5. Bangkit dari kematian
Raungan anjing hutan dan serigala yang kelaparan bergema di kegelapan malam menembus sela-sela pepohonan lebat di hutan tersebut. Suara raungan itu makin lama makin mendekat ke arah sesosok tubuh berdarah yang terbaring telungkup di bawah, entah sudah berapa lama tubuh tersebut mengeletak begitu saja di tengah hutan yang gelap gulita. Binatang mempunyai penciuman yang tajam, bau anyir darah merupakan tanda bagi serigala-serigala ini bahwa ada daging segar atau bangkai yang bisa di makan.
Dari balik kegelapan terlihat beberapa kelap-kelip cahaya kecil berkilauan liar muncul mendekati tubuh yang tergeletak tersebut.
Ternyata cahaya kecil berkedip-kedip tersebut berasal dari mata serombongan serigala hutan, tampak di paling depan seekor serigala yang paling besar mendekati tubuh tersebut dan menjilat- jilati darah di tubuh tersebut. Jelas serigala yang paling depan adalah pemimpin rombangan tersebut. Serigala-serigala yang lain tidak mau ketinggalan, berebutan mereka menghampiri korban mereka tersebut tapi geraman buas pemimpinnya membuat langkah mereka terhenti.
Pesta-pora gelagtnya segera akan berlangsung, namun di saat-saat kritis tersebut, tiba-tiba tubuh itu bergerak lemah. Dengan waspada serigala pemimpin mundur selangkah, menunggu gerakan selanjutnya tapi setelah gerakan tadi tidak ada gerakan lagi. Serigala pemimpin mulai mendekati kembali tubuh tersebut dan mengarahkan moncongnya ke arah daging di kaki tebuh tersebut.
Gigi-giginya yang tajam menancap dalam-dalam membuat darah di kaki tersebut keluar dengan derasnya.
Perasaan Li Kun Liong begitu damai, cahaya yang sangat terang, dan kehangatan sinar yang menerpa membuatnya seperti di surga. Cahaya tersebut terpancar di kejauhan, keindahannya sungguh sulit diungkapkan dengan kata-kata, mungkin kata tiada tara sedikit mendekati pengalaman tersebut. Perlahan-lahan ia berjalan mendekati sumber cahaya tersebut, badannya terasa sangat ringan seolah-olah melayang-layang di atas tanah. Nalurinya berkata dengan mendekati sumber cahaya tersebut, dia akan merasakan kebahagiaan yang abadi. Dengan wajah yang berbinar-binar ia mulai mendekati sumber cahaya tersebut, makin lama makin terang namun tidak menyilaukan mata bahkan terasa teduh dan nyaman. Sekonyong-konyong cahaya itu menghilang dengan cepat di gantikan rasa sakit yang mendalam, membuat seluruh tubuhnya gemetar kesakitan. Dengan mata terbuka lebar tiba-tiba, Li Kun Liong sadar dari alam bawah sadarnya. Matanya tertumbuk dengan seekor serigala yang sedang mengigit dengan buas kaki kirinya. Walaupun keadaannya saat itu sangat lemah namun entah dari mana semacam kekuatan hadir melalui tangannya yang melayang ke kepala serigala tersebut.
"Praak.. kepala serigala itu pecah berantakan dan membuat serigala-serigala yang lain kabur serabutan kembali ke dalam hutan. Agaknya mereka sadar korban yang sedang mereka incar bukan korban yang lemah, naluri mereka mengatakan untuk kabur secepatnya sebelum terlambat.
Kita manusia sebenarnya memiliki naluri yang sama tajamnya dengan binatang, tapi akibat sering tak diindahkan naluri tersebut perlahan-lahan menghilang digantikan dengan logika. Kehidupan akan jauh lebih baik bila manusia mendengarkan naluri mereka, bukan tidak mungkin peperangan, kemiskinan, kelaparan akan hilang di muka bumi ini jika kita masih mendengarkan naluri kemanusiaan kita.
Li Kun Liong berusaha duduk dengan susah payah, seluruh tubuhnya lemas tak bertenaga. Bagaikan bangkit dari kematian, orang lain yang mendapat luka separah ini sudah pasti tidak akan dapat bertahan lama. Beruntung Li Kun Liong memiliki tubuh yang ulet dan daya tahan yang tinggi, selama mengikuti sucouwnya si tabib sakti, dia sering meminum berbagai macam ramuan- ramuan ajaib buatan si tabib sakti hingga khasiatnya terlihat sekarang, daya tahannya sudah melebihi manusia biasa. Namun tentunya obat-obatan hanya merupakan pelengkap saja, yang terpenting adalah kemauan atau semangat hidup yang kita miliki. Seseorang yang telah di vonis tidak akan sembuh dari penyakit kanker yang diidapnya bisa secara ajaib sembuh total. Bagi orang beragama ini disebut mujijat dari Tuhan, karena keyakinannya yang tinggi, dia menyerahkan seluruh nasibnya kepada yag di atas sehingga kesembuhan yang ajaib ini tentu saja dia panjatkan puji syukur kepada yang di atas. Tapi bagaimana dengan orang yang atheis (tidak percaya Tuhan) yang juga bisa sembuh total dari penyakit kroniknya ?
Penjelasan yang paling masuk akal adalah karena semangat hidup yang tinggi mampu membuat mujijat-mujijat yang sukar ditelaah dengan logika ilmu pertabiban menjadi kenyataan. Sekarang ini ilmu kedokteran yang berasal dari barat lebih berorientasi pada penyakit fisik, mereka tidak menganggap penting efek psikologis si pasien, hanya baru belakangan disadari efek psikologi si pasien juga sangat menentukan sembuh tidaknya suatu penyakit. Jadi sebenarnya ilmu kedokteran barat ang usianya baru sekitar seratus-dua ratus tahun masih mempunyai kelemahan- kelemahan fundamental yang sebenarnya telah diketahui oleh ilmu pertabibaban dari timur beratus-ratus tahun yang lalu. Masalahnya, kelemahan ilmu pertabiban timur adalah kurangnya pengarsipan atau dokumentasi ilmu tersebut bahkan tidak jarang hanya diturunkan secara lisan sehingga lama-kelamaan kevalidannya berkurang karena interprestasi masing-masing berbeda.
Tapi sekarang sudah banyak kita temui penggunaan ilmu kedokteran barat dengan ilmu pertabiban timur bersama-sama dan menghasilkan tingkat kesembuhan yang tinggi.
Kembali ke jago kita Li Kun Liong, kalau jago silat lainnya menderita luka separah dirinya, tentu sudah binasa. Namun karena Li Kun Liong disamping tubuhnya ulet, semangat hidupnya sangat tinggi, mungkin ini disebabkan karena ia masih memiliki persoalan-persoalan yang masih banyak perlu ia selesaikan.
Li Kun Liong menarik nafasnya perlahan-lahan sambil meringis menahan sakit di dadanya. Setiap kali menarik nafas dadanya selalu sakit, ini disebabkan oleh pukulan yang diterimanya dari tokoh-tokoh Mo-Kauw. Dia tahu dirinya terluka sangat parah, tanpa pertolongan secepatnya dirinya tak akan tertolong. Mukanya sangat pucat karena darah yang dikeluarkannya sudah melebihi batas. Dengan menguatkan diri Li Kun Liong berdiri sempoyongan dan berjalan tertatih- tatih menjauhi tempat pertempuran tadi. Instingnya mengatakan untuk menjauhi tempat pertempuran ini secepatnya. Li Kun Liong tidak tahu bahwa dirinya sudah dikira mati oleh lawan-lawannya karena saat itu ia sudah tidak bernafas lagi dan detak jantungnya tidak kedengaran lagi. Ibarat mati suri, Li Kun Liong sangat beruntung masih bisa sadar kembali, kebanyakan mereka yang mati suri benar-benar mati akhirnya.
Dia tidak tahu arah yang ditujunya makin masuk ke dalam hutan yang lebat, pikirannya entah kemana, dibiarkannya langkah kakinya yang sempoyongan yang menentukan arah.
Entah sudah berapa lama Li Kun Liong menyusuri jalanan setapak, tahu-tahu hari menjelang pagi. Hawa dingin masih terasa pekat menyelimuti.
Mulai samar-samar terdengar alunan kicau burung dari sela-sela rimbunnya pepohonan terasa begitu romantis. Aroma kehidupan hutan yang alami terasa begitu kental.
Di jalan sempit berliku yang menbelah perbukitan, di antara semak belukar, tak surut langkah jua langkah Li Kun Liong. Sang surya dengan semburat jingga sinarnya segera bangkit dari pelaminan.
Fenomena alam yang luar biasa. Dari kegelapan yang begitu hening, penuh misteri dengan ilustrasi musik alam, muncul perlahan garis-garis langit dari kisi-kisi dibalik bukit yang terlihat kokoh dan seram. Kilauan warna-warni berkejaran, menerpa hamparan pepohonan lebat bagaikan gelaran permadani sutera.
Akhirnya Li Kun Liong berhenti melangkah, ia tiba di sebuah puncak bukit yang menjadi awal pegunungan yang lebih luas. Suasana alam yang hijau dari pantulan dedaunan di lereng gunung tersebut. Bukit ini menawarkan keindahan yang cocok bagi pelancong yang senang berpesiar dan bersantai. Dari puncak bukit ini mereka bisa menikmati panorama yang mengagumkan.
Berada di sebelah selatan dari puncak bukit ini terlihat hamparan air. Dari tempat ini bisa dilihat sangat bebas dan indah memandang hamparan air danau yang biru dikelilingi untaian bukit dan gunung. Panorama yang khas ini diperindah lagi dengan puncak-puncak gunung yang lebih tinggi dan selain itu, masih terdapat air terjun yang terpancar dari sebuah gua di lereng bukit yang curam, berarus sangat deras.
Ketinggian air terjun sekitar ratusan depa, air sungai yang mengalir dengan deras dari lereng bukit yang curam, jatuh mencurah-curah ke dalam danau di kaki bukit, mengeluarkan bunyi deruan yang bergemuruh lalu membentuk kabut.
Li Kun Liong merasa sangat haus, mulutnya terasa kering ditandai kerut-kerut dibibirnya. Dia meneruskan langkah kakinya menuju air terjun tersebut. Segera sesampainya di sana, diraupnya air yang sangat menyegarkan tersebut, terasa sangat dingin namun cukup untuk melepaskan dahaganya. Lalu ia berbaring di pinggiran danau tersebut, beristirahat melepaskan lelah.
Entah sudah beberapa lama ia tertidur, tiba-tiba Li Kun Liong sadar dari tidurnya. Sinar matahari yang terik menghujani wajahnya yang pucat hingga kering kerontang. Dengan tertatih- tatih sambil menahan sakit, ia bangkit menuju pepohonan yang rindang menghindari terik matahari. Ia berusaha memulihkan tenaga dengan samadi memusatkan pikiran tapi tidak mudah.
Rasa sakit dan perut yang keroncongan sangat menyiksa dirinya. Ia memandang sekelilingnya, deru air terjun memenuhi angkasa. Tempat ini sangat cocok untuk memulihkan diri. Untuk bermalam mungkin ia bisa menggunakan gua yang terlihat tak jauh di didepannya, di balik air terjun tersebut. Namun urusan pertama yang perlu ia lakukan adalah menangsal perutnya yang keroncongan. Dia berjalan agak masuk ke dalam hutan, tampak beberapa pohon sedang berbuah lebat. Di timpuknya beberapa buah tersebut dengan batu kerikil dan dimakannya dengan lahap. Rasanya sangat manis dan sari airnya sangat menyejukkan.
Li Kun Liong kembali ke tepi danau lalu membersihkan darah kering di sekitar lukanya. Sepintas melihat-lihat tanaman yang berada di dalam hutan tadi, dia menemukan beberapa macam daun- daunan obat untuk mengobati luka luar yang dideritanya. Dipetiknya beberapa pucuk daun-
daunan tersebut, dikunyahnya, lalu ditempelkannya di sekitar luka-lukanya dan dibebatnya dengan sepotong kain. Untuk luka dalam kebetulan ia sudah membekal beberapa macam ramuan obat pemberian sucouwnya si tabib sakti. Di minumnya beberapa butir ramuan tersebut lalu berusaha bersemadi di tengah riuhnya air terjun. Awalnya terasa sukar namun lama-kelamaan akhirnya dia menjadi terbiasa dan tenggelam dalam keheningan di dalam. Terasa olehnya ketenangan dan kedamaian menyebar di seluruh tubuhnya, sakit yang dirasakan mulai berkurang sedikit demi sedikit.
Sore sudah menjelang tiba, tak ada mendung yang mengelayut di langit, tak terasa sudah beberapa jam berlalu Li Kun Liong bersamadi, wajahnya mulai sedikit kemerahaan, tidak pucat seperti pagi tadi. Sedari tadi Li Kun Liong hanya berusaha mengumpulkan keping-keping semangat yang bertebaran. Kelelahan yang sangat baik fisik maupun rohani mengayutinya sejak pertempuran tersebut, perlahan-lahan dapat dikumpulkannya kembali. Dalam keadaan yang parah dan dengan penuh ketabahan ia berupaya sedikit demi sedikit memulihkan diri.
Dia lalu berusaha memasuki gua yang berada di belakang air terjun tersebut, letaknya cukup tinggi dari permukaan danau. Dalam keadaan biasa tentu bukan merupakan kesulitan yang berarti untuk memasuki gua dengan ilmu pek-houw-yu-ciang (cecak merayap di dinding) namun keadaannya sekarang jauh dari sehat, jangankan mengerahkan ilmu, mengerahkan tenaga sedikit saja sudah membuatnya meringis kesakitan. Sadar akan kemampuan dirinya saat ini, Li Kun Liong membatalkan niatnya berdiam di dalam gua tersebut. Dia akhirnya bermalam di langit terbuka di balik semak-semak pepohonan.
Hampir satu bulan Li Kun Liong menetap di hutan tersebut dan selama ini belum pernah ia bertemu sesama manusia lainnya, mungkin karena letaknya yang jauh ke dalam membuat tempat ini terasing dari dunia luar. Luka-luka luar sudah sebagian besar sembuh namun luka dalamnya belum sembuh secepat luka luarnya, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan lagi untuk pulih sedia kala. Obat-obatan yang dibawanya sangat membantu pemulihan dirinya.
Sementara itu, dia sudah mampu memanjat gua di balik air terjun tersebut. Pintu masuk gua tersebut tidak begitu lebar, ia harus sedikit membungkukkan badan untuk memasukinya.
Pintu masuk gua tak seberapa besar keadaannya, hanya setinggi tubuhnya. Ia menemukan beberapa tumbuhan gua di sini. Salah satunya adalah tumbuhan jenis umbi yang tumbuh tiga batang di atas satu batang lainnya. Tak seberapa jauh berjalan dari pintu masuk, keadaan gua tiba-tiba membesar. Membentuk sebuah ruangan berbentuk kubah. Terlihat lorong gua kemudian
memecah di ruangan besar tersebut. Ada yang ke kanan, yang keadaannya terlihat sedikit naik ke atas dan yang ke kiri yang terlihat menurun menuju bagian bawah gua. Di ruangan berkubah ini terdapat banyak ornamen gua yang menghiasi. Ada stalagmit yang menggantung-gantung dan stalagtit. Di antara stalagtit tersebut terdapat banyak kelelawar yang kelihatannya sedang beristirahat sampai malam nanti. Tinggi langit-langit ruangan ini sampai sepuluh meter di atas kepalanya, dan bagian dasarnya dipenuhi dengan pecahan-pecahan batuan jenis kapur yang teronggok berserakan begitu saja. Udara terasa segar di ruangan ini, tanda gua ini memiliki sistem ventilasi yang baik dan sangat cocok untuk tempat tinggal sementara. Li Kun Liong belum berniat untuk menjelajahi gua ini, perhatiannya saat ini adalah untuk memulihkan diri terlebih dahulu.
Hari-hari berikutnya Li Kun Liong berdiam diri di dalam gua tersebut.
Bulan ketiga ia tinggal di hutan tersebut, Li Kun Liong luka luarnya sudah sembuh total dan sebagian besar luka dalamnya mulai sembuh, ternyata kesembuhan yang dialaminya lebih cepat dari perkiraannya, mungkin disebabkan suasana lingkungan yang tenang serta makanan yang dimakannya. Selama tiga bulan ini, ia hanya makan buah-buahan, jamur serta umbi-umbian yang ditemukannya tumbuh di sekitar gua tersebut.
Hari itu masih pagi, sehabis samadi Li Kun Liong membersihkan diri dengan mandi di bawah air terjun. Airnya sangat dingin tapi menyegarkan, membuat semangatnya menyala-nyala.
Sekembalinya ke gua, Li Kun Liong membereskan baju-bajunya. Baju yang dikenakannya saat pertempuran sudah tidak dapat dipakai lagi karena noda-noda darah yang tidak bisa hilang serta robekan-robekan yang cukup besar. Di samping baju tersebut, ia melihat gulungan lukisan kuno tergeletak begitu saja.
Gulungan lukisan tersebut juga penuh noda darah yang mengering, perlahan-lahan ia berusaha membuka gulungan tersebut. Noda darah yang mengering telah membuat gulungan lukisan tersebut menempel satu sama lain. Dengan hati-hati Li Kun Liong membuka gulungan takut merusak lukisan tersebut. Setelah terbuka semua, nampak olehnya lukisan pemandangan tersebut sudah rusak hingga tidak terlihat lagi gambar pemandangan yang indah seperti sebelumnya.
Namun anehnya, noda-noda darah yang menimpa dan merusak sebagian besar gambar pemandangan tersebut menimbulkan huruf-huruf kecil dan aneh serta gambar-gambar tubuh manusia sedang samadi dengan bermacam-macam posisi. Ada yang bersila dengan gaya biasa, ada yang jungkir balik dengan kepala di bawah, ada juga yang seperti mendekam di tanah. Di samping masing-masing postur tubuh tersebut terdapat tulisan-tulisan kecil yang bahasanya tidak dimengerti oleh Li Kun Liong.
Dengan perasaan tertarik, Li Kun Liong mengamati gambar-gambar tersebut, kelihatannya lukisan kuno ini memang menyimpan rahasia ilmu silat tingkat tinggi, terbukti gambar-gambar tubuh manusia dengan berbagai macam gaya tersebut seperti mengungkapkan rahasia cara melatih tenaga dalam yang dashyat. Gelagatnya untuk menampilkan postur-postur tubuh tersebut, lukisan itu harus dibasahi dahulu dengan air dan menghilangkan lukisan pemandangan di atasnya. Buru-buru Li Kun Liong keluar dari gua menuju tepi danau dan merendam seluruh gulungan lukisan tersebut ke dalam air danau yang bening. Dari atas permukaan air, dilihatnya perlahan- lahan sisa-sisa gambar pemandangan tersebut mulai meluntur dan menampilkan postur tubuh manusia sebagai gantinya. Akhirnya seluruh gambar pemandangan tersebut menghilang, tampak gulungan lukisan tersebut penuh dengan gambar-gamabr manusia dengan tulisan-tulisan kecil di masing-masing posisi tubuh tersebut. Total posisi tubuh manusia di lukisan tersebut berjumlah enam puluh empat posisi. Li Kun Liong mengeluarkan gulungan lukisan tersebut dari dalam air, lalu menghamparkannya di atas sebuah batu besar di tepi danau untuk mengeringkannya. Tidak berapa lama kemudian gulungan lukisan tersebut mengering. Dibawanya gulungan tersebut kembali ke dalam gua lalu diamatinya sekali lagi dengan penuh perhatian. Sayang ia tidak bisa membaca tulisan-tulisan yang terdapat di lukisan tersebut, sepertinya tulisan tersebut berasal dari bahasa Persia (Parsi).
Li Kun Liong merasa yakin ia telah berhasil menemukan rahasia lukisan kuno ini yang menurut dugaannya ternyata mengandung rahasia ilmu cara melatih tenaga dalam tingkat tinggi. Yang menarik perhatiannya dari ke enam puluh empat posisi tubuh tersebut adalah bagian mata, semuanya terbuka lebar!. Sangat berlainan dengan latihan samadi pada umumnya yang bersila sambil menutup kedua belah mata, di lukisan tersebut memperlihatkan latihan tenaga dalam dengan mata terbuka!.
Salah satu posisi tubuh yang menarik perhatian Li Kun Liong adalah posisi tubuh bersila dengan kedua tangan saling menumpu pada kaki yang bersilangan, telapak tangan terbuka ke atas. Di bagian atas, tampak air terjun mengalir menimpa kepala postur tubuh tersebut terus menerus. Kedua matanya terbuka lebar. Rasanya posisi tersebut sangat cocok untuk dicoba karena sesuai dengan keadaan sekelilingnya saat ini. Li Kun Liong segera bangkit dan berjalan keluar menuju ke bawah air terjun. Dibagian bawah air terjun tersebut, tampak air terjun menimpa sepotong batu besar dengan permukaan rata melandai. Namun karena terus menerus di timpa air dari ketinggian yang cukup tinggi, permukaan batu tersebut sedikit cekung ke bawah.
Li Kun Liong berusaha duduk di permukaan batu tersebut dan mencoba meniru posisi tubuh seperti yang ia lihat barusan di gulungan lukisan tersebut. Ia merasakan tekanan air yang kuat menimpa tubuh dan kepalanya, sangat kuat dan deras. Sambil mengerahkan tenaga dalam menahan kucuran air terjun yang menimpanya, Li Kun Liong menatap ke depan dengan mata terbuka. Air masuk ke dalam mata, membuatnya berkedip dan menutup mata menghindari air tersebut, terasa perih kelopak matanya. Dicobanya sekali lagi, dan lagi, dan seterusnya sampai matanya bisa terbuka cukup lama terbuka.
Namun yang membuatnya tidak tahan adalah kucuran air terjun yang sangat kuat menimpa kepalanya. Awalnya dengan tenaga dalam dipusatkan di kepala, ia masih mampu menahan timpaan air terjun tersebut, tapi lama kelamaan ia tidak sanggup. Bagian atas kepalanya bagaikan dipukul-pukul terus menerus, ia hanya sanggup bertahan sekitar beberapa menit saja sebelum akhirnya menyerah keluar dari air terjun tersebut.
Li Kun Liong lalu mencoba salah satu posisi lain yang mensyaratkan kepala di bawah, kaki di atas, tegak lurus.
Sambil berpegangan pada dinding gua, ia mencoba menaruh kepalanya di permukaan gua dan mengangkat kakinya tegak lurus ke atas dan mata tetap terbukaa lebar. Awalnya cukup sukses, ia merasakan aliran darahnya mengalir dari kaki dan tubuhnya menuju ke arah kepala hingga membuat wajahnya merah. Ia merasa aneh tapi terasa cukup meyenangkan dalam posisi tersebut. Tapi berselang sekitar setengah jam, ia mulai merasa jantungnya berdebar-debar, kepalanya pusing dan matanya perih akibat darah memenuhi seluruh pembuluh darah di mata dan wajahnya. Dicobanya bertahan sekuatnya namun tidak bisa lama hingga akhirnya kembali ia menyerah.
Li Kun Liong sangat penasaran, baru dua posisi tubuh dari enam puluh empat posisi tubuh yang terdapat di gulungan lukisan tersebut ia coba tapi sudah tidak berhasil. Diam-diam ia sangat kagum akan rahasia melatih tenaga dalam ini. Ia yakin bila sanggup menjalankan ke enam puluh empat posisi tersebut, tenaga dalam yang dimilikinya akan meningkat sangat pesat.
Hari-hari berikutnya dihabiskannya dengan mempelajari dan melihat-lihat posisi-posisi tubuh tersebut. Satu persatu posisi dicobanya sekitar sepertanakan nasi, ada yang berhasil namun ada juga yang tidak. Karena berlatih tanpa bimbingan, kadang kala di posisi tertentu ia jatuh pingsan karena tidak tahan tapi tetap ia paksakan. Setelah itu ia merasakan tubuhnya sakit-sakit hingga sejak itu ia tidak berani lagi sampai jatuh pingsan. Dia hanya bertahan sekuatnya saja. Cara ini ternyata lebih bermanfaat, terbukti setelah menerapkan strategi tersebut, lama-kelamaan timbul segulung arus hangat di perutnya. Dicobanya menyatukan arus hangat tersebut dengan tenaga dalamnya dan berhasil menyatu tanpa kesulitan yang berarti. Gelagatnya ilmu tenaga dalam yang ia coba latih sekarang dapat menyesuaikan diri dengan aliran tenaga dalam seseorang sebelumnya. Jadi tidak perlu memusnahkan tenaga dalam yang dimiliki, baru memulai lagi dari awal seperti ilmu tenaga dalam pada umumnya.
Hasil dari coba-coba selama kurang lebih dua bulan menirukan posisi-posisi tubuh dari lukisan tersebut mulai menampakan sedikit hasil. Li Kun Liong merasakan luka dalam yang dideritanya mulai pulih seluruhnya, bahkan tenaga dalamnya bertambah kuat dari sebelumnya. Ia merasa sangat girang, selama ini memang kelemahannya terletak dalam hal tenaga dalam, dari segi ilmu silat ia sudah mencapai kesempurnaan. Penemuan ini bagaikan pucuk di cinta ulam tiba.
6. Dedengkot Silat