Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Rahasia Lukisan Kuno

User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
4. Lika-Liku Asmara

Sementara itu, sewaktu para tamu mengerumuni Sun-Lokai, Li Kun Liong melihat kehadiran Cin-Cin di sebelah Kok-Bun-Liong.
Dengan gembira, ia menghampiri dan mengamit lengan Cin-Cin, merasa seseorang menjawil lengannya Cin-Cin menoleh, dilihatnya wajah pria pujaan hatinya yang tersenyum-senyum menatapnya. Sambil terbelialak kaget, Cin-Cin berseru kegirangan "Liong-Ko, akhirnya aku berhasil menemukanmu, kemana saja selama beberapa tahun ini, kok tidak pernah mengunjungi Thai-San lagi, tahu tidak mengapa aku sendirian tidak ada yang menemani" berondong Cin-Cin.

Sambil mengeleng-gelengkan kepalanya, Li Kun Liong mengajak Cin-Cin sedikit menjauh dari kerumunan tersebut, dalam hatinya ia tertawa melihat Cin-Cin yang masih tetap ceplas-ceplos, tidak berubah sedikitpun.

Sambil menatap Cin-Cin dari atas ke bawah, daari bawah ke atas, Li Kun Liong berseru "Wah Cin-Cin sekarang engkau sudah menjadi gadis dewasa dan semakin cantik saja."

Dengan wajah berubah kemerahan menambah kecantikannya Cin-Cin memukul pundak Li Kun Liong dan berkata dengan nada manja, "Liong-ko, engkau tidak berubah juga, semakin gede semakin kurang ajar."

Sambil tertawa lepas, Li Kun Liong berkata "Cin-Cin, memangnya kenapa engkau berkelana sendirian, kemana Tang-heng dan kedua orang tuamu?"
Dengan wajah berubah bagaikan langit cerah menjadi mendung, Cin-Cin berkata singkat "Aku minggat dari rumah"
"Mengapa, apa yang terjadi?"

Sambil mengelengkan kepalanya, Cin-Cin mencoba mengganti topik pembicaran, "Liong-ko, aku mau memberitahumu berita sedih"
"Berita apa, Cin-Cin, apakah suhu baik-baik saja?"
"Gan-locianpwe sudah meninggal satu tahun yang lalu karena sakit tua" kata Cin-Cin hati-hati. Berita kematian suhunya diterima Li Kun Liong bagaikan gelegar guntur di siang hari, dengan mata nanar tak percaya, ia menatap Cin-Cin , "Ja..ddi suhu telah berpulang?"
Cin-Cin mengangguk lemah dan berkata, "Sebelum meninggal Gan-locianpwe berpesan pada ayah untuk tolong menyampaikan kata-kata perpisahannya kepadamu, Gan-locianpwe berharap engkau dapat menjaga diri dengan baik"

Sambil menutupi wajahnya dengan kedua tanggannya, Li Kun Liong menjatuhkan dirinya berlutut, mendoakan arwah gurunya, ia menyesal tidak dapat bertemu kembali dengan suhunya. Butir-butir airmata kesedihan meleleh dari balik wajahnya mengalir di sela-sela kedua belah tangannya.
"Liong-ko, jangan sedih, Gan-locianpwe pergi dengan hati tenang. Sesuai pesannya, kami membakar jenasahnya, sementara abunya di simpan di Thai-San-Pai menunggu kepulanganmu"

Perlahan-lahan kesedihan Li Kun Liong mereda, tiba-tiba ia menyadari ketidakhadiran siau-Erl, saking gembiranya bertemu dengan Cin-Cin, sesaat ia lupa keberadaan siau-Erl. Matanya mencari- cari siau-Erl, tapi tak ditemukannya, entah kemana siau-Erl.

Melihat Li Kun Liong kebingungan, seolah-olah mencari sesuatu, Cin-Cin bertanya "Liong-ko, apakah engkau mencari seorang gadis berbaju merah muda, siapakah dia?"
"Dia adalah teman seperjalananku, engkau tadi lihat dia dimana Cin-Cin?"
"Tadi dia sedang berjalan ke arah pintu keluar markas Kay-Pang ini menuju arah Timur" kata
Cin-Cin perlahan. Seolah pisau yang sangat tajam perlahan-lahan menusuk jantungnya, wajah Cin- Cin sedikit berubah kepucatan. Sang pujaan hati yang ia harapkan menjadi teman setia dalam mengarungi perjalanan ... berlabuh dihati yang lain, kekecewaan merebak dihatinya.
"Mari kita kejar" kata Li Kun Liong sambil menarik tangan Cin-Cin tiba-tiba.

Terpaksa Cin-Cin mengikuti langkah Li Kun Liong mencari siau-Erl. Li Kun Liong tidak tahu bahwa Cin-Cin berbohong mengatakan siau-Erl berjalan keluar ke arah Timur yang benar adalah arah Barat. Jadi setelah sekian lama berlari-lari mengejar, mereka tidak berhasil menangkap secuil bayangan siau-Erl sedikit pun. Seorang wanita yang sedang jatuh cinta mampu melakukan apa pun untuk mempertahankan kehendaknya, tak terkecuali Cin-Cin.
"Liong-ko, ilmumu sekarang maju sangat pesat, susah payah aku mencoba mengikutimu barusan" kata Cin-Cin sambil menyeka keringat di keningnya. Dia berusaha terlihat ceria dan menghibur Li Kun Liong.

Dengan termangu-mangu, Li Kun Liong menatap di kejauhan, pandangannya tak lepas dari arah timur yang bergaris lurus dengan tempatnya sekarang. Kelopak matanya hampir tak berkedip sama sekali, di sana ia seperti baru menemukan sesuatu yang hilang darinya.

Setelah berdiam membisu beberapa lama, Li Kun Liong kembali membumi. Dia mengajak Cin- Cin kembali ke kota Peking, ia berharap dapt menemukan siau-Erl di sana.
Sepanjang jalan mereka membisu, masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri.

Tiba-tiba Li Kun Liong memecahkan keheningan dengan bertanya "Cin-Cin tadi engkau belum menjawab kenapa sampai minggat dari rumah?"
Dengan wajah sedikit berubah, Cin-cin menjawab "Ayah dan ibu mau menjodohkanku dengan toa-suheng, aku bingung sebab aku masih ingin bebas, tidak mau terikat."
"Lalu bagaimana dengan Tang-heng, apakah dia mencintaimu?"
"Aku tidak tahu, selama ini toa-suheng sudah aku anggap sebagai kakak sendiri" kata Cin-Cin dengan wajah memerah.
"Sebenarnya aku merasa Tang-heng pasti sangat menyukaimu sebab dari dulu sikapnya terhadapmu sangat baik sekali, engkau beruntung mempunyai pasangan seperti Tang-heng."
"Sudahlah, jangan mendorong-dorong seperti ayah dan ibu" kata Cin-Cin merajuk.

Sambil tertawa Li Kun Liong berkata "Baiklah, semuanya memang terserah engkau. Sekarang engkau hendak kemana?"
"Aku ikut Liong-ko kemana saja" katanya manja.
"Sebaiknya kita menginap dahulu selama beberapa hari di kota ini, aku sedang mencari susiokku. Li Kun Liong menceritakan segala tentang susioknya tersebut kepada Cin-Cin."

Selama beberapa hari ke depan mereka berdua tinggal di kota Peking untuk mencari kabar berita susiok Li Kun Liong namun tetap tiada kabar apa pun. Selama di Peking tentu saja mereka tidak menyia-nyiakan kesempatan menikmati masakan-masakan khas kota Peking seperti bebek panggang Peking yang sangat terkenal kelezatannya. Tidak ketinggalan, mereka juga berkeliling kota Peking dan mengunjungi tempat-tempat pelancongan yang sangat terkenal seperti melihat- lihat Taman Yihe, Taman Beihai, Gunung Xiangshan, pemandangan indah dan bangunan yang mengagumkan meninggalkan kesan yang sangat mendalam bagi mereka. Mereka juga menikmati Opera Peking, opera ini merupakan opera kebanggaan kota Peking. Bentuk persembahan Opera Peking bermacam-macam, yang meliputi nyanyian, dialog dan aksi. Mekap muka Opera Peking juga beraneka-ragam dan peranannya jelas. Mekap muka Opera Peking ialah mengecap muka pelakon Opera Peking dengan pelbagai warna untuk melambangkan perangai dan nasib watak itu. Merah menandakan taat setia, hitam menandakan berani, biru dan hijau menandakan pahlawan, kuning dan putih menandakan licik.

Seusai menyaksikan pertunjukan opera, malam semakin tua dan rembulan bulat penuh menggantung di langit yang sunyi. Purnama, dan indah. Hawa dingin malam semakin menusuk tubuh, Li Kun Liong dan Cin-Cin berjalan santai melewati jalanan yang sepi menuju rumah penginapan.

Tiba-tiba sesosok bayangan berpakaian ya-heng-ie (pakaian berjalan malam berwarna hitam) kepergok mata Li Kun Liong yang tajam, berkelabat di atas wuwungan bangunan dan dengan cepat menghilang di balik bangunan tersebut.

Segera ia mengamit Cin-Cin utuk mengikuti bayangan tersebut. Dengan bingung Cin-Cin mengikuti Li Kun Liong melayang ke atas wuwungan, dia tidak melihat bayangan yang barusan berkelabat.

Gerakan bayangan tersebut sangat cepat, samar-samar terlihat bayangan tersebut berlari menuju keluar kota. Cin-Cin merupakan salah satu anggota partai Thai-San-Pai yang terlihai, tentu saja ilmu meringankan tubuhnya termasuk nomer wahid sehingga dengan mudah ia mampu mengikuti Li Kun Liong memburu bayangan tersebut.

Segera keluar dari kota Peking, bayangan itu berlari ke arah Selatan menuju sebuah hutan dengan pepohonan yang lebat.
Dengan hati-hati dan menjaga jarak, mereka terus mengikuti bayangan tersebut masuk ke dalam hutan. Kira-kira sepertanakan nasi, bayangan tersebut tiba-tiba berhenti di suatu bidang datar dan menoleh ke sekelilingnya dengan waspada. Untung Li Kun Liong telah menduganya hingga sewaktu bayangan tersebut menoleh ke belakang, mereka telah bersembunyi di balik semak-semak lebat yang tumbuh di sekitarnya.

Merasa aman, bayangan tersebut membuka kain hitam yang dikenakannya lalu mengumpulkan ranting-ranting yang berserakan dan menyalakan api unggun. Ia duduk di dekat api unggun tersebut sambil sesekali melemparkan ranting-ranting kecil menjaga agar api unggun tetap menyala. Sinar api unggun menerangi wajah bayangan tersebut, nampak oleh mereka sesosok wajah pria berusia lima puluh tahunan yang bersih dengan sedikit kerut di mukannya. Wajahnya terkesan baik dan gagah, menyisakan ketampanan di masa muda.

Li Kun Liong memberi isyarat Cin-Cin utuk tidak sembarangan bergerak, dari ilmu meringgankan tubuh yang dimiliki pria tersebut, ia dapat menduga ilmu silatnya sangat lihai. Sedikit bunyi saja dapat membuat mereka konangan, dia ngin tahu siapa yang sedang di tunggu bayangan tersebut, ia seolah-olah mempunyai firasat kejadian ini berkaitan dengan dirinya.

Beruntung mereka tidak gegabah bergerak, telinga Li Kun Liong yang tajam tiba-tba mendengar suara keresekan lirih dari ranting yang patah di injak dari kejauhan di sebelah kiri mereka. Cin-Cin yang masih belum mengetahui hal tersebut, berusaha memperbaiki kedudukannya namun sebelum sempat ia bergerak, tubuhnya sudah di tarik Li Kun Liong merapat ketat. Dengan berbisik lirih di telinga Cin-Cin, Li Kun Liong memberitahu mereka.
Benarlah, tak lama kemudian muncul dua sosok bayangan hitam muncul dekat sekali dari tempat persembunyian mereka, berkelabat menuju pria di dekat api unggun tersebut.

Dengan penuh perhatian Li Kun Liong mengamati kejadian yang sedang berlangsung. Di lain pihak, hati Cin-Cin berdebar-debar, saking dekatnya mereka ia dapat membaui aroma kelakian Li Kun Liong, membuatnya mabuk kepayang. Dia dapat melihat semua garis muka Li Kun Liong yang halus dan tampan. Alis matanya yang lebat berbentuk golok melengkung menambah daya tariknya. Baru kali ini ia berdekatan dengan seorang pria sedekat ini, seketika gairah kewanitaannya bangkit, tanpa sadar tubuhnya semakin merapat ke tubuh Li Kun Liong. Li Kun Liong yang sedang memusatkan perhatiannya ke depan merasakan kedekatan ini, ia mengira Cin-Cin merasa takut hingga ia pun semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh ramping Cin-Cin untuk menenangkan. Tapi hal tersebut malah membuat Cin-Cin salah paham, ia mengira Li Kun Liong menaruh perhatian terhadapnya hingga hatinya berbunga-bunga.

Nampak di depan, mereka yang berada di dekat api unggun tersebut mulai melakukan pembicaraan serius. Malam itu sangat sunyi hingga sangat membantu pendengaran Li Kun Liong dalam menangkap pembicaraan mereka. Jarak mereka dengan api unggun cukup jauh namun dengan pendengaran yang tajam di bantu oleh sunyinya malam tersebut pembicaraan mereka dapat didengarnya dengan jelas.

Mereka yang datang belakangan terdiri dua orang pria. Seorang pria berusia tiga puluh lima tahunan berbaju hijau, wajahnya kaku tanpa senyum. Orang yang lain adalah seorang pemuda dua puluh tahunan berbaju biru, berwajah cukup tampan.

Setelah memberi salam hormat, pria berbaju hijau tadi berkata kepada pria yang datang pertama "Tetua pelindung kiri, kauwcu memerintahkanku untuk mengambil alih pimpinan di Tiong- Goan ini dan menyuruh tetua untuk kembali ke Persia melaporkan hasil pengamatan terhadap partai-partai utama selama ini"
"Baiklah Gu Sik, lohu segera terima perintah kauwcu, kebetulan rahasiaku di Kay-Pang sudah terbongkar hingga untuk sementara kurang leluasa untuk bergerak."
"Apa yang terjadi tetua" tanya pemuda berbaju biru.
"Sun-Lokai yang waktu itu berhasil lohu jebak dan bersama-sama tetua pelindung kanan serta kawan-kawan yang lain ternyata masih hidup. Lalu ia menceritakan semua kejadian di pertemuan Kay-Pang beberapa hari yang lalu."

Li Kun Liong menatap pria yang pertama kali datang tadi dengan lebih teliti, ternyata pria inilah yang di kenal sebagai Seng-Lokai – penghianat Kay-Pang sekaligus sebagai tetua pelindung kiri dari partai Mo-Kauw. Tanpa disangka-sangka ia berhasil mencuri dengar rahasia percakapan tokoh-tokoh puncak Mo-Kauw.
"Oh ya tetua, sebelum pergi apakah pernah berjumpa dengan putri kauwcu?" tanya pemuda berbaju biru.
"Tidak pernah, apa yang terjadi Han Tiong?" tanya Seng-Lokai.
 
"Cu-moi pergi tanpa pamit ke Tiong-Goan, aku di perintah suhu untuk mencari dan membawanya pulang, namun sampai sekarang tidak berhasil mendengar kabar beritanya" kata pemuda yang di panggil Han Tiong tersebut.
"Memang Bi Cu sangat manja, sebaiknya engkau segera menemukannya, lohu takut ia membuat onar dan membahayakan operasi kita di sini" kata Seng-Lokai.

Seng-Lokai lalu memberitahu pria yang dipanggilnya Gu Sik segala sesuatu yang diperlukan dalam peralihan komando. Semakin lama mendengarnya semakin kaget Li Kun Liong, ternyata gerakan Mo-kauw memang tidak main-main, terbukti mereka sudah berhail menyusupkan mata- mata di tubuh ke tujuh partai utama bahkan mata-mata tersebut memiliki kedudukan yang cukup tinggi hingga akibatnya susah dibayangkan bagi ke tujuh partai utama apabila mata-mata Mo- Kauw mulai digerakkan untuk mengacaukan keadaan. Seng-Lokai menyerahkan selembar kertas yang memuat nama-nama dan kedudukan mata-mata Mo-Kauw di tujuh partai utama Tiong-Goan. Di samping itu, Seng-Lokai juga memberitahu kematian Tiong-Cin-Tojin dan Tiong-Jin-Tojin, mata- mata yang berhasil mereka susupkan di Bu-Tong-Pai. Dengan kematian kedua mata-mata tersebut berarti hanya Bu-Tong-Pai dan Kay-Pang yang bersih dari kegiatan intelijen partai Mo-Kauw.

Selagi mendengarkan dengan serius pembicaraan tokoh-tokoh Mo-Kauw, Cin-Cin yang perhatiannya terpecah akibat berdekatan dengan Li Kun Liong tanpa sengaja bergerak dan menginjak sepotong ranting kering. Suara patahan ranting tersebut memecahkan keheningan malam, bagaikan copot jantung Cin-Cin mendengarnya. Rombongan Mo-Kauw ini semuanya memilki ilmu silat yang sangat lihai, tentu saja mereka tahu ada yang sedang menguping pembicaraan mereka, dengan sebat mereka bertiga berpencar mengepung dari jurusan yang berbeda-beda, menghadang jalan perginya si penguping.

Li Kun Liong mengeluh dalam hati melihat kecerobohan Cin-Cin, tapi apa boleh buat nasi telah menjadi bubur. Mereka keluar dari persembunyian dengan tenang dan bersiap siaga.

Rombongan Mo-Kauw yang mengepung mereka berdua kaget melihat yang menguping pembicaraan mereka adalah sepasang muda-mudi yang masih keroco.
"He..he.he, kalian mencari kematian buat diri sendiri, terlalu lancang mendengar pembicaraan kami" kata Ciang-Gu-Sik dengan menyeringai seram.
"Siapa kalian, mengapa menguping pembicaraan kami" tanya Seng-Lokai.
"Hm, rupanya kalian dari Mo-kauw sudah berani mati meluruk kembali ke Tiong-Goan sini" kata Li Kun Liong geram.
"Han Tiong coba engkau hadapi pemuda kurang ajar ini" kata Seng-Lokai memandang enteng. Sebelum Han Tiong bergerak, Li Kun Liong dan Cin-Cin telah bertindak duluan menyerang rombongan Mo-Kauw.

Cin-Cin menghadang di depan Han Tiong, sinar pedangnya berkelabat mengincar bagian tubuh Han-Tiong. Ceng Han Tiong tergopoh-gopoh menghindari serangan tersebut. Dia merasa kaget gadis cantik ini memiliki ilmu pedang yang sangat lihai, hampir ia terjungkal karena terlalu memandang enteng. Sambil mengelak ke sana kemari, ia berusaha mengenali aliran pedang Cin- Cin, beberapa jurus kemudian barulah ia mengetahui ilmu pedang Cn-Cin berasal dari aliran Thai- San-Pai. Ilmu pedang Cin-Cin cukup hebat, jago kelas satu belum tentu dapat dengan mudah menghindari serangan pedangnya. Sayang kali ini ia berhadapan dengan murid aliran Mo-Kauw yang terkenal sebagai jagoan tanpa tanding sejak lima puluh tahun yang lampau, lebih-lebih berhadapan dengn murid penutup ketua Mo-Kauw sekarang. Tapi tentu saja tidak begitu mudah bagi Ceng-Han-Tiong untuk mengalahkan Cin-Cin, apalagi ia tidak tega bertindak terlalu keras karena berhadapan dengan seorang gadis yang sangat cantik. Kecantikan gadis ini membuatnya terpesona, walaupun ia bukan seorang buaya darat namun memang kecantikan Cin-Cin sangat khas, bahkan sumoinya Kim Bi Cu masih kalah cantik dengan gadis ini. Demikianlah untuk sementara Cin-Cin mampu bertahan.

Di lain pihak, pertempuran antara Li Kun Liong degan Seng-Lokai berlangsung seru. Masing- masing pihak mencoba mengambil inisiatif menyerang dan berusaha menjatuhkan lawan masing- masing secepat mungkin. Dalam gebrakan pertama masing-masing sudah merasa kaget karena mengenali gaya yang mereka gunakan hampir sama, terutama Seng-Lokai yang mengenali jurus- jurus serangan Li Kun Liong yang sangat dikenalnya. Begitu pula Li Kun Liong, walaupun jurus serangan Seng-Lokai campur baur dengan aliran lain seperti Kay-Pang namun gaya aselinya tidak dapat dipungkiri berasal dari aliran yang sama dengannya.
"Berhenti.." seru Seng-Lokai sambil menyurut mundur.
"Apa hubunganmu dengan Gan Khi Coan yang berjuluk Sin-Kiam-Bu-Tek (Dewa Pedang Tanpa Tanding)' tanya Seng-Lokai menyelidik.
"Apakah engkau adalah Tan Kin Hong yang berjuluk Tok-tang-lang (si belalang berbisa)?" Tanya Li Kun Liong terbelialak kaget.
"Benar, jadi engkau adalah murid suheng Gan Khi Coan" kata Seng-Lokai atau Tan Kin-Hong. "Benar susiok" kata Li Kun Liong memberi hormat.
"Hm, tidak berani lohu mengaku sebagai susiokmu, sudah puluhan tahun aku sudah memutuskan diri dengan suheng. Apakah suhumu sudah mati atau belum? kata Seng-Lokai dengan ketus.
"Suhu sudah berpulang setahun yang lalu" kata Li Kun Liong sedih.
"Ha..ha..ha, akhirnya engkau mampus juga suheng" kata Tan Kin Hong tertawa terbahak- bahak.

Sambil memendam rasa marah suhunya di lecehkan, dengan dingin Li Kun Liong berkata "Suhu juga berpesan untuk disampaikan kepada susiok untuk bertobat dan kembali ke jalan yang benar"
"Kurang ajar, orang sudah mampus masih berani menasehati orang" kata Tan Kin Hong sinis. "Sebaiknya susiok bersikap sopan terhadap mendiang suhu, kalau tidak..."
"Kalau tidak kenapa? Apakah engkau berani menghadapi lohu? Sebaiknya engkau belajar dua puluh tahun lagi sebelum mampu mengalahkan lohu!" kata Tan Kin Hong memandang enteng sejak ia tahu Li Kun Liong cuma sutitnya saja.
"Kalau tidak, menuruti perintah suhu agar membasmi yang sesat, siapa pun orangnya" kata Li Kun Liong tegas.
"Benar-benar anak naga yang tidak tahu tingginya langit. Gu Sik, coba engkau hadapi sutitku ini"

Perlahan-lahan, Ciang Gu Sik mennghampiri Li Kun Liong. Dalam hatinya ia mengerutu mendengar perintah tetua kiri, ia merasa sebagai hu-kauwcu Mo-Kauw, kedudukannya sejajar dengan para tetua Mo-Kauw walaupun kalah senior. Tapi ia sadar sebaiknya Li Kun Liong segera dibekuk sebelum dapat melarikan diri dan menyebarkan rahasi yang berhasi didengarnya.
"Sebaiknya engkau menyerah saja, paling tidak kematian yang akan engkau terima adalah kematian yang cepat dibandingkan jika engkau melawan" kata Ciang-Gu-Sik jumawa.
"Jangan banyak omong, jaga serangan" kata Li Kun Liong sambil melancarkan serangan pedang ke arah pundak kanan Ciang-Gu-Sik. Ciang-Gu-Sik berkelit menghindar dengan gerakan tui-po-lian-hoan (gerakan mundur berantai), diikuti gerakan balasan Cia-mie-sip-pat-tiat (merubuhkan musuh dengan kebasan pakaian).

Li Kun Liong maju memapak sambil menghindari serangan lawan, dengan luwes ia melayani serangan Ciang-Gu-Sik. Semenjak mematangkan semua jurus yang pernah ia pelajari dari suhunya dan sucouwnya serta hasil pengamatan dari pertempurannya selama ini, kepandaian silat Li Kun Liong sudah mencapai taraf susah diukur. Sekarang dia mampu menyesuaikan setiap serangan dengan gaya yang dimiliki lawan dan membuat lawan seolah-olah bertemu tandingan yang setimpal. Cukup dengan gerakan-gerakan yang dibuatnya sesuai dengan keadaan mampu membuat Ciang Gu Sik terkesima. Belum pernah ia berhadapan dengan lawan setangguh Li Kun Liong, perasaan memandang enteng sudah sirna bagaikan asap di langit. Puluhan jurus berlalu tak terasa, Tan Kin Hong yang menyaksikan jalannya pertempuran juga merasa kaget.

Beberapa jurus serangan Li Kun Liong ia kenal dengan baik, namun yang membuatnya terkejut adalah jurus-jurus tersebut sudah dimodifikasi menjadi lebih sederhana tapi efeknya jauh lebih lihai. Diam-diam ia kagum terhadap suhengnya yang mampu memperbaiki jurus pedang aliran mereka menjadi lebih hebat. Mimpi pun ia tak akan percaya bila jurus-jurus tersebut sebenarnya diperbaiki oleh sutitnya ini. Di samping itu juga ia melihat beberapa jurus yang tidak ia kenal sama sekali, dengan heran ia mengira-ngira darimana Li Kun Liong mempelajari jurus-jurus tersebut yang tak kalah lihainya.

Keadaan masih berimbang, Ciang Gu Sik yang merasa sangat penasaran mulai mengembangkan ilmu andalan yaitu ilmu langit bumi. Perlahan-lahan daun-daun kering berterbangan ke atas, berputar mengikuti arus tenaga dalamnya dan membentuk semacam lingkaran mengeliling sekitar pertempuran. Li Kun Liong merasa terkejut melihat kehebatan ilmu yang dimainkan Ciang Gu Sik, terasa olehnya segulung hawa hangat mengitari tubuhnya, lama kelamaan makin mendekat membuat dirinya susah bernafas. Sebisa mungkin ia bertahan tehadap serangan ini, dengan memejamkan mata, ia mengfokuskan pikirannya.

Dikerahkannya tenaga dalamnya sampai sembilan bagian melawan serangan hawa panas tersebut. Pertarungan semakin mendekati puncak, ilmu langit bumi Ciang Gu Sik sudah dikerahkannya sampai tingkat ke enam namun belum berhasil juga menjatuhkan Li Kun Liong. Dia ragu-ragu untuk melancarkan tingkat ke tujuh dari ilmu langit bumi ini karena kalau tetap tak berhasil menghancurkan Li Kun Liong, dirinyalah yang berada dalam bahaya besar.

Tan Kin Hong yang menyaksikan Li Kun Liong masih mampu menahan serangan ilmu langit bumi tingkat ke enam dari Ciang Gu Sik merasa sangat kagum, tapi dia juga menyadari bahaya yang akan menimpa Ciang Gu Sik jika gagal dengan tingkat ke tujuh.
Segera ia melancarkan serangan untuk membantu Ciang Gu Sik. Dikeroyok oleh kedua tokoh puncak Mo-Kauw membuat Li Kun Liong kewalahan, sebisa mungkin ia melawan sekuat tenaga. Dikerahkannya semua ilmu yang selama ini dipelajarinya, ia tidak berani melonggarkan perhatian sedikit pun. Dalam pertarungan antara ahli silat kelas tinggi, memang diperlukan perhatian yang tak terpecah belah karena akibatnya sangat fatal bila sampai pikiran tak terfokus.

Sementara itu, pertarungan antara Ceng Han Tiong dengan Cin-Cin juga telah mencapai puncaknya. Setelah sekian lama bertarung, kelihatan Ceng Han Tiong lebih unggul dari Cin-Cin baik dari segi tenaga dalam maupun dari segi ilmu silat. Peluh mulai nampak di kening Cin-Cin menambah kecantikannya, sambil mengigit bibirnya yang mungil, Cin-Cin melancarkan serangan berantai yang dapat dielakkan Ceng Han Tiong dengan manis. Dia sebenarnya tidak ingin melukai Cin-Cin, tapi hal tersebut tidak semudah yang dibayangkan, jika mau sejak dari tadi ia dapat melukai parah Cin-Cin. Akhirnya ia memutuskan menggunakan ilmu langit bumi untuk menekan Cin-Cin, dikerahkannya ilmu tersebut sampai ke tingkat ke tiga. Sama dengan yang terjadi dengan
Li Kun Liong, Cin-Cin merasakan hawa panas menekan dirinya, semakin lama semakin menghimpit dan membuatnya susah bergerak leluasa. Gerakan yang mulai melambat dari Cin-Cin dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh Ceng Han Tiong, dengan kecepatan dan ketepatan yang mengagumkan, ujung jarinya berhasil menutuk jalan darah di pundak kanan Cin-Cin, membuat lengan kanan Cin-Cin tiba-tiba menjadi kaku dan tidak mampu lagi memegang pedang sehingga pedangnya jatuh ke tanah. Tutukan berikutnya membuat Cin-Cin tak mampu bergerak lagi. Cin-Cin menjerit lirih tanda terkejut namun sudah terlambat baginya untuk bereaksi, tubuhnya sudah tidak mendengarkan perintahnya lagi.

Pekikan lirih Cin-Cin terdengar oleh Li Kun Liong yang sedang memusatkan perhatian melawan serangan lawan-lawannya, hampir saja pundaknya terhajar hawa panas dari ilmu langit bumi. Walaupun tidak kena namun pundak Li Kun Liong terasa sangat perih terkena serempetan hawa panas tersebut. Dia berusaha memusatkan pikirannya kembali, pertempuran kali ini benar-benar merupakan terdahsyatnya.

Ceng Han Tiong yang sudah berhasil menutuk lumpuh Cin-Cin mengalihkan perhatiannya ke arah pertempuran Li Kun Liong dan rekan-rekannya. Dia terkesima melihat serunya pertarungan tersebut, belum pernah ia melihat suheng dan tetua pelindung kiri sampai harus mengeroyok seorang pemuda secara mati-matian. Di saat ia sedang terkesima melihat pertarungan tersebut, terdengar sambaran senjata rahasia di balik punggungnya, kelengahan ini harus dibayarnya mahal. Jalan darah di punggungnya dengan telak terhantam senjata rahasia tersebut dan membuatnya tak dapat bergerak sama sekali. Dia tidak dapat menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang telah menyerangnya dengan amgi. Dari ujung sudut matanya, Ceng han Tiong hanya melihat sesosok bayangan menyambar tubuh Cin-Cin yang tertutuk dan menghilang di balik kegelapan malam. Kejadian tadi hanya berlangsung dalam waktu sekian detik saja, mereka yang sedang bertempur tidak mengetahui peristiwa barusan. Ilmu silat Ceng Han Tiong sudah termasuk nomer wahid, bisa dihitung sebelah tangan mereka yang dapat menutuknya secara telak, walaupun saat itu ia sedang lengah.

Pertarungan terus berlangsung dengan seru, masing-masing pihak tidak berani memecahkan perhatiannya. Gerakan Li Kun Liong mulai melambat, pundaknya mulai teras susah digerakkan. Diam-diam Li Kun Liong tercekat, hanya terserempet hawa lawan saja ia sudah terluka apalagi jika terkena langsung hawa sakti tersebut.

Akhirnya ia memutuskan menggunakan strategi terbaik dari 36 strategi yang ada yaitu melarikan diri. Memang sial buat Li Kun Liong, sejak terjun ke dunia persilatan, sudah beberapa kali ia mengalami pertempuran yang semakin lama semakin hebat dan membuatnya beberapa kali harus melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya. Ia sangat gegetun dengan nasibnya ini.

Fokus yang mulai hilang karena memikirkan hilangnya Cin-Cin dan rasa gegetunnya memnuat semangat bertanding Li Kun Liong menjadi melemah. Akibatnya segera terasa olehnya, serangan ke dua tokoh Mo-Kauw tersebut semakin terasa berat baginya.
Memang dalam pertempuran tingkat tinggi, kadang kala kelihaian ilmu silat yang hampir berendeng membuat menang kalah sering kali ditentukan oleh faktor x seperti keuletan dan semangat bertanding. Begitu pula kali ini, hampir pada saat yang bersamaan pukulan Tan Kin Hong dan Ciang Gu Sik berhasil mendarat dengan telak di tubuh Li Kun Liong. Li Kun Liong hanya merasakan muncratnya darah bergumpal-gumpal dari mulutnya, praktis tubuhnya sudah tidak terasa lagi nyambung dengan pikirannya. Rasa sakit yang dialaminya telah membuat dirinya semakin menjauh, perlahan-lahan kegelapan menyelimuti dirinya, sepekat jiwanya yang meronta lepas ini.

5. Bangkit dari kematian
 
Pertamax., suhu frantines itu sesuatu... Jarang komeng doi., pendiem... Mangkannye setiap ada yang apdet koment doi acuh aje., keep posting suhu fran's :Peace:
 
tulisan agan ini mengerikan.......
ane larut dalam ceritanya.... ck ck ck

padahal biasanya ane kurang demen cerita-cerita kolosal... salut brad

keep posting ya :D
 
Hmmm.... penasaran lanjutan bukunnya... siapa kah yang membantu menyerang. ?
 
Weleh, kok jagoan kita jadi keteteran. Lanjut suhu, makin penasaran ma kelanjutan tempurnya.

:semangat:
 
5. Bangkit dari kematian

Raungan anjing hutan dan serigala yang kelaparan bergema di kegelapan malam menembus sela-sela pepohonan lebat di hutan tersebut. Suara raungan itu makin lama makin mendekat ke arah sesosok tubuh berdarah yang terbaring telungkup di bawah, entah sudah berapa lama tubuh tersebut mengeletak begitu saja di tengah hutan yang gelap gulita. Binatang mempunyai penciuman yang tajam, bau anyir darah merupakan tanda bagi serigala-serigala ini bahwa ada daging segar atau bangkai yang bisa di makan.

Dari balik kegelapan terlihat beberapa kelap-kelip cahaya kecil berkilauan liar muncul mendekati tubuh yang tergeletak tersebut.
Ternyata cahaya kecil berkedip-kedip tersebut berasal dari mata serombongan serigala hutan, tampak di paling depan seekor serigala yang paling besar mendekati tubuh tersebut dan menjilat- jilati darah di tubuh tersebut. Jelas serigala yang paling depan adalah pemimpin rombangan tersebut. Serigala-serigala yang lain tidak mau ketinggalan, berebutan mereka menghampiri korban mereka tersebut tapi geraman buas pemimpinnya membuat langkah mereka terhenti.

Pesta-pora gelagtnya segera akan berlangsung, namun di saat-saat kritis tersebut, tiba-tiba tubuh itu bergerak lemah. Dengan waspada serigala pemimpin mundur selangkah, menunggu gerakan selanjutnya tapi setelah gerakan tadi tidak ada gerakan lagi. Serigala pemimpin mulai mendekati kembali tubuh tersebut dan mengarahkan moncongnya ke arah daging di kaki tebuh tersebut.
Gigi-giginya yang tajam menancap dalam-dalam membuat darah di kaki tersebut keluar dengan derasnya.

Perasaan Li Kun Liong begitu damai, cahaya yang sangat terang, dan kehangatan sinar yang menerpa membuatnya seperti di surga. Cahaya tersebut terpancar di kejauhan, keindahannya sungguh sulit diungkapkan dengan kata-kata, mungkin kata tiada tara sedikit mendekati pengalaman tersebut. Perlahan-lahan ia berjalan mendekati sumber cahaya tersebut, badannya terasa sangat ringan seolah-olah melayang-layang di atas tanah. Nalurinya berkata dengan mendekati sumber cahaya tersebut, dia akan merasakan kebahagiaan yang abadi. Dengan wajah yang berbinar-binar ia mulai mendekati sumber cahaya tersebut, makin lama makin terang namun tidak menyilaukan mata bahkan terasa teduh dan nyaman. Sekonyong-konyong cahaya itu menghilang dengan cepat di gantikan rasa sakit yang mendalam, membuat seluruh tubuhnya gemetar kesakitan. Dengan mata terbuka lebar tiba-tiba, Li Kun Liong sadar dari alam bawah sadarnya. Matanya tertumbuk dengan seekor serigala yang sedang mengigit dengan buas kaki kirinya. Walaupun keadaannya saat itu sangat lemah namun entah dari mana semacam kekuatan hadir melalui tangannya yang melayang ke kepala serigala tersebut.
"Praak.. kepala serigala itu pecah berantakan dan membuat serigala-serigala yang lain kabur serabutan kembali ke dalam hutan. Agaknya mereka sadar korban yang sedang mereka incar bukan korban yang lemah, naluri mereka mengatakan untuk kabur secepatnya sebelum terlambat.
Kita manusia sebenarnya memiliki naluri yang sama tajamnya dengan binatang, tapi akibat sering tak diindahkan naluri tersebut perlahan-lahan menghilang digantikan dengan logika. Kehidupan akan jauh lebih baik bila manusia mendengarkan naluri mereka, bukan tidak mungkin peperangan, kemiskinan, kelaparan akan hilang di muka bumi ini jika kita masih mendengarkan naluri kemanusiaan kita.

Li Kun Liong berusaha duduk dengan susah payah, seluruh tubuhnya lemas tak bertenaga. Bagaikan bangkit dari kematian, orang lain yang mendapat luka separah ini sudah pasti tidak akan dapat bertahan lama. Beruntung Li Kun Liong memiliki tubuh yang ulet dan daya tahan yang tinggi, selama mengikuti sucouwnya si tabib sakti, dia sering meminum berbagai macam ramuan- ramuan ajaib buatan si tabib sakti hingga khasiatnya terlihat sekarang, daya tahannya sudah melebihi manusia biasa. Namun tentunya obat-obatan hanya merupakan pelengkap saja, yang terpenting adalah kemauan atau semangat hidup yang kita miliki. Seseorang yang telah di vonis tidak akan sembuh dari penyakit kanker yang diidapnya bisa secara ajaib sembuh total. Bagi orang beragama ini disebut mujijat dari Tuhan, karena keyakinannya yang tinggi, dia menyerahkan seluruh nasibnya kepada yag di atas sehingga kesembuhan yang ajaib ini tentu saja dia panjatkan puji syukur kepada yang di atas. Tapi bagaimana dengan orang yang atheis (tidak percaya Tuhan) yang juga bisa sembuh total dari penyakit kroniknya ?

Penjelasan yang paling masuk akal adalah karena semangat hidup yang tinggi mampu membuat mujijat-mujijat yang sukar ditelaah dengan logika ilmu pertabiban menjadi kenyataan. Sekarang ini ilmu kedokteran yang berasal dari barat lebih berorientasi pada penyakit fisik, mereka tidak menganggap penting efek psikologis si pasien, hanya baru belakangan disadari efek psikologi si pasien juga sangat menentukan sembuh tidaknya suatu penyakit. Jadi sebenarnya ilmu kedokteran barat ang usianya baru sekitar seratus-dua ratus tahun masih mempunyai kelemahan- kelemahan fundamental yang sebenarnya telah diketahui oleh ilmu pertabibaban dari timur beratus-ratus tahun yang lalu. Masalahnya, kelemahan ilmu pertabiban timur adalah kurangnya pengarsipan atau dokumentasi ilmu tersebut bahkan tidak jarang hanya diturunkan secara lisan sehingga lama-kelamaan kevalidannya berkurang karena interprestasi masing-masing berbeda.
Tapi sekarang sudah banyak kita temui penggunaan ilmu kedokteran barat dengan ilmu pertabiban timur bersama-sama dan menghasilkan tingkat kesembuhan yang tinggi.

Kembali ke jago kita Li Kun Liong, kalau jago silat lainnya menderita luka separah dirinya, tentu sudah binasa. Namun karena Li Kun Liong disamping tubuhnya ulet, semangat hidupnya sangat tinggi, mungkin ini disebabkan karena ia masih memiliki persoalan-persoalan yang masih banyak perlu ia selesaikan.
Li Kun Liong menarik nafasnya perlahan-lahan sambil meringis menahan sakit di dadanya. Setiap kali menarik nafas dadanya selalu sakit, ini disebabkan oleh pukulan yang diterimanya dari tokoh-tokoh Mo-Kauw. Dia tahu dirinya terluka sangat parah, tanpa pertolongan secepatnya dirinya tak akan tertolong. Mukanya sangat pucat karena darah yang dikeluarkannya sudah melebihi batas. Dengan menguatkan diri Li Kun Liong berdiri sempoyongan dan berjalan tertatih- tatih menjauhi tempat pertempuran tadi. Instingnya mengatakan untuk menjauhi tempat pertempuran ini secepatnya. Li Kun Liong tidak tahu bahwa dirinya sudah dikira mati oleh lawan-lawannya karena saat itu ia sudah tidak bernafas lagi dan detak jantungnya tidak kedengaran lagi. Ibarat mati suri, Li Kun Liong sangat beruntung masih bisa sadar kembali, kebanyakan mereka yang mati suri benar-benar mati akhirnya.

Dia tidak tahu arah yang ditujunya makin masuk ke dalam hutan yang lebat, pikirannya entah kemana, dibiarkannya langkah kakinya yang sempoyongan yang menentukan arah.
Entah sudah berapa lama Li Kun Liong menyusuri jalanan setapak, tahu-tahu hari menjelang pagi. Hawa dingin masih terasa pekat menyelimuti.
Mulai samar-samar terdengar alunan kicau burung dari sela-sela rimbunnya pepohonan terasa begitu romantis. Aroma kehidupan hutan yang alami terasa begitu kental.

Di jalan sempit berliku yang menbelah perbukitan, di antara semak belukar, tak surut langkah jua langkah Li Kun Liong. Sang surya dengan semburat jingga sinarnya segera bangkit dari pelaminan.

Fenomena alam yang luar biasa. Dari kegelapan yang begitu hening, penuh misteri dengan ilustrasi musik alam, muncul perlahan garis-garis langit dari kisi-kisi dibalik bukit yang terlihat kokoh dan seram. Kilauan warna-warni berkejaran, menerpa hamparan pepohonan lebat bagaikan gelaran permadani sutera.
Akhirnya Li Kun Liong berhenti melangkah, ia tiba di sebuah puncak bukit yang menjadi awal pegunungan yang lebih luas. Suasana alam yang hijau dari pantulan dedaunan di lereng gunung tersebut. Bukit ini menawarkan keindahan yang cocok bagi pelancong yang senang berpesiar dan bersantai. Dari puncak bukit ini mereka bisa menikmati panorama yang mengagumkan.

Berada di sebelah selatan dari puncak bukit ini terlihat hamparan air. Dari tempat ini bisa dilihat sangat bebas dan indah memandang hamparan air danau yang biru dikelilingi untaian bukit dan gunung. Panorama yang khas ini diperindah lagi dengan puncak-puncak gunung yang lebih tinggi dan selain itu, masih terdapat air terjun yang terpancar dari sebuah gua di lereng bukit yang curam, berarus sangat deras.

Ketinggian air terjun sekitar ratusan depa, air sungai yang mengalir dengan deras dari lereng bukit yang curam, jatuh mencurah-curah ke dalam danau di kaki bukit, mengeluarkan bunyi deruan yang bergemuruh lalu membentuk kabut.
Li Kun Liong merasa sangat haus, mulutnya terasa kering ditandai kerut-kerut dibibirnya. Dia meneruskan langkah kakinya menuju air terjun tersebut. Segera sesampainya di sana, diraupnya air yang sangat menyegarkan tersebut, terasa sangat dingin namun cukup untuk melepaskan dahaganya. Lalu ia berbaring di pinggiran danau tersebut, beristirahat melepaskan lelah.

Entah sudah beberapa lama ia tertidur, tiba-tiba Li Kun Liong sadar dari tidurnya. Sinar matahari yang terik menghujani wajahnya yang pucat hingga kering kerontang. Dengan tertatih- tatih sambil menahan sakit, ia bangkit menuju pepohonan yang rindang menghindari terik matahari. Ia berusaha memulihkan tenaga dengan samadi memusatkan pikiran tapi tidak mudah.

Rasa sakit dan perut yang keroncongan sangat menyiksa dirinya. Ia memandang sekelilingnya, deru air terjun memenuhi angkasa. Tempat ini sangat cocok untuk memulihkan diri. Untuk bermalam mungkin ia bisa menggunakan gua yang terlihat tak jauh di didepannya, di balik air terjun tersebut. Namun urusan pertama yang perlu ia lakukan adalah menangsal perutnya yang keroncongan. Dia berjalan agak masuk ke dalam hutan, tampak beberapa pohon sedang berbuah lebat. Di timpuknya beberapa buah tersebut dengan batu kerikil dan dimakannya dengan lahap. Rasanya sangat manis dan sari airnya sangat menyejukkan.

Li Kun Liong kembali ke tepi danau lalu membersihkan darah kering di sekitar lukanya. Sepintas melihat-lihat tanaman yang berada di dalam hutan tadi, dia menemukan beberapa macam daun- daunan obat untuk mengobati luka luar yang dideritanya. Dipetiknya beberapa pucuk daun-
daunan tersebut, dikunyahnya, lalu ditempelkannya di sekitar luka-lukanya dan dibebatnya dengan sepotong kain. Untuk luka dalam kebetulan ia sudah membekal beberapa macam ramuan obat pemberian sucouwnya si tabib sakti. Di minumnya beberapa butir ramuan tersebut lalu berusaha bersemadi di tengah riuhnya air terjun. Awalnya terasa sukar namun lama-kelamaan akhirnya dia menjadi terbiasa dan tenggelam dalam keheningan di dalam. Terasa olehnya ketenangan dan kedamaian menyebar di seluruh tubuhnya, sakit yang dirasakan mulai berkurang sedikit demi sedikit.

Sore sudah menjelang tiba, tak ada mendung yang mengelayut di langit, tak terasa sudah beberapa jam berlalu Li Kun Liong bersamadi, wajahnya mulai sedikit kemerahaan, tidak pucat seperti pagi tadi. Sedari tadi Li Kun Liong hanya berusaha mengumpulkan keping-keping semangat yang bertebaran. Kelelahan yang sangat baik fisik maupun rohani mengayutinya sejak pertempuran tersebut, perlahan-lahan dapat dikumpulkannya kembali. Dalam keadaan yang parah dan dengan penuh ketabahan ia berupaya sedikit demi sedikit memulihkan diri.

Dia lalu berusaha memasuki gua yang berada di belakang air terjun tersebut, letaknya cukup tinggi dari permukaan danau. Dalam keadaan biasa tentu bukan merupakan kesulitan yang berarti untuk memasuki gua dengan ilmu pek-houw-yu-ciang (cecak merayap di dinding) namun keadaannya sekarang jauh dari sehat, jangankan mengerahkan ilmu, mengerahkan tenaga sedikit saja sudah membuatnya meringis kesakitan. Sadar akan kemampuan dirinya saat ini, Li Kun Liong membatalkan niatnya berdiam di dalam gua tersebut. Dia akhirnya bermalam di langit terbuka di balik semak-semak pepohonan.

Hampir satu bulan Li Kun Liong menetap di hutan tersebut dan selama ini belum pernah ia bertemu sesama manusia lainnya, mungkin karena letaknya yang jauh ke dalam membuat tempat ini terasing dari dunia luar. Luka-luka luar sudah sebagian besar sembuh namun luka dalamnya belum sembuh secepat luka luarnya, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan lagi untuk pulih sedia kala. Obat-obatan yang dibawanya sangat membantu pemulihan dirinya.

Sementara itu, dia sudah mampu memanjat gua di balik air terjun tersebut. Pintu masuk gua tersebut tidak begitu lebar, ia harus sedikit membungkukkan badan untuk memasukinya.
Pintu masuk gua tak seberapa besar keadaannya, hanya setinggi tubuhnya. Ia menemukan beberapa tumbuhan gua di sini. Salah satunya adalah tumbuhan jenis umbi yang tumbuh tiga batang di atas satu batang lainnya. Tak seberapa jauh berjalan dari pintu masuk, keadaan gua tiba-tiba membesar. Membentuk sebuah ruangan berbentuk kubah. Terlihat lorong gua kemudian
memecah di ruangan besar tersebut. Ada yang ke kanan, yang keadaannya terlihat sedikit naik ke atas dan yang ke kiri yang terlihat menurun menuju bagian bawah gua. Di ruangan berkubah ini terdapat banyak ornamen gua yang menghiasi. Ada stalagmit yang menggantung-gantung dan stalagtit. Di antara stalagtit tersebut terdapat banyak kelelawar yang kelihatannya sedang beristirahat sampai malam nanti. Tinggi langit-langit ruangan ini sampai sepuluh meter di atas kepalanya, dan bagian dasarnya dipenuhi dengan pecahan-pecahan batuan jenis kapur yang teronggok berserakan begitu saja. Udara terasa segar di ruangan ini, tanda gua ini memiliki sistem ventilasi yang baik dan sangat cocok untuk tempat tinggal sementara. Li Kun Liong belum berniat untuk menjelajahi gua ini, perhatiannya saat ini adalah untuk memulihkan diri terlebih dahulu.
Hari-hari berikutnya Li Kun Liong berdiam diri di dalam gua tersebut.

Bulan ketiga ia tinggal di hutan tersebut, Li Kun Liong luka luarnya sudah sembuh total dan sebagian besar luka dalamnya mulai sembuh, ternyata kesembuhan yang dialaminya lebih cepat dari perkiraannya, mungkin disebabkan suasana lingkungan yang tenang serta makanan yang dimakannya. Selama tiga bulan ini, ia hanya makan buah-buahan, jamur serta umbi-umbian yang ditemukannya tumbuh di sekitar gua tersebut.
Hari itu masih pagi, sehabis samadi Li Kun Liong membersihkan diri dengan mandi di bawah air terjun. Airnya sangat dingin tapi menyegarkan, membuat semangatnya menyala-nyala.

Sekembalinya ke gua, Li Kun Liong membereskan baju-bajunya. Baju yang dikenakannya saat pertempuran sudah tidak dapat dipakai lagi karena noda-noda darah yang tidak bisa hilang serta robekan-robekan yang cukup besar. Di samping baju tersebut, ia melihat gulungan lukisan kuno tergeletak begitu saja.

Gulungan lukisan tersebut juga penuh noda darah yang mengering, perlahan-lahan ia berusaha membuka gulungan tersebut. Noda darah yang mengering telah membuat gulungan lukisan tersebut menempel satu sama lain. Dengan hati-hati Li Kun Liong membuka gulungan takut merusak lukisan tersebut. Setelah terbuka semua, nampak olehnya lukisan pemandangan tersebut sudah rusak hingga tidak terlihat lagi gambar pemandangan yang indah seperti sebelumnya.

Namun anehnya, noda-noda darah yang menimpa dan merusak sebagian besar gambar pemandangan tersebut menimbulkan huruf-huruf kecil dan aneh serta gambar-gambar tubuh manusia sedang samadi dengan bermacam-macam posisi. Ada yang bersila dengan gaya biasa, ada yang jungkir balik dengan kepala di bawah, ada juga yang seperti mendekam di tanah. Di samping masing-masing postur tubuh tersebut terdapat tulisan-tulisan kecil yang bahasanya tidak dimengerti oleh Li Kun Liong.

Dengan perasaan tertarik, Li Kun Liong mengamati gambar-gambar tersebut, kelihatannya lukisan kuno ini memang menyimpan rahasia ilmu silat tingkat tinggi, terbukti gambar-gambar tubuh manusia dengan berbagai macam gaya tersebut seperti mengungkapkan rahasia cara melatih tenaga dalam yang dashyat. Gelagatnya untuk menampilkan postur-postur tubuh tersebut, lukisan itu harus dibasahi dahulu dengan air dan menghilangkan lukisan pemandangan di atasnya. Buru-buru Li Kun Liong keluar dari gua menuju tepi danau dan merendam seluruh gulungan lukisan tersebut ke dalam air danau yang bening. Dari atas permukaan air, dilihatnya perlahan- lahan sisa-sisa gambar pemandangan tersebut mulai meluntur dan menampilkan postur tubuh manusia sebagai gantinya. Akhirnya seluruh gambar pemandangan tersebut menghilang, tampak gulungan lukisan tersebut penuh dengan gambar-gamabr manusia dengan tulisan-tulisan kecil di masing-masing posisi tubuh tersebut. Total posisi tubuh manusia di lukisan tersebut berjumlah enam puluh empat posisi. Li Kun Liong mengeluarkan gulungan lukisan tersebut dari dalam air, lalu menghamparkannya di atas sebuah batu besar di tepi danau untuk mengeringkannya. Tidak berapa lama kemudian gulungan lukisan tersebut mengering. Dibawanya gulungan tersebut kembali ke dalam gua lalu diamatinya sekali lagi dengan penuh perhatian. Sayang ia tidak bisa membaca tulisan-tulisan yang terdapat di lukisan tersebut, sepertinya tulisan tersebut berasal dari bahasa Persia (Parsi).

Li Kun Liong merasa yakin ia telah berhasil menemukan rahasia lukisan kuno ini yang menurut dugaannya ternyata mengandung rahasia ilmu cara melatih tenaga dalam tingkat tinggi. Yang menarik perhatiannya dari ke enam puluh empat posisi tubuh tersebut adalah bagian mata, semuanya terbuka lebar!. Sangat berlainan dengan latihan samadi pada umumnya yang bersila sambil menutup kedua belah mata, di lukisan tersebut memperlihatkan latihan tenaga dalam dengan mata terbuka!.

Salah satu posisi tubuh yang menarik perhatian Li Kun Liong adalah posisi tubuh bersila dengan kedua tangan saling menumpu pada kaki yang bersilangan, telapak tangan terbuka ke atas. Di bagian atas, tampak air terjun mengalir menimpa kepala postur tubuh tersebut terus menerus. Kedua matanya terbuka lebar. Rasanya posisi tersebut sangat cocok untuk dicoba karena sesuai dengan keadaan sekelilingnya saat ini. Li Kun Liong segera bangkit dan berjalan keluar menuju ke bawah air terjun. Dibagian bawah air terjun tersebut, tampak air terjun menimpa sepotong batu besar dengan permukaan rata melandai. Namun karena terus menerus di timpa air dari ketinggian yang cukup tinggi, permukaan batu tersebut sedikit cekung ke bawah.

Li Kun Liong berusaha duduk di permukaan batu tersebut dan mencoba meniru posisi tubuh seperti yang ia lihat barusan di gulungan lukisan tersebut. Ia merasakan tekanan air yang kuat menimpa tubuh dan kepalanya, sangat kuat dan deras. Sambil mengerahkan tenaga dalam menahan kucuran air terjun yang menimpanya, Li Kun Liong menatap ke depan dengan mata terbuka. Air masuk ke dalam mata, membuatnya berkedip dan menutup mata menghindari air tersebut, terasa perih kelopak matanya. Dicobanya sekali lagi, dan lagi, dan seterusnya sampai matanya bisa terbuka cukup lama terbuka.

Namun yang membuatnya tidak tahan adalah kucuran air terjun yang sangat kuat menimpa kepalanya. Awalnya dengan tenaga dalam dipusatkan di kepala, ia masih mampu menahan timpaan air terjun tersebut, tapi lama kelamaan ia tidak sanggup. Bagian atas kepalanya bagaikan dipukul-pukul terus menerus, ia hanya sanggup bertahan sekitar beberapa menit saja sebelum akhirnya menyerah keluar dari air terjun tersebut.

Li Kun Liong lalu mencoba salah satu posisi lain yang mensyaratkan kepala di bawah, kaki di atas, tegak lurus.
Sambil berpegangan pada dinding gua, ia mencoba menaruh kepalanya di permukaan gua dan mengangkat kakinya tegak lurus ke atas dan mata tetap terbukaa lebar. Awalnya cukup sukses, ia merasakan aliran darahnya mengalir dari kaki dan tubuhnya menuju ke arah kepala hingga membuat wajahnya merah. Ia merasa aneh tapi terasa cukup meyenangkan dalam posisi tersebut. Tapi berselang sekitar setengah jam, ia mulai merasa jantungnya berdebar-debar, kepalanya pusing dan matanya perih akibat darah memenuhi seluruh pembuluh darah di mata dan wajahnya. Dicobanya bertahan sekuatnya namun tidak bisa lama hingga akhirnya kembali ia menyerah.

Li Kun Liong sangat penasaran, baru dua posisi tubuh dari enam puluh empat posisi tubuh yang terdapat di gulungan lukisan tersebut ia coba tapi sudah tidak berhasil. Diam-diam ia sangat kagum akan rahasia melatih tenaga dalam ini. Ia yakin bila sanggup menjalankan ke enam puluh empat posisi tersebut, tenaga dalam yang dimilikinya akan meningkat sangat pesat.

Hari-hari berikutnya dihabiskannya dengan mempelajari dan melihat-lihat posisi-posisi tubuh tersebut. Satu persatu posisi dicobanya sekitar sepertanakan nasi, ada yang berhasil namun ada juga yang tidak. Karena berlatih tanpa bimbingan, kadang kala di posisi tertentu ia jatuh pingsan karena tidak tahan tapi tetap ia paksakan. Setelah itu ia merasakan tubuhnya sakit-sakit hingga sejak itu ia tidak berani lagi sampai jatuh pingsan. Dia hanya bertahan sekuatnya saja. Cara ini ternyata lebih bermanfaat, terbukti setelah menerapkan strategi tersebut, lama-kelamaan timbul segulung arus hangat di perutnya. Dicobanya menyatukan arus hangat tersebut dengan tenaga dalamnya dan berhasil menyatu tanpa kesulitan yang berarti. Gelagatnya ilmu tenaga dalam yang ia coba latih sekarang dapat menyesuaikan diri dengan aliran tenaga dalam seseorang sebelumnya. Jadi tidak perlu memusnahkan tenaga dalam yang dimiliki, baru memulai lagi dari awal seperti ilmu tenaga dalam pada umumnya.

Hasil dari coba-coba selama kurang lebih dua bulan menirukan posisi-posisi tubuh dari lukisan tersebut mulai menampakan sedikit hasil. Li Kun Liong merasakan luka dalam yang dideritanya mulai pulih seluruhnya, bahkan tenaga dalamnya bertambah kuat dari sebelumnya. Ia merasa sangat girang, selama ini memang kelemahannya terletak dalam hal tenaga dalam, dari segi ilmu silat ia sudah mencapai kesempurnaan. Penemuan ini bagaikan pucuk di cinta ulam tiba.

6. Dedengkot Silat
 
To Bangaw Freyork :p
Tapi jangan khawatir ane selalu baca koq cuma bingung mau nanggapin apa.....:cool:

Ane sebenarnya emang pendiam cuma berani cuap klo di dunia maya, klo di darat....asli pendiam ;) ........ bener ngga Zon?
 
wah..dopost neh..hehe gpp deh.. Ok bro fran.. Tampaknya saran gw diterima dengan baik. Salut gw buat elu.. :beer:
 
Bimabet
Jagoan mati duluan dong :mindik: gak ada yang bisa bahasa persia dimaree koh frans... Anak2 tanah abang bisa kale yak.. :ha:

Akhirnya komeng juga niy agan yang satu ini...

:ampun:

Gitu dong koh., biar kita bisa komuniksasi. :haha:

Jadi ƍäk sabaran liat kunliong makin kuat niy... :hore:

Tetep semangaat koh,,
:jempol: :beer:

Lupa,.. gw Pertamax yak :D
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd