SG 68 – Everyone Has Pride
Aku terbengong melihat bagaimana kedua wanitaku ini seperti sedang bersaing untuk menunjukkan dominasinya satu sama lain dan baru tersadar ketika Indah memanggilku dengan nada cemas,
“Mas..”, panggil Indah yang sontak membuatku tersadar dan langsung melihat ke arahnya. Raut wajahnya cemas seperti menyuruhku untuk melakukan sesuatu untuk menengahi Yollie dan Lia.
Aku menghela nafas lalu berjalan ke tengah-tengah Yollie dan Lia yang masih berjabat tangan dan saling menatap. Aku memegang jabatan tangan mereka itu dan melepaskannya dengan menariknya berlawanan arah sambil berkata,
“Sudah cukup..”, kataku lembut tapi dengan nada yang cukup tegas.
Tangan kiriku menggenggam tangan Yollie sedangkan tanganku yang lain memegang tangan Lia dan berusaha mengaitkan jariku dengan jarinya. Kedua wanitaku ini menurut dan melepaskan jabatan tangan mereka dan kini menggenggam kedua tanganku masing-masing.
Tapi mereka tetap saling bertatapan tajam. Aku menghela nafas lagi lalu menoleh ke arah Yollie dan berkata kepadanya,
“Yollie, bukannya katamu kamu mau memberitahu Adrian sebelum kita pergi? Kita harus pergi sekarang..”, ujarku lembut.
Yollie akhirnya menoleh kepadaku lalu tersenyum datar dan dengan cuek berjalan ke kamar Adrian seperti tidak terjadi apa-apa. Aku hanya bisa tersenyum pasrah melihat tingkahnya itu.
Lalu aku menoleh ke arah Lia dan melihatnya masih menatap tajam ke arah Yollie yang sedang berjalan menuju kamar Adrian.
“Hey..”, kataku lembut memanggilnya sambil jempolku mengelus punggung tangannya. Terlihat Lia masih enggan untuk mengalihkan fokusnya.
Aku melepaskan genggamanku di tangannya lalu memeluknya erat seraya berbisik pelan ke telinganya,
“Sudah lama aku gak ngeliat kamu sekompetitif ini, sayang”, ujarku lirih.
Kurasakan Lia hanya mendengus mencibir di dalam pelukanku. Sambil mengusap-usap lembut punggungnya, aku mencoba cara lain dan berkata,
“Terakhir aku ngeliat kamu seperti ini waktu acara 17-an di kampus, waktu kamu lomba gebuk guling sama Rena”, ujarku memancing agar emosinya mengarah padaku. Dan berhasil.. Lia melepaskan pelukanku lalu menatapku sambil melotot dan berkata,
“Kamu masih berani menyebut nama cewek genit itu lagi?”, kata Lia dengan intonasi meninggi.
Aku tersenyum dan menarik tubuhnya lagi ke dalam pelukanku,
“Bukan salahku kalau ternyata cewek itu punya perasaan kepadaku”, jawabku santai.
“Heh.. kamunya aja yang suka tebar-tebar pesona dan terlalu baik sama dia, jadi dia berani mendekatimu walaupun dia udah tau kamu sudah punya pacar”, gerutunya dengan nada kesal.
“Iya.. iya.. maaf.. tapi bisakah acara ngomelin akunya, kita lakukan lain waktu aja? Kami harus segera pergi..”, kataku mencoba bercanda masih sambil memeluknya hangat.
“Kamu kayaknya seneng banget ngeliat 2 wanita yang berantem memperebutkanmu”, ujarnya sinis.
“Siapa sih laki-laki yang gak seneng punya wanita-wanita cantik yang mencintainya..”, jawabku jujur. Kurasakan Lia kembali mendengus tapi ia kini membalas pelukanku lalu berkata,
“Aku masih belum memaafkanmu ya, atas semua yang udah kamu lakukan..”, ujarnya dengan suara sedikit bergetar.
Aku mengecup kepalanya sekali, lalu melepaskan pelukan kami dan menatap matanya dalam-dalam seraya berkata,
“Aku tau.. Kalau semua ini sudah berakhir, aku akan ikut apapun keputusanmu”, kataku tulus sambil menatapnya dengan pandangan memelas. Lia hanya diam tak menjawabku.
Matanya menatapku sayu dengan bibir sedikit bergetar. Sambil memegang kedua pipinya, aku mendaratkan bibirku di bibirnya lalu mengecupnya sesaat. Aku berniat untuk mengecupnya lagi, namun kudengar suara Yollie berkata di belakangku,
“Adrian kayanya kecapean jadi gak bisa dibangunin. Kita pergi aja gpp”, ujarnya.
“Iya gpp mba.. nanti kalo Adrian uda bangun, Indah yang akan ngasi tau dia. Abis itu nanti Indah bikinin sarapan”, ujar Indah menjawab perkataan Yollie.
Sambil masih menatap mata Lia, aku berucap lirih,
“Aku pergi dulu ya..” Lia hanya mengangguk.
Kemudian aku menoleh ke arah Indah dan berkata,
“Mas pergi dulu ya.. Kalau bisa, kamu dan Lia jangan keluar rumah dulu hari ini. Kamu masih inget escape route yang mas pernah kasih tau dulu kan?”, tanyaku dengan nada serius.
“Iya mas, Indah masih inget”, jawabnya yakin.
Lalu aku menoleh lagi ke arah Lia,
“Kalau terjadi apa-apa, ikuti escape plan-nya dan bawa Adrian lalu segera pergi dari sini. Jangan angkat telpon dari nomer yang gak dikenal.”, kataku pada Lia.
Lia mengangguk tanda ia mengerti lalu berkata,
“Kamu hati-hati”
“OK”, jawabku singkat lalu menoleh ke arah Yollie dan mengajaknya untuk pergi sekarang. Ia mengangguk dan berjalan mengikutiku keluar rumah. Namun tiba-tiba ia berhenti, membalik badannya lalu menatap Lia seraya berkata,
“Mba.. tolong titip anakku..”, pintanya lirih.
Kulihat Lia balas menatapnya lalu tak lama kemudian ia mengangguk.
..
Ketika sudah dalam perjalanan, aku dan Yollie sama-sama diam dan larut dalam lamunan kami masing-masing. Beberapa kali aku berniat memecahkan keheningan kami ini, tapi aku bingung bagaimana memulainya.
Sampai akhirnya aku memantapkan hatiku lalu memanggilnya,
“Yollie..”, ucapku lembut.
Yollie yang sedang menatap keluar jendela, langsung menoleh ke arahku namun tiba-tiba langsung berkata,
“Stop.. Jangan teruskan..”, ujarnya lirih lalu ia melanjutkan,
“Apa sekarang aku harus memanggilmu master?”, tanyanya tiba-tiba.
“Eh?”, aku heran kenapa mendadak ia bertanya seperti itu. Tetapi sesaat kemudian aku langsung menjawabnya sambil tersenyum,
“Aku kan tadi uda bilang. Itu hanya kalau kita lagi sedang bercinta. Kalau kita lagi di luar gini, aku mau kamu menjadi diri kamu sendiri”, jawabku lembut.
Lalu masih sambil menatapku, Yollie berujar,
“Aku tau kamu melakukan itu untuk menjaga harga dirimu sebagai seorang laki-laki, sebagai seorang master.. Dan aku menghargai itu. Aku juga uda bilang kan, aku udah nyerahin semuanya untuk kamu. Tapi untuk soal ini.. aku mau kamu jangan ikut campur. Ini urusan perempuan, soal harga diri perempuan..”
Aku menghela nafas lalu berkata,
“Ok.. Tapi aku mohon bisakah kamu menahan diri untuk sementara waktu? Lia sebenarnya orang yang sangat baik hatinya. Aku tau, dia gak bermaksud seperti itu kepadamu.. Tapi dia juga baru-baru saja mengetahui tentang situasi yang sedang aku hadapi. Lia lagi mencoba untuk memahami semuanya..”
“Justru itu za.. Aku juga tau dia wanita baik dan aku tau dia sangat-sangat mencintaimu. Biarkan kami beradaptasi dengan kondisi ini, dengan cara kami sendiri.. beri dia waktu.. beri aku waktu.. Dan aku sekarang percaya perkataanmu sebelumnya, aku yakin suatu saat nanti dia akan mengerti dan akhirnya menerima kondisimu, menerima kami”, jawab Yollie.
“Kami?”, tanyaku menguji maksudnya.
“Aku, Vera, Indah dan wanita-wanita lain yang akan kamu jadikan budakmu selanjutnya”, ujarnya datar.
“Huhhh.. Aku tidak berniat mencari wanita lain lagi. Aku hanya menggunakan kekuatanku untuk membalas dendam dan menghancurkan Rudy Zhao dan kelompoknya. Dan kekuatan yang aku punya saat ini, aku rasa sudah cukup untuk menjalankan rencanaku”, kataku mantap.
Yollie mendengus seolah tidak percaya dengan apa yang aku ucapkan. Tapi aku hanya tersenyum melihat reaksinya itu lalu melanjutkan,
“Aku gak tau gimana akhirnya dengan Indah nanti. Saat ini aku berharap, sistem bisa memberiku suatu reward, yang bisa membuat Indah melupakan semua yang telah terjadi lalu ia bisa melanjutkan hidupnya secara normal”
“Apakah itu jadi tidak adil buatnya?”, tanya Yollie.
“Aku tau.. tapi kamu juga tau, hubunganku dengannya tidak memiliki masa depan. Jadi menurutku ini jalan yang terbaik..”, ujarku pasrah.
“Well.. Maybe not..”, jawab Yollie. Namun ia tidak melanjutkan perkataannya dan kembali menatap jauh melalui jendela di sebelah kirinya.
Lalu kami sama-sama terdiam selama beberapa saat, sebelum aku berkata lagi,
“Terima kasih..”, ujarku lirih.
“Hm?”, Yollie menoleh ke arahku dan menatapku heran.
“Atas kepercayaanmu kepadaku..”, lanjutku sambil tersenyum.
“Cuma itu?”, tanyanya memancingku.
“Juga atas kamu yang sudah memberikan hatimu untukku”, jawabku lugas.
“Cuma itu? “, tanyanya lagi sama, tapi kali ini dengan tatapan yang menggoda.
Aku tersenyum lalu meraih tangannya sambil berkata,
“Tentu saja juga atas kenikmatan seks yang tubuhmu berikan”, ujarku sambil menebalkan muka.
Yollie terkekeh dan berujar,
“Good. Biar mesum tapi jujur.. Yang aku inginkan darimu hanya kejujuranmu. Jangan pernah menutupi apa-apa dariku lagi.. OK?”, pinta Yolanda sambil menatapku tajam.
Aku mengangguk dan itu sudah cukup membuatnya puas. Kemudian, untuk merubah topik pembicaraan, aku menjelaskan lagi rencanaku pagi ini kepada Yollie sampai ia benar-benar paham apa yang harus ia lakukan.
Setelah itu kami mengobrolkan hal-hal lain yang terkadang diselingi candaanku hingga membuatnya tertawa. Sampai kami tidak sadar mobil yang kukendarai sudah tiba di kota B.
Yollie dan aku seketika sama-sama terdiam lagi. Sambil diliputi perasaan sedikit cemas, aku mengarahkan mobilku menuju rumahku.
..
Sesampainya di depan rumahku, aku melirik ke arah jam tangan yang kupakai. Waktu sudah menunjukkan pukuk 4 pagi. Kulihat ada beberapa mobil yang sudah terparkir di depan rumah. Dan aku juga melihat ada beberapa pergerakan dari dalam rumahku dan rumah Bramono.
Waktu aku mau turun dari mobil untuk membuka gerbang pagar, seseorang keluar dari pintu depan rumahku lalu membukakan pintu pagar untukku. Aku memarkirkan mobilku ke dalam garasi rumah.
Ketika aku dan Yollie turun dari mobil, aku melihat orang yang membukakan pagar untuk kami adalah seorang pria berbadan tegap dengan muka yang sedikit menyeramkan namun berwibawa. Pakaian yang dipakai orang itu, memberikan kesan bahwa orang ini adalah preman anak buah dari Bramono.
Tapi aku sudah tau bahwa, pria ini adalah salah seorang rekan mas Teguh di satuannya dulu. Pria itu menyapaku ramah,
“Selamat pagi, mas Reza”
“Pagi.. Dimana mas Teguh?”, tanyaku pada pria itu.
“Kolonel Bagus sudah menunggu anda di dalam”, jawab pria itu.
Aku menaikkan alisku karena sedikit heran dengan jawaban pria itu, tapi aku tidak menanyakan lebih jauh. Kemudian aku menggandeng tangan Yolanda dan mengajaknya masuk ke dalam rumahku. Terlihat beberapa orang yang berpenampilan sama seperti pria itu, berseliweran di rumahku.
Sesampainya di ruang tengah, aku melihat pria tua, atasan mas Teguh yang kutemui kemarin di mobilku, sedang duduk di sofa menghadap ke arah TV.
Namun sekarang, di depan TV sudah diletakkan sebuah meja panjang dan terdapat beberapa monitor yang menayangkan beberapa video yang merekam beberapa tempat yang langsung kukenali sebagai area dalam rumah Bramono. Terlihat juga di salah satu monitor, Bramono sedang duduk di sofa ruang tengah rumahnya dengan memakai penyangga leher dan rahangnya juga diperban sampai membalut kepalanya.
“Oh.. mas Reza sudah datang?”,ujar kolonel Bagus menyapaku dan berdiri dari sofa.
“Pak”, sapaku ramah sambil tersenyum lalu menjabat tangannya. Kami berjabat tangan sesaat dan melepasnya. Lalu Kolonel Bagus menyapa Yollie dengan lebih ramah,
“Nona Yolanda.. Senang akhirnya bisa bertemu anda. Aku dulu pernah bertemu dan ngobrol-ngobrol juga dengan ayahmu”
“Senang berkenalan dengan Anda, Pak.. Oh ya? Dimana?”, balas Yollie tak kalah ramah lalu mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Kolonel Bagus.
“Ah saya lupa.. Sudah lama sekali soalnya. Seingat saya, di satu acara di dekat istana negara”, jawab Kolonel Bagus. Yollie hanya tersenyum mendengarkan perkataan Kolonel Bagus itu.
Setelah melepaskan tangan Yollie, Kolonel Bagus menoleh ke arahku,
“Maaf rumahmu jadi seperti ini”, katanya.
“Gpp Pak.. Dimana mas Teguh?”, tanyaku sambil melihat ke sekeliling ruangan lalu ke arah monitor-monitor itu, tapi tetap tidak menemukan keberadaannya.
Wajah Kolonel Bagus mendadak berubah menjadi serius,
“Rudy Zhao ternyata tidak hanya mengirimkan 2 anak buahnya dari HK. Ada 1 lagi ternyata yang disuruhnya untuk memantau dari jauh. Waktu Teguh mau pergi dari spotnya, ia disergap oleh orang suruhan Rudy Zhao itu..”, jawab Kolonel Teguh. Lalu ia melanjutkan,
“Terjadi baku tembak dan perkelahian. Teguh berhasil menghabisi orang itu, tapi dia juga terkena beberapa tembakan dan perutnya tertusuk pisau. Pasukanku berhasil membawanya keluar dari tempat itu sebelum anak buah Bramono datang”
“Apa? Gimana keadaannya sekarang?”, tanyaku panik. Tapi aku langsung menyadari kebodohanku karena aku punya cara yang lebih cepat untuk mengetahui kondisi mas Teguh.
Aku langsung memejamkan mataku, namun aku masih bisa mendengar Kolonel Bagus menjawab pertanyaanku barusan,
“Sekarang kondisinya sudah stabil. Tapi ia belum sadarkan diri. Nanti aku yang akan menggantikan Teguh dalam rencanamu.”
Aku menghela nafas lega setelah mendengarkan perkataan Kolonel Bagus dan merasakan pikiran dan perasaan mas Teguh di dalam kepalaku. Itu artinya mas Teguh masih hidup dan kondisinya membaik.
“Syukurlah dia gpp. Gimana dengan Bramono dan persiapannya. Apa Rudy Zhao sudah menelponnya?”, tanyaku lagi.
“Rahang dan hidungnya patah sampai harus dipasang penyangga leher dan rahang. Seperti yang kamu lihat di monitor, dia sedang menunggumu sambil beristirahat. Rudy Zhao menelponnya sekitar 1 jam yang lalu. Tapi karena kalian belum datang, dia tidak mengangkat telpon itu. Sebaiknya kita segera bersiap”, kata Kolonel Bagus menjelaskan lalu ia memanggil anak buahnya dan datanglah 2 orang wanita memakai baju jaket hitam dan celana
army.
“Perkenalkan ini Kopral Lusi dan Kopral Dewi. Mereka yang akan membantu nona Yolanda bersiap-siap”, lanjut Kolonel Bagus.
Aku melihat ke arah kedua tentara wanita ini lalu tersenyum dan menjabat tangan mereka sambil memperkenalkan diriku. Yollie juga melakukan hal yang sama denganku.
Lalu aku menoleh ke arah Yollie dan bertanya,
“Apa kamu sudah siap?”, tanyaku lembut yang dijawab dengan anggukan oleh Yollie. Kemudian aku bertanya kepada Kolonel Bagus.
“Apa barang yang saya minta sudah ada, Pak?”, tanyaku lagi.
“Oh iya ini dia.. hadiah lagi dari temanku di CIA”, jawab Kolonel Bagus lalu ia memberiku sebuah map yang berisi beberapa lembar dokumen dan sebuah koin hitam.
Pada kedua sisi koin terdapat simbol-simbol aneh berwarna emas di tengahnya. Lalu simbol-simbol itu, dikelilingi oleh tulisan yang juga berwarna emas yang bertuliskan ‘
Si Vis Pacem Para Bellum’.
Aku memegang koin itu di tanganku dan membolak baliknya. Tiba-tiba, Yolanda yang masih berdiri di dekatku bertanya kepadaku,
“Koin apa itu?”, tanyanya penasaran.
“The High Table Coin. Orang yang punya koin ini, bisa membunuh siapapun yang dia mau.. well, kecuali beberapa orang..”, jawabku datar lalu melanjutkan.
“Waktu di mobil tadi kamu bilang, bahwa aku punya harga diri dan kamu juga punya harga diri. Semua orang punya harga diri, Yollie.. Dengan koin ini, aku akan mengusik harga diri Rudy Zhao, sehingga dengan terpaksa ia harus datang kesini. Lalu kita akan menjebaknya dan aku akan menjadikannya budakku..”, jawabku sambil tersenyum menyeringai..
…..
…..
…..