Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA RINDIANI The Series - Pelangi untukku

RINDIANI – Seri 7
Sensasi Rasa Baru



Rindiani

Part 1

Nina meletakkan barang-barang bawaannya diruang tengah, lalu duduk sambil meraih remote tv diatas meja, dihadapannya.

“Nin, mbak mandi dulu ya. Kamu santai aja, anggap rumah sendiri lho ya. Kalo haus, ada minuman di dapur.” kataku.

Pram membuka pintu samping rumah, dan menghidupkan lampu seisi rumah agar terang karena situasi diluar telah hampir gelap.

“Mbak mandi sendiri?” tanya Nina.

“Kamu mau mandi lagi?” tanyaku.

“Enggak, kirain mandinya bareng Pram.”

Pram menggelengkan kepala mendengar ucapan Nina. Sementara aku kembali duduk disampingnya dan mencubit pipinya dengan gemes.

“Kamuu ini yaaaaaa.. bener-bener nakal kayak Rita.” kataku sambil mencubit dan menggoyangkan pipinya.

Nina hanya tertawa dan berusaha melepaskan cubitanku.

“Pram, kamarmu dimana?” tanya Nina.

“Tuh..” jawab Pram sambil menunjukkan kamarnya yang berhadapan dengan teras samping rumahku.

“Oooo.. itu.. deket banget ya sama rumah mbak Rin.” jawabnya sambil melangkah keluar, berdiri di teras.

“Ya udah, mbak tinggal mandi dulu ya.” kataku lagi.

“Iya mbak.” jawab Nina.

Pram menemani Nina duduk di teras saat aku melangkah menuju ke kamarku. Seandainya saja Nina tak menginap disini, tentu saja aku akan lebih leluasa dan bebas bersama Pram, bebas melakukan apa saja sesuai keinginan kami.

Untuk sesaat, aku harus bisa mengendalikan diriku walaupun gejolak birahiku belum padam akibat melihat persetubuhan sepasang kekasih di toilet kampus.

Samar-samar kudengar mereka berbincang, sebelum akhirnya aku melangkah ke kamar mandi. Kubiarkan kedua orang yang merupakan teman sekampus itu menghabiskan waktu disana sambil menungguku mandi.

Terasa sedikit menggangu waktuku yang seharusnya bisa kumanfaatkan untuk berduaan dengan Pram, namun inilah resiko yang harus kuhadapi jika telah bersosialisai dengan lingkunganku. Saling membantu dan menolong sesama.

“Pram gak mandi dulu?” tanyaku saat bergabung kembali bersama mereka di teras.

“Iya bu, saya mandi sekarang.”

“Ya udah, kamu mandi dulu, nanti kita masak bareng buat makan malam.”

Sepeninggal Pram, Nina kembali melirikku. Tatapn usil kembali muncul diwajahnya.

“Mbak gak nyusul Pram?” tanyanya.

“Kamu ini yaaaaa… bener-bener ketularan Rita.”

Nina kembali tertawa, lalu memandang kearah kamar Pram yang terbuka lebar.



Nina


“Pram itu baik, malah kelewat baik, tapi pendiam banget.”

“Iya, dia emang pendiam banget Nin. Tapi asik kok, jadi gak cerewet ato bikin pusing.”

“Iya, bener mbak. Untung aja aku kenal Pram sama teman-teman lainnya itu, jadi bisa kayak gini. Kalo gak, gak tau gimana kuliahku sekarang.”

“Emang dulu kamu nakal? Kuliahnya gak bener?” tanyaku heran.

“Ya gitulah mbak. Apalagi disini kan bebas, gak ada orang tua, gak ada saudara. Jadi ya gak ada yang ngontrol.”

Aku menggelengkan kepala, seakan tak percaya dengan apa yang kudengar. Sangat kontras dengan Nina yang kukenal sekarang.

“Dulu… gak pernah nginjek perpustakaan, malah diskotik dikota ini hampir semua udah aku masuki.”

“Haahhhh??? Yang bener??!” tanyaku kaget.

“Iya mbak.. beneran lhooo… tapi ya jilbabnya aku lepas, gak aku pakai.”

“Emang kamu tau tempat-tempat itu dari siapa?”

“Dari cowokku dulu, diajakin sama dia kesana. Lama-lama ketagihan sih, jadi kesenengan gitu.”

“Astagaa Nin.” gumanku.

“Berarti kamu juga minum-minum gitu ya?”

“Iya mbak, sampe mabuk gitu.”

Aku menggelengkan kepalaku. Aku benar-benar shock memdengar kisah Nina.

“Ya gara-gara mabuk itu, jadi gak sadar, terus main sama cowokku, ya gitulah mbak, besoknya baru sadar kalo aku udah gak perawan.”

Lagi-lagi aku menggelengkan kepalaku. Masa lalu Nina benar-benar kelam.

“Semester satu, IPku hancur total mbak Rin. Orang tuaku marah besar. Malah, aku hampir ditarik pulang, gak boleh kuliah lagi.”

Trus gimana?”

“Ya aku minta maaf, aku janji kalo semester depan bakal perbaiki IPku. Papahku tetap berkeras, aku harus pulang, tapi mamahku yang akhirnya ngebujuk papah buat kasih aku kesempatan.”

“Mulai dari situ aku berusaha memperbaiki semua kesalahanku. Aku mulai rajin ngampus, sesekali belajar ke perpus buat ngerjain tugas. Akhirnya kenal sama Galang, trus ya kenal sama Pram juga.”

“Kamu nyesel?” tanyaku.

Nina menghela nafas panjang.

“Nyesel banget mbak. Bener-bener nyesel.” gumannya pelan sambil menundukkan wajah.

“Udah.. gak perlu disesali, yang penting kesalahan seperti itu gak terulang lagi.” Kataku menyemangatinya.

“Lagian tinggal dikit lagi kamu lulus lho Nin, jadi harus tetap semangat dan fokus sama kuliahnya.” sambungku.

Nina mengangguk lalu tersenyum.

“Aku beruntung kenal mereka, jadi aku bisa memenuhi janji ke orangtuaku. Mulai saat itu, aku akrab sama mereka, sampai sekarang ini.”

Pram keluar dari kamarnya dengan wajah yang nampak lebih segar.

“Kamu gak ada janjian sama mbak Aya?” tanyaku.

“Gak ada bu, katanya dia pengen tidur. Kayaknya kecapekan keliling seharian.”

“Lhooo.. mbak Calya ada disini?” sahut Nina.

“Kamu kenal?” tanyaku.

“Ya kenal dong mbak Rin. Waktu kami semester empat, mbak Aya pernah liburan kesini, trus kenalan juga kok.”

“Oooo gitu..”

“Emang hari ini jalan-jalan kemana aja Pram?” tanyaku.

“Banyak mbak. Pertama keliling Malioboro, masuk ke pasar Bringharjo. Trus ke keraton, ke Taman Sari. Siang sampe sore ke Kota Gede.”

“Pantesan kecapekan, itu keliling kota namanya.” timpal Nina.

“Trus besok mau kemana lagi?” tanyaku.

“Katanya sih mau ke Parangtritis mbak.” jawab Pram.

“Wah.. main ke pantai.. coba aku gak pulang, aku juga pengen main kesana.” guman Nina.

“Ya udah, lain kali aja kita main kesana. Mbak juga udah lama banget gak ke pantai kok.” kataku.

“Iya, kapan-kapan kita main bareng ke pantai. Mumpung belum lulus.”

Sesaat kami terdiam, menikmati suasana sore nan sepi.

“Udah pada laper belum? Kalo udah, mbak masak sekarang.” kataku memecah keheningan.

“Nanti aja deh mbak, aku belum laper.” jawab Nina.

“Pram..?” tanyaku.

“Saya juga belum laper bu, nanti aja masaknya.”

“Mbak, aku numpang istirahat bentar ya, tadi seharian belum istirahat. Sibuk beres-beres kamar. Soalnya kan mau ta tinggal libur.” kata Nina.

“Ya udah, tiduran dikamar mbak aja ya.” kataku.

“Tunggu sebentar ya Pram.” kataku pada Pram sebelum beranjak meninggalkannya.

Nina mengikutiku menuju ke kamarku dengan membawa tas cangklongnya.

“Nah, kamu istirahat dulu disini.”

“Iya mbak Rin, makasih ya.”

Aku tersenyum, lalu meninggalkannya dikamarku, membiarkannya beristirahat untuk sejenak. Ketika kembali ke teras samping rumah, Pram masih duduk disana.

“Mau ibu buatin kopi?”

“Enggak bu, nanti aja.”

“Kalo kamu capek, istirahat juga lho Pram. Tadi seharian kan kamu keliling sama mbak Aya.”

“Iya bu, sebentar lagi aja. Pengen disini dulu sama ibu.”

Aku yakin, Pram ingin menghabiskan waktunya bersamaku. Namun karena kehadiran Nina di rumahku, ia menjadi sedikit terganggu. Ia sungkan ingin bermesraan denganku.

“Ya udah, ibu temenin kamu istirahat dikamarmu aja. Mau?”

Pram menatapku, ia nampak ragu dengan usulanku.

“Ayo.” Kataku sambil berdiri, lalu menarik lengannya dan melangkah menuju ke kamarnya. Pram mengikuti langkahku, dan ketika kami telah memasuki kamarnya, aku mengunci pintu. Pram langsung memeluk tubuhku dengan sangat erat. Begitu juga denganku, membalas dengan memeluknya sangat erat.

“Kangen.” bisiknya lembut ditelingaku.

“Iya, ibu jiga kangen.” jawabku pelan.

Hampir lima menit kami berpelukan dengan sangat erat, melepaskan rindu yang tertahan akibat tak berjumpa selama seharian. Sungguh aneh, hanya terpisah beberapa jam, namun mengakibatkan kerinduan yang mendalam. Aku yakin Pram pun merasakan hal yang sama denganku.

Dan lewat pelukan ini, rasa itu sedikit terobati. Setelah pelukan itu berakhir, Pram mengecup keningku.

“Istirahat yuk sayang.” kataku, sambil mengusap pipinya.

Pram tersenyum, lalu menuntunku untuk merebahkan tubuh diatas kasurnya. Karena kehadiran Nina, aku memilih mengenakan baju terusan agar terlihat sopan dan wajar.

“Tumben ibu pakai baju kayak gini.” katanya, sambil memelukku diatas kasurnya.

“Ada Nina sayang, ibu gak enak sama dia.”

Pram tersenyum, lalu mengecup pipiku.

“Sayang gak suka?” tanyaku.

“Suka kok bu. Ibu pakai baju apa aja saya suka.”

Aku beranjak dari sisinya, merangkak naik dan menindih tubuhnya. Baju terusan yang kukenakan kutarik naik keatas, hingga ke pinggang, agar memudahkanku dalam bergerak. Kedua siku menopang dada dan wajahku.

“Kangen.” bisikku lembut, lalu mulai mendekatkan wajahku dengan wajahnya.

Pram memahaminya, dan dengan lembut melumat bibirku. Aku membalas, melumat bibir atas, sementara pram menikmati bibir bagian bawah milikku.

Hampir dua menit kami bercumbu, hingga akhirnya ciuman kami terlepas. Kutegakkan tubuhku, lalu duduk diatas pinggul, tepat diatas kemaluannya. Kuturunkan ritsleting baju yang berada dibagian punggungku, dan menurunkan baju yang menutupi tubuhku hingga ke bagian pinggang. Pram bangkit dari tidurnya lalu duduk berhadapan denganku.

“Ada Nina bu.” bisiknya.

“Bentar aja sayang. Ibu kangen… pengen.” jawabku sambil melepaskan bra yang menutupi payudaraku dan melemparkannya entah kemana.

“Nanti kalo Nina bangun trus nyari kita gimana?” tanya Pram lagi.

“Biarin.. diajak main sekalian.” jawabku sekenanya lalu melumat bibir Pram dengan sedikit kasar dan keras.

Aku benar-benar tak mampu menahan hasratku lagi. Aku tersiksa menahan gejolak nafsuku dan dan ingin bersebutuh dengan Pram, walau hanya sebentar.

“Ibu nafsu banget.” bisiknya sambil meremas payudaraku, setelah aku melepaskan lumatanku pada bibirnya.

“kangen kamu sayang.” bisikku sambil mengecup lehernya bertubi-tubi.

Pram membalasnya dengan meremas payudaraku, memainkan putingku dengan jemarinya, hingga aku menggelinjang.

Dengan penuh nafsu kulucuti baju kaos yang ia kenakan, lalu mengecup sekujur dadanya. Pram mendesah pelan, menahan nikmat akibat panasnya permainanku. Aku yakin, Pram sangat menyukainya.

Sambil berciuman, Pram kembali merebahkan tubuhnya, dan aku pun mengikuti gerakan tubuhnya, sehingga kami kembali ke posisi semua.

Sejenak aku melepaskan lumatanku pada bibirnya, lalu berdiri diatas ranjang, diantara tubuhhnya untuk melepaskan baju yang masih masih menyangkut di pinggangku.

Pram menatapku, lalu melucuti celananya sendiri. Dan hanya dalam beberpa detik, tubuh kami akhirnya telanjang, dan kembali saling menindih.

Ciuman-ciuman panas penuh nafsu kembali terjadi, tubuh kami saling menindih, berguling diatas kasurnya yang empuk hingga sprei dan bantalnya berserakan.

Kami tak peduli, benar-benar tak memperdulikannya, karena yang kami inginkan hanya memuaskan nafsu yang kian menggelora.

Setelah puas berguling sambil saling menjamah dan mencumbu sekujur tubuh, aku kembali menindih tubuh Pram. Sekujur leher dan dadanya tak luput dari permainan lidahku, sambil terus merangkak mundur, menelusuri perutnya hingga kebagian kemaluannya.

Tanpa membuang waktu, kukecup ujung penisnya, lalu memasukannya kedalam mulutku.


Nafas Pram tertahan, matanya terpejam saat lidahku mulai bermain didalam mulut, membelai ujung kemaluannya dengan gerkan liar. Satu tanganku mengocok bagian batang penisnya, sementara mulutku bergerak turun dan naik, memberikan kenikmatan pada penisnya yang selalu mampu memuaskanku.

Tak tahan dengan permainan oralku, Pram menjambak rambutku, lalu menekan kepalaku kearah selangkangannya. Aku tahu, ia ingin agar aku memasukan seluruh bagian penisnya kedalam mulutku. Ia ingin aku melakukan deeptheoat, hal yang paling ia sukai. Tentu saja aku melakukannya dengan senang hati, apalagi dengan caranya yang kasar, seolah memaksaku, menjadikanku budak seksnya. Aku sangat menyukainya karena semakin membakar birahiku.

Akhirnya Pram mendesah pelan saat seluruh bagian kemaluannya lenyap dalam rongga mulutku. Aku bahkan mencoba menahannya selama mungkin sampai-sampai mataku terasa perih karena mengeluarkan air mata. Tak hanya sekali, tapi aku melakukannya sampai enam kali, dan Pram benar-benar larut dalam kenikmatan hebat.

Sekujur batang penisnya basah oleh air liurku, dan sangat keras dalam genggamanku. Nafasnya terengah dan tatapan matanya penuh gairah.

Setelah puas menikmati penisnya, kini giliranku meminta jatah. Aku ingin ia melahap kemaluanku, menjilati vaginaku seperti yang sudah-sudah.

Aku beranjak dari selangkangannya dan segera berlutut di bagian kepalanya. Kedua pahaku kubuka selebar mungkin agar vaginaku bisa semakin rendah, dekat dengan mulutnya.


Pram paham dengan keinginanku, lalu mulai menjulirkan lidahnya. Sambil membelai kepalanya, mataku menyaksikan saat lidahnya mulai bergerak perlahan, merayap dipermukaan kemaluanku.

Tubuhku tersentak, bergetar pelan saat ia menelusuri belahan vaginaku. Kedua tangannya terangkat keatas, meremas payudaraku, memilin kedua putingku dengan kasar. Aku benar-benar dilanda rangsangan yang hebat.

Pram membuatku tergila-gila pada pelayanan lidahnya. Tanpa sadar, aku menjambak rambutnya dan menggoyangkan pinggulku sehingga seluruh bagian vaginaku bergesekan dengan wajahnya. Hanya sesaat, wajahnya dipenuhi oleh cairan yang keluar dari liang kenikmatanku, bercampur dengan air liurnya.

Aku benar-benar terbuai, lupa akan segalanya. Akhirnya, lidahnya yang hangat itu memasuki liang vaginaku, hanya sedikit bagiannya, namun cukup untuk membuatku merintih, mendesah, dan menggelinjang.

Sekuat tenaga Pram berusaha menahan gerakan liar tubuhku, ia bahkan harus mencengkram pinggangku demi menenangkan tubuhku.

Aku merasa puas setelah Pram mengerjai kemaluanku, walaupun belum mencapai orgasme. Melihatnya melahap kemaluanku dengan rakus dan kasar membuatku merasa senang karena mengobati kerinduanku akan sentuhannya disekujur tubuhku, terutama dibagian sensitifku.

Kehadiran Nina memaksaku untuk segera menuntaskan permainan kami, walaupun sebenarnya aku masih ingin berlama-lama bercumbu dengan Pram.

Aku segera beranjak dari atas tubuh Pram, dan kembali menindihnya. Kuposisikan liang vaginaku tepat didepan kemaluannya agar memudahkanku untuk menuntun penis itu memasuki liang kenikmatanku.

Sambil berciuman, satu tanganku menyelinap diantara tubuh kami dan kembali mengocok pelan penisnya. Ujung kemaluannya kugesekkan dengan bibir vaginaku, sebelum kuturunkan pinggulku agar penis itu memasuki tubuhku.

Aku bersiap menurunkan pinggulku agar segera merasakan keperkasaan penisnya saat terdengar ponsel milik Pram berdering. Terlihat nama Calya disana. Aku mengela nafas panjang, tentu saja sedikit kecewa karena panggilan telpon itu terjadi disaat yang sangat tidak tepat bagiku.

Pram meraih ponselnya dan menerima panggilan Calya. Setelah beberapa menit berbicara, Pram menutup panggilan itu dan meletakkan ponselnya disisi kepalanya. Ia nampak kecewa, sambil menghembuskan nafas.

“Mbak Aya minta dianterin makan gudeg di daerah Wijilan.” katanya.

“Iya, gapapa sayang.” kataku sambil mengusap kepalanya.

Aku tak mungkin memaksa Pram untuk melayani nafsuku disaat Calya meminta bantuannya. Walaupun aku kecewa, namun aku harus berbesar hati dan mengerti terhadap situasi yang dihadapi Pram.

“Sekarang kamu mandi, trus langsung berangkat ya.” kataku sambil turun dari atas tubuhnya dan berbaring menyamping disisinya.

“Maaf ya bu.” gumannya lirih.

“Iya, gapapa kok sayang. Ibu ngerti kok.”

Pram memelukku sangat erat, lalu melumat bibirku dengan lembut.

“Ya udah, kamu mandi.. ibu balik ke rumah dulu, siapa tau Nina gak jadi tidur, trus nyariin kita.”

Pram mengangguk, lalu beranjak dari atas kasur.

“Pram, kalo gak sempat pulang malam ini, kabarin ibu ya, biar besok pagi ibu anterin Nina pakai moror kamu.” kataku saat Pram hendak berangkat.

“Saya usahakan pulang bu. Pokoknya besok pagi kita anterin Nina ke bandara.”

Sepeninggal Pram, aku menghabiskan waktu dengan duduk seorang diri diteras samping rumahku. Nina masih tertidur pulas dikamarku, dan aku tak ingin menggangu wakru istirahatnya.

Dan entah mengapa, tiba-tiba aku teringat mantan suamiku, padahal aku telah melupakannya, telah menghapusnya dari hatiku. Ingatan tentangnya muncul secara tiba-tiba. Apakah ini sebuah firasat? Atau hanya sekedar ingatan sepintas lalu yang kebetulan melintas disaat aku sedang sendiri seperti saat ini? Entahlah.

Rasanya aku ingin melihatnya, mengetahui kabarnya saat ini. Tanpa sadar, aku menitikkan air mata, mengingat masa-masa bahagia bersamanya.

Penghianatannya memang telah berhasil menghancurkan seluruh hidupku, namun dibalik itu, aku menemukan kebahagiaanku.

Tanpa perselingkuhannya, tentu aku tak mungkin bisa menjadi sedekat ini dengan Pram. Tanpa pegkhianatannya, tentu saja aku tak mungkin bisa merasakan kebahagiaan seperti yang kurasakan saat ini.

Terdengar aneh, sangat aneh, tapi sedikit banyak, aku berterima kasih untuk untuknya karena berselingkuh, sehingga aku bisa menemukan kehidupan lain yang jauh lebih membuatku bahagia.

Apapun itu, aku berharap mantan suamiku dalam keadaan sehat dan bahagia bersama Anita. Itulah permohonan yang kusampaikan secara tulus dalam hatiku.

Biar bagaimanapun, suamiku adalah bagian dari selembar kisah perjalanan hidupku. Dia telah meninggalkanku, walaupun belum secara resmi menceraikanku. Dia pernah menjadi permata dihatiku, walaupun kini telah menjadi setitik noda kelam.

Seperti pertanyaan yang pernah diajukan oleh Pram, bagaimana reaksiku seandainya dia meminta kembali padaku? Dengan sangat yakin aku akan menolaknya. Apapun yang terjadi, aku akan menolaknya.

Luka dihatiku telah sembuh, namun memori di pikiranku akan selalu ada, selama hidupku.

Apakah karena kehadiran Pram sehingga aku akan menolak jika suamiku meminta kembali? Sedikit banyak, kehadiran Pram mengambil peran diatas keputusanku itu. Pram membawa sebuah dunia baru kedalam hidupku. Ia membuatku sadar, bahwa aku berhak memperoleh kebahagiaan dari orang lain yang mencintai dan menyayangiku dengan tulus.

Pram telah melakukannya, walaupun aku sadar, hubungan kami mungkin akan berakhir dengan pahit. Ada banyak halangan, banyak hal yang menjadi pertimbangan jika aku dan Pram berniat untuk serius dengan hubungan kami.

Sejujurnya, akhir-akhir ini aku sering memikirkan hal itu, namun aku memilih untuk mengabaikannya. Aku hanya ingin menikmati masa-masa ini, sebelum semuanya berakhir. Apa yang akan terjadi nanti, biarlah menjadi misteri untuk hari esok.

♡♡♡

Bersambung


Part 2 akan rilis beberapa jam kedepan.

Terima kasih :rose:
 
Terakhir diubah:
Makasih update kanjuuutttannya non @merah_delima :rose:
Tetep semangattt menanti kanjuuutttannya :semangat:
Sabar ya bang, part 2 masih proses edit dikit, kayaknya bisa rilis beberapa jam kedepan. Ngecek typo emang ribet, mata kudu jelalatan biar g ada yang kelewatan. Sabar ya.

Bdw, makasih masih setia main ke rumah Rindi
:rose:
 
Makasih updatenya sist @merah_delima
Pram buruam lulus gih, trus lamar Rindi
Wweeewwww... ngeri eh, udah mikir lamaran. Wait and see ya bang..

Pernah kepikiran gak kalo semisal Nina, atau perempuan lain yang jadi istri Pram kelak?

Atau mungkin pria lain yang akhirnya mampu membuat Rindi luluh dan jaruh dalam pelukannya.

Bdw, makasih udah sering mampir dirumah Rindi ya bang :rose:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd