Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA SALAH SASARAN - Ipar-Iparku yang Ahhh... Sudahlah (NO SARA!)

CHAPTER 34



“Kak… Kakak.… ihhh jangan tidur atuh” Perlahan aku membuka mata karena Azizah memanggilku dan menggoyang-goyangkan tanganku, mencoba membangunkanku. Setelah ku tuntaskan birahi adik iparku tadi, aku menyempatkan untuk memejamkan mata. Namun rupanya, adik iparku ini tak membiarkanku untuk beristirahat.

“Siapa yang tidur?” balasku beralasan.

“Paling kalo di biarin tadi bakal ngorok. Hehehe” balas Azizah.

Azizah tersenyum manja, bibirnya berkerut - cemberut.

Masih dalam keadaan telanjang bulat, Azizah bangkit, sepertinya ia ingin ke toilet buat bersih-bersih.

“Mau kemana?” kataku sambil meraih pinggangnya, merebahkan kepalaku di pangkuan Azizah, tidur lagi sambil memeluknya. Azizah langsung mengusap rambutku dengan lembut.

Senyumnya tak pernah lenyap dari wajahnya, sambil menatap lembut kepadaku. Aku sampai terpejam menikmati belaian Azizah dirambutku. Rasanya nyaman sekali. Dan teruntuk buat adik iparku, terima kasih karena telah mengalihkan pikiranku pada kakak tertuanya.

“Kakakku sayang...” kata Azizah lirih. Aku membuka mataku, tersenyum membalas tatapan Azizah yang masih tersenyum menatapku.

“Adek cinta kakak..” bisiknya.

Aku pun lantas membalasnya, karena gak mungkin ku biarkan pernyataannya itu tak mendapatkan balasan. Bisa-bisa moodnya terganggu nanti.

“Kakak juga dek. Cinta ke kamu, sama cinta ke kakakmu, Azita.”

Mendengar jawabanku tersebut, Azizah mengecup keningku dengan lembut. Tangannya masih mengusap rambutku.

Lalu lama kami terdiam, dengan senyum masih saling menatap. Sesekali Azizah kembali mengecup keningku, sementara tangannya tak henti terus mengusap rambutku.

Mataku tak lepas menatap Azizah. Menatap penuh rasa kagum dan tentu saja birahi, pada cantik wajahnya, padah tubuh telanjangnya yang nyaris tak bercacat itu.

Tanganku mengusap pipi Azizah. Kadang Azizah sampai terpejam menikmati belaianku pada pipinya yang halus dan mulus. Mata Azizah terpejam, desahan lirihnya terus saja terdengar.

Sejurus kemudian….

Seperti ada bisikan yang terkirim dari penisku yang awalnya sempat mengendur, kini menegang kembali. Pada akhirnya, aku mulai melanjutkan aksiku. Di awali dengan menjilati tubuhnya yang indah, yang putih mulus bagai pualam, mulai dari ujung jari kaki kanannya.

Saat ini, ronde kedua dimulai dengan pelayanan mandi kucing, seluruh tubuh.

Intinya aku tak akan pernah membuatnya melupakan setiap serviceku padanya, baik dari awal bahkan sampai hari ini, dan selalu ada saja hal baru yang ku berikan padanya.

Tulang kering, paling enak kalo dijilat dari punggung kaki hingga ke lutut. Perbanyak jilatan di pergelangan kaki di atas mata kaki hingga tempurung lutut. Azizah mendesah dan terpejam, tangannya meremas sprei dengan kuat. Tubuhnya bergetar, mungkin karena takut kakinya reflek menghajar mukaku, Azizah menahannya sekuat tenaga hingga gemetar tubuhnya.

Selesai kaki kanan, aku pindah ke kaki kiri dengan perlakuan yang sama. Pada pergelangan kakinya aku jilati, aku kecup dengan penuh gairah. Aku lalu duduk, dan mengangkat kedua kaki Azizah dan meletakknya ke atas bahuku. Aku mulai menciumi mulai dari mata kaki, dan memberikan pelayanan lebih pada tumitnya yang dekok. Azizah sampai menjerit-jerit lirih.

Aku lalu membantai betisnya dengan jilatan dan kecupan, kadang dengan gigitan gemas. Azizah sampai menutup dengan tangan. Aku terus merangsek maju, hingga tubuh Azizah tertekuk melengkung. Kini sasaranku adalah paha bagian belakangnya, dan terus berlanjut hingga paha bagian dalam. Sengaja, vagina Azizah tidak aku sentuh.

Azizah sampai menggelinjang gak karuan. “Kaaakkk... Geliiiiii..... Ooohhh....” jeritan nikmatnya tertahan kekhawatirannya sendiri. Berkali-kali pinggul Azizah bergerak menyorongkan vaginanya untuk aku kerjai, tapi selalu ku hindari.

Azizah sampai histeris karena frustasi, jilatanku tak kunjung sampai ke vaginanya. Aku malah semakin mendorong tubuhnya hingga semakin melengkung. Lalu mengunci pinggulnya dengan lenganku.

Dengan gigitan penuh kegemasan, aku menyerang pantat Azizah. Jika tak siap, mungkin aku sudah terjengkang karena pinggul Azizah berkejat keras, mau berdiri tak bisa karena kuncianku keras pada pinggulnya. “Kakaaaaakkkk....!” jeritan Azizah membahana di seluruh kamar.

Untung kami berada di hotel, aku yakin kamar ini kedap suara.

“Huuu...huuu.... Ampuuun Kaaakkk.... kakak jahat. Azizah mulu yang di buat lemes…. Huu.. huu... Hhhhhnnnnn....!” suara Azizah seperti menangis dan mengejan, tak tahan dengan seranganku.

Setelah puas mengerjai pantatnya, perlahan aku meletakkan kedua kaki Azizah dan begitu menyentuh kasur, kaki Azizah langsung lemas terkangkang. Dadanya bergerak naik turun karena nafasnya yang memburu. Matanya terpejam, dan perlahan remasan tangannya pada sprei mulai melemah. Aku beringsut naik, hingga tubuhku menindih tubuh Azizah dengan sempurna.

Dengan bertahan pada siku, bobotku tak sampai memberatkan Azizah. Aku sedikit menggeser pinggul, hingga penisku terjepit di atas selangkang paha Azizah, tidak bersentuhan dengan vaginanya. Wajahku sejajar dengan wajah Azizah. Perlahan, dengan lembut aku menciumi wajah Azizah, mulai dari keningnya. Turun ke mata, lalu hidungnya.

Bergeser ke samping, aku jilati telinganya. Azizah mendesah sambil meremas kuat rambutku. Lengannya segera merengkuh leherku ketika aku melumat bibirnya. Azizah membalas lumatanku dengan hangat.

French kiss terlembut yang pernah aku rasakan. Puas berciuman, aku mulai menciumi leher Azizah mulai dari dagu. Azizah mendesah dan menggelengkan kepala, meresapi nikmatnya kecupanku. Kini sasaranku adalah kedua buah dadanya. Sengaja aku langsung melumat putingnya dengan lembut, sambil menjilatnya hingga langsung terlihat basah karena air ludahku.

Aku berlama-lama menikmati puting buah dada Azizah, tanpa menyentuhnya dengan tanganku, tanpa pindah menciumi bagian buah dadanya yang lain. Hanya putingnya, aku puaskan hasratku merasakan daging mungil yang mengeras itu bermain dalam mulutku.

Kaki Azizah menggelung pinggulku, pinggulnya bergerak kiri kanan meminta penisku di vaginanya. Aku usahakan penisku terjepit di belahan bibir vaginanya.

Aku kembali beringsut naik dan melumat lagi bibir Azizah. Azizah menyambut ciumanku dengan hangat. Kini panggulku bergerak perlahan naik turun, menggesek lipatan vagina Azizah yang basah, hangat dan lengket. Kembali aku merasakan, sensasi yang anget dan pliket.

Duh Gusti.... Betapa nikmat yang aku rasakan di sekujur batang penisku. Azizah juga menyatakannya dengan desahan dan jeritan lirihnya ketika klitorisnya tersundul kepala penisku.

Aku melepaskan lumatanku dari bibir Azizah, dan dengan laju perlahan aku menjilati dagu Azizah, lalu turun ke lehernya melalui batang tenggorokannya, terus hingga meluncur ke tengah buah dadanya.

Perut Azizah berkedut dan mengencang ketika aku mengorek-ngorek lubang pusarnya dengan lidahku yang basah. “Hhhmmmm... Hhhhmmmmm....” desahnya panjang.

Tubuhku meluncur ke bawah hingga wajahku kini tepat berada di depan vagina Azizah. Dengan tanganku, perlahan aku menguak kedua paha Azizah. Aku menatap vagina Azizah yang merekah indah, penuh rasa rindu. Tanpa sadar aku tersenyum dalam nanar tatapanku. Azizah mengangkat kepalanya dan bertahan dengan kedua sikunya, tersenyum lepas melihat kelakuanku yang berada di bawah kangkangan kakinya. Azizah tertawa geli melihat tingkahku yang memperhatikan vaginanya sambil senyam-senyum.

“Kok malah senyam senyum gak jelas gitu kak?” kata Azizah.

“Kamu tau, gak dek?” tanyaku sambil menatap Azizah. “Rasa-rasanya kakak udah gak mau berbagi ke Rafiq suamimu. Pengen banget kakak miliki selamanya” setelah ngomong begitu, ku lanjutkan dengan lembut mengecup klitorisnya.

“Hhhmmmmh...” desah Azizah. Aku menatap mata Azizah, yang menatapku dengan sayu.

Perlahan, dengan gerakan yang aku usahakan selembut mungkin aku menjilati lipatan vagina Azizah, atas bawah-atas bawah perlahan.

“Aaahhhh.... Hhhhmmmmh....” desah Azizah lirih. Azizah terus menatapku yang terus bersenang-senang di bawah sana. Kadang, aku mengecup vagina Azizah lama-lama.

“Mmmmmmmmpph....” geraman gemasku saat melumat habis klitorisnya sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.

“Aaahhh... Kaaakkk...” desah Azizah sampai kepalanya terhentak ke belakang. Lalu aku kembali menjilati lipatan vaginanya dengan lembut. Nafas Azizah memburu, menatapku dengan penuh gairah.

“Hhh... Hhhh... Aduuhhh... Rasanya... Hhh.. Gila, kak... Gak tahan rasanya digi... Aaahhhh...!” Kalimat Azizah tak selesai karena aku kembali melumat klitorisnya dengan geraman dan gelengan kepalaku.

Gemes banget liat ekspresi Azizah. Kepalanya kembali tersentak ke belakang. Cukup lima kali aku melakukan itu, dan Azizah kembali orgasme dengan hebatnya. Beberapa kali dapat squirt dalam sehari.

What a day...

Aku beranjak dan berbaring di sisi Azizah, menyaksikannya masih terpejam menikmati sisa orgasmenya. Aku cium keningnya, dan mengusap pipinya. Azizah membuka matanya, mencoba tersenyum padaku walau nafasnya masih memburu.

Azizah menghambur memelukku, merebahkan kepalanya di dadaku. Aku mengusap punggungnya dengan lembut, sesekali mencium keningnya.

“Makasih ya, Kak… kak Ar emang terbaik” katanya lalu di lanjutkan mengecup bibirku.

“Kamu suka?” tanyaku setelah bibir kami terlepas.

“Banget kak”

Aku merengkuh tubuh Azizah, memeluknya dengan erat.

Azizah membalas, memelukku semakin erat. Mungkin sebagai ungkapan terimakasih karena aku bisa memberikan kenikmatan yang sesungguhnya yang tentu saja tak pernah ia dapatkan dari suaminya sendiri.







Cukup lama kami dalam posisi begini, berpelukan dalam ketertelanjangan kami. Sempat aku merasakan Azizah tertidur dalam dekapanku, sebelum dia beranjak dari tempat tidur.

“Adek ke kamar mandi sebentar ya, Kak...” katanya sambil bangkit, mengecup bibirku sejenak dan kemudian berjalan ke kamar mandi. Aku menatap tubuh adik iparku yang melangkah, menyaksikan pinggulnya bergoyang sempurna ketika berjalan.

Dari belakang, aku bisa menatap betisnya yang bersinar bunting padi, paha putihnya yang jenjang, buah pantatnya yang bulat kencang, dan pinggulnya yang ramping, dan punggung mulusnya tampak sebagian tertutup gelombang rambutnya.

Sempurna. Tatapan kagumku pada bentuk sempurna adik iparku tersayang. Aku menatap langit-langit kamar sambil senyum-senyum sendiri.

Dan terbersit pemikiran, mengenai bagaimana yah bentuh tubuk kakak tertuanya?

Uhhh! Penisku tegang banget. Bukan karena saat ini aku bersama Azizah. Melainkan, pikiranku pada kakak tertuanya, si Nira itu kembali hadir dan menggoda.



BERSAMBUNG CHAPTER 35
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd