Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [Season 1 & 2] - Slavery Game

Tim siapakah anda?

  • Lia

    Votes: 68 21,1%
  • Indah

    Votes: 40 12,4%
  • Vera

    Votes: 20 6,2%
  • Yolanda

    Votes: 60 18,6%
  • Azizah

    Votes: 125 38,8%
  • Natsu

    Votes: 9 2,8%

  • Total voters
    322
SG 79 – A Real Life Korean Drama


“Mas tamunya gak disuruh duduk dulu?”, tiba-tiba suara Vera terdengar di belakangku. Aku pun langsung tersadar dari lamunanku dan mempersilakan Azizah untuk duduk sedangkan aku sendiri duduk di sebelah mas Teguh.

Mas Teguh sepertinya tidak nyaman juga duduk dekat bersama dengan wanita janda istri Nuha ini, yang masih melihatku dengan tatapannya yang tajam. Aku tau ia juga masih merasa bersalah atas tewasnya Nuha Paredan.

Jadi mas Teguh berdiri lalu berdiri di belakang sofaku. Aku tidak menghiraukan reaksi mas Teguh ini karena fokusku masih pada wanita cantik di depanku ini. Bukan karena ingin menikmati kecantikannya tentunya, tapi karena aku heran dengan kemunculan wanita ini yang tiba-tiba dan penasaran dengan maksud kedatangannya mencariku.

Kulihat Indah dan Vera juga sedang mengamati Azizah yang masih berdiri, sedangkan Yollie hanya meliriknya sesaat sebelum kembali fokus pada artikel yang sedang dibacanya di ipadnya. Kakinya menumpu menyilang dan duduk dengan santai tanpa terlalu peduli dengan kedatangan tamu kami ini.

Walaupun sudah kupersilakan duduk, Azizah tetap bersikeras untuk berdiri. Aku pun membiarkannya dan bertanya,

“Mba nyari saya? Apa ada yang bisa saya bantu?”, tanyaku ramah dan berusaha mencairkan suasana yang sedikit tegang ini. Azizah tidak menjawab pertanyaanku dan malah bertanya balik,

“Mana Bramono Setiawan?”, tanyanya dengan nada ketus. Namun suaranya itu terdengar sexy di telingaku.

Aku sedikit terkejut dengan pertanyaannya itu tapi masih mencoba untuk bersikap ramah dan menjawabnya,

“Bramono sudah tidak disini lagi. Sekarang, rumah ini adalah rumah Vera, mantan istrinya. Ada perlu apa mba mencari Bramono?”, tanyaku lagi sambil menunjuk ke arah Vera.

Lagi-lagi wanita ini tidak menjawab pertanyaanku dan bertanya lagi dengan intonasi suara yang masih dingin dan ketus,

“Apa Bramono yang sudah membunuh suami dan anakku?”

Aku sontak terkejut mendengar pertanyaannya,

“Eh? Kenapa mbak bisa sampai berpikiran seperti itu? Apa mba punya bukti atas tuduhan mba itu?”, tanyaku semakin heran dengan tuduhannya itu kepada Bramono.

“Aku tau suamiku sedang menyelidiki sebuah kasus korupsi yang melibatkan Bramono Setiawan. Jadi aku yakin kematian suami dan anakku ada sangkut pautnya dengan Bramono.. dan menurutku anda juga pasti terlibat.. Apakah anda juga sudah membantunya untuk membunuh suamiku?”, Azizah berkata semakin dingin sambil memicingkan matanya dan menatapku semakin tajam.

Aku jadi sedikit tersinggung dengan sikap dan nada suaranya itu yang sekarang malah menuduhku. Aku menjawabnya datar,

“Aku gak tau apa yang kamu bicarakan. Bukankah polisi sudah menyelidiki atas kejadian yang menimpa almarhum suamimu? Kenapa kamu tiba-tiba menuduhku, apa kamu punya bukti?”, tanyaku ketus membalas perlakuannya padaku.

“Polisi memang sudah menangkap supir truk yang menabrak mobil yang ditumpangi mas Nuha. Tapi aku yakin ada orang yang menyuruh supir truk itu, yang merupakan dalang sebenarnya di balik kejadian itu”, jawabnya yang membuatku jadi sedikit kagum dengan intuisi wanita ini.

“Jadi kamu sekarang datang kesini untuk menuduh Bramono dan aku? Apa almarhum suamimu tidak menceritakan kepadamu bahwa aku yang sudah menyelamatkannya dari usaha percobaan eksekusinya pagi itu ketika aku pertama kali datang ke rumahmu?”, ujarku berusaha untuk santai walaupun sebenarnya aku sudah agak kesal dengan sikap Azizah ini.

“Justru itu yang membuatku bingung. Kalaupun memang bukan kamu atau Bramono yang sudah membunuh suamiku, tapi aku yakin kamu tau tentang kejadian yang sebenarnya dan siapa dalang yang menjadi pelaku utama yang telah membunuh suami dan anakku”, ujarnya sambil menggeram.

Aku menghela nafas panjang lalu menjawabnya santai,

“Maaf kamu salah. Aku tidak tau apa-apa tentang kejadian yang menimpa suami dan anakmu”, kataku berbohong.

“BOHONG!!”, Azizah tiba-tiba membentakku. Kulihat juga badannya bergetar yang menandakan amarahnya yang besar. Lalu aku dan Azizah sama-sama terdiam selama beberapa saat sambil saling menatap tajam.

Kemudian ia melanjutkan,

“Aku yakin kamu pasti tau siapa orang yang sudah membunuh suamiku. Beri tau aku sekarang, siapa orang itu..”, ujarnya memaksaku.

“Kalaupun aku tahu siapa orang itu dan memberitahumu, Lalu apa? Apa yang akan kamu lakukan? Melaporkan ke polisi? Kalaupun dugaanmu itu benar bahwa ada orang yang sudah membunuh suamimu, kalau pihak berwajib saja tidak bisa menyelidiki kebenaran kasus ini, kamu bisa apa?”, tanyaku berusaha untuk membuatnya berpikir rasional.

“Aku mau kamu membantuku untuk membuat laporan ke polisi agar polisi bisa menangkap pelaku sebenarnya”, katanya lagi dengan nada memaksa.

“Maaf aku gak mau. Apa gunanya buatku? Lagipula apa kamu gak sadar, kalau orang itu berani membunuh suamimu, dia bisa dengan mudah membunuhmu juga. Lebih baik, kamu serahkan saja soal ini ke pihak berwajib dan bersabarlah.. Aku yakin keluargamu akan segera mendapatkan keadilan”, jawabku sambil mencoba untuk membuat wanita ini menyerah.

Namun Azizah tetap bersikeras dan berkata,

“Aku tidak takut. Dan aku juga yakin polisi tidak akan melanjutkan penyelidikan kasus ini dan hanya akan menjadikan supir truk itu sebagai tersangka utama”, ujarnya tegas.

“Kalau begitu maaf.. tidak ada yang bisa kulakukan untuk membantumu”, kataku sambil menaikkan kedua pundakku lalu merebahkan punggungku ke sandaran sofa.

Azizah diam sambil masih menatapku. Kulihat ia masih belum menyerah dan terlihat sedang berusaha memikirkan cara lain agar aku membantunya.

Beberapa saat kemudian, ia berkata lagi, namun dengan intonasi suara yang lebih lembut dari sebelumnya,

“Waktu kamu ke rumahku pagi itu, aku mendengar pembicaraanmu dengan suamiku. Kamu meminta suamiku untuk tidak menyelidiki Bramono dulu, karena pihakmu sedang menyelidiki tentang mafia asing yang ada di belakang Bramono. Tolong beritahu aku siapa orang itu..”, pintanya.

Aku kembali menghela nafas dan berkata menyindirnya,

“Menguping bukan perbuatan yang baik, mbak Azizah”

Azizah tidak mempedulikan sindiranku kepadanya itu dan berkata,

“Tolong kasih tau aku saja, siapa orang yang sebenarnya telah membunuh suamiku. Setelah itu aku akan pergi dari sini dan tidak akan mengganggumu lagi”

“Trus apa yang bisa kamu lakukan setelah kamu tau siapa orang itu?”, tanyaku penasaran dengan niatan wanita ini.

Azizah menjawabku sambil menggeram,

“Kalau hukum negri ini tidak bisa memberikan keadilan untukku, aku akan mencari keadilanku sendiri.. “, ujarnya mantap.

“Cih! Dengan cara apa? Apa yang wanita lemah sepertimu bisa lakukan? Orang-orang yang kamu hadapi adalah orang-orang yang berbahaya. Mereka tidak akan segan-segan untuk menghabisimu”, kataku mencibirnya dengan intonasi meninggi.

“Aku gak peduli. Yang penting aku harus membalaskan dendam atas kematian suami dan anakku. Kalau aku mati, paling ngga aku bisa berkumpul lagi dengan suami dan anakku”, jawabnya dengan suara bergetar dan mata yang mulai berkaca-kaca.

Aku langsung membalas perkataannya itu,

“Lalu bagaimana dengan putra sulungmu? Kamu akan meninggalkannya sendirian di dunia ini? Dia sudah kehilangan ayah dan adiknya, trus nanti dia akan kehilangan ibunya juga?”

Kali ini, Azizah tidak mampu menahan air matanya lagi. Air matanya berlinang mengalir membasahi pipinya. Lalu sambil menangis terisak, ia bertanya kepadaku,

“Jadi aku harus apa? Hiks.. Apa aku harus diam saja ketika aku tau orang yang telah menghancurkan keluargaku itu bebas dan hidup enak? Hiks..hiks”

Kulihat Vera tidak tega ketika melihat Azizah menangis dan berniat berdiri untuk menenangkannya. Namun aku mencegah Vera seraya menggeleng. Vera menatapku dengan wajah memelas, tapi ia masih menuruti perintahku lalu melihat Azizah dengan cemas.

Indah dan juga Yollie, kulihat sedang melihat ke arahku juga. Tapi aku tau, mereka lebih memahami maksudku walaupun mungkin mereka tidak setuju dengan caraku menghadapi Azizah saat ini.

Aku menghela nafas lagi lalu berkata dengan lembut kali ini kepada Azizah,

“Aku mengerti penderitaan yang kamu rasakan.. tapi cobalah bersabar..”, aku berniat menasihatinya untuk bersabar dan melupakan dendamnya itu, namun ia memotong perkataanku,

“Kamu gak mungkin bisa mengerti apa yang kurasakan.. apa kamu pernah kehilangan orang-orang tercintamu yang ternyata dibunuh oleh orang lain? Huu.. hiks..hiks”

Aku terdiam selama beberapa saat untuk memikirkan bagaimana menjawab pertanyaannya. Akhirnya aku sedikit menceritakan tentang rencanaku untuk membuatnya lebih tenang,

“Semua orang yang ada di ruangan ini pernah mengalami nasib yang sama sepertimu.. Saat ini, aku sedang berusaha untuk menghentikan kejahatan mereka, agar tidak ada lagi keluarga lain yang akan mengalami penderitaan seperti yang kita rasakan”, ujarku.

Azizah menatapku dengan masih berurai air mata dan langsung berkata dengan terbata,

“Ka-kalau begitu, biarkan aku membantumu.. aku akan..”

“Tidak.. aku gak butuh bantuanmu. Kamu hanya akan menjadi bebanku.”, potongku tegas sebelum ia menyelesaikan perkataannya.

Aku tau perkataanku itu mungkin akan menyakiti perasaannya, tapi aku tidak peduli. Aku memang tidak membutuhkan bantuannya dalam rencana akhirku nanti. Lagipula aku tidak mau wanita ini menjadi sepertiku atau mas Teguh yang tenggelam dalam dendam kami. Itu hanya akan membuatnya lebih menderita.

“Please.. izinkan aku membantumu.. Aku gak akan jadi bebanmu..”, pinta Azizah memelas kepadaku.

Aku menggelengkan kepalaku dan menjawabnya,

“Pulanglah mba dan temani saja putra sulungmu.. Kalau bisa, bawa dia pergi jauh dan bersembunyi di suatu tempat untuk beberapa waktu. Aku hanya bisa menjanjikan kepadamu, bahwa keluargamu akan mendapatkan keadilannya. Percayalah padaku..”, jawabku berusaha meyakinkannya.

“Ngga mas Reza.. please.. paling ngga, izinkan aku berada di dekatmu. Aku gak akan bisa tenang sebelum aku tau orang itu sudah mendapatkan ganjaran atas perbuatannya pada keluargaku.. please mas.. aku akan melakukan apa pun yang mas mau.. hiks.. hiks”, Azizah tetap bersikeras dan mencoba membujukku agar melibatkannya dalam rencanaku.

Aku semakin kesal karena tidak tau lagi harus bagaimana untuk membuat wanita ini menyerah. Seketika saja terlintas sebuah ide di kepalaku. Mungkin karena kekesalan dan kebingunganku harus berbuat apa lagi agar ia mengerti, aku tidak memikirkan secara baik-baik ideku ini dan langsung berkata,

“Baiklah.. kalau begitu buka bajumu..”

“Eh?”, kulihat Azizah tersentak kaget setelah mendengar perintahku itu. Aku juga melihat dari sudut mataku, Indah langsung menatapku tak percaya dan mendelik marah ke arahku. Tapi aku tidak mempedulikannya.

Yollie hanya menatapku sesaat, namun ia kembali fokus dengan ipadnya. Yang membuatku heran adalah reaksi yang ditunjukkan oleh Vera.

Ia sepertinya malah bersemangat mengamati interaksiku dengan Azizah. Vera memangku kedua pipinya dengan tangannya dan menumpukan sikunya di pahanya. Tingkahnya ini seolah ia sedang menonton drama korea favoritnya. Sambil tersenyum, ia memperhatikan reaksi dari Azizah dan menunggu apa yang akan dilakukannya.

Aku lalu berkata pada Azizah dengan sinis,

“Kenapa? Bukannya kamu tadi bilang akan melakukan apa pun untukku?”, tanyaku untuk membuatnya menyerah kali ini.

Lalu aku melanjutkan,

“Pulanglah.. Tidak ada yang bisa kamu lakukan di sini. Kamu hanya akan mengacaukan rencanaku”

Kulihat Azizah menggigit bibirnya dan terlihat ia seperti sedang berpikir keras. Lalu berbeda dari dugaanku dan bertolak belakang dengan harapanku agar ia menyerah, dengan gerakan perlahan Azizah mulai melucuti gamis yang dipakainya.

Sambil menunduk dan wajah memerah, ia membuka resleting gamisnya yang berada di punggungnya lalu membiarkan gamis itu terjatuh ke lantai. Di balik gamisnya itu, ia masih memakai sebuah rok daleman brrenda yang berwarna krem. Payudaranya yang memakai bra berwarna krem dan membusung dengan indah itu, masih tertutup oleh jilbab lebarnya.

Namun pinggangnya yang ramping dan sangat sexy, dengan kulitnya yang putih tanpa cacat, tersaji indah di hadapanku. Sontak darahku berdesir kencang dan aku langsung menelan ludah seraya berpikir,

“What the fck..”, batinku tak percaya bahwa wanita ini mau melakukan apa yang tadi dengan asal kuperintahkan.

Aku ternyata sudah meremehkan, perasaan dendam yang dirasakan oleh Azizah sehingga wanita alim sepertinya, sudah tidak peduli dengan kehormatan dirinya dan bersedia menuruti perintahku yang tidak wajar itu.

Kudengar di belakangku, mas Teguh langsung membalikkan badannya. Indah juga langsung bertingkah kesal dan memutar posisi duduknya hingga memunggungiku. Lalu ia mengambil sebuah headset dari tasnya dan memakainya. Setelah itu, Indah hanya fokus ke HP-nya.

Yollie kulihat menatapku lagi. Namun kali ini, dari matanya bisa kulihat ada sebuah ancaman yang langsung membuat bulu kudukku berdiri,

“Ow syit..”, batinku mengutuk kebodohan ideku ini.

Dan Vera? Hahhh.. Aku benar-benar tidak tau bagaimana harus bereaksi terhadapnya saat ini. Kulihat raut wajahnya justru seperti sedang menikmati situasi ‘tegang’ saat ini. Bola matanya kulihat bergantian melirikku dan Azizah. Bibirnya tersenyum sampai lesung pipitnya itu terbentuk menggemaskan. Aku tidak tahan mau mencubit gemas pipinya itu.

Sesaat kemudian, kulihat Azizah berniat untuk membuka pengait bra-nya. Dengan cepat aku segera berdiri dan berjalan menghampirinya..







 
Terakhir diubah:
Anjirrr.. dijamin nih dapat budak baru yg secara sukarela mau tunduk. Siapa lagi klo bukan Azizah.

Dijamin nantinya bakal dapat new experience nih master Reza.. mantaap mantaap.

Ditunggu updatenya lagi yg pasti bakal keren. Apalagi ya nanti kan setelah ini ada keputusan dari Lia. Lalu sekiranya dia tau lagi klo ada budak baru, janda secantik Azizah. Gimana perasaan lia ya??
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd