Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [Season 1 & 2] - Slavery Game

Tim siapakah anda?

  • Lia

    Votes: 68 21,1%
  • Indah

    Votes: 40 12,4%
  • Vera

    Votes: 20 6,2%
  • Yolanda

    Votes: 60 18,6%
  • Azizah

    Votes: 125 38,8%
  • Natsu

    Votes: 9 2,8%

  • Total voters
    322
Lawan udh makin bahaya, apa ga kepikiran ya naikin stat luk reza? Sedikit keberuntungan akan lebih menyenangkan saat menghadapi lawan yg lebih berat
 
SG 61 – Releasing Vent Before Battle


Vera tersenyum menatapku dan berkata, “Vera bangga sama mas Reza”

“Hm? Kenapa bisa gitu?”, tanyaku lembut sambil balas menatapnya.

“Semua yang mas lakukan malam ini. Mas melakukannya layaknya seorang gentleman. Mas Reza bisa bersikap tenang ketika kami semua dalam keadaan panik setelah mendengar rencana jahat Rudy kepada mba Yolanda dan anaknya, mas bisa berpikir cepat dan merencanakan semuanya. Padahal Vera tau mas Reza sedang dalam kondisi tidak bisa berpikir jernih akibat mendengar berita tewasnya Nuha dan sebelumnya sedang mencoba menyelesaikan masalah mas dengan mba Lia”, kata Vera sambil memainkan jarinya di dadaku.

Lalu ia melanjutkan,

“Walaupun Vera awalnya sebenarnya menghargai juga keputusan mas yang bakal nyeritain semuanya ke mbak Lia, tapi Vera juga seneng ternyata mas mau ngikutin saran Indah. Dan malam ini mas juga bantu Vera untuk melepaskan beban Vera lagi. Vera selalu merasa bersalah juga ke mbak Lia. Tapi akhirnya sekarang jadi lebih lega”, ujarnya pelan.

Aku menghela nafas karena tersadar setelah diingatkan oleh Vera bahwa ada masalah lain yang sedang kuhadapi saat ini.

“Haahh.. Paling ngga amarah Lia jadi sedikit mereda gara-gara rencana Rudy Zhao ini. Kamu tadi sendiri dengar kan, mas harus berusaha sekuatnya sekarang untuk nyelamatin Yollie dan anaknya. Dengan begitu, mas punya harapan agar Lia bisa sedikit memberikan maafnya ke mas”, ujarku.

Lalu aku bertanya kepadanya sambil membelai rambutnya,

“Kamu gak takut? Bukannya besok kamu harus berbicara empat mata ya sama Lia?”

Vera menggelengkan kepalanya dan menjawab,

“Ngga mas. Vera yakin mba Lia akan mengerti.. Vera juga akan nerima semua keputusan mba Lia. Kalau ternyata, mba Lia nyuruh Vera untuk ninggalin mas..”, Vera tidak melanjutkan perkataannya selama beberapa saat. Matanya terlihat mulai berkaca-kaca.

Kemudian Vera melanjutkan,

“Kalau Vera udah nemuin mbak Meyla, Vera akan pergi jauh dengan mbak Meyla”

“Dan ninggalin mas? Kamu ga sayang dan cinta sama mas?”, tanyaku dengan nada sedikit meninggi.

Vera terkaget setelah mendengar pertanyaanku. Lalu ia bangkit dari pangkuanku dan duduk di sebelahku sambil menghadapku. Kemudian tiba-tiba Vera memelukku dan meletakkan pipinya di pundak kananku. Sambil terisak ia berbisik,

“Vera sayang banget sama mas Reza. Vera cinta sama mas Reza. Tapi… Kalau ternyata itu malah membuat hubungan mas dan mbak Lia jadi rusak, Vera akan lebih memilih untuk memendam cinta Vera dan ninggalin mas, biar mas dan mbak Lia tetap saling mencintai selamanya.”

“Trus kamu gak mikirin perasaan mas? Apa mas gak boleh membagi cinta mas juga ke kamu?”, tanyaku lagi dengan nada yang sama.

“Ngga mas.. jangaan.. Vera tau cinta sejati mas adalah ke mba Lia. Hubungan mas dan Vera hanya terjadi karena sistem itu.. dan situasi yang akhirnya mengaitkan hidup mas dengan Vera. Mas harus lebih prioritasin mbak Lia dibanding harus mencintai wanita seperti Vera”, ujar Vera seraya melepaskan pelukannya dariku dan menatapku tajam serta berusaha untuk meyakinkanku agar memilih dengan bijak.

Air mata Vera mulai mengalir di kedua pipinya yang putih mulus. Bibir Vera juga terlihat bergetar. Namun dari tatapan matanya bisa kulihat keikhlasannya dan keyakinannya atas keputusannya itu.

Aku menghapus air mata di kedua pipinya itu dengan kedua tanganku. Lalu dengan suara mantap namun lembut aku berkata kepadanya,

“Mas gak mau. Mas udah berjanji untuk selalu melindungi kamu. Aku mencintaimu, Vera Nindya Astuti.. Mas juga yakin Lia akan mengerti dan akhirnya akan bisa menerimamu juga. Bukannya kamu juga tau, Lia sudah mengizinkan aku untuk berpoligami? Mas akan menikahimu Ver..”, ujarku tulus.

“Eh?”, mata Vera terbelalak mendengarkan perkataanku. Bibirnya tampak semakin bergetar. Air matanya mulai mengalir lagi. Matanya menatap mataku dalam-dalam.

“Kenapa? Kamu gak ma…ehmm”

Pertanyaanku langsung terpotong karena Vera langsung mencium bibirku dan melumatnya dengan bernafsu. Kedua lengannya dilingkarkan di leherku. Namun aku merasakan ciuman dan lumatan Vera ini bukan didasari dari nafsu birahinya. Melainkan Vera yang sedang meluapkan semua perasaan cintanya kepadaku.

Walaupun pada awalnya bibir Vera melumat bibirku sedikit buas, tapi perlahan ciumannya berubah semakin lembut. Vera sedang menciumku seperti ia menciumku pada saat setelah drama makan malam waktu itu.

Bibir kami saling beradu dan melumat dengan ditambah hisapan-hisapan yang lembut dan lama, tanpa ada permainan lidah. Aku rasakan juga ciuman kami ini sedikit asin karena tercampur air mata yang menetes di pipinya. Tapi aku menghiraukannya dan membalas lumatan Vera di bibir atas dan bawahnya.

Beberapa saat kemudian, Vera melepaskan ciumannya dan memundurkan wajahnya beberapa senti dari wajahku. Terlihat air liur kami menyatu dan teruntai dari bibirku ke bibirnya.

Vera menatapku sayu sambil menggigit kecil bibir bawahnya sehingga untaian air liur itu terputus.

“Asin..”, kataku bercanda sambil menjilat sisa air liur yang menetes di bibirku.

“Hehe..hiks”, Vera tertawa kecil sambil masih sedikit terisak. Aku menghapus lagi sisa air mata Vera di pipinya dan bertanya,

“Jadi.. kamu gak mau jadi istri mas?”, tanyaku menggodanya sambil agak memiringkan kepalaku.

“Eennngghh… mau.. mau.. pake banget”, jawabnya lirih seraya merajuk manja. Lalu Vera merebahkan punggungnya ke sofa sambil menarikku untuk menindihnya. Aku merubah sedikit posisiku untuk membantunya.

Posisiku sekarang sudah menindihnya dengan bertumpu pada sikuku di sebelah kepalanya. Kedua tangan Vera tetap merangkul leherku.

Lalu sambil membelai rambut di dahinya, aku berkata lirih,

“Aku sayang kamu Ver”

“Aku juga sayang kamu, mas Reza”, jawabnya.

Lalu aku dan Vera kembali saling bercumbu mesra. Aku melumat bibirnya bergantian atas bawah berulang-ulang. Kemudian kali ini aku mulai mengeluarkan lidahku dan menerobos mulutnya. Vera membalas perlakuanku dengan membelit lidahku dengan lidahnya.

Kami berdua asik larut dalam pergulatan dan peraduan bibir serta lidah kami. Saking asiknya, aku bahkan tidak mendengar suara mobil yang berhenti di depan rumah ini. Baru ketika aku mendengar suara pintu depan yang terbuka, aku tersadar dan ciuman kami seketika terlepas.

Vera melepaskan rangkulannya di leherku. Aku juga bangkit duduk dan menoleh ke arah pintu depan dan melihat sosok yang membuka pintu itu adalah mas Teguh.

Mas Teguh sesaat terdiam dan kaget setelah melihat posisiku dan Vera. Lalu ia langsung menoleh ke arah lain dan sambil menunduk, ia berjalan terburu-buru masuk ke dalam rumah.

Ia melewati kami tanpa sedikitpun melirik ke arahku dan Vera. Mas Teguh bergumam dengan sedikit keras, “Ketinggalan.. Ketinggalan..”

Lalu ia berjalan tergesa menuju ke kamar tempatnya biasa tidur kalau ia sedang menginap di rumah ini. Aku dan Vera mengikuti arah jalan mas Teguh dengan mata kami, tanpa berusaha menyapanya.

Tak lama kemudian, mas Teguh keluar dari kamar itu sambil membawa sebuah tas ransel berwarna hitam. Lalu dengan tingkah yang sama, mas Teguh berjalan ke arah pintu depan sambil kembali bergumam,

“Pergi lagi.. maaf.. maaf”

“……..”

Aku dan Vera hanya bisa terbengong melihat tingkah mas Teguh itu sambil tetap mengikutinya dengan mata kami sampai ia akhirnya keluar rumah dan menutup pintu depan rumah ini lagi. Lalu tak lama kemudian, terdengar suara mesin mobil bergerak menjauh.

“Huhh”

“Hihihi”

Aku mendengus mencibir setelah melihat tingkah mas Teguh itu, sedangkan Vera tertawa geli dengan pipi merona memerah. Mungkin Vera malu, kepergok mas Teguh ketika sedang bercumbu denganku.

“Ke kamar?”, tanyaku pada Vera. Vera menganggukkan kepalanya. Aku pun langsung berdiri namun Vera tetap berebah santai.

Aku tersenyum melihatnya dan mengajaknya, “Ya udah ayok..”

Tapi Vera menggeleng lalu merengek manja,

“Eennggh.. gendoong”, ujarnya sambil mengulurkan kedua tangannya.

Aku tertawa geli melihat tingkah menggemaskannya itu. Lalu aku menelusupkan tangan kiriku melewati celah ketiak tangannya dan tangan kananku masuk kebawah pahanya lalu mengangkat bokongnya.

Kedua lengan Vera kembali merangkul leherku. Lalu seperti de javu, aku menggendong Vera sambil bertanya,

“Kemana?”

“Ke kamar Vera please.. Vera udah sering banget ngebayangin bisa bercinta sama mas di kamar Vera..”, pinta Vera padaku.

Aku kembali tersenyum dan memejam sesaat tanda setuju dengan permintaannya itu. Lalu aku berjalan sambil menggendong Vera menuju kamarnya. Aku berusaha melangkah dengan hati-hati dan melewati beberapa pecahan keramik.

Sesampainya di kamar Vera, aku menutup pintu kamarnya dengan menggunakan tumitku. Kemudian aku berjalan ke arah ranjang king sIze itu lalu merebahkan Vera dengan perlahan.

“Bukannya kita sudah sering bercinta di dalam dream room ya?”, kataku sambil berbisik di sebelah telinganya.

“Beda mas.. walaupun di dream room terasa nyata, tapi masih gak bisa sama dengan pengalaman kita waktu itu. Vera bener-bener mau lagi menikmati sentuhan mas di dunia nyata, terutama di kamar ini”, ujarnya dengan nada memelas.

“Iya.. boleh..”, bisikku lirih. Lalu aku mulai mengecup lembut telinganya dan bibirku bergerak merayap menyusuri rahang dan pipinya.

Aku menatap Vera yang sedang tersenyum manis kepadaku. Aku pun langsung merapatkan bibirku ke bibirnya.

CUPP CUPP

Aku mengecup bibirnya beberapa kali lalu mulai menaikkan intensitas lumatanku namun tetap dengan penuh perasaan. Vera pun membalas lumatanku sambil masih merangkul leherku.

Setelah melumat bibirnya beberapa saat, aku melepaskan ciumanku. Vera menatapku sayu dan berujar,

“Cumbui Vera malam ini mas. Jadikan Vera tempat melampiaskan perasaan gundah mas saat ini”

Aku menatap matanya sebentar lalu bangkit berdiri. Lalu aku mulai melepas kaosku dan celanaku sampai tinggal boxer yang masih kupakai. Setelah ragu sesaat, aku pun melepaskan boxer itu hingga penisku yang sudah tegang menyembul perkasa.

Vera juga kulihat melepas dress rumahan sekalian dengan bra berenda yang dipakainya. Lalu Vera melepaskan CDnya hingga kini ia sama denganku, bertelanjang bulat. Kemudian Vera menggeser tubuhnya sampai ke tengah ranjang.

Aku menaiki ranjang dan bergerak merangkak sampai ke atas tubuh Vera. Lalu dengan sikuku yang menumpu, aku mendekatkan bibirku ke telinga kanannya dan berbisik pelan,

“Kamu bukan tempat pelampiasanku. Tapi calon istriku..”

Tanpa menunggu jawaban Vera, aku mencaplok cuping telinga Vera dan menghisapnya lembut.

“Ngghh mass..”, Vera mendesah lirih.

Bibir dan lidahku mulai menelusuri leher jenjang dan mulus Vera itu yang merupakan salah satu titik kelemahan Vera. Tak ayal..

“Hemm.. nghhh.. aahhh.. mmmhh.. “, Vera semakin sering mendesah merdu. Aku sudah sering mendengarkan desahan Vera ketika di dalam dream room.

Namun kali ini, suara desahan Vera terdengar berbeda bagiku. Vera seolah mendesah lepas tanpa menahan. Matanya memejam erat dan terlihat ia sangat menyukai cumbuanku. Desahannya itu pun terdengar lebih menggambarkan perasaan cintanya yang sedang dicumbu oleh orang yang benar-benar dicintainya.

Setelah puas bermain dan meninggalkan beberapa jejak merah di lehernya, aku sedikit bangkit lalu memegang kedua pergelangan tangan Vera dan mengangkatnya ke atas kepalanya hingga ketiaknya yang putih bersih tanpa bulu itu terlihat menggairahkan di depanku.

Sambil menahan pergelangan tangannya itu, aku mulai menjilati dan mengecup-ngecup ketiak kanan Vera yang membuatnya sontak menggeliat kegelian.

“Aahh.. maass.. gelii ihh.. mmhh.. aahh”

Mulutku mulai bergerak ke tengah dan menjilati serta menghisap lembut buntalan payudaranya di bagian luar, terus ke arah payudaranya yang lain sampai ke ketiaknya yang kiri. Aku mengulangi aksiku sebelumnya selama beberapa saat di ketiak kirinya itu sebelum kembali mencumbu balon gunung kembarnya.

Namun aku memang sengaja belum menyentuh puting berwarna pink nya itu. Vera yang tau aku sedang menggodanya itu, memelas kepadaku,

“Please maass.. jangan permainin Vera.. ouhhh”

Aku menghentikan aksiku sesaat dan berujar lirih,

“Mas gak akan mempermainkan hatimu, Ver.. tapi kalau tubuhmu...”, lalu..

HAPP

Tanpa menyelesaikan perkataanku, aku langsung melahap daerah areola sekaligus putingnya dan menyedotnya dengan gemas.

“Aaahhhhnn..”, Vera mendesah panjang menerima seranganku di payudara kanannya itu.

Lalu tangan kananku yang tadi memegang pergelangan tangannya, langsung menangkup dan mengulen payudara kirinya, sambil jariku sesekali memilin puting Vera yang sudah mengacung tegak.

Lidahku pun dengan cekatan, mulai memutar-mutar putingnya sambil tetap menyedot payudara kanannya Vera. Mulut dan tanganku bergerilya di kedua gunung kembarnya secara bergantian.

Puas mendaki dan menjelajahi gunung kembarnya itu, mulut dan jariku merayap turun menuju perutnya terus menuju lembah surgawi Vera.

Kemudian sambil mengelus-elus pahanya, bibirku mengecup lipatan bibir vaginanya ke arah bawah menuju lubang duburnya. Setelah itu, lidahku menjilat dari bawah ke atas dengan perlahan, dan membelah liang cintanya. Hidungku menghirup rakus aroma khas kewanitaannya.

Vera bergetar dan mendesah nyaring karena aksiku itu. Dengan bantuan jempol dan telunjukku, aku membuka bibir vaginanya dan menemukan biji kecil klitoris Vera menyembul malu-malu.

Dengan bernafsu aku langsung menjilat dan melahap klitorisnya yang membuat Vera langsung menggelepar keenakan.

“Aahhh.. maasss.. ouhhhh.. teruusss … ihhh.. aahhhnn”

Tangan kananku kembali merayap naik dan memainkan lagi puting susu Vera yang membuatnya semakin menggeliat tak karuan. Ketika kurasakan Vera hampir mencapai orgasmenya, aku menghentikan aksiku dengan tiba-tiba dan mengubah posisiku menjadi tegak sambil tersenyum menatapnya.

Mata Vera yang tadinya terpejam, seketika terbuka dan menatapku sayu. Terlihat juga kekesalan dan kekecewaannya ketika aku tidak meneruskan aksiku.

“Mas ihhh jahaatt.. kok berentii..”, ujarnya sambil memanyunkan bibirnya.

Aku tersenyum dan menjawab,

“Mas gak mau kamu squirt terus-terusan. Nanti keburu lemes, padahal mas blum nyampek-nyampek”, kataku menjelaskan maksudku.

“Hnngg.. ya udah.. masukin pleasee”, pintanya manja.

Aku yang memang sudah berniat seperti itu, langsung membuka paha Vera lebih lebar dan menaikkan betisnya ke pahaku.

Tak mau membuat birahi Vera turun terlalu jauh dari sebelumnya ia yang hampir mendapatkan klimaksnya, aku mulai mengarahkan penisku yang sudah menegang sempurna ke arah liang cinta Vera.

Diawali dengan gerakan membelah ke atas dan ke bawah dengan menggunakan kepala penisku, penisku mulai mencoba mendorong menyeruak masuk vagina sempit Vera.

Liang surgawinya yang sudah licin dan basah, masih terasa sulit untuk kudobrak dengan penis besarku yang berurat ini. Namun dengan pengalamanku yang sudah-sudah, aku tidak menyerah dan mengubah strategiku seperti biasa, dengan memundurkan sedikit batang penisku yang sudah masuk lalu mendorong kembali. Begitu terus berulang-ulang, hingga mili demi mili penisku masuk lebih dalam ke vagina Vera.

“Ouhh.. ouhhh.. aahhhhn.. massshh.. nnghhhh.. ahhhh..”

Penisku yang berusaha masuk lebih dalam dengan cara itu, sudah membuat Vera semakin kelonjotan. Foreplay-ku dan permainan oral-ku tadi sudah hampir membuatnya orgasme.

Walaupun birahinya sempat turun akibat aku berhenti sesaat tadi, tapi dengan usaha penisku yang sedang keluar masuk dengan ayunan pendek-pendek ini, membuat birahi Vera memuncak lagi dengan cepat.

Lalu bersamaan dengan rudalku yang hampir masuk seluruhnya hingga mentok dalam vaginanya itu, tubuh Vera menegang dan mengejang-ngejang diiringi suara desahan panjangnya,

“Ohhhhhhhhh”

Vagina Vera kurasakan berkedut-kedut sambil menyemburkan cairan hangat yang membasahi senjata kebanggaanku yang menancap perkasa di dalam lembah cintanya.

Aku membiarkan sejenak Vera dalam badai orgasmenya itu. Kedua tanganku meremas-remas kedua payudaranya untuk membantu Vera mendapatkan kenikmatan yang lebih.

“Ahhh”, aku juga mendesah nikmat meresapi pijatan-pijatan dan rasa hangat di penisku.

Setelah tubuh Vera berhenti mengejang, beberapa detik kemudian aku mulai memompa penisku dengan gerakan perlahan pada awalnya.

“Ahhh.. ahhh.. nghh.. mass.. teruss.. lebih kenceng pleasee.. ahhh enak mass”, Desahan Vera terdengar lebih sering keluar seiring dengan gerakan keluar masuknya penisku di vaginanya.

Mendengar desahannya itu aku menaikkan tempo genjotanku dan membuat Vera semakin mendesah erotis. Aku mempertahankan kekuatan otot kegelku dengan cukup stabil dan mengayunkan dengan tempo sedang.

Sesekali aku menarik panjang lalu kembali mendorong penisku hingga mentok yang tak ayal membuat Vera melolong nikmat.

Setelah beberapa saat,

“ahh ahh ahh mmhh ouhh Ouhhh mmhh ngggh mass Veraa ahhh mau… Ouhh.. nyampek lagiihhh..”

Vera tiba-tiba mengangkat pinggulnya sehingga tubuhnya melengkung, dan..

CRETT CRETT SERRR

Penisku kembali disembur oleh cairan cintanya yang hangat. Orgasmenya kali ini lebih dahsyat dibanding sebelumnya. Pinggulnya menggelepar beberapa kali sebelum akhirnya ambruk lagi ke kasur.

“Hahh hahh hahh hahh”, Vera berusaha mengatur nafasnya yang sedang tersengal.

Aku membungkukkan badanku lalu mulai melumat lagi kedua payudara beserta putingnya yang menggairahkan itu. Vera hanya bisa menggeliat lemah menerima lumatan dan sedotan bernafsuku di kedua gunung kembarnya.

Puas dengan payudaranya, mulutku bergerak ke atas lalu melumat bibirnya. Nafas Vera sekarang sudah terdengar lebih teratur. Vera membalas lumatanku lalu mengeluarkan lidahnya yang langsung kusedot gemas.

Kemudian aku memintanya untuk merubah posisinya menjadi menungging. Tapi Vera bersikeras menolaknya. Aku tau Vera malu mempertontonkan kepadaku bokongnya yang cacat akibat bekas luka dan sayatan-sayatan itu. Padahal aku sudah berusaya meyakinkannya bahwa aku tidak mempermasalahkan hal itu, tapi tetap Vera tidak mau.

Aku pun tidak memaksanya lebih jauh. Tanganku membelai rambutnya dan berkata dengan lembut,

“Kalau kamu mau, kamu bisa operasi plastik nanti untuk mengembalikan kepercayaan diri kamu lagi.”

Vera tersenyum dan mengangguk lalu berkata,

“Gantian please mass..”

Aku pun mencabut penisku dari dalam vaginanya, lalu merebahkan tubuhku ke kasur dengan posisi telentang. Vera bangkit dari tidurnya lalu tanpa rasa jijik, ia mulai menjilati penisku dari mulai kepala sampai ke pangkal batangnya.

Lalu Vera memasukkan penisku ke dalam mulut sensualnya itu dan mulai mengulumnya.

“Ahh enak sayang..”, aku mendesah menikmati sepongan dan jilatan Vera di rudalku. Kemudian Vera mengocok penisku dengan mulutnya sampai masuk setengahnya. Tadinya Vera berniat untuk memasukkan penisku lebih dalam, namun aku mencegahnya. Aku tidak akan pernah tega melihat wanitaku menderita.

Vera dengan telaten mengulum dan menyedot batang penisku. Pertahananku hampir jebol menerima blowjob dari Vera itu, tapi aku masih bisa menahannya.

Setelah beberapa saat, Vera melepaskan penisku dari mulutnya.

PLOP

Lalu dengan pandangan menggoda dan sambil menggit kecil bibirnya, Vera memposisikan tubuhnya di atasku. Lubang Vaginanya mengarah tepat ke senjataku yang menjulang perkasa. Sepertinya birahi Vera sudah naik lagi.

Kemudian sambil menutup matanya, Vera menurunkan tubuhnya perlahan sehingga penisku kembali menyeruak masuk ke dalam liang surgawinya itu.

Setelah mentok, Vera mulai menggoyangkan pinggulnya.

“Ngghh ini masih kerasa penuh banget mass..”, erangnya lirih. Lalu lama kelamaan goyangan Vera berubah semakin erotis.

“Aahh enak banget Ver..”

“Ahh iya mass.. mmhhh.. ouhhh enak banget mass..”

Suara desahan kami bersahutan mengiringi goyangan-goyangan erotis Vera. Aku memegang pinggulnya sambil sesekali mengimbangi goyangannya itu dengan mengangkat-angkat pinggulku.

Payudara Vera sengaja tak kusentuh karena aku juga menikmati pemandangan indah payudaranya itu yang bergoyang sensual. Tapi sepertinya Vera tidak tahan, dan dengan gerakan memaksa, Vera menggenggam tanganku lalu mengarahkannya ke dadanya.

Aku menuruti keinginannya itu dan mulai mengulen susu kenyalnya itu lalu memilin-milin putingnya. Gerakan Vera menjadi semakin liar dan binal. Suara desahannya pun semakin tidak terkontrol.

“Ahahh..ouhh.. mass.. ahhh.. nnghh.. ahhnn.. vera hampir nyampek lagii… mmhh”

Lalu tubuhnya melengkung. Dadanya membusung ke arahku. Pinggulnya bergetar dan mengejang kembali. Vera mendapatkan klimaksnya lagi.

Aku yang juga sudah tidak tahan akibat remasan dan kedutan dinding vaginanya itu, memompa pinggulku ke atas dan ke bawah. Spermaku kurasakan sudah berkumpul di kepala penisku. Lalu..

CROT CROTT CROTT

“Ahhh”, aku mendesah menggeram dan melesakkan rudalku sedalam-dalamnya. Cairan spermaku membanjiri vagina Vera.

Bersamaan dengan pantatku yang jatuh ke ranjang lagi, tubuh Vera juga ambruk menindihku. Dadanya menekan dadaku dan kurasakan nafasku dan nafasnya terengah-engah dalam ritme cepat.



Entah berapa kali aku membuat Vera orgasme malam itu. Aku sendiri sudah berejakulasi 2 kali di dalam vaginanya. Vera kini sedang tertidur kelelahan di sampingku. Akupun berniat untuk tidur juga, namun aku teringat besok aku harus bangun pagi-pagi sekali untuk pergi ke kota J.

Dengan berat, aku berdiri lalu mengambil HP-ku dari celanaku dan meletakkannya di meja sebelah ranjang. Alarm HP-ku memang sudah ku-set untuk berdering pada waktu subuh.

Setelah itu aku kembali merebahkan badanku dan tak lama kemudian aku tertidur..



….

….

….
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd