Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG [Season 1 & 2] - Slavery Game

Tim siapakah anda?

  • Lia

    Votes: 68 21,1%
  • Indah

    Votes: 40 12,4%
  • Vera

    Votes: 20 6,2%
  • Yolanda

    Votes: 60 18,6%
  • Azizah

    Votes: 125 38,8%
  • Natsu

    Votes: 9 2,8%

  • Total voters
    322
SG 70 – Catching a Big Fish


Aku dan Kolonel Bagus kembali ke ruang tengah di rumahku dan mengawasi Bramono dari monitor. Vera sudah kuberitahu tadi bahwa ‘drama’-nya akan segera dimulai. Dengan bersemangat, ia menuju ke dapur lalu kembali dengan membawa 3 gelas berisi teh dan 1 toples cemilan. Kemudian ia duduk di tengah-tengah sofa antara aku dan Kolonel Bagus.

Sambil memegang toples berisi snack itu dan meletakkannya di pangkuannya, Vera terlihat serius mengamati monitor. Aku tersenyum geli melihat tingkahnya itu.

Saat ini, Vera terlihat seperti sedang mau menonton film, padahal ini adalah situasi yang serius. Dimana seluruh rencanaku selanjutnya sangat bergantung pada keberhasilan kami menjebak Rudy Zhao pagi ini. Kalau kami tidak berhasil memancing Rudy untuk datang ke negri ini setelah usaha kami ini, maka aku harus merubah rencanaku selanjutnya.

Namun tidak ada satupun diantara kami, baik aku maupun Kolonel Bagus, yang berniat menegur Vera atau memberitahunya untuk bersikap lebih serius. Justru menurutku, sikap Vera yang santai ini, membuatku lebih rileks dan bisa berpikir lebih jernih.

Vera sepertinya sadar aku sedang memperhatikannya. Lalu ia menoleh ke arahku dan menatap dengan wajah heran. Vera malah menyodorkan toples cemilan yang dipegangnya itu kepadaku.

Aku menggeleng dan tersenyum sambil membelai kepalanya dan berkata,

“Jangan terlalu berisik nanti makannya, takut ga kedengeran”

Vera yang mendengarkan perkataanku, terlihat sadar akan perilakunya yang salah dan berniat meletakkan toples itu ke meja. Namun Kolonel Bagus berkata di sebelahnya,

“Haha gpp.. nanti ada orangku yang akan memberikan headset biar kita bisa dengar lebih jelas”, kata Kolonel Bagus terlihat santai seperti Vera lalu mengambil snack dari dalam toples yang dipegang Vera dan memakannya.

Aku mengabaikan tingkah kedua orang ini dan fokus menatap 1 layar monitor yang menampilkan Yollie yang sedang berbaring di ranjang. Terlihat Kopral Dewi yang mengawalnya tadi, sedang mengikat kedua tangan Yollie, masing-masing ke sudut ranjang. Lalu kulihat Kopral Lusi datang menghampiri Yollie dengan membawa sebotol air mineral lalu membantunya untuk meminum pil berwarna merah muda yang kuberikan padanya tadi.

Tak lama kemudian, seorang pria datang kemudian memberikan sebuah headset kepadaku dan Vera. Lalu ia juga memberikan sebuah headphone yang memiliki mic dan sebuah keypad kepada Kolonel Bagus. Pada keypad itu terdapat beberapa tombol yang bisa digunakan oleh Kolonel Bagus untuk menavigasi monitor yang ingin kami dengar audio-nya dan mengaktifkan mic-nya.

“Apa semua tim sudah siap?”, suara Kolonel Bagus terdengar di headset yang kupakai.

“Tim A sudah siap”, jawab Sersan Revaldi. Saat ini terlihat dari monitor, ia dan Bramono sudah ada di depan pintu sebuah gudang yang masih tertutup. Sersan Revaldi terlihat sedang menenteng sebuah koper senjata dan Kopral Chandra juga terlihat sedang berjaga di dekat pintu.

“Tim B sudah siap”, jawab Kopral Lusi kemudian ia menutup pintu kamar lalu berjalan menuruni tangga bersama Kopral Dewi dan keluar dari rumah Bramono.

Aku melihat ke monitor lain, Yolanda sudah dalam kondisi terikat kedua lengan dan kakinya di sudut-sudut ranjang. Mulutnya pun sudah tersumpal kain.

“Tim C siap”

“Tim D siap”

“Tim E siap”

Beberapa orang anak buah Kolonel Bagus yang berjaga di beberapa titik area rumah, menyatakan kesiapan mereka.

“Good. Ingat! Saat ini kalian adalah anak buah Bramono. Jadi jangan bersikap kaku seperti tentara, bersikaplah seperti preman”, kata Kolonel Bagus memerintahkan anak buahnya.

“Siap Pak!”, jawab mereka serentak.

“Ok.. Suruh Bramono menghubungi Rudy Zhao sekarang”, perintah Kolonel Bagus.

Dari monitor kulihat Sersan Revaldi menepuk pelan pundak Bramono dan menyampaikan perintah Kolonel Bagus tadi kepadanya. Bramono mengambil dan menghela napas panjang beberapa kali, lalu mengambil HP-nya dari dalam saku celananya dan menghubungi Rudy Zhao.

TUUTT TUUTTT TUTT

Beberapa kali nada sambung itu berbunyi tapi tidak diangkat dari sisi seberang, sampai akhirnya..

KLEK

Terdengar sambungan telpon sudah terhubung tapi belum ada suara orang yang menjawab dari balik telpon.

“Ha-hallo bos”, kata Bramono terdengar gugup. Tetap tidak ada jawaban.

“Boss.. ini aku Bramono”

“Huh.. Kau masih berani menelponku, Brum-Brum..”, suara serak dan berat itu akhirnya menjawabnya.

“Please jangan ngomong seperti itu bos.. aku sudah sekuat tenagaku berusaha mengerjakan apa yang bos perintahkan kepadaku”, ujar Bramono memelas.

“OMONG KOSONG! Tidak ada pekerjaanmu yang beres. Bahkan ketiga orangku yang kukirim semuanya mati..”, bentak Rudy Zhao.

“Ma-maafkan aku Bos.. aku benar-benar tidak tau bagaimana semuanya bisa jadi seperti ini. Seperti dugaanmu sebelumnya, ada anak buahku yang ternyata adalah mata-mata yang menyusup. Aku sudah menyelidikinya, dan ternyata orang itu adalah seorang mantan pasukan khusus yang memiliki dendam kepadamu Boss”, Bramono mencoba menjelaskan kepada Rudy.

“Apa maksudmu?”, tanya Rudy Zhao.

“Apa bos ingat gadis yang diperkosa oleh putramu, William? Kita waktu itu sudah tau bahwa ayahnya adalah seorang tentara. Orang itu ternyata mengundurkan diri dari satuannya lalu merubah penampilannya.”

“Setelah beberapa tahun berlalu, ia masih mendendam dan berniat membunuhmu dan William dengan cara mendekatiku dan menjadi anak buahku. Aku awalnya sama sekali tidak mengenali orang itu. Baru setelah kejadian semalam, aku menyuruh orang-orangku untuk mencari tau tentang identitas orang itu. Dan baru diketahui bahwa orang itu adalah ayah dari gadis itu”, kata Bramono menceritakan tentang mas Teguh kepada Rudy Zhao.

“Hah! Lantas untuk apa kau menceritakan soal ini kepadaku.. Apa kau sudah berhasil melacak keberadaan laki-laki dan jaksa wanita itu sekarang? Atau harus aku yang membereskan pekerjaanmu lagi?”, tanya Rudy Zhao dengan nada sinis dan dingin.

“Ti-tidak bos. Anak buahku melakukan pengejaran terhadap mereka dan berhasil menangkap mata-mata dan jaksa wanita itu”, ujar Bramono buru-buru.

“Hm? Lalu dimana mereka sekarang? Bagaimana dengan anak wanita itu?”, suara Rudy Zhao terdengar sedikit cemas dan terlihat tidak sabar menunggu jawaban dari Bramono.

“Kami sempat kehilangan jejak mereka. Aku memerintahkan anak buahku untuk menyisir semua tempat dan mencari mereka. Kami menemukan tempat persembunyian mereka tidak jauh dari area pergudangan itu.”

“Terjadi baku tembak.. Mata-mata itu dan anak itu tertembak. Anak itu tewas di tempat, mayatnya sudah kami buang ke laut. Area pergudangan itu saat ini sudah banyak polisi di sana. Aku memutuskan untuk membawa laki-laki dan jaksa wanita itu ke rumahku di kota B. Saat ini aku dan beberapa anak buahku sudah di rumahku di B”, ujar Bramono menjelaskan kronologisnya kepada Rudy Zhao.

Aku yang saat ini sedang melihat Bramono melalui layar monitor, hanya bisa mencibir dalam hati, setelah melihat akting Bramono yang tampak sangat meyakinkan itu.

“Orang ini memang sangat pintar berakting. Kalau saja aku tidak bisa membaca pikirannya, sudah pasti dia juga akan mengelabuiku dan aku tidak mungkin bisa mengendalikannya”, pikirku membatin.

Lalu kudengar Bramono berkata lagi kepada Rudy Zhao,

“Anak buahku sudah mengamankan senjata sniper yang digunakan laki-laki itu. Ketika dalam perjalanan ke kota B. Laki-laki itu kehilangan banyak darah lalu mati. Aku memerintahkan anak buahku untuk menggeledah pakaianya dan menemukan sesuatu. Bos harus liat ini. Bisakah kita ganti sambungan telpon ini dengan video call, Bos?”, tanya Bramono berusaha membuat Rudy Zhao merubah voice call mereka menjadi video call.

Rudy Zhao diam dan tidak menjawab permintaan Bramono itu. Bramono menunggu dengan cemas lalu berkata lagi,

“Bos benar-benar harus melihat ini”

Setelah beberapa saat, di layar HP Bramono terlihat tanda permintaan peralihan dari voice call menjadi video call. Bramono segera menyetujui permintaan itu.

Layar HP Bramono langsung tergantikan dengan video yang menampilkan wajah seseorang. Namun wajah itu hanya terlihat bagian bawahnya saja. Hanya terlihat mulut dan badan seseorang yang sedang duduk di sebuah sofa. Latar belakang dan pencahayaan dari sosok itu pun terlihat gelap. Lalu mulut itu bergerak dan berkata,

“Apa yang terjadi padamu, Brum-Brum?”, tanya pria itu.

“Boss..”, sapa Bramono terdengar lega lalu menjawab,

“Waktu aku menginterogasi wanita itu, ia menanduk lalu menendang rahangku. Aku pingsan dan dibawa ke rumah sakit oleh anak buahku. Waktu di rumah sakit, aku mendengar bahwa wanita itu dan anaknya diselamatkan oleh seseorang dan berhasil kabur. Aku langsung menyuruh orang-orangku untuk mengejar mereka sampai akhirnya mereka tertangkap dan kami bawa kesini”

“CIH Dasar tak berguna!! Sudah cepat, tunjukkan saja apa yang tadi mau kau perlihatkan padaku”, perintah Rudy dengan nada membentak.

“Ba-baik Bos.. aku akan merubah view kameranya dulu”, ujar Bramono tergesa lalu memencet tombol flip di layar HP-nya.

Layar HP itu langsung menampilkan arah depan dari Bramono. Terlihat sebuah pintu ruangan yang masih tertutup dan sedang dijaga oleh Kopral Chandra. Sersan Revaldi yang dari tadi ada di samping Bramono, berjalan ke arah pintu dan membukanya. Lalu Bramono masuk ke dalam ruangan itu.

Ruangan itu tampak seperti sebuah gudang dengan beberapa kotak yang saling bertumpuk dan peralatan-peralatan untuk membersihkan rumah seperti sapu, pel dan ember diletakkan menyender di dinding ruangan.

Di tengah-tengah ruangan itu, terlihat sesosok jasad laki-laki dalam kondisi kedua tangan terikat di belakang punggungnya, tergeletak tak bergerak di lantai. Terdapat beberapa bercak darah di sekitar tubuh laki-laki itu.

Bramono menendang pelan tubuh laki-laki itu dan berkata,

“Ini jasad laki-laki itu. Dia sudah mati”, kata Bramono kepada Rudy. Lalu Bramono meminta sesuatu dari Sersan Revaldi yang ternyata adalah sebuah pistol yang memiliki peredam di moncongnya.

Kemudian Bramono menembak 2 kali ke arah dada tubuh tak bergerak itu dan membuat 2 buah lubang di dadanya yang langsung mengeluarkan darah.

“Cuma ini yang mau kau tunjukkan?”, suara Rudy terdengar lagi dari dalam telpon.

“Tidak boss.. Anak buahku tadi menggeledah pakaiannya dan menemukan ini”, kata Bramono tergesa. Ia memberikan senjata itu kepada Sersan Revaldi dan menggantinya dengan koin High Table yang tadi kupegang. Lalu dengan 1 tangannya yang lain, Bramono mengarahkan koin itu ke depan HP-nya.

“Tunjukkan lebih dekat!!”, perintah Rudy Zhao dengan nada terkejut yang terdengar jelas. Bramono mengarahkan koin itu mendekati HP-nya.

Dari layar HP, terlihat sekarang mulut Rudy Zhao menggeram dan bibirnya sedikit bergetar. Namun ia tidak mengatakan apa-apa. Baru setelah beberapa saat kemudian, ia berkata,

“Kau yakin menemukan koin itu di pakaian laki-laki itu? Apa lagi yang kau temukan?”, tanya Rudy Zhao.

“I-iya bos. Kami menemukan koin ini, dompet yang berisi beberapa lembar uang dan KTP laki-laki ini, dan juga HP-nya. Tapi sampai saat ini, kami belum bisa membuka HP itu karena terkunci kode. Pagi nanti aku berencana untuk menyuruh orangku untuk mencari orang yang bisa membuka HP-nya”, jawab Bramono.

“Tidak perlu.. jangan apa-apakan dulu HP itu. Nanti aku yang akan mengurusnya. Katamu tadi, kau juga sudah menyimpan senjata yang dipakai laki-laki ini. Tunjukkan padaku..”, perintah Rudy Zhao lagi.

Sersan Revaldi mengambil koper senjata yang dibawanya lalu meletakkannya di samping jasad laki-laki itu lalu membukanya. Dari dalam koper, terlihat sebuah senjata laras panjang yang belum dirakit.

“Tunjukkan lebih dekat!! Apa kau dan anak buahmu mengenali senjata ini?”, Rudy Zhao memerintahkan lagi kepada Bramono dan bertanya.

Bramono men-zoomin kamera HP-nya dan menjawab,

“Anak buahku tidak ada yang mengenali jenis senjata ini, bos. Tapi sepertinya ini bukan buatan lokal”

“Aku yakin ini buatan negara A. Dan senjata jenis ini hanya digunakan oleh pihak militer dan tidak diperjual belikan secara bebas di pasaran”, kata Rudy Zhao sesaat kemudian.

“Bagaimana Bos bisa tau?”, tanya Bramono namun Rudy Zhao tidak menjawabnya. Rudy terdiam beberapa saat lalu bertanya lagi,

“Apa kau sudah menginterogasi jaksa wanita itu?”

“Sudah bos. Tapi ia tidak mau mengatakan apa-apa walaupun anak buahku sudah menyiksanya”, jawab Bramono.

“Dimana dia sekarang?”, tanya Rudy Zhao.

“Di..di kamar atas bos”, ujar Bramono terbata.

“huh??”

Bramono buru-buru menjelaskan,

“Karena kami tidak bisa membuatnya bicara tanpa harus membuatnya cacat permanen, a-aku mencoba cara lain bos.. aku memberinya pil perangsang yang dikirim dari HK lalu mengikat wanita itu di ranjang kamar atas”, jawab Bramono terbata.

“Cih! Jadi kau dan anak buahmu memperkosa wanita itu?”, tanya Rudy Zhao ketus.

“Be-belum bos. Belum ada yang menyentuh wanita itu lagi dan menunggu bos yang memutuskan”, kata Bramono.

“Tunjukkan padaku kamar wanita itu sekarang”

“Ba-baik bos”

Lalu Bramono sambil dibantu oleh Sersan Revaldi, berjalan menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar tempat Yollie sedang disekap.

Di dalam kamar itu, terlihat Yollie yang sedang terbaring di ranjang dengan kondisi kedua tangan dan kaki yang terikat di sudut ranjang sehingga posisi tubuhnya saat ini membentuk huruf ‘X’.

Yolanda yang mendengar suara pintu dibuka, menolehkan kepalanya ke arah pintu. Dengan tatapan sayu, ia melihat ke arah Bramono yang masuk ke dalam kamar sambil mengarahkan kamera HP-nya ke Yolanda.

Dari balik sumpalan kain di mulutnya, terdengar erangan-erangan lirih. Tubuh Yollie juga berkeringat dan bergerak gelisah dan terkadang ia mencoba untuk merapatkan kedua pahanya yang agak merenggang terbuka.

Nafasku langsung memburu melihat Yollie dalam kondisi seperti itu. Namun bukan nafsu yang kurasakan melainkan emosi kemarahanku pada diriku sendiri akibat aku yang membiarkan Yollie yang seperti itu menjadi tontonan bagi banyak orang. Terlebih aku juga menyadari bahwa Rudy Zhao juga sedang menonton Yollie dari layar HP-nya.

Vera yang ada di sebelahku, sepertinya menyadari kegelisahanku. Ia meraih tanganku yang sedang mengepal keras lalu mengusap lembut punggung tanganku. Aku menoleh ke arahnya yang sedang menatapku dengan sendu tapi berusaha tersenyum untuk menenangkanku.

Melihat tatapan Vera itu, membuatku akhirnya bisa menahan emosiku. Aku mencoba mengatur ritme nafasku kembali sambil tersenyum kecil kepadanya. Lalu aku kembali menonton layar monitor kamar Yollie itu.

“B-Boss”, ujar Bramono menunggu instruksi Rudy Zhao selanjutnya.

Lalu dari dalam HP Bramono itu, suara Rudy Zhao terdengar lagi,

“Jangan apa-apakan wanita ini lagi. Cukup beri dia air minum. Siang ini aku akan terbang ke kota J menggunakan jet pribadiku. Lalu aku akan ke rumahmu. Suruh seorang anak buahmu menunggu kedatanganku di airport”, kata Rudy Zhao.

“B-bos mau kesini? Apa bos tidak takut ada yang mencurigaimu atas kejadian akhir-akhir ini dan kejadian tadi malam?”, tanya Bramono buru-buru.

“Cih! Tidak ada yang berani menyentuhku di negara lemahmu itu. Aku akan kesana dengan beberapa orangku. Tunggu aku di rumahmu.. ”, jawab Rudy Zhao sinis.

“Ba-baik Bos”, ujar Bramono. Lalu Rudy Zhao langsung menutup sambungan telponnya dengan Bramono.

Seketika Bramono langsung bernapas lega dan menoleh ke arah Sersan Revaldi.

“Sersan Revaldi.. segera lepaskan ikatan nona Yolanda. Kopral Lusi, Kopral Dewi, bawa nona Yolanda kesini”, Kolonel Bagus memerintahkan anak buahnya melalui mic.

“Tidak usah Pak. Biar saya saja”, kataku dengan nada suara dingin. Lalu aku berdiri dan berjalan menuju rumah Bramono..



….

….

….
 
"Tidak usah pak... Biar saya aja yang ewueee...." Kataku dengan nada suara menahan gairah. 😍🤩🥰
🤭
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd