Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG REBIRTH OF SHADOW: CIRCLE OF MILF

PART 6

The Execution

(Elin Edition)







1st Person POV (BU ELIN Version)



Siang itu, aku menyempatkan waktuku ke rumah bu Dewi untuk mengecilkan bajuku yang baru aku beli beberapa hari lalu, sebenarnya ini termasuk impulsive buying, karena aku memaksakan diriku sendiri untuk membeli baju tersebut, sementara aku tau bahwa baju tersebut terlalu kebesaran untuk tubuhku yang cenderung mungil. Alasanku membeli baju tersebut tak lain dan tak bukan karena memang aku suka modelnya dan kebetulan ukuran yang biasa aku pakai sedang tidak tersedia, sehingga mau tidak mau aku membeli ukuran di atas ukuran yang biasa aku pakai untuk kemudian aku kecilkan di tempat bu Dewi. Sementara itu, jika aku membeli baju dengan ukuran yang lebih kecil dari yang biasa aku pakai maka baju tersebut akan mencetak tubuhku dengan sangat kentara, terlebih lagi kondisiku yang sedang menyusui dan kondisi payudaraku yang besar membuatku risih dan tidak nyaman.

Setelah meminta Rony untuk menjaga adeknya sebentar, aku langsung menuju ke rumah bu Dewi. Sesampainya disana, ternyata kondisi rumahnya tertutup rapat dan aku memutuskan untuk mengetuk pintu, siapa tau memang ada orang disana agar perjalanan siang ini tidak sia-sia, pikirku. Tak berselang lama dari ketukan pintuku tersebut muncul lah seorang pemuda tampan yang belum aku pernah liat sebelumnya,



“kamu siapa?” tanyaku pada pemuda yang saat ini tepat berada di depanku itu.

“eh… mmm… aku keponakannya bu Dewi, bu.” Jawabnya. “silahkan masuk bu”

“oh iya, terimakasih.” Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah bu Dewi “Ngomong-ngomong, Gio kemana ya kok gak kelihatan?” tanyaku yang tak melihat Gio di rumah ini dan beberapa hari ini juga aku tidak melihat ia bermain dengan anakku Rony.

“eh… Gio lagi keluar sama bu Dewi, bu.”

Aku tidak ingin berlama-lama karena aku meninggalkan dua orang anakku di rumah dan segera menjelaskan maksud dan tujuanku datang kesini, “oalah gitu, ini ibu kan mau permak baju, soalnya ibu kegedean ini.”

“iya bu, nanti saya sampaikan ke bu Dewi, mari saya bantu buat ukur badan.” Ucap anak itu yang terdengar sopan dan santun, namun aku rada curiga dengan dia memintaku untuk ukur badan lagi, padahal bu Dewi punya semua catatannya dan baru beberapa minggu lalu dibuatnya,

“loh bukannya bu Dewi sudah punya ukuranku?” tanyaku heran.

“supaya lebih pas lagi aja bu dan sesuai sama permintaan ibu, takutnya kan beda sama yang kemaren-kemaren.” Ucapku mencoba meyakinkannya.



Aku menuruti permintaannya, toh itu juga demi hasil yang lebih bagus, pikirku saat itu. Aku mengikuti pemuda itu untuk menuju ke meja jahit, tempat dimana biasa bu Dewi melakukan pekerjaannya. Setelah mempersiapkan segala sesuatunya, ia mulai mengukur tubuhku dengan telaten, jika dilihat dari gerak-geriknya, sepertinya ia juga orang yang cukup memiliki pengalaman dalam menjahit. Keanehan mulai terjadi saat ia tidak mengukur lingkar dadaku dan langsung menuju ke lingkar perut, dimana biasanya pengukuran dimulai dari atas dan perlahan turun ke bawah, atau semua itu hanya pengetahuanku aja yang pendek dan ia memiliki metode lain, entahlah.



“bu, permisi ijin buat ukur lingkar dadanya ya…” ucapnya meminta izin kepadaku untuk mengukur payudaraku.

“silahkan” ucapku sekaligus sedikit melebarkan kedua tanganku untuk memudahkannya dalam melakukan pengukuran.



Keanehan mulai terjadi Kembali, setelah tangannya melewati area ketiakku dan mendarat di payudaraku, aku merasakan bahwa tangannya justru meremasi payudaraku tersebut, selain itu, aku juga merasakan bahwa hembusan nafasnya mengenai tengkuk leherku dan jujur saja membuatku deg-degan, tak hanya itu, aku juga merasakan benda tumpul yang cukup keras menempel di area bokongku, sontak aku terkejut atas perbutannya tersebut,



“UGHHH… APA-APAAN KAMU INI…” ucapku dengan nada tinggi, ingin rasanya aku berteriak minta tolong atau melarikan diri, tapi seakan badanku kaku dan otakku tidak bisa berpikir jernih.

“ibu tenang aja, aku tidak ada niat jahat sama ibu, aku cuma mau nagih janjiku sama ibu.” Ucapnya lirih di dekat kupingku disertai dengan aktivitas meremasnya yang tidak ia hentikan

“APA MAKSUDMU? KAPAN AKU PERNAH BERJANJI? KITA KETEMU BARU HARI INI.”

“apa ibu lupa sama janji ibu kepada anak kecil seumuran anak ibu yang pernah main ke rumah ibu beberapa hari lalu?”

“ahh appaa kamuhh… tidak mungkin…” aku terkejut dengan ucapannya tersebut, bagaimana mungkin anak kecil yang beberapa hari lalu bermain dengan anakku di rumah kini berubah menjadi sesosok laki-laki dewasa seperti ini.

“iya bu, ibu tidak salah, aku ini Gio, anak ingusan yang pengen nagih janji ibu dan sekarang ini waktunya.”



Aku masih terdiam mendengar ucapannya tersebut. Otakku seakan dibuat tidak bisa berpikir mencerna apa yang dia katakan. Sementara itu, perbuatannya semakin liar dan menjadi-jadi, kini mulai ia mendaratkan cumbuannya di area tengkuk leherku, sementara itu kedua tangannya masih aktif meremas kedua payudaraku. Jujur saja aku sebenarnya menikmati permainan itu, terlebih lagi telah lama aku tidak merasakan belaian seorang laki-laki semenjak aku melahirkan anak keduaku. Rasa nikmat menjalar di sekujur tubuhku yang haus akan belaian seorang laki-laki. Namun, ketika mengingat kedua anakku yang aku tinggal di rumah membuatku tersadar.



“AHH… JANGAN DITERUSIN!!!” ucapku dengan sedikit berteriak dan melepaskan belenggunya hingga ia terpental. Aku berusaha untuk keluar dari rumah tersebut lewat pintu utama, sialnya pintu tersebut terkunci. Namun aku sadar, bahwa pintu tersebut hanya dikunci dengan Grendel pintu pada bagian bawah.

“udahlah bu, ga usah pake kabur segala, percuma…” ucapnya sembari berjalan mendekat.

“jangan… ibu tidak mau…” ucapku dengan suara memohon belas kasihan.

“ibu tenang aja, toh aku kan Cuma mau nagih janjiku aja.”



Aku yang semula berdiri menghadap pintu dan memegang handle pintu, kini diarahkannya berhadapan dengannya, tak ingin membuang kesempatan tersebut dan memiliki celah langsung saja aku gunakan jurus andalan, yaitu menyerang area vital (re: selangkangan). *Bukkk…*. Benar saja, dengan sekali tendangan keras menggunakan lutut kananku ia terkapat memegangi area selangkangannya.

Setelah berhasil membuatnya terkapar, segera aku membuka pintu dan kabur meninggalkannya terkapar di lantai. Pikiranku saat itu hanya ingin memastikan bahwa anak-anakku baik-baik saja, sedikit rasa trauma dengan apa yang baru saja aku alami. Langsung aku memasuki rumahku dan ku temui Rony yang sedang bermain dengan mainannya.



“adek kamu dimana, Ron? Masih tidur?” tanyaku dengan napas tersenggal-senggal (re: ngos-ngosan)

“iya, ma. Itu masih di kamar.” Rony menjawab sambil menunjuk ke arah kamar dengan mobil-mobilan yang ia pegang.



Aku langsung masuk ke kamar dan ternyata benar, dia masih tertidur pulas. Segera aku mengemasi semua barangku dan barang-barang keperluan kedua anakku untuk segera beranjak dari rumah ini. aku sangat khawatir jika Gio sampai nekat datang ke rumah ini. segera aku temui Rony yang masih asik dengan mainannya. Awalnya ia menolak untuk ikut pergi bersamaku dan adeknya, tetapi dengan sedikit penjelasan dariku akhirnya ia mau untuk pergi bersamaku.

Tujuanku kali ini adalah rumah kedua orangtuaku yang letaknya tak jauh dari sini. Pikirku bahwa Gio tidak mungkin sampai ke rumahku tersebut, karena ia masih anak baru disini dan bu Dewi pun juga tidak mengetahui dimana rumah orangtuaku, jadi setidaknya aku merasa aman berada di situ.

Sesampainya di sana, ibuku langsung menyambutku dan Rony berlari menghampiri neneknya, “loh kenapa tiba-tiba datang ke rumah?” tanya ibuku sesampainya aku di rumahnya.

“gakpapa, bu. Ini anak-anak kangen sama neneknya.”



Aku sengaja tidak memberi tau orangtuaku tentang permasalahanku tersebut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Meskipun sebenarnya, aku sendiri khawatir dengan kondisiku jika Gio benar-benar nekat dan berhasil menemukanku di sini.









Main Story (3rd Person POV Version)


“tolong cari lebih dalam lagi tentang siapa saja yang tinggal di rumah itu dan bagaimana kondisinya, selain itu informasikan juga tentang seluk beluk lingkungan tersebut.” isi pesan yang dikirimkan Gio kepada Derry. Gio sebenarnya merupakan orang yang penuh perhitungan dan pertimbangan, dengan kesalahan yang baru saja ia buat, maka ia harus berusaha lebih keras untuk memperbaiki semuanya.

“siap bos, tunggu sebentar akan segera aku kabari hasilnya.”



Selang beberapa waktu, Derry mengirimkan pesan Kembali kepada Gio tentang apa yang diperolehnya. Informasi tentang detail lokasi, Kumpulan foto-foto sekitar, penghuni rumah, hingga informasi tentang para tetangga yang tinggal di sekitar rumah tersebut berhasil dikumpulkan oleh Derry yang lalu diteruskan kepada Gio. Gio yang menerima pesan dari Derry pun membacanya dengan seksama dan mulai memikirkan strateginya.

Gio beranjak menuju ke koordinat lokasi tempat dimana bu Elin berada. Kondisi kompleks saat itu sudah lumayan sepi dan pintu portal pun sudah ditutup oleh satpam. Dengan memanfaatkan informasi yang didapatkan dari Derry, ia pun berhasil untuk masuk ke dalam kompleks dengan berpura-pura mencari Alamat salah seorang pamannya yang tinggal di tempat tersebut dan satpam pun percaya dengan yang dikatakan oleh Gio.

Setelah berhasil menyelinap ke dalam komplek tersebut, Gio langsung menuju ke rumah target. Ternyata informasi yang diberikan Derry sangatlah akurat sehingga memudahkan Gio dalam menjalankan aksinya. Dengan berjalan mengendap-endap, ia memastikan bahwa itu adalah kamar yang ditempati oleh bu Elin dan didapatinya bahwa kamar bu Elin berada di ruangan yang rada di belakang dekat dengan dapur. Ia mulai Menyusun alat yang telah disiapkannya pada rangkaian AC yang mengarah langsung ke kamar bu Elin. Setelah itu, Gio pergi meninggalkan rumah orangtua bu Elin untuk Kembali ke rumah bu Dewi karena hari yang semakin larut. Ia tak ingin membuat bu Dewi khawatir dengannya karena tidak kunjung pulang.



“loh, mas kok balik lagi?” tanya salah seorang satpam setelah melihat Gio.

“iya pak, Pak Basukinya ternyata nggak ada di rumah.” Balas Gio.



Dengan pikiran yang masih berkecamuk tentang rencana yang akan ia jalankan, sampailah dia di rumah yang sekarang menjadi tempat tinggalnya tersebut. Didapati ternyata bu Dewi tertidur di sofa depan tv. Gio yang merasa iba dengan ibu angkatnya yang begitu sayang kepadanya pun mendekati bu Dewi yang Tengah terlelap dalam tidurnya. Wajah ayu yang terpancar khas Wanita oriental dewasa dengan guratan kelelahan terpampang nyata pada diri bu Dewi. Diusapnya secara perlahan wajah sang ibu dan dikecupnya keningnya.



“udah pulang kamu nak?” ucap bu Dewi dengan lembut yang tersadar sesaat setelah kecupan dari Gio pada keningnya. “dari mana saja kamu, kok baru pulang?” ucap bu Dewi sembari bangun dari posisi tidurnya dan duduk di sofa.

“Cuma keliling sekitar sini aja kok bu, kebetulan tadi ada yang nonbar (nonton bareng) bola, jadi aku nimbrung sama mereka.”



Setelah itu, bu Dewi berpamitan kepada Gio untuk meneruskan tidurnya di kamar tidur. Sementara itu, Gio masih terduduk di sofa depan tv dan memikirkan tentang Langkah pertama yang akan ia ambil. Akhirnya, Gio pun juga memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat sebelum besok memulai rencananya.

Keesokan harinya, Gio sudah siap dengan rencana awalnya. Setelah berpamitan dengan bu Dewi yang sedang sibuk dengan aktivitas menjahitnya, ia membeli beberapa barang yang akan membantunya dalam menjalankan misi tersebut, baru setelah itu ia menuju ke rumah rumah rahasianya terlebih dahulu untuk mengambil alat komunikasi yang biasa ia gunakan untuk menghubungi Derry.



“Der, sekarang.” Isi pesan teks dari Gio terhadap Derry.



Sesampainya di area target operasi, Gio terlebih dahulu melalui pos satpam karena memang ini merupakan area perumahan dan sekilas ia melihat bahwa sang satpam menjadi satu-satunya ancaman bagi dirinya, terlebih lagi jika nanti si satpam tersebut berkeliling kompleks. Ia melanjutkan perjalanannya di kompleks tersebut dan menemukan rumah orang tua bu Elin yang jaraknya sebenarnya lumayan jauh dari lokasi pos satpam. Gio mulai melakukan pengintaiannya dengan mencari spot terbaik dan tidak mencolok.



*tittt….* Gio memencet alat kendali jarak jauhnya.



Di sisi lain, bu Elin masih terpikirkan tentang nasibnya setelah ini, tetapi di depan kedua orangtuanya ia berusaha bersikap baik-baik saja. Sementara itu, kondisi di rumah itu begitu ramai karena kehadiran dari Rony dan adeknya yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Bu Elin sendiri memilih untuk mengurung diri di kamarnya akibat perasaannya yang masih berkecamuk. Sementara itu ibunya sibuk bermain dengan adeknya Rony dan ayahnya yang sedang membaca koran sembari menikmati teh dan pisang goreng yang tersaji di meja.

Setelah Gio berhasil mengumpulkan informasi terkini berdasarkan apa yang diamati, ia mulai Menyusun rencana keduanya. Ia mencari anak-anak di sekitar kompleks untuk membantunya dalam menjalankan misi kali ini. setelah beberapa saat, ia menemukan anak-anak komplek yang sedang berjalan secara bergerombol. Tak sulit baginya untuk membujuk anak-anak tersebut untuk menjalankan misi pertamanya. Anak-anak itu menurut dengan diberikan iming-iming selembar uang kertas merah.



“Rony… Rony… main yuk…” ucap anak-anak itu secara bersamaan di depan rumah orangtua bu Elin. Sementara Gio mengamatinya dari jauh.

“bentar ya, coba kakek panggilkan.” Ucap ayah dari bu Elin yang sedari tadi duduk di teras.



Tak berselang lama, Rony pun keluar Bersama dengan kakeknya dengan membawa mobil-mobilan kesayangannya. Gio yang sudah sedikit tau karakter Rony cukup yakin bahwa misi ini akan berhasil. Setelah itu, anak-anak tersebut bermain sedikit menjauh dari rumah orangtua bu Elin. Seperti biasa, Rony memamerkan mobil-mobilannya kepada anak-anak kompleks tersebut. Tetapi anak-anak tersebut justru membalasnya dengan mengeluarkan mobil-mobilan yang lebih “canggih”, yang merupakan salah satu barang yang Gio beli untuk mejalankan misi tersebut.

Anak-anak tersebut mulai meledek Rony karena mobil-mobilannya kalah “canggih” dengan apa yang mereka bawa. Merasa yang ia miliki “kalah” dan terus-terusan diejek, Rony pun menangis dan pergi meninggalkan anak-anak tersebut. Segera anak-anak itu mengampiri Gio dan menagih janji. Gio pun memberikan uang sesuai dengan janjinya dan merasa puas bahwa sejauh ini misi tersebut berjalan lancar.

Rony yang pergi meninggalkan anak-anak komplek itu berlari sambil menangis menuju ke rumah kakeknya. Kakeknya pun merasa kebingungan kondisi Rony yang pulang-pulang dalam kondisi menangis. Rony merengek kepada kakeknya minta untuk dibelikan mainan yang sama dengan apa yang dimiliki oleh anak-anak komplek tersebut. Kakeknya berusaha menenangkan Rony untuk tidak menangis, tetapi usahanya pun sia-sia karena tangis Rony semakin menjadi dan tak terbendung. Setelah itu, neneknya yang menggendong adeknya juga ikut berusaha menenangkan Rony yang masih terus menangis meminta mainan.

Letak ruangan dari bu Elin yang berada di area belakang menjadikannya tidak mendengar tangis dari sang anak yang merengek meminta mainan di teras rumah. Di lain sisi, ia juga Kembali diserang rasa kantuk yang amat sangat berat padahal dirinya baru bangun dari tidurnya beberapa jam yang lalu. Sehingga ia memutuskan untuk tetap tidak beranjak dari kasurnya.



“udah pak, ayo kita turutin aja apa maunya, daripada makin jadi itu ngamuknya.” Ucap neneknya Rony.

“yasudah, kamu panggil dulu sana ibunya, biar kita pergi rame-rame.”

“ibunya lagi kurang enak badan, biarin dia istirahat di rumah, tadi pagi-pagi dia kirim chat ke ibu. Nggak tau tuh kenapa pake acara chat ke ibu segala, padahal kan bisa bilang langsung ke ibu.”



Gio masih menunggu dengan harap-harap cemas. Setelah beberapa saat menunggu, ternyata penantiannya tak sia-sia, ia melihat Rony dan adeknya Bersama dengan kakek dan neneknya berjalan menuju mobil yang terparkir di carport. Suara hati Gio bersorak tanda kemenangan sudah di depan mata. Itu juga menandakan bahwa Derry berhasil menjalankan misinya, yaitu menyadap hp milik bu Elin yang tak lain dan tak bukan untuk mengirimkan pesan kepada ibunya sendiri untuk menitipkan kedua anaknya.

Selang beberapa saat setelah mobil itu menjauh, Gio mulai masuk ke pekarangan rumah orangtua bu Elin setelah memastikan bahwa lingkungan sekitarnya aman. Tak lupa ia melepas Kembali alat yang semalam ia pasang di saluran AC yang mengarah ke kamar bu Elin. Ia memilih jalan lewat belakang yang biasanya minim keamanan, ditambah lagi orangtua bu Elin merasa bahwa masih ada orang di rumah, sehingga tidak memikirkan faktor keamanan. Benar saja, pintu belakang hanya di kunci dari dalam dengan kunci yang masih menggantung dan dengan mudah Gio berhasil menggapai kunci yang menempel tersebut melalui celah tralis jendela yang terbuka.

Setelah pintu belakang dapat terbuka, dengan mudah Gio berhasil melenggang masuk ke dalam rumah tersebut. Ia langsung menuju ke kamar bu Elin yang tidak terkunci. Bu Elin pun Nampak terlelap dalam tidurnya dengan posisi terlentang dengan masih mengenakan piyama tidurnya dan selimut yang menyelimuti bagian perut hingga kakinya. Perlahan Gio menghampiri bu Elin dan mengusap lembut wajahnya yang masih terlelap. Jika menurut perhitungan yang dilakukan Gio maka tak lama lagi efek dari bius yang diberikan Gio melalui saluran AC tersebut sebentar lagi akan habis.

Sembari menunggu bu Elin terbangun dari tidurnya, Gio duduk di kursi yang biasa digunakan oleh bu Elin untuk makeup. Dengan santainya Gio terus menatap bu Elin yang masih tertidur pulas. Tak lama berselang bu Elin mulai membuka matanya Kembali dan terkaget karena mendapati sesosok pria yang pernah ia temui sedang duduk lurus tepat dari pandangannya.



“NGAPAIN KAMU DISINI?!” Ucap bu Elin dengan nada tinggi dan langsung beranjak dari posisi tidurnya dan berdiri ke sudut ruangan.

“Ibu tenang aja, udah aku bilang berkali-kali, aku tidak pernah punya niat jahat sama ibu. Tapi malah ibu yang kemaren membuatku seperti itu.” Gio berucap dengan santai dan sangat dingin.

“PERGI… PERGI DARI SINI ATAU AKU TERIAK LEBIH KERAS?!” bu Elin berusaha mengancam Gio, namun karena rencananya sudah cukup matang membuatnya tak bergeming.

“teriaklah sekencang yang kamu bisa dan itu malah akan menghabiskan energimu sendiri.” Gio berdiri dari posisi semulanya dan mulai mendekati bu Elin, “Di rumah ini Cuma ada kita berdua, jadi tidak ada yang bisa mengganggu kita.” Lanjutnya.



Disisi lain apa yang diucapkan oleh Gio tersebut membuat bu Elin tak bisa berkata-kata lagi karena merasa ia sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi. Yang ada dipikirannya adalah kejadian kemarin, dimana ia bisa melumpuhkan Gio dengan cara menyerang selangkangannya.

Gio semakin berjalan mendekat ke arah Bu Elin dan ia menyiapkan kuda-kudanya untuk Kembali menyerang Gio seperti apa yang ia lakukan kemaren. *SEEETTT….* sebuah tendangan yang diarahkan ke selangkangan Gio berhasil untuk diantisipasi olehnya. Kini posisi bu Elin terpojok dengan kaki kanannya berhasil dikuasai Gio. Dengan Gerakan cepat kini tubuh mereka berdua saling menempel dan berhadap-hadapan.



“Maaf bu, kali ini aku yang akan mengalahkanmu.” Ucap Gio dengan menatap tajam mata bu Elin sembari tersenyum.



Bu Elin masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi kepadanya. Sementara itu, tak ingin membuang waktu, Gio langsung melancarkan aksinya dengan melumat bibir bu Elin. Bu Elin yang mendapat serangan bertubi-tubi baik secara psikis dan fisik pun tidak bisa berbuat apa-apa, kini tubuhnya telah “dibelenggu” oleh Gio.

Dengan kondisi kaki kanan yang terkunci oleh tangan Gio yang ditempelkan pada pinggang bagian kirinya, kini dengan mudah Gio menjamah area sensitive dari bu Elin. Diusap-usapnya memek bu Elin dari balik celana pendek piyama yang masih dikenakan. Bersama dengan itu, mulut Gio masih beradu dengan mulut bu Elin. Bu Elin sendiri masih tidak membalas cumbuan yang dilakukan Gio dan lebih memilih untuk memejamkan matanya. Batinnya kini Kembali bergejolak setelah mendapatkan rangsangan bertubi-tubi dari pemuda itu.

Cumbuan Gio kini berpindah menuju ke tengkuk leher dari bu Elin dengan menjilati area leher tersebut. Tangannya masih aktif dalam menjamah memek bu Elin dari balik celananya. Desahan tertahan mulai keluar dari mulut bu Elin meskipun matanya tertutup. Bayangannya seakan melayang-layang dan mulai menikmati pemerkosaan ini.



“ughhhh… hentikannhhh… cukuppp…” kata yang keluar dari mulut bu Elin sembari berusaha mendorong tubuh Gio untuk menjauh, sayangnya tenaganya masih kalah dengan tenaga yang dimiliki oleh Gio. Otaknya seakan masih menolak semua kejadian ini, tetapi batinnya tidak bisa dibohongi bahwa dia juga mulai menikmati permainan yang dilakukan oleh Gio.



Gio tak menghiraukan perkataan dari bu Elin dan malah bertindak lebih jauh. Tangan Gio kini telah berhasil menyelinap di balik celana bu Elin yang sudah mulai lembab oleh cairan pelumas yang keluar dari memeknya. Dirasakannya lelehan cairan tersebut mulai keluar dari memek bu Elin dan lalu diusap-usap menggunakan tangan dari Gio. Jembut yang dicukur rapih membuat Gio sangat nyaman dalam memberikan rangsangan kepada bu Elin pada area kewanitaannya.

Bersama dengan itu, cumbuan Gio kini berpindah menuju ke dua tonjolan besar milik bu Elin tersebut. Dimainkannya toket montok bu Elin dari balik piyama yang masih dikenakan. Tangannya juga berpindah meremasi toket kiri bu Elin. Dipilinnya puting milik bu Elin dari balik baju yang dia kenakan. Otak bu Elin semakin tidak bisa membedakan antara kenikmatan dan siksaan, namun hati kecilnya masih berusaha untuk menolak semua ini. desahan tertahan masih terdengar keluar dari mulu bu Elin Bersama dengan penolakan kecil yang berusaha ia lakukan agar Gio menghentikan aksinya.

Tangan Gio kini Kembali memainkan perannya untuk menjamah organ kewanitaan bu Elin. Kali ini ia masukkan jari tengahnya ke dalam memek tersebut dan disambut dengan reaksi menggigit bibir bawah sembari mendongakkan wajah ke atas dengan mata tertutup oleh bu Elin. Mulai dimainkannya jari-jemari Gio dengan cara menyodok-nyodok lubang peranakan milik bu Elin tersebut.

Bu Elin masih enggan untuk menunjukkan bahwa ia sudah benar-benar terangsang. Namun, tubuhnya tidak bisa berbohong. Lendir kenikmatan mulai membasahi jari Tengah Gio yang sedari tadi memainkan perannya dalam menyodok memek bu Elin. Tubuhnya sudah tidak lagi memberikan perlawanan terhadap aksi bejat yang dilakukan Gio tersebut. Sementara itu, mulutnya terus menerus mengeluarkan desahan halus yang dengan susah payah ia bendung.

Tak berselang lama kemudian, bu Elin melenguh Panjang tanda ia mengalami orgasme pertamanya. Jari Gio yang sedari tadi aktif bermain dengan lubang peranakan bu Elin tersebut terbanjiri oleh cairan orgasme yang menyembur dan membasahi celana dalam serta celana piyama yang masih utuh dikenakan. Gio tersenyum penuh kemenangan setelah aksinya tersebut. Ia pun menghentikan aktivitiasnya sejenak dan membiarkan bu Elin menikmati orgasmenya.

Sementara itu, napas bu Elin terengah-engah setelah mendapati orgasme pertamanya. Ia membuang muka ke kanan dan masih menutup matanya. Ia masih merasa malu atas orgasmenya akibat ulah dari pemuda yang berada di depannya tersebut.



“gimana bu? Masih mau lanjut?” ucap Gio kepada bu Elin.



Bu Elin pun tak menjawab dan masih mengatur ritme napasnya yang belum teratur. Gio pun menurunkan kaki kanan bu Elin dari kuncian di pinggangnya dan menuntun bu Elin menuju ranjangnya. Ia merebahkan tubuh bu Elin di ranjang tersebut. Gio mengambil posisi diantara kedua kaki bu Elin yang telah di lebarkan. Kini, tak ada lagi penolakan dari bu Elin, tetapi ia masih malu untuk terang-terangan mendesah dan merasa nikmat atas perlakukan Gio terhadapnya.

Satu per satu kancing piyama bu Elin dilepas oleh Gio hingga menyembul dua gunung bulat milik bu Elin yang masih terbungkus bra yang telah basah oleh asi yang keluar dari pentilnya. Bu Elin masih membuang muka dan tak kuasa menahan tatapan Gio. Tangan Gio kini berupaya membuka bra dari bu Elin yang merupakan bra kancing depan, sehingga dapat dengan mudah dilepas oleh Gio. Gio pun mendapati pemandangan indah di depan matanya berupa dua buah Gunung kembar yang besar membusung.

Payudara bu Elin memang tidaklah bulat sempurna, hal tersebut bisa diwajarkan lantaran ia sedang dalam masa menyusui. Tetapi meskipun demikian ia memiliki perut yang terbilang rata ditambah lagi pada area pinggul dan bokong yang sangat aduhai.

Gio lantas mendaratkan Kembali mulutnya ke toket kanan milik bu Elin, sementara tangan kanannya meremasi yang lainnya. Bu Elin pun mulai Kembali mengeluarkan desahan tertahannya, “mmhhhh… ehhh….” Gio yang menyedot-nyedot pentil bu Elin bagai bayi yang nyusu ke ibunya dan merasakan bahwa pentilnya mengeluarkan asi. Gio pun semakin bersemangat mengenyoti puting ibu dua anak tersebut. Sementara itu, tangan bu Elin tanpa sadar justru malah memberikan tekanan ke kepala Gio dan seakan tak membiarkan kepala tersebut untuk lepas.



Gio yang sedari tadi melihat bahwa bu Elin hanya pasif saja dan mulai melihat perubahan pada bu Elin mencoba untuk memancing bu Elin, “udah cukup, aku disini Cuma mau nagih janji itu saja. Dan sekarang semuanya udah selesai.” Ucapnya sembari menghentikan aktivitas nyusu-nya dan berniat untuk beranjak pergi.

Sontak hal tersebut membuat bu elin yang Tengah menikmati dan napsunya yang telah berada di ubun-ubun pun terkejut, “tolong jangan begitu.” Ucapnya lemah sembari menahan tangan Gio untuk tidak beranjak dari posisinya.



Dalam hatinya Gio merasa penuh kemenangan atas apa yang dikatakan oleh bu Elin tersebut. Gio masih terus berusaha untuk memancing bu Elin dengan pura-pura jual mahal dan masih berniat untuk beranjak pergi dari posisinya sekarang. Namun yang terjadi diluar dugaan, bu Elin menarik tangan Gio dan membantingnya ke samping lalu berbalik menindih Gio.

Hati Gio pun semakin bersorak atas respon yang diberikan oleh bu Elin tersebut. Dengan posisi bu Elin yang berada di atas, kini bu Elin yang memegang kendali. Ia melumat bibir Gio dengan buas dan langsung disambut oleh Gio. *SLUUURPPP… SLUUUURRRPPPPP…* bunyi dua bibir yang saling beradu pun menghiasi permainan panas ini. Kini permainan panas adu mulut dan lidah dari dua pasangan non resmi tersaji diatas ranjang. Bersama dengan itu tangan Gio Kembali menjamah kedua bukit kembar berukuran jumbo milik bu Elin tersebut.

Bu Elin menghentikan aksiknya dan turun ke bagian dada. Dicopotnya baju yang dikenakan Gio dengan bantuan Gio yang mengangkat tangan untuk memudahkan bu Elin. Setelah itu, dimainkannya puting dari Gio menggunakan lidahnya. Setelah itu, Kembali turun ke bawah dan membuka celana jeans yang dikenakan Gio, Gio mengangkat sedikit bokongnya dan ditariklah celana jeans beserta dengan CD yang dikenakan hingga terpampanglah kontol besar nan Panjang milik Gio.

Bu Elin tersenyum menyaksikan kontol Gio yang berdiri tegak menantang langit. Belum juga memeknya dimasukin kontol tersebut, pikirannya sudah jauh melayang membayangkan bagaimana kontol tersebut akan memenuhi setiap inchi rongga memeknya.



“kenapa bu? Penasaran kan gimana rasanya dihajar kontol jumbo?” Ucap Gio yang melihat bu Elin senyum-senyum sendiri melihat kontolnya.

Bu Elin tak menjawab dan malah mengurut kontol tersebut menggunakan tangannya. Dikocoknya secara perlahan kontol tersebut, “basahin pake ludah bu…” pinta Gio yang merasa tangan bu Elin terasa kering dan membuat kontolnya terasa ngilu. Bu Elin pun menurutinya dan meludah beberapa kali ke bagian kontol Gio dan telapak tangannya. Setelah itu, kocokan demi kocokan terus dilancarkan bu Elin dan Gio sangat menikmati kocokan dari bu Elin tersebut.

Makin tak tahan dan tak ingin membuang waktu terlalu banyak lagi, Gio mengambil alih kendali dengan membanting bu Elin ke samping dan menindihnya Kembali, “nggak usah lama-lama, bu. Waktu kita tidak banyak sebelum orang rumah datang.” Ucap Gio setelah menindih bu Elin.



Langsung saja dilolosinya celana pendek setelan piyama bu Elin Bersama dengan CD-nya dan dilemparkannya ke samping. Terpampanglah memek gundul dengan sedikit bulu yang tadi hanya bisa dibayangkan oleh Gio. Setelah itu, ia menjilati lubang peranakan milik bu Elin tersebut dan membuat bu Elin menggelinjang. Bersama dengan itu, jari jemari Gio juga terus mengobel memek bu Elin. Lidah dan jari Gio Nampak serasi menari-nari di lubang memek bu Elin.



“Ahhhh… Ayo sekarang… aku nggak kuathhh….” Ucap bu Elin di Tengah desahannya.



Gio yang mendengar permintaan dari bu Elin pun mengamini perkataanya dan mulai memposisikan kontolnya di mulut liang senggamanya. Digesek-gesekkannya kepala kontol Gio di bibir memek tersebut dan sukses membuat bu Elin merintih manja.



“masukin, jangan main-main kayak itu…” ucap bu Elin maja. “jangan kasar-kasar, punyamu terlalu besar.” Lanjutnya.

“apanya bu yang terlalu besar?” ucap Gio sembari menusukkan kontolnya pada meme bu Elin.

Bu Elin memejamkan matanya dan merintih keenakan, “ituhhh… ohhh…. Mmmhhh…”

“itu apa bu? Yang jelas dong.” Ucap Gio sembari menarik Kembali kontolnya yang kepalanya saja belum masuk sepenuhnya.

“penismuhhh…”

“ini bukan penis bu, kalo gede gini kontol Namanya… apa bu? KOOONNNN….TOLLLL” Ucap Gio yang Kembali menusukkan kontolnya.

“iyahhh… kontooolllll…. Ohhhh….” Pekik bu Elin setelah Gio berusaha lebih dalam memasukkan kontolnya.



Gio mulai memaju mundurkan kontolnya meskipun baru seperempatnya yang masuk. Bu Elin yang telah sepenuhnya terlena akibat ulah dari Gio dan kontolnya mulai mendesah tak karuan. Gio menjatuhkan badannya ke depan dan melumat bibir bu Dewi. Sementara itu, tangannya juga aktif memainkan kedua payudara bu Elin.

Dinding vagina dari bu Elin lama kelamaan menyesuaikan dengan kontol Gio yang terus berusaha menyodok masuk. Perlahan namun pasti, kini telah setengah lebih kontol Gio yang dilahap oleh memek bu Elin. Setelah melahirkan memang membuat memek dari bu Elin menjadi sedikit longgar, sehingga rasa sakit tak begitu ia rasakan ketika kontol Panjang nan jumbo dari Gio mulai menyeruak masuk ke dalam memeknya.

*PLOKKKK…PLOOKKKK….PLOOKKKKK….*

Bunyi antar selangkangan yang terus beradu pun menjadi pengiring Bersama dengan keringat yang mulai menetes di tubuh keduanya. Permainan panas masih tersaji di atas ranjang tersebut dengan Gio yang kini sibuk meremasi kedua toket bu Elin. Sementara itu, bu Elin terus-terusan mendesah kenikmatan setiap sodokan demi sodokan dari kontol Gio.



“iyahhh…. Iyahhh…. Iyahhh….” Suara yang mengiringi setiap hentakan dari kontol Gio menyodok memek bu Elin.

“kontolmuhh enagghhh Gioooo… lebih kecenggg… dalemmmhh lagihhh…”

“tetek sama memekmu juga legit buu…” ucap Gio sembari terus mempercepat genjotannya.

“iyahhhh….. keluarggghhhh….” Bu Elin mengeluh Panjang dan mendapatkan orgasmenya Kembali.



Kontol Gio pun dibanjiri oleh cairan orgasme bu Elin yang mengalir deras dari dalam memeknya. Sementara itu, Gio belum merasakan tanda-tanda akan mengalami orgasme. Sesaat setelah bu Elin mengalami orgasmenya, Gio menghentikan genjotannya dan membiarkan bu Elin menikmati orgasmenya. Namun sesaat sebelum mulai menggenjot Kembali, Gio teringat bahwa aktivitas yang ia lakukan di rumah bu Elin sudah hampir dua jam, sehingga besar kemungkinan bahwa tak lama lagi kedua orangtua bu Elin akan Kembali ke rumah dan itu merupakan hal yang bahaya bagi Gio.

Namun, napsu telah menghalangi pikiran Gio untuk berpikir jernih dan bukan Gio Namanya jika resiko sekecil itu tidak ia ambil. Baginya hidup adalah tentang perjudian, dia yang paling berani untuk bertaruh, maka dia pula yang memiliki peluang menang paling besar, begitu pula sebaliknya, ketika kalah maka kekalahan telak akan menjadi mimpi buruk bagi dirinya. Dengan kehidupan seperti roller coaster yang telah ia jalani maka ia tak pernah ragu dengan setiap pilihan yang ia ambil.



“gimana bu? Masih kuat kan?” tanya Gio bersama senyum nakalnya dengan kondisi kontol ngacengnya yang masih menancap di liang senggama bu Elin.

“hari ini aku milikmu, Gio. Puaskan aku dengan kontol besarmu itu.” Jawab bu Elin yang masih mengatur ritme napasnya.



Kembali mendapatkan lampu hijau, Gio Kembali menjalankan aksinya, ia mencabut kontolnya dan memposisikan diri di tepi ranjang. Sementara itu, bu Elin pun menuruti arahan Gio untuk menungging di tepi ranjang dengan melebarkan kedua kakinya. Gio memegangi kontolnya dan mulai diarahkan Kembali menuju ke bibir memek bu Elin.

Perlahan namun pasti, inchi demi inchi kontol Gio Kembali menerobos masuk ke lubang peranakan yang telah melahirkan dua anak tersebut. “ohhhh… dalemmm bangethh….” Bu Elin pun mendesah Panjang tatkala kontol Gio berhasil menyentuh dinding rahimnya. Meskipun demikian, nyatanya hanya tiga per empat kontol Gio yang mampu ditampung oleh memek bu Elin.

Gio mulai menggenjoti Kembali memek bu Elin. Ritmenya pun makin lama makin kencang. Kembali suara antara selangkangan Gio dan bokong dari bu Elin menghiasi seisi ruangan, ditambah lagi dengan bu Elin yang sudah tak malu-malu lagi dalam mendesah, malahan kini desahannya menggema mengiringi persetubuhan mereka.



“ahhhh… ohhh… enagghhh bangethhh…”

“penuhhh Giooo… penuhhh…. Enaghhhh…”

“lebih kencang Giooo….”



Bu Elin terus meracau kenikmatan tiapkali Gio menggenjotnya. Bersama dengan itu, Gio tak membiarkan Toket bu Elin bergelantungan begitu saja. Digapainya kedua toket bu Elin sembari terus menggenjotnya, setelah itu diremasinya kedua toket itu layaknya sedang memerah sapi. Desahan bu Elin menjadi semakin menjadi-jadi.



“iyah Gio… remas susu ibu… remas teruss…”

“pipis… ahhh… pipissss…..” bu Elin Kembali melenguh Panjang. Gio pun mencabut kontolnya ketika mendengar bu Elin berkata demikian. Dan akhirnya bu Elin mengalami squirt-nya.



Setelah squirt-nya tubuh bu Elin menjadi sedikit lemas. Ia pun merangkak dari pinggiran ranjang menuju ke Tengah ranjangnya dan merebahkan diri sembari mengatur napasnya yang terengah-engah seperti orang yang habis berlari marathon. Keringat sebesar biji jagung juga mengalir membasahi tubuhnya. Rasanya dinginnya udara yang keluar dari AC tak mampu menandingi panasnya persetubuhan kedua insan ini.



*Tok… Tok… Tok…* pintu kamar bu Elin tiba-tiba diketuk.

“Lin… Gimana kondisimu… udah baikan?” suara dari balik pintu bu Elin.



Kepanikan melanda bu Elin dan Gio yang sedari tadi asik bersetubuh hingga tak menyadari kedatangan anak-anaknya dan kedua orangtuanya. Dengan sigap Gio mengamankan pakaian mereka yang berserakan dengan melemparkan semuanya ke bawah tempat tidur. Setelah itu, Gio bersembunyi di balik selimut yang digunakan untuk menutupi tubuh bugil bu Elin.

Ibu dari bu Elin yang tak kunjung jawaban pun membuka pintu kamar anaknya tersebut. Didapatinya anaknya itu sedang merebahkan diri di kasurnya dengan tubuh yang masih tertutup selimut hingga menyisakan kepalanya saja yang tidak tertutup. Sementara itu, mata bu Elin pura-pura terpejam untuk menghindari pertanyaan dari ibunya.



“eh… ini apa kok basah begini?” ucap ibu dari bu Elin karena menginjak cairan squirt bu Elin yang tumpah ruah di lantai ketika mendekati anaknya untuk memastikan kondisinya.

Mata bu Elin yang semula terpejam menjadi terbuka lebar saat mendengar ucapan dari ibunya tersebut, “mmm… ughhh… ituuhhh… pipisnya Rena (adeknya Rony) kemaren buhh.. belum sempat diberishkann…”

“kamu ini ya, jadi ibu mbok ya jangan jorok-jorok seperti itu. Kamu masih sakit? Kok nada bicaramu seperti orang kesakitan?”

“iyahhh buu.. nanti aku beresin”



Ibu dari bu Elin meninggalkan kamar bu Elin dengan penuh keheranan. Bagaimana tidak, bisa-bisanya anak putrinya itu membiarkan ompol anaknya tanpa membersihkannya. Ditambah lagi kondisi anaknya yang seperti orang mendesah, namun ia berusaha membuang jauh-jauh pikiran negative tentang anaknya tersebut, “ah paling juga karena kecapean.” Pikirnya.

Ibu dari bu Elin tak menyadari, bahwa di balik selimut tersebut ada seorang anak muda yang sedang asik bermain-main dengan lubang peranakan yang telah memberikannya dua cucu yang lucu-lucu dan menggemaskan. Ya… di balik selimut tebal itu, Gio sedari tadi masih sibuk memainkan lidah dan jari jemarinya di liang senggama bu Elin yang masih basah akibat dari squirt dan orgasmenya.



“ahhh… kamu nakal banget sih Gio… gimana kalau ibuku sampai curiga?” ucap bu Elin setelah ibunya pergi dan menyibakkan selimutnya.

“tapi enak kan, bu?” ucap Gio sembari terus melakukan aktivitas oralnya.

“iyahhhh… uhhhh…”

“ayo udahann… ibu takut ketahuaNNN…” lanjutnya dengan penekanan di akhir ketika Gio mulai menjamah klitorisnya.

“tapi aku kan belum keluar, bu.” Protes Gio.

“besok ibu kasih lagihhh…. Uhhhh….. udahhh….”

“aduhhh…. Keluar lagihh….”



Semburan cairan kenikmatan Kembali keluar dari liang senggama bu Elin dan membasahi spreinya. Gio pun menghentikan aktivitasnya dan merebahkan diri di samping bu Elin sembari membiarkan bu Elin menikmati orgasmenya. Sementara itu, bu Elin yang baru saja Kembali mendapatkan orgasmenya masih Kembali mengatur ritme napasnya, ditambah lagi perasaan deg-degan ketika ibunya tiba-tiba pulang dan masuk ke dalam kamarnya menimbulkan sensasi tersendiri.



“untung ibu gak milih bunuh diri.” Ucap Gio sembari matanya menatap langit-langit kamar.

“kalo aku tau punyamu sedahsyat ini mungkin kemaren aku gak akan lari.” Jawab bu Elin dengan posisi persis seperti Gio.

“dahsyat sih tpi dibikin kentang sama ibu-ibu jual mahal.” Ucap Gio sembari menengok ke arah bu Elin.

“tapi suka kan?” ucap bu Elin yang seolah menggoda Gio.

Gio yang gemas pun Kembali menindih tubuh bu Elin dan Kembali mencumbu mulut bu Elin, “Gioohhh… udahhh…. Stoppp…” ucap bu Elin berusaha menolak cumbuan dari Gio.

Gio menghentikan aktivitasnya dan menatap mata bu Elin lekat-lekat. Sementara bu Elin membalas tatapan Gio tersebut dan berucap, “sekarang yang harus kita pikirin adalah gimana caranya kamu bisa keluar dari sini.”



Ucapan dari bu Elin tersebut tidak salah. Ia tak bisa menahan dirinya lebih lama lagi di tempat tersebut. Kecurigaan pasti akan datang dari kubu kedua orang tua bu Elin jika anaknya itu tidak keluar kamar seharian, terlebih lagi matahari hampir tepat berada di atas kepala. Namun, yang menjadi persoalan adalah tentang bagaimana cara Gio bisa keluar dari tempat ini. terlebih lagi rumah ini dikelilingi tembok, khas seperti perumahan.

Satu-satunya jalan yang mungkin bisa dicapai adalah dengan melompati tembok setinggi satu setengah meter tersebut. Namun, jika itu nekat dilakukan maka ia akan masuk ke pekarangan rumah oranglain. Untungnya, kini Gio sudah memperhitungkan itu semua, dimana rumah di samping rumah ini adalah rumah pak Basuki yang Namanya ia gunakan untuk bisa masuk ke dalam kompleks ini tadi malam.

Bu Elin pun keluar kamarnya terlebih dahulu untuk memastikan bahwa orangtuanya tidak akan melihat proses Gio keluar. Sementara itu, Gio masih menunggu di dalam kamar bu Elin sembari menunggu instruksi selanjutnya dari bu Elin. Bu Elin mendapati kedua orangtuanya sedang berada di ruang keluarga dan sedang menonton tv Bersama kedua cucunya.

*Blukkk…* bunyi sepasang sepatu Gio yang berhasil menyentuh tanah, setelah sebelumnya melompati tembok pembatas antara rumah orangtua bu Elin dan rumah pak Basuki. Gio mendarat di halaman samping dari rumah pak Basuki. Ketika melangkahkan kakinya ke depan rumah, tanpa ia sadari bahwa pak Basuki baru saja Kembali, sehingga berpapasan dari keduanya pun tak bisa dihindari.



“maaf pak barusan saya cari kucing saya, jadi saya masuk ke beranda rumah bapak tanpa izin.” Ucap Gio kepada bapak-bapak yang baru saja turun dari mobil SUV miliknya.



Bukannya membalas ucapan Gio, pak Basuki malah mengacuhkannya dan berlalu menuju rumahnya. Sementara itu, disisi lain Nampak seorang Wanita yang munkin istri dari pak Basuki juga turut turun dari mobil dan saling menatap terjadi antara Wanita tersebut dengan Gio. Tak beselang lama, Wanita tersebut mengalihkan pandangannya dan menyusul pak Basuki menuju ke dalam rumah.




Lanjut ke PART 7 : NEW CHALLENGES
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd