak Manda tertinggal di rumahnya. Ya sudah lah, besok saja biar kuambil. Sampai kamar, aku langsung tiduran di kasur. Kubuka BB 8520 ku, terdapat beberapa chat yang harus kubalas.
Group Chat
Rizky Malangga: DIPTA MASIH PERJAKAAA HAHAHAHAHAHAHAH >
gemuruh gg: 5 mnt uda kluar aja km ngga, gausah belagu
Rizky Malangga: BERISIK
Pradipta Nugraha: Wah selamat kalian berdua sekarang adalah panutanku
Jawabku sambil menahan tawa. Belum tau aja mereka. Sebaiknya biarin gini aja, biar lucu. Chat selanjutnya.
kencana adriani: Dip pacarmu laper malem2 gini, enaknya delivery McD ato masak indomie? Pls jwb asap.
Pradipta Nugraha: Delivery indomie, kalo ngga ada masak McD aja
Jawabku sambil tertawa. Chat selanjutnya dari pak presiden. Ada apa ini, jarang banget Bapak Nugraha komunikasi lewat chat. Kalo ada perlu biasanya langsung telpon. Oh, mungkin karena lagi ngelayat.
Ir. Junardi Nugraha: Dipta, minggu depan keluar kota mau?
Bersambung. Semoga menikmati playlist kali ini. Ikuti terus lagu-lagu hidup Pradipta selanjutnya!