Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [Season 1 & 2] - Slavery Game

Tim siapakah anda?

  • Lia

    Votes: 68 21,1%
  • Indah

    Votes: 41 12,7%
  • Vera

    Votes: 20 6,2%
  • Yolanda

    Votes: 60 18,6%
  • Azizah

    Votes: 125 38,7%
  • Natsu

    Votes: 9 2,8%

  • Total voters
    323
SG 66 – What a Slave Should Be Like (1)


POV Reza

Aku dengan cepat mengendarai mobilku dan pergi meninggalkan area pergudangan ini. Sebelumnya aku sudah mengabari mas Teguh, namun ia tidak menjawab.

Sesuai dengan rencana yang sudah kami susun sebelumnya, setelah aku menyelamatkan Yollie dan anaknya, aku harus segera pergi dari tempat ini tanpa menunggu mas Teguh.

Ia sudah punya rute pelariannya sendiri. Lagipula aku tidak terlalu khawatir dengan keselamatannya, karena aku tau timnya mas Teguh mengawasinya dari jauh dan sudah siap membantunya saat ia dalam keadaan bahaya.

Aku mengendarai mobilku sambil sering melirik ke arah rear-mirror untuk melihat kalau-kalau ada anak buah Bramono yang mengejar kami.

Jantungku masih berdegup tak beraturan akibat adrenalin yang terpacu karena situasi yang menegangkan yang harus kuhadapi tadi.

Kulihat di sebelahku, Yolanda juga merasakan ketegangan yang sama sepertiku. Sering kali ia membalik badannya untuk melihat ke arah belakang mobil sekalian mengecek kondisi Adrian.

Adrian kulihat juga masih sangat syok. Namun berulang kali Yolanda berusaha menenangkannya. Dalam situasi yang masih menegangkan ini, aku dan Yolanda tidak berbicara sedikitpun.

Dari sudut mataku, terlihat ia beberapa kali menatapku namun ia tidak berusaha memecah keheningan kami ini.

Baru setelah mobil yang kukendarai, melewati daerah perkotaan yang berbatasan dengan area pergudangan tempat Yollie dan anaknya disekap tadi, lalu berbelok dan masuk ke dalam tol lingkar luar kota J, barulah aku bisa bernafas sedikit lega.

Yolanda juga terlihat sudah lebih rileks dari sebelumnya. Saat ini ia sedang menatap keluar kaca jendela, dan larut dalam lamunannya.

Aku tidak tau apa yang ada di dalam pikirannya saat ini. Dan aku sama sekali tidak berniat mencari tau lewat status nya di dalam ruangan dimensional. Tapi aku yakin, sebentar lagi ia akan mengatakan padaku apa yang ada dalam pikirannya.

Beberapa saat kemudian, aku mendengar Yollie akhirnya mengakhiri kebisuan kami.

“Kita mau kemana?”, tanyanya pelan sambil menoleh ke arahku.

Aku juga menoleh sesaat kepadanya dan menjawab,

“Ke safe house.. di antara kota J dan B.. Kamu dan Adrian akan aman di sana”, ujarku lembut.

“Oh”, Yollie hanya menjawab singkat sebelum pandangannya kembali mengarah ke luar jendela lagi lalu terdiam.

Tak lama setelah itu, ia memanggilku, “Za..”

“Hmh?”, aku menoleh ke arahnya lagi dan melihat ia sedang menatapku dengan tatapan tajamnya seperti biasa. Namun bedanya, tatapannya kali ini tidak dingin sama sekali. Bahkan aku merasa tatapannya sekarang penuh dengan kehangatan.

“Gimana kamu bisa tau aku dimana?”, tanyanya ragu.

Aku terdiam sesaat sebelum menjawabnya,

“Karena aku yang menentukan tempatmu disekap tadi”

Yolanda menaikkan alisnya setelah mendengar jawabanku. Lalu aku melanjutkan dan bercerita,

“Kemarin.. Setelah berita tentang tewasnya Nuha Paredan disiarkan di TV, Rudy Zhao menelpon Bramono dan memerintahkannya untuk menculikmu lalu menginterogasimu soal kapal kargo itu. Jadi aku membuat rencana dan menyuruh Bramono menjalankan rencanaku”

Yolanda tampak terkejut dengan perkataanku barusan. Walaupun awalnya sedikit ragu, ia akhirnya menanyakan apa yang sebenarnya menjadi beban pikirannya sedari tadi,

“A-apa karena keputusanku itu, Nuha Paredan sampai tewas dibunuh orang suruhannya Rudy Zhao”, tanyanya lagi dengan terbata, masih sambil menatapku.

Aku menghela nafas dan hanya bisa menjawab,

“Aku tidak tau”, jawabku jujur.

Aku tidak mau berkata bohong hanya untuk membuat dirinya merasa lebih baik. Wanita cerdas dan independen seperti Yollie tidak bisa diperlakukan seperti itu. Itu hanya akan melukai harga dirinya dan malah bisa membuatnya membenciku.

Tipe wanita seperti Yollie bukan tipe orang yang suka dikasihani. Aku tau Yollie sebenarnya sama sekali tidak bermaksud untuk mencelakai orang lain. Tapi keputusannya untuk mempercayai interpol dan bertindak gegabah karena sifat tidak sabarannya itu, menyebabkan keadaannya harus jadi seperti ini.

Walaupun jelas, tewasnya Nuha bukan secara langsung disebabkan olehnya, namun secara tidak langsung, akibat keputusannya itu membuat Rudy Zhao seperti merasa terpojokkan sehingga memutuskan untuk melakukan cara-cara kekerasan.

Aku sengaja memberikan bukti-bukti itu kepada Yollie dengan harapan Yollie dan interpol bisa menyelidikinya lebih jauh secara diam-diam. Bukan ciri khas interpol untuk bertindak grasak-grusuk seperti kemarin. Mereka biasanya akan mengumpulkan bukti-bukti yang lebih kuat sebelum bertindak secara frontal.

Lagipula, aku juga akhirnya bisa tau bahwa ternyata sudah ada orangnya Rudy Zhao yang menyusup ke interpol dan instansi bea cukai negri ini. Aku juga jadi bisa menunjukkan kepada Yollie, kemana semestinya ia berpihak.

Aku juga bersyukur dengan kejadian ini, aku menemukan ally yang lebih bisa kupercaya dan bisa membantuku juga atas hal-hal yang nantinya akan kubutuhkan pada rencana akhirku di HK.

Sebenarnya ini juga salah satu tujuanku, mengapa aku ngotot mencari tau informasi dan keberadaan mas Teguh dan berusaha membuatnya untuk percaya sepenuhnya kepadaku. Selain untuk membalas budi dan mencegahnya terbunuh seperti di kehidupanku sebelumnya tentunya.

Aku melirik Yollie sedang menatap jendela di samping kirinya, sambil berusaha menutupi air matanya yang ia hapus dari pipinya. Aku berpikir selama beberapa saat sebelum berkata,

“Semua keputusan yang kita ambil, benar atau salah, akan menjadi sebuah pelajaran yang berharga ke depannya. Saat ini kamu akhirnya sadar harus berpihak kemana bukan?”, kataku lembut berusaha menghiburnya.

Yollie terlihat menghapus air matanya lagi lalu menoleh kepadaku dan menganggukkan kepalanya,

“mmh”, jawabnya mantap kepadaku.

Aku tersenyum kepadanya, lalu melanjutkan,

“Ini semua bukan murni kesalahanmu. Aku juga salah memprediksi langkah-langkah yang diambil oleh Rudy Zhao. Kita tidak tau, hal gila apa saja yang direncanakan penjahat itu. Dan aku minta maaf.. sudah menempatkanmu dan Adrian dalam bahaya”, ujarku tulus.

“Hmm aku ngerti, za”, jawabnya lembut.

“Tapi...”, kataku melanjutkan namun berhenti sesaat untuk membuat efek lebih dramatis.

“Dengan kejadian ini, aku jadi menemukan cara untuk menjebak Rudy Zhao. Saat ini aku yakin dia sudah merasa insecure. Dan aku akan membuatnya lebih insecure lagi hingga akhirnya dia terpaksa untuk muncul ke permukaan, lalu aku akan menjaringnya”, ucapku.

“Setelah nanti kita sampai di safe house yang kita tuju sekarang. Adrian akan aman di sana. Nanti akan ada orangku yang menjaganya. Sedangkan aku dan kamu, dini hari nanti akan pergi ke rumah Bramono untuk menjalankan rencanaku selanjutnya”, aku menambahkan.

“Eh, maksudmu?”, tanya Yolanda lalu menungguku untuk melanjutkan.

Aku pun menceritakan garis besar rencanaku untuk malam ini. Yolanda hanya diam mendengarkan sambil menatapku. Namun bisa kulihat matanya berbinar ketika ia menyadari kemungkinan keberhasilan rencanaku ini.

“Dengan begitu.. aku akan bisa mengendalikan Rudy Zhao seperti Bramono”, ujarku mengakhiri penjelasan atas rencanaku selanjutnya.

Yolanda menghela nafas lalu berkata,

“Baiklah, aku bersedia membantu rencanamu. Aku percaya sama kamu, za”

“Aku tau”, jawabku sambil tersenyum.

Tapi kemudian aku teringat sesuatu,

“Oh iya, Adrian.. itu di sebelah kamu ada plastik kresek berisi minuman dan makanan yang tadi om beli di mininarket. Om tau kamu dan ibumu pasti laper, tapi kita tidak bisa berhenti untuk makan dulu. Jadi makan itu dulu ya. Tolong kasih ke ibumu juga”, aku berkata kepada Adrian yang dari tadi hanya diam dan menyimak aku dan ibunya mengobrol.

Aku tau bocah berumur 9 tahun ini pasti mengerti apa yang kami bicarakan. Dan aku memang sengaja memberitahukan rencanaku kepada Yollie tadi walaupun aku sadar ada Adrian yang mendengarkan di belakang.

Dengan begitu, aku harap dia tau apa yang menyebabkan ia harus mengalami kejadian seperti tadi dan apa yang sedang dihadapinya saat ini, sehingga ia akan lebih waspada.

“I-iya om”, jawabnya sedikit terkaget karena tiba-tiba aku memanggilnya.

Kemudian Adrian membuka kantong plastik di sebelahnya dan memberikan sebungkus roti dan sebotol minuman teh kemasan ke ibunya. Yolanda mengambil minuman dan roti itu dari Adrian dan langsung membuka tutup botol dan meminum isinya sampai tinggal setengah.

Adrian juga melakukan hal yang sama. Aku langsung meminta maaf kepada mereka,

“Maaf.. om lupa kalian pasti haus”, ujarku sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.

“Gpp om.. om mau minum juga?”, tanya Adrian sambil membuka kantong plastik itu lagi dan mencari botol minuman untuk diberikan kepadaku.

“Gak usah .. om minum ini aja”, kataku mencegahnya lalu aku mengambil botol minuman yang dipegang Yollie, yang tutupnya masih terbuka, lalu meminumnya beberapa teguk dan memberikannya lagi kepada Yollie.

Yollie awalnya sedikit kaget dengan tingkahku namun ia akhirnya hanya tersenyum kecil. Aku juga tau Adrian juga pasti heran melihat tingkahku, tapi ia tidak berkomentar apa-apa.

Lalu kami bertiga sama-sama terdiam dan larut dalam lamunan kami masing-masing.

..

Sekitar 2,5 jam aku menyetir, sebelum aku menghentikan mobilku di depan sebuah rumah. Rumah ini terletak di satu kota yang berada antara kota B dan J. Jarak dari tempat ini ke kota B, hanya sekitar 1 jam perjalanan lagi.

Aku turun dari mobilku, membuka gerbang pagar lalu memarkirkan mobilku di carport rumah. Lalu aku mengajak Yolanda dan anaknya untuk mengikutiku masuk ke dalam rumah.

..

POV Yolanda

Yolanda melihat Reza mengambil sebuah tas dari dalam bagasi mobil. Kemudian Reza mengajak Yolanda dan anaknya untuk masuk ke dalam rumah. Yolanda mengikuti Reza sambil memegang Adrian.

Setelah Reza menutup pintu rumah itu, ia mengajak mereka untuk menuju ruang tengah yang terdapat sebuah sofa yang menghadap ke arah TV dan di belakang sofa itu terdapat sebuah meja makan kecil.

Rumah yang kata Reza difungsikan sebagai safe house ini tidak terlalu besar. Luas tanahnya hanya sekitar 72 meter persegi sehingga luas bangunannya lebih kecil dari itu karena rumah ini hanya memiliki 1 tingkat.

Setelah menyalakan beberapa lampu, baik di ruang TV dan di beberapa kamar, Reza berkata kepada Yolanda,

“Mulai malam ini, Adrian sebaiknya di sini dulu selama beberapa hari dan menunggu situasinya jadi lebih kondusif. Mungkin nanti sekitar 2-3 jam lagi, ada orangku yang akan kesini untuk nemenin Adrian, lalu kita akan pergi sekitar jam 3 an menuju ke rumah Bramono”, kata Reza menjelaskan rencananya.

“Ok”, jawab Yolanda singkat.

Lalu Reza meneruskan,

“Kamu bisa pakai kamar yang ini untuk istirahat. Adrian bisa tidur di kamar itu, yang sebelah TV”, ujar Reza sambil menunjuk ke arah 2 kamar yang dimaksud.

Rumah ini memang hanya memikiki 2 kamar tidur dan 1 kamar mandi.

“Sebaiknya kalian mandi dan bebersih dulu. Aku akan menyiapkan makanan untuk kita bertiga. Sementara, makan mi instan dulu pake sosis atau nugget gpp kan? Besok pagi baru nanti aku akan meminta orangku membelikan nasi di luar”, tanya Reza lagi.

“Iya gpp itu aja cukup.. makasih”, jawab Yolanda sambil tersenyum.

Reza membalas senyumnya lalu menunjuk ke arah tas yang dibawanya tadi sambil berkata,

“Oh iya.. tadi siang aku sudah mempersiapkan beberapa pakaian untuk kalian. Kalau untuk Adrian sih aku rasa cukup.. Kalau untukmu aku cuma beli dress rumahan, kaos longgar sama beberapa celana training dan pendek. Aku juga udah beli disposable underwear, tapi untuk yang itu.. aku gak tau..”, ujarnya sambil melirik ke arah payudara Yolanda.

Namun hanya sesaat, sebelum Reza mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan wajah sedikit memerah.

Yolanda mengerutkan bibirnya sambil mendengus pelan, ketika melihat tingkah Reza itu. Tapi kemudian ia juga tersenyum tipis.

Tak berapa lama kemudian, Reza berkata lagi,

“Ya udah kalian mandi dulu aja kalau mau. Aku masak mi nya dulu. Eh tapi kayaknya lebih baik, Adrian dulu yang mandi. Sini, aku bantu bersihin luka kamu dulu”, kata Reza kepada Yolanda.

Setelah itu, ia membuka tas itu dan memberikan 1 stel pakaian dan 1 box CD baru kepada Adrian lalu melanjutkan,

“Kamu pakai ini dulu gpp ya.. idupin aja showernya itu bisa disetel jadi air hangat. Peralatan mandinya juga udah ada di sana. Masih baru semua.”, ujar Reza lembut kepada Adrian.

“Ok om.. terima kasih”, jawab Adrian lalu mengambil pakaian yang diberikan Reza, kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

“Ayo sini aku bersihkan lukamu”, kata Reza lagi ke Yolanda.

“Gak usah.. Cuma luka kecil kok. Udah gak berdarah juga”, Yolanda menolak tawaran Reza itu.

Reza hanya bisa melihatnya pasrah sambil memasang wajah datar, tapi ia tetap mencoba,

“Setidaknya luka seperti itu harus dibersihin pake alkohol. Trus ditempel plester anti air supaya waktu kamu mandi nanti, lukanya gak kena air. Udah sini ayo, jangan bandel”, kata Reza memaksa.

Yolanda pun menyerah dan mengikuti perintah Reza itu. Setelah Reza mengambil kotak P3K di laci lemari, mereka berdua duduk di sofa.

Reza menyibakkan sedikit rambut Yolanda lalu dengan berhati-hati ia membersihkan luka di dahi Yolanda dengan menggunakan kapas yang sudah dibasahi alkohol. Kemudian ia mengambil sebuah plester anti air dan menempelkannya dengan pelan lalu menutup lukanya.

Yolanda hanya menatap wajah Reza dalam diam, ketika Reza dengan lembut menyentuh wajahnya dan membersihkan lukanya lalu menutupnya dengan plester. Tanpa bisa ia cegah, Yolanda merasakan pipinya menghangat memerah dan jantungnya berdegup lebih kencang.

Setelah Reza selesai menempel lukanya dengan plester, Reza tersenyum dan menatapnya dengan penuh kelembutan.

Dilihat seperti itu oleh Reza, akhirnya meruntuhkan pertahanan terakhir ego dan gengsi Yollanda. Ia sudah tidak kuasa menahan untuk melampiaskan semua emosi dan perasaannya kepada laki-laki ini.

Dengan gerakan cepat, ia memajukan wajahnya ke wajah Reza dan mencium bibir Reza. Awalnya Reza terkaget dengan Yolanda yang tiba-tiba menciumnya ini dan hanya diam, tidak membalas lumatan Yolanda di bibirnya.

Namun akhirnya, Reza pun ikut larut dalam permainan bibir penuh Yolanda di bibirnya itu. Dengan penuh kelembutan, ia pun membalas ciuman Yolanda sambil memegang pinggang Yolanda yang agak berisi tapi tetap ramping tanpa lemak.

Sebagai seorang mantan atlit yudo, Yolanda memang rajin berolahraga dan selalu menjaga kondisi tubuhnya agar tetap bugar.

Masih sambil mencium Reza, Yolanda mengalungkan kedua tangannya ke leher Reza lalu ia mengangkat 1 kakinya dan mengubah posisinya menjadi duduk mengangkang di pangkuan Reza.

Cup Cup Cupp

Secara bergantian, Yolanda melumat bibir bawah dan atas milik Reza dengan agak bernafsu, bahkan terkesan mendominasi permainan saling lumat dan hisap mereka ini.

Setelah beberapa saat, Yolanda melepaskan bibirnya dari bibir Reza lalu berkata lirih sambil menatapnya,

“Apa ini sudah membuktikan bahwa aku sudah memberikan hati dan kepercayaanku untuk kamu?”, tanya Yolanda.

Dilihatnya Reza tersenyum lalu membelai lembut pipinya dan berkata,

“Dari awal aku sudah yakin, cepat atau lambat aku akan mendapatkan hati dan kepercayaanmu. Tapi…”, Reza terlihat ragu untuk melanjutkan.

Yolanda memiringkan sedikit kepalanya dan menatapnya dengan tatapan menggoda,

“Hm? Bener kan?..”, Yolanda memajukan wajahnya lagi, tapi kali ini tujuannya adalah bagian leher di bawah telinga Reza. Tubuhnya pun lebih merapat ke badan Reza, sehingga payudaranya menekan lembut dada Reza. Lalu ia berbisik,

“Dari awal kamu memang sudah menginginkan tubuhku kan?”, bisik Yolanda pelan lalu ia mengecup leher dan cuping Reza seraya menghisapnya lembut.

“Ngh.. Bukan seperti itu Yollie..”, Reza berbisik pelan seraya mendesah lirih.

“Hm? Jadi gimana?..”, tanya Yolanda masih sambil mencumbu leher Reza. Payudaranya pun semakin ia tekan ke dada Reza. Tapi kemudian Yolanda merasakan tangan Reza memegang pundaknya lalu mendorongnya pelan.

“Eh?”, Yolanda menghentikan cumbuannya dan memundurkan badannya ke belakang. Namun tangannya masih melingkar di leher Reza.

Dilihatnya Reza menatap matanya dalam-dalam sambil tersenyum datar. Setelah diam sejenak, lalu Reza berkata,

“Mungkin sudah saatnya aku ceritain semuanya ke kamu”

Namun baru saja ia berkata begitu, tiba-tiba mereka berdua mendengar pintu kamar mandi dibuka. Sontak Yolanda segera turun dari pangkuan Reza dan duduk di sampingnya lalu menjauhkan posisi duduknya.

Dari balik pintu kamar mandi yang terbuka, Adrian terlihat sedang melihat gelagat yang ditunjukkan ibunya dengan alis sedikit terangkat. Reza dan Yolanda menjadi semakin kikuk dan salah tingkah melihat reaksi Adrian itu.

“Eh Adrian udah beres mandi? Gantian bunda yang mandi ya..”, kata Yolanda buru-buru memecah situasi yang canggung ini. Lalu Yolanda memilih 1 pakaian dari dalam tas yang dibawa Reza tadi lalu membawanya ke kamar mandi.

Adrian melihat ibunya berjalan melewatinya sambil tertunduk dan wajah memerah. Lalu Yolanda masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.

“Om juga mau bikin mi instan dulu buat kita makan sama-sama. Adrian istirahat di kamar dulu aja, nanti kalau udah mateng om panggil”, ujar Reza.

“Mau aku bantu ga om?”, tanya Adrian yang masih terlihat curiga dengan gerak-gerik mereka.

“Ngga usah. Cuma bikin mi sama goreng nuget ini gampang kok. Kamu liat-liat kamar kamu dulu aja”, jawab Reza menolaknya.

“Ya udah Adrian ke kamar dulu ya”

“Ok.. jangan ketiduran ya. Seenggaknya kamu harus makan dulu biar jangan sakit”, kata Reza.

Adrian mengangguk lalu berjalan menuju kamarnya dan duduk di pinggir ranjang sambil melihat-lihat keadaan kamar.

..

Yolanda membuka kamar mandi dan melihat di atas makan sudah tersedia 3 piring mi instan goreng dan 1 piring yang berisi sosis dan nugget goreng. Samar-samar ia mendengar suara Reza dari dalam kamar Adrian. Yolanda pun berjalan menuju ke kamar Adrian. Namun sesaat sebelum tiba di pintu kamar itu, ia berhenti.

“….. kamu trauma. Tapi kamu harus kuat karena kamu laki-laki. Jadi kamu harus berani, bukan cuma buat kamu tapi juga buat ibumu.. Om janji, gak lama lagi, gak akan ada lagi orang jahat yang mengganggu kamu dan bundamu.. OK?”, suara Reza terdengar dari dalam kamar.

“Iya om”, jawab Adrian.

“Sip.. ya udah yuk kita tunggu di meja makan aja.. sebentar lagi juga bundamu kayaknya beres mandi. Kita langsung makan trus istirahat”, ajak Reza.

“Ok om”

Yolanda yang sedang menguping pembicaraan mereka ini seketika panik dan langsung balik lagi ke kamar mandi. Lalu tepat saat Reza dan Adrian keluar dari kamar, Yolanda juga berpura-pura baru keluar dari kamar mandi. Reza dan Adrian menoleh ke arahnya. Dan..

GLEK

Reza terlihat menelan ludahnya sambil terbengong, karena saat ini Yolanda sudah berganti baju dan keluar dari kamar mandi dalam keadaan rambutnya yang masih basah.

Pakaian yang dipakainya sekarang adalah dress rumahan yang dibelikan Reza tadi siang. Namun dress itu ternyata terlihat sedikit kekecilan di badan Yolanda dan panjang dress itu pun cukup pendek sehingga paha putih Yolanda menjadi santapan menggiurkan di mata Reza.

Walaupun dress yang dipilih oleh Reza ini tidak bertipe sleeveless sehingga pundak Yolanda tertutupi, tapi bagian dadanya cukup terbuka sehingga belahan dada Yolanda terpampang jelas dan gunung kembarnya itu membusung menggoda di balik bahan kain tipis dress itu.

“Eh itu.. ma-maaf aku gak pinter milih baju cewek. Kekecilan ya? Kamu ganti aja dengan yang lain.. aku juga beli kaos oblong dan celana training buat kamu..”, ujar Reza buru-buru karena ia tidak mau membuat Yolanda menganggapnya sengaja membelikan dress itu untuk memuaskan pikiran mesumnya.

“Gpp kok.. aku suka pake ini, bahannya nyaman dipake”, jawab Yolanda sambil tersenyum geli melihat tingkah Reza.

“Oh ok.. ter-terserah kamu aja. Yuk makan dulu”, jawab Reza masih gugup setelah melihat Yolanda berpakaian seksi seperti itu. Adrian hanya terbengong melihat tingkah kedua orang dewasa di depannya ini.

Lalu mereka bertiga pun makan bersama di meja makan.

..

Selesai makan, Reza membereskan piring mereka dan meletakkannya di sink cucian piring. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul setengah 1 dini hari. Yolanda berkata kepada Adrian,

“Jam 3-an nanti, bunda dan om Reza harus pergi dulu ke suatu tempat. Kamu tunggu di sini dulu ya”

“Iya tadi om Reza udah bilang sama aku. Katanya juga nanti ada temennya yang nemenin Adrian kok. Jadi aku gak sendirian”, jawab Adrian.

“Iya. Temen kamu itu cowok apa cewek?”, tanya Yolanda kepada Reza. Namun sebelum Reza menjawab, Adrian sudah menjawabnya,

“Cewek katanya, bund.. cantik lagi katanya.. “

“Oh ya?”, ujar Yolanda sambil menatap tajam ke arah Reza.

Reza hanya tertawa kecil lalu tersenyum kikuk melihat Yolanda melihatnya seperti itu.

“Ya udah bunda, om Reza. Adrian tidur dulu ya..”, kata Adrian sambil menguap.

“Ya udah sana kamu tidur dulu.. nanti sebelum bunda berangkat, bunda bangunin kamu”, jawab Yolanda.

“Kalo kepanasan, idupin aja AC-nya, adrian”, kata Reza.

“OK”, jawab Adrian lalu langsung berjalan menuju kamarnya dan menutup pintunya.

Setelah itu, Yolanda berdiri dan berjalan ke arah Reza yajg sedang mencuci tangan di sink. Reza yang mendengar Yolanda mendekatinya, menoleh ke arahnya. Lalu mereka saling bertatapan dalam diam.

Setelah beberapa saat, Yolanda berkata,

“Kamu tadi belum jadi cerita..”

Reza tersenyum kepadanya sambil mengelap tangannya yang basah dengan handuk, lalu berkata,

“Ya udah yuk..”, Reza mengajak Yolanda untuk duduk di sofa. Namun tiba-tiba, Yolanda memegang tangannya lalu menariknya ke arah kamar.

“Eh?”

Tak ayal jantung Reza langsung berdegup kencang. Ia membiarkan tangannya ditarik oleh Yolanda dan mengikutinya dari belakang sambil melihat lenggokan pinggul dan bokong Yolanda yang bergoyang menggoda.

GLEK…



….

….

….
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd