http://www.imagebam.com/image/b55376939419694
(Bellarisa Ghiana "Bella")
http://www.imagebam.com/image/b441ed939420904
(Rere)
*****
Part 14; New Season.
Banyak orang yang bilang, alam bisa jadi penyembuh penat yang ulung. Dan sekarang, dihadapanku terlihat bentangan laut yang luas.
Duduk di atas pasir dengan kaki yang tertekuk, mataku serasa dimanjakan oleh mentari yang sebentar lagi menjingga. Di samping kanan dan kiriku, sedang berbaring terlentang dua sosok wanita yang sangat - sangat berarti di dalam hidupku.
Mama dan Kak Rere.
Khusus Mama, akhir - akhir ini kita jadi sangat - sangat dekat. Mama selalu ngajak aku untuk pergi sekedar belanja atau nongkrong - nongkrong. Iya, nongkrong, aku rasa dugaanku benar, bahwa jiwa Ibu Kandungku itu masih terperangkap di usia muda nya. Nggak ada masalah, sih. Toh kalopun kita berdua belanja atau kemanapun, kita selalu dikira adik - kakak. Selain wajah yang mirip, penampilan Mama pun masih seperti remaja.
Kalau dulu aku jengah ketika Mama tiba - tiba meluk - meluk nggak danta, sekarang jadi nerima pelukan itu. Aku lebih seperti menghargai momen - mome Ibu dan Anak lelakinya.
Diujung sana, matahari sudah semakin hilang tertelan, dan sebentar lagi mungkin benderang bulan akan menggantikan peran matahari.
Aku ngajak Mama dan Ka Rere pulang ke hotel. Dan merekapun menyetujui. Maka dengan berjalan ringan setelah menepak pantat yang terlindungi celana yang berpasir ini, aku beranjak meninggalkan bibir pantai Indrayanti yang terletak di daerah Tepus, Kabupaten Gunung Kidul yang sejauh ini menurutku adalah pantai terbersih di pulau jawa.
"Akhirnya kita liburan juga ya..." kata Mama yang duduk di kursi disamping kursi tempatku duduk, kursi kemudi di mobil yang kita sewa hingga lusa. Kak Rere hanya membalas dengan gumaman, mungkin sedang berusaha melanjutkan tidurnya.
"Iya, akhirnya Mama bisa ngeluangin waktu Mama buat kita, ya..."
"Jangan dibahas. Mama lagi pengen seneng - seneng disini. Mama tau Mama sibuk diluar sana dulu. Dan sekarang Mama mau nebus 'dosa' itu sama kalian..."
"Iya - iya, Mama... Sakti becanda, kok."
Mama nggak nanggepin lagi, dia cuma mandangin pepohonan - pepohonan yang seperti melesat ke belakang, melawan arah mobil yang melaju.
Jam dua puluh, kita sampe di hotel tempat kita nginep. Mama cuma ngebook satu room dengan kasur ukuran lebar. Muat untuk kita bertiga tidur tanpa harus desek - desekan.
Ka Rere langsung ngehempasin badan nya di atas kasur, tidur terlentang sambil mainin hape. Mama ke kamar mandi, dan aku duduk di sofa di sebelah kanan ranjang.
Oh ya, sekarang aku udah punya pekerjaan. Seperti harapanku, barista. Udah hampir dua bulan aku kerja di Goebox Coffee yang terletak di selatan Ibukota. Aku bekerja fulltime disana, dari jam sebelas sampai jam sepuluh malam. Jatah libur kuterima hanya sehari per minggu. Dan sekarang aku mengambil waktu cuti selama dua hari untuk liburan bareng dua bidadari di hidupku ini.
Ceritaku di coffee shop itu, bakal aku lanjut nanti. Sekarang, mari nikmati liburan ini
Oh ya, harusnya kita ber empat disini, tapi mendadak Nina harus balik ke bogor ada urusan apa. Dan isi perut Nina akhirnya luntur, entah apa yang cewe itu lakuin, yang jelas pas dia teriak dari dalem kamar mandi, dan aku samperin, dia udah duduk nyender di tembok kamar mandi dengan kondisi lantai yang tepat di depan selangkangannya dibanjiri darah.
"Heh, kita lagi liburan, jangan tidur - tiduran gitu. Kita ke WiroBrajan, yuk?" ajak Mama yang kini memakai handuk kimono mini, memperlihatkan kedua batang paha putihnya yang masih terlihat sekal dan kencang.
"Hmm." jawab Ka Rere singkat sambil tetap senyum - senyum nggak jelas merhatiin smartphonenya.
Kemudian berbalik menuju kamar mandi. Lah? Aku kira dia udah mandi.
"Sakti ayo mandi. Biar cepet." ajak Mama sebelum masuk dan mendorong pintu dan menyisakan celah tipis.
Aku terkejut mendengar ajakkan Mama, dan seketika aku memandang Ka Rere yang juga sepertinya terkejut, dan memandangku.
Kemudian tak lama Ka Rere melemparkan senyum misterius, lalu bangkit dari ranjang dan...
Menyusul Mama ke dalam kamar mandi.
Shit.
Aku cuma bengong dengan dongoknya natap pintu kamar mandi yang ketutup sempurna, tapi aku nggak denger suara pintu yang terkunci. Dan aku masih aja bengong sampe akhirnya pintu itu kebuka, sosok kepala ngintip keluar dan mandang aku.
"Duh, kok malah bengong? Yaudah kalau nggak mau, Mama kunci aja ya pintunya." dan kepala Mamaku menghilang dari celah pintu yang agak lebar,
"Eh, i-iya, jangan dikunci. Sakti otewe kesituuuu."
Dan baru saja mau muter knop pintu kamar mandi... 'Cklek!' terdengar suara pintu terkunci. Ah, elah!
"Ma, bukain dooong! Sakti mau ikut mandiiiii..."
Nggak ada jawaban, cuma ada suara kucuran shower.
"Maaaaa! Ah, elaaaaah!" rajuk ku.
"Eh, Ka? Denger suara - suara manggil Mama nggak, sih?" tanya Mama ke Ka Rere dari dalem kamar mandi.
Yah, kan? Ngeselin, kan? Biar apa sih kalian ngeselin kayak gitu?!
"Iya, Ma. Kakak denger. Suara siapa sih itu?" tanya Ka Rere yang malah nyautin becandaan Mama.
"Nggak tau, Ka... Nghh... Suara set-duhhh... Setan... Kayaknyahhh... Kakakkk, jangan gitu ah... Mandi... Mandi aja-ahhh..."
Fak! Mama kenapa desah - desah gitu, sih?
Aku menggedor pintu sedikit lebih keras, meminta Mama atau Ka Rere membuka pintu dengan suara memelas.
"Hihihi... Eh... Tuh, ada yang gedor - gedor pintu, Ma... Rere takutttt, kayaknya beneran ada setannya ya, Ma, disini..." Kak Rere malah cekikikan dan dengan anjingnya ngegodain aku terus - terusan.
"Iya... Takut sih takut, nghh... Kalo mau meluk... Meluk aja... Tangannya jangan jail gitu dong, Kak... Ahhh, Kakak.... Jangan diremes.... Aduh... Ini mah... Ahhh... Gak selesai - selesa-Ihhh.... Mandinya..."
Cobaan apalagi yang kau berikan, wahai Tuhanku? Aku masih dengan melasnya meminta agar mereka membukakan pintu.
"Tuh... Ka... Mama denger suara - suara manggil - manggil Mama, Ka... Ahh... Mama jadi takut, kaak... "
"Sstttt! Cuekin aja, Ma... " balas Ka Rere.
"Woi! Astagaaaaaaa~ buka doooong!" mohonku setengah berteriak. Gila, masa aku dianggep setan, sih?
"Kaaak... Hahaha... Telinga Mama jangan digituin... Hahahaha.... Geliiiiii.... Ahhh.... Kakak kok nakalin Mama sih? Nanti diomelin adeknya, lho!" kata Mama yang mengencangkan volume desahnya, seperti sengaja biar aku bisa denger suara itu.
"Biarin, ah... Siapa suruh Mama sengegemesin gini?" balas Ka Rere.
"Hhh.... Kok nyalah-aaahhh... Nyalahin... Mama, sihhhh.... Rereeee.... Mama sendiri kok dicabulin gini-hhh... Sih.... Udah dong, sayanghhh.... Mama mau mandiiii...." desahan Mama terdengar semakin binal.
"Eh... Ma? Ahh... Mama kok nenen, sih... Harusnya Rere yang nenen dong, Mahhh... Rere kan anaknya Mama... Masa kebalik sihhh, malah Mama yang nenen sama Rere.. Duhhhh... Iya, gitu... Isep kayak gitu, Maa..."
Aku membuka semua bajuku, lalu mengurut - urut kontolku. Iya, aku konak. Kenapa? Masalah? Hm? Bodoamaaat!
"Rereeee... Mama jangan dibaringin di lantai dong, Nak... Dinginnnn... Eh?? AAAHHH.... Rereeee, jangan, Sayanghhh... Kotor... Jangan dijilatin.... Aduh... Gakuat... Gakuaaaat... Reree.... Jarinya jangan dimasukin.... Astaga, enaknyaaaaa..." racau Mama tak jelas diiringi suara desahan yang mengeras.
Menyadari bahawa yang sedang melakukan tindakan tak terpuji itu adalah Kakak dan Mamaku, sontak Sakti Jr. semakin menegak dengan beringasnya.
"Kakkk... Mama keluar... Dikit lagiiii... Jilat terus... Loh? REREEEHHHH jangan jilat kesitu - situu, jorok banget.... Tapi kok enak sih, Kaaak... Jilat terus, Nak... Ahhh Iya, jilat terusss, eh, jangaaan... Kotorrr..."
"NNNNHHHHH!" lenguh Mamaku keras dari dalam kamar mandi, sepertinya orgasme
Kemudian tak terdengar apa - apa lagi. Dan 'Cklek.' terdengar suara pintu yang tak lagi di kunci. Dengan antusias aku menanti sosok - sosok yang akan keluar dari balik sana.
Dan keluarlah Mama juga Ka Rere. Mama masih mengenakan kimono mandi, sedangkan Ka Rere melingkari handuknya di badanya. Handuk yang terlihat mini itu hanya menutupi setengah payudara besarnya hingga ke paha yang hanya berjarak beberapa senti dari selangkangannya.
Dengan kalap, tanpa mengenakan kembali pakaianku, aku menarik satu lengan mereka masing - masing dengan kedua lenganku ke atas kasur.
Mama dan Ka Rere ngeronta yang aku yakin banget dilakuin cuma setengah hati, karna mereka nolak - nolak sambil cekikikan. Bodo deh. Kepalang tanggung!
Tapi karna targetku adalah Mama, aku melepas Ka Rere. Karna tenaga Mama yang kalah, Mama akhirnya ngikutin kemana aku narik badannya. Tanpa ba-bi-bu, aku ngebaringin Mama dan nindih dia.
"Sakti... Mau ngapain? Mandi sanaaaa...."
Aku nggak respon kata - kata dia, dan langsung ngedaratin pagutanku ke bibirnya. "Hmpff... Gamau... Hmfh.. Haah.." bodo. Aku udah kepalang nafsu.
"Kakak... Tolonginn, Kak... Hmfhh..."
Sambil tetap magut Mama, aku narik simpul tali kimono mandi dan ngesampingin ujung kanan dan kiri kimono yang nutupin toketnya.
Sambil meremas payudara mungil Mama, cumbuanku merayap ke lehernya, menghirup dalam - dalam aroma khas ibuku itu. Wangi. Dan bikin aku makin sange.
"Sakti! Sakti! Sakti!" bukannya nolong Mama yang lagi berada di kondisi 'bahaya', Ka Rere malah bersorak macem cheerleader, nyemangatin apa yang lagi aku lakuin ke Mama ini.
Dasar, keluarga aneh!
Mama yang aneh!
Kaka yang aneh!
Tapi aku sayang!
hehehe.
Kurasa Mama udah disetir penuh sama nafsu, rontaan nya udah nggak ada, berganti dengan penerimaan.
Bibirku kini berada di payudara kiri Mama, sedang payudara kanannya pun disibuki gerayangan dan remasan nakal tangan kiriku.
"Uhhh... Sakti udah gede... Jangan nyusu di tete Mama lagi dong, Nak... Ahh... Saktii... Bayi gede, Mama... Bayi cabul Mama... Ahhh... Biar sehat ya nyusu sama Mama? Ahhh... Yaudah... Isep... Anak Mama harus sehat... Uhhh...." racau Mama yang semaki mebuat nafsuku bertambah
Karna kondisiku yang memang sejak tadi sudah bugil, maka kini Sakti Jr. bergesekan tepat di celah memek Mama, rambut pubisnya yang jarang dan jembutku sedang melakukan pertemuan akbar.
Lalu aku merasakan sesuatu merangkak di atas kasur, aku menoleh kesamping, ke arah dimana Ka Rere yang setauku sedang duduk diatasnya., namun aku tak menemukannya disana. Dan otomatis, aku menoleh ke bekakang, benar saja. Ka Rere merangkak menuju ruang kosong antara aku dan Mama dan ujung ranjang. Dan berbaring disamping Mama.
Kecupan dan lidahku kembali bertualang, menyusuri setiap inci bagian perut Mama, merayap turun hingga ke meki nya yang memiliki bulu menyerupai segitiga yang tercukur rapih.
Aku yang terlalu fokus menikmati tiap titik vaginanya dengan lidahku, tak menyadari apa yang Ka Rere lakukan kepada Mama hingga aku mendengar suara kecipak pertemuan liur dari bibir yang berbeda.
Mereka berpagutan, dan telapak Ka Rere sedang meremas toket Mama.
Sambil menjilati dan mencuil klitoris Mama, tanganku hinggap di paha Ka Rere, Kak Rere yang mengerti kemauanku, kemudian mengangkangkan pahanya, memberikan akses jemariku untuk menggerayangi kelaminnya.
Ah. Ini kayak mimpi!
Karna nafsu yang sudah membumbung tinggi, aku merayap naik, memposisikan kontolku didepan meki Mama. Baru saja kepala kontolku ingin menerobos vaginanya, Ka Rere menahanku.
"Nanti dulu... Ma, Mama agak minggir... Nah, gitu... Sakti duduk nyender ke belakang, senderan aja... Nah, sip... Yuk, Ma."
Yuk, Ma? Yuk ngapain?
Dan seketika mereka beringsut turun, memposisikan kepala mereka berdua di hadapan Sakti Jr.
Dan tanpa menggenggam Sakti Jr, mulut Ka Rere langsung mencaplok kepala penisku.
Fuuuuck!
Kemudian perlahan memasukan kontolku dalam - dalam ke mulutnya, dan buah zakarku kini tengah menerima jilatan dan remasan lembut dari Mama.
Kalian binal banget!
Berganti - gantian mereka mengerjai penis dan biji zakarku, aku yang menerima perlakuan mereka hanya bisa merem melek sambil ngejambak pelan rambut mereka.
Eh, gak sopan. Kepala Mama sendiri dijambakin... Bodo... Mama aja gak sopan, kontol anaknya sendiri disepongin!
Beberapa menit kemudian, Kak Rere nanya ke Mama, "Mama duluan apa Kakak?"
Yang dijawab sama Mama, "Kakak aja dulu."
Dan Ka Rere langsung ngeposisin badannya berjongkok di atas selangkanganku, ngarahin Sakti Jr ke arah kelaminnya.
Aku yang awalnya ngira cuma bakal denger kelakuan ngehek mereka di dalem kamar mandi, kini mereka justru 'mengerubungi' badanku.
"Nnnnhhhh..." lenguh Ka Rere seiring kepala kontolku menyeruak masuk ke dalam kelaminnya.
"Ka Rere... Nghh..." lenguhku menyahuti lenguhnya.
Mama kini baring menyamping menghadapku, wajahnya bergerak menuju wajahku dan memagut bibirku. Pagutan lembut namun tegas terasa.
Aku yang nggak rela memek mama nganggur, memasukan jari tengah tangan kananku ke dalam vaginanya, kemudian menggesekan jariku di klitorisnya
"Enak... Terus, sayang... Shh... Slep..." desis Mama sambil menjilati lubang telingaku.
Lalu aku merasakan lengan kiriku ditarik Ka Rere, menempatkan telapakku di dadanya, akupun lalu meremasnya, dan memuntir - muntir pentil coklat muda itu...
"Aaah... Dek..." desah Ka Rere, tempo goyangan Ka Rere kurasakan semakin cepat, seiring nafas dan suara desahnya yang terdengar mengeras.
Mama yang menyadari Ka Rere bakalan orgasme, nyelipin jari tengahnya di klitoris Ka Rere, menggesek daging mungil unyu - unyu itu dengan cepat, maka berkali - kali lipatlah kenikmatan yang Ka Rerr rasakan, dan orgasmenya datang lebih cepat
"AHH... MAMAAAAAHHHHH!" pekik Ka Rere merasakan orgasmenya
"Hh... Hh..." dengus nafas lelahnya terdengar, kemudian Ka Rere beringsut ke sampingku, memberi Mama kesempatan merasakan apa yang baru saja Ka Rere rasakan. Namun ketika hendak menaiki badanku, aku menahan tubuh Mama.
Kemudian bangun dan membaringkan Mama disamping Ka Rere, menindih tubuh sekal mungil Mama dan memposisikan kontolku di depan vagjnanya. Duh susah. Gila. Rapet ini sih kayaknya.
"Ka, bagi ludah dong..." pintaku kurang ajar ke Ka Rere.
Ka Rere tertawa nakal, lalu kepalanya menuju ke kontolku, alih - alih meludahi kontolku, dia malah masukin Sakti Jr ke dalem mulutnya. Menelannya dan menghisapnya sebentar, lalu menggenggam kontolku dan memposisikannya tepat di depan lubang vaginanya.
"Dorong, Dek... Entot Mama dek... Mama suka bsnget dientot tau, Dek..." celoteh Ka Rere kemudian merebahkan kepalanya di lengan Mama yang sudah ia posisikan melingkar di leher Ka Rere.
Normalnya, orangtua yang mendengar anaknya berkata kotor dan kurang ajar seperti itu, bakal marah. Ini enggak. Justru Mama narik kepala Ka Rere, ngasih kode biar Kakakku itu memperlakukan toketnya dengan baik dan benar, dan dengan nafsu yang aku rasa udah bangkit, Ka Rere langsung ngisep puting payudara mungil Mama seiring dengam masuknya kontolku ke dalam vagina Mama.
Setelah sebentar memberi jeda agar memek Mama yang masih sempit banget ini, aku menarik - dorong Sakti Jr. dengan gerakan perlahan. Menikmati tiap inci rongga di dalamnya.
"Uhh... Anak Mama... Udah gede semua... Aduh... Kakkkk... Mama dientotin Sakti, Kaaa..."
Ka Rere yang makin nafsu denger kata - kata binal Mama itu, ngeremes toketnya sendiri dengan telapak tangannya, aku kemudian berinisiatif, kumasukan dua jariku ke dalam memeknya, mencongkel - congkel entah apa yang bisa tercongkel.
"Nghhh.. Hmmfhhh..." desahnya sambil tetap mengerjai toket Mama.
"Ma... Gantian doooong..." rajuk Ka Rere manja,
"Nanti... Ahh... Bentar lagi... Ya... Uuhhh... Mama dah mau keluar... Yahhh... Iyahh... Gitu, Nak... Kencengan dikit nyodoknyaaa... NAAAH... AAHHH... TERUSSSHHH"
"Mamaaa ihhh... Rere udah horny banget iniiii..."
"Gamau, ahh... Sabar dongggg, sayang..."
Dan pemandangan selanjutnya membuatku semakin bernafsu.
Bagaimana tidak, setelah kedua orang ini ngerebutin buat dientot, dan Mama nggak mau ngalah, Ka Rere justru nungging di atas badan Mama, ngebelakangin aku dan memperlihatkan bulatan pantat paling semok di dunia ini, Ka Rere menundukan badan hingga hanya dadanya yang menindih dada Mama, tingkahnya itu membuat belahan pantatnya semakin terkuak, menunculkan lubang anus kemerahan dengan bulatan yang agak menghitam dan mereka berdua sedang beroagutan liar, sementara aku sibuk mengeksplorasi lubang dubur Ka Rere yang imut - imut itu.
Kemudian aku ngeludahin anus Ka Rere, meratakan ludah itu di bulatan lubangnya, lalu aku menusukan jari tengahku ke dalam mekinya seiring dengan jempolku yang juga berusaha mendobrak masuk anusnya.
Aku merasakan pinggul Ka Rere menggeliat menerima perakuan jemariku di kedua lubangnya itu, tapi dia gak menghentikannya.
"Nghhh... Saktihhhh..." desah Kak Rere lalu menenggelamkan wajahnya di leher Mama dan seketika aku menemukan wajah Mama yang menatapku, menunjukan ekspresi keenakan, ekspresi seseorang yang tengah dilanda birahi hebat.
"AHHHH... MAMA BENTAR LAGI... TERUS... YAAAHHH... MAMA KEL-AAAAHHHHH." Dan seketika tubuh Mama mengejat hebat dibawah tindihan Ka Rere yang sedang mengusap lembut wajah Mama yang sedikit berpeluh.
"Masukin, Dek..." suruh Ka Rere.
Lalu kutarik keluar jemariku dari lubang - lubang Ka Rere, memposisikan kepala kontolku di depan....
Anusnya.
Perlahan namun bertejaga, kutekan masuk kontolku ke dubur Ka Rere...
"Ehhhh?! Bukan disitu... Jangan... Gakmau... Mamaaa... Sakti bandel nihhh... Saktiii jangaan... Ah... Itu kepalanya masuk... Astaga... Sakittttt!" Mama yang menyadari lubang anus anaknya akan dipenetrasi oleh anaknya yang lain, bukannya menghentikan aksiku, Mama dengan jahilnya malah mendekap tubuh Ka Rere, menahan rontaan lemah Ka Rere agar penetrasiku sukses masuk sepenuhnya. Hahaha. Mama pengertian banget, sih! Sakti makin sayabg jadinyaaaa.
"Mamaa... Ahh... Sialan... Kalian sekongkol... Ah... Jahat... Stop... Jangan digerakin dulu... Sakittttttt..." Mama hanya terkekeh lalu memagut Ka Rere.
Perlahan, dengan pelan dan lembut aku memaju mundurkan sedikit - sedikit kontolku di dalam anusnya. Ugh, sempit.
Sejenak aku berfikir, Lintang pernah nge anal Ka Rere nggak ya? Mudah - mudahan aja enggak. Hehehe.
"Nghh... Ahh... Saktiihhhh... Enak... Terus... Eh jangan... Ahhh.. Sakit... Aduh... Campur - campur rasanya.... Kayak gudeg... Gado - gado... Astaga.. Aku ngomong apa sihhh... Ahhh..." racau Ka Rere tak jelas, dibawah sana, jari Mama terlihat keluar masuk di vagina Ka Rere, menambah rangsangan kenikmatan yang akan dirasakan Ka Rere.
Tempo gerakan maju mundurku semakin lama semakin cepat seiring tangan kiriku meraih payudara kiri Ka Rere yang jumbo itu.
Menerima serangan tag team aku dan Mama, tak ayal orgasme kedua Ka Rere menyambangi tubuhnya, Ka Rere mengejar orgasmenya dengan juga mebalas sodokan kontolku hingga menimbulkan bunyi peraduan antar pantat dan pinggangku.
Gemas dengan suara itu, aku menampari pipi pantat kanan Ka Rere, layaknya kuda pacu, semakin tertampar semakin pula liarnya Ka Rere membalas sodokanku.
Dan sempitnya anus yang mungkin baru kali ini dimasuki benda asing, membuatkupun sebentar lagi akan memuncratkan isi kantung kemihku.
"Dek... Ahhh... Kakak... AHHHH!" bersamaan geliatan kejat tubuh Ka Rere, akupun memuntahkan spermaku di dalam anus Ka Rere.
"Ughhh!" lenguhku seiring terkecrotnya mani - maniku.
Kini, aku kembali berbaring diantara Mama dan Ka Rere, terlentang memandang langit - langit kamar hotel yang cukup bagus ini.
"Ma..."
"Ya, sayang?" jawab Mama.
"Maafin Sakti ya... Ka Rere juga... Maafin Sakti..." gumamku, yang hanya dibalas kekehan mereka berdua, lalu mengeratkan dekapan mereka di tubuhku.
"Mama sayang Sakti..." ucap Mama
"Kakak juga, sayang Sakti, hihi..."
Aku hanya diam dan tersenyum sambil tetap menatap langit - langit, merasakan hembus nafas mereka di dadaku.
"Tapi, Ma... Punya Sakti gede ya..." ucap Ka Rere
"Iya, gede banget... Lebih gede dari..."
"Punya Lintang." lanjut Mama
DEG!!!