Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA SALAH SASARAN - Ipar-Iparku yang Ahhh... Sudahlah (NO SARA!)

Busyet masih pada rame euy.

Kayaknya reader di cerita2 saya sudah terlatih kesabarannya.

Terbukti, sekian puluh chapter belom di suguhkan SS seperti cerita para TS lain di mari, masih pada setia nunggu dan tanpa adanya saling gesek dan nyinyir.

Eemang kaelan bukan reader kaleng2.
 
CHAPTER 38


Pasti pada menebak foto yang saat ini ku pandangi, di sajikan oleh akhwat cantik kakak iparku adalah foto yang aneh-aneh, bukan?

Hoho, maaf kawan…!!!

Akhwat yang ku kagumi ini bukanlah akhwat murahan semurah harga tomat di market.

Karena aku males berbasa-basi busuk di awalan chapter kali ini, maka mari kita lanjutkan kisahku yang tak ada bagus-bagusnya ini.




Setelah melihat foto di layar ponselku…..

Ahhh, masih seperti yang dulu ku lihat. Masih cantik dan mempesona sekali wajahnya. Sebetulnya wajah Nira ini, ada kemiripan dengan dua adik kembarnya, Azita istriku dan Azizzah.

Di foto itu Nira sedang melepaskan cadarnya, tetapi setengah dari kain cadarnya ditahan oleh tangannya, hingga tampaklah sebelah wajahnya yang tersingkap. Namun dari situ saja aku sudah bisa melihat wajah cantiknya yang tak pernah hilang, dan lagi-lagi aku terpesona oleh kecantikannya.

Meskipun pendapatku ini kelihatannya sangat subyektif, mengingat bagiku, Azita juga tak kalah cantiknya dengan Nira. Hanya saja aku tidak bisa memungkiri bahwa makhluk di dalam layar ponselku ini juga sangat cantik dengan kesempurnaanya sendiri.

Drrttt….. Pesan baru datang lagi dari Nira.

“Maaf ya Ar.” begitu isi pesannya.

Kemudian datang pesan berikutnya. “Jaga pandangan Ar”

Aneh, Nira memberikan fotonya yang sangat cantik lalu menyuruhku menjaga pandangan. Sebuah frasa aneh yang kontradiktif, bukan?

“Jaga pandangan gimana, Nir? Lah fotonya udah kelihatan mukanya meski setengah, trus sebetulnya juga saya tahu bagaimana wajahmu yang teramat sangat cantik, sebelum kamu putuskan buat bercadar. Terus, salahnya dimana?”

“Ya pokonya gitu Ar. Intinya jaga aja pandangannya, jangan sampe kamu bernafsu lihat fotoku, hehe”

Ahhh akhwat satu ini. Bener-bener bikin cenat-cenut kepala atas dan bawah.

“Tanpa melihat foto kamu saja, hanya mengingat sosokmu yang nyaris sempurna, sudah membuat saya bernafsu, Nir. Sungguh, saya tidak bohong”

“Bodo”

Untuk sementara ku putuskan untuk tidak membalas chat Nira. Ku sandarkan kepalaku dan ku buat posisiku se rileks mungkin karena aku ingin menatap dan menikmati foto Nira yang menurut persepsiku sengaja menantangku atau sesuatu seperti itu. Mungkin saja ketika dia akan memutuskan untuk mengirim foto itu, ada pergolakan hebat dalam hatinya.

Seorang akhwat yang sehari-harinya berjuang keras menjaga iffah - kesucian - baik diri maupun pernikahannya, terlebih lagi syahwatnya kini sedang dalam posisi tergoda oleh seorang suami orang yang meminta fotonya tanpa mengenakan penutup mukanya. Tentulah amat sangat menarik, bukan?

Aku juga heran mengapa Nira dengan ringannya mengirimkan fotonya meskipun aku menunggu agak lama. Tapi dia mengirimkannya dan dengan diiringi kata-kata agar aku tidak bernafsu melihat fotonya.

Rupanya – mungkin hanya dugaanku saja – Nira memilih untuk menyerah dalam menjaga iffah-nya setidaknya hanya untuk malam ini saja karena dia sedang butuh teman ngobrol atau bercanda, atau dia sedang dalam keadaan rindu yang menghebat kepada suaminya, buat di senggamai? Lalu tiba-tiba dia berada pada kondisi yang nyaman dengan seorang pria beristri, adik iparnya pula, yang terkadang dengan nakalnya menggodanya.

Sekali lagi, ini hanya analisisku saja.

Ku perhatikan lagi foto yang baru ku terima.

Sungguh Nira sangat cantik meskipun bibir dan hidungnya tertutup sebahagian, tetapi matanya yang menatap tajam ke kamera telah mampu melengkapi bagian wajah yang terlindungi. Nira mengenakan jilbab biru muda lebar dengan cadar yang warnanya senada.

Tangan kirinya menutupi sebahagian wajahnya sebelah kiri, namun membiarkan wajahnya yang sebelah kanan terekspos dengan jelas, menampakkan pipinya yang putih namun merona. Lembut dan tanpa noda.

Oh, betapa ingin aku mendaratkan bibirku di pipi yang indah itu. Lalu ku kecup perlahan dengan kecupan basah yang biasanya kalau dengan Azita maupun adik kembarnya, kecupan basahku juga langsung membuatnya basah. Entah bagaimana rasanya jika lidahku menyapu pipi yang mulus ini.

Ah…. Rupanya sudah menegang lagi.

Eh, Tunggu.

Ada yang aneh di foto ini. Ku perhatikan dengan saksama wajah cantik itu, dan aku merasa ada yang berbeda dari gambar itu. Hanya saja aku belum bisa menyimpulkannya. Ku hela nafasku lalu mencoba memperhatikan lagi.

Ah, wajah ini sungguh cantik. Tapi bukan disitu keanehannya.

Hmmm…. ku tatap lekat-lekat foto itu lalu ku temukan sesuatu yang membuatku serasa merinding. Nira mengirimkan fotonya padaku dengan sebahagian wajah yang tertutup oleh tangannya pada sebagian cadarnya, namun aku bisa menemukan jejak make up pada wajah yang terlihat.

Aku bisa dengan jelas melihat matanya yang dihiasi eyeshadow ataupun eyeliner, serta perona pipi dan tentu saja sedikit sudut bibir yang terlihat juga sangat jelas kalau Nira menghiasnya dengan lipstik.

Ya! Nira memakai make up. Sepintas bagi kalian para pembaca hal ini adalah hal yang biasa saja, seorang wanita memakai make up.

Benar sekali.

Tetapi bagiku, ini adalah sebuah keanehan karena sekian lama aku mengenal kakak iparku ini, bahkan sebelum ia mengenakan cadar sekaipun, aku tahu persis bahwa di balik cadarnya itu dia tidak pernah mengaplikasikan make up pada matanya yang memang sudah indah itu, apalagi pada bagian yang tertutup.

Seingatku, aku tidak pernah menemukan eyeshadow ataupun eyeliner di matanya yang innocence itu. Dan kini Nira mengirimkanku foto dengan menyingkap cadarnya sebahagian dan menampakkan sebahagian wajahnya yang berhias make up.

Apa maksudnya?

Wah….. Tiba-tiba jiwa donjuanku mengembang dan senjataku semakin mengeras. Seberkas senyum bejat tersungging di bibirku. Kini aku tahu. Hipotesis terkuat adalah, Nira mengirimiku foto seperti itu mungkin saja sebagai kode kepadaku bahwa dia tertarik secara seksual kepadaku.

Aku menduga pertarungan nuraninya telah memenangkan syahwatnya sehingga dengan mudahnya dia mengirimkan gambar yang amat sangat vulgar di kalangan akhwat militant sepertinya.

Kemungkinan kedua, dia mengirimi fotoku sebagai bahan retorika untuk dijadikan tema dialog di kemudian hari, entah mungkin bisa saja malam ini, atau mungkin di lain waktu. Mungkin saja Nira sedang membuat tema diskusi dengan menampilkan fotonya lalu meminta pendapatku.

Ah…. Nira….

Mungkin dia sekarang sedang dalam persimpangan hati yang begitu hebat. Gejolak dalam dadanya mungkin saja sedang bergemuruh, mencoba menghindar dari gamangnya perasaan.


...

...

...


Sekitar pukul 12 san malam. Aku baru saja menidurkan anakku yang terbangung tengah malam minta dibuatkan sebotol susu.

Aku tidak tega membangunkan istriku yang masih terlelap dalam balutan selimut, hingga aku rela menggendong anakku sampai hampir sejam lamanya agar dia tertidur lelap kembali.

Aku tak lagi di teras depan, melainkan kini sudah di dalam rumah. Aku memutuskan untuk duduk di sofa untuk berbaring melepaskan penat dan mencoba mencari kantuk yang sepertinya belum menampakkan batang hidungnya malam ini.

Dengan iseng, ku buka kembali WA di ponselku dan ku baca-baca apa saja yang tadi ku tuliskan di aplikasi ini kepada Nira.


Eh…. Tunggu! Nira masih online?

Ada apa ya? Lebih baik ku putuskan untuk mengirimkan chat pdanya.

“PING….”

“Nir…”

Tanda centang abu-abu.

Dua tanda centang abu-abu. Agak lama tanda itu ku amati. Atau aku saja yang berharap tanda itu cepat-cepat berubah menjadi dua tanda centang biru. Aku menghela nafas, mungkin dia sudah tidur namun ponselnya masih aktif. Baru saja ku letakkan ponselku di meja ketika dia bergetar. Ku buka, dan benar saja. Itu Nira.

“Bukan gitu kalau salam”

“Eh… Assalamualaikum”

“Wa’alaikum salam….”

“Blom tidur Nir?”

“Blom ngantuk”

“Trus lagi ngapain aja?”

“Kamu sendiri, kok blom tidur, Ar?”

“Hmmm… ada yang coba mengalihkan pembicaraan, deh kayaknya”

“Biasalah, Ar. Kebanyakan orang Indonesia kalo ditanya malah balik nanya. Aku kan orang Indonesia juga ”

“Oh ya? Riset kapan, tuh?”

“Baru aja, hehe…..”

“Datanya gak valid orang Indonesia jumlahnya sekian juta tapi sampelnya cuman sebiji orang”

“Biarin, wekkk….”

“Semangat amat meletnya. Hmmm jangan-jangan….”

“Jangan-jangan kenapa, Ar?”

“Hmmm…. jangan-jangan kenapa, ya? Mau tau?”

“Gak juga sih”

“Wahhh…. ini chat paling absurd yang pernah saya lakukan dengan penghuni WA”

“Hehehe…. iya. bener banget”

“Nir…”

“Ya?”

“Saya mau membuat pengakuan,”

“Ngaku apa?”

“Mmm….. tadi saya gak bisa jaga pandangan sama fotonya. Malah maunya ditatap terus”

“Ih… dasar mesum”

“Kok Mesum?”

“Mesum dong. Menatap foto orang yang menutup aurat itu mesum namanya”

“Abisnya cantik sih…..”

“Basi”

“Bener deh”

“Garing Ah…”

“Bodo. Eh Nir…. Video call, yuk?”

“Jangan…. Aku gak pake jilbab”

Entah mengapa, saling berbalas pesan via aplikasi ponsel pintar malam ini dengan Nira, membuatku senyum-senyum sendiri. Dan aku yakin Nira pada malam ini juga sedang dalam kondisi yang sama denganku.

Aku seperti berasa seorang mahasiswa tingkat awal yang baru mengenal seorang gadis, lalu mencoba peruntungan dengan melakukan pendekatan dengan gadis itu. Segalanya tiba-tiba menjadi melankolis sebagaimana drama-drama korea yang biasa ditonton oleh para kaum hawa kang halu di luar sana, termasuk Azita istriku.

Sungguh, akhwat ini di seberang sana sedang dalam keadaan yang rapuh serapuh-rapuhnya. Pendiriannya tengah goyah dalam hantaman badai situasi yang sedang menggelegak menimpa hati dan perasaannya.


“Eh… maaf…. pake dulu jilbabnya kalo gitu, kan?”

“Emoh… males…”

“Trus gimana, donk”

“GImana, ya? Bobo aja lah. Besok kan kamu mau kerja, Ar”

“Hmm, boleh ikut ke sana gak, buat menemani tidur?”

“Ih… dasar mesum….”

“Biarin…. yang penting yang dimesumin suka dan rela….”

“Ih… aku gak rela atuh Ar”

“Yang bilang itu kamu siapa? Yee ngerasanya pengen di mesumin”

“Kamu nakal, Ar. Udah ah, mau bobo. Kalau kamu seriusan mau nemenin, aku tunggu di mimpi aja ya?”

Waduh! Mulai menantang. Baiklah, aku jabanin kemana akan engkau arahkan candaan ini buat menuju ke sebuah keseriusan, Nir.

“OK... Deh.... saya susul ke mimpi juga. Tapi suka-suka saya ya?”

“Iya… Suka-suka kamu aja lah, Ar. Assalamualaikum”

“Wa’alaikumsalam”

Sungguh aku ingin sekali bertemu denganmu dalam mimpi, jika seandainya aku bisa mengendalikan mimpiku.

Akan ku berikan engkau perlakuan yang tidak akan bisa kamu lupakan. Tapi engkau hanya mengizinkanku melakukannya dalam mimpi. Seindah apapun mimpi, tetap saja aku harus terbangun nantinya agar aku bisa mencari tahu bagaimana rasanya jika mimpi itu terjadi di dunia nyata.

Hhh…. sudah hampir setengah dua.

Tidak terasa, sudah sejam lebih aku chating dengan Nira, termasuk bumbu-bumbunya. Tersenyum, merenung, memikirkan jawaban, atau merencanakan godaan ternyata bisa juga menyita waktu yang tidak sedikit. Selamat mimpi Nira, jika aku bisa masuk di mimpimu, aku ingin sesekali terbangun bersamamu.


BERSAMBUNG CHAPTER 39
 
Bimabet
Hahayy...
Spt biasa, alurnya meliuk dan meleset dr bayangan mesum Nubie wkwkwk...
Kirain Nira kirim pap yg gimana2. Ternyata tidak semudah itu ferguso wkwkwk...
Nah ini nih. Baru cerita penaklukan akhwat. Tarik ulur tarik ulur, bikin yg gak sabar pengen coli senut2 ngikutinnya :kpenuh:
G papa sih. biar ntar pas si Ar narik gamis Nira, ama Nira diulur ampe lepas semua atas bawah. Eh apa iya suhu @Phat-Phat akan membiarkan hal itu kejadian? Wkwkwkwk...
54-39=69 eh... rumus drmana pula itu hahahaa
Masih 15 episode lagi temans. Dirata2 seminggu 1 x update, bisa2 baru ntar lewat lebaran haji si Ar nyetak gol ke gawang Nira. So sabar ya para semproter, tahan2 dl colinya wkwkwk...
Eh tp siapa tau suhu @Phat-Phat sudi berbaik hati memberikan gol pembuka di awal2 babak hehehe...
Nice update Hu
Makasih updatenya Hu @Phat-Phat
Monggo dilanjut
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd