Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Sebuah Sisi Lain (TAMAT)

Bimabet
Ceritanya seru suhu
Semakin buat penasaran para pembaca
Semoga update lancar yah
 
Post 4

Siang itu rasanya waktu berjalan begitu lambat. Entah kenapa beberapa kali aku melihat jam di dinding masih menunjukkan angka sebelas terus. Selesai mandi aku segera menatap barang yang sore itu aku harus kirim pada pemesannya. Semakin hari semakin banyak yang order padaku. Lumayan juga untuk menambah uang saku.

Sambil bertelanjang dada aku mulai menata barang pesanan sekaligus menyiapkan packing-nya. Siang hari ini matahari bersinar terang, itulah kenapa hawa di dalam rumahku bikin tambah gerah. Enaknya kalau suasana begitu hanya pakai celana basket longgar tanpa baju yang menutupi tubuh bagian atas.

“Ven.. udah makan belum?” suara mama mengagetkanku. Rupanya beliau baru saja bangun dari tidurnya.

“Udah kok mah.. tadi aku beli lauk dari warung sebelah” balasku sambil terus membungkus barang.

“Ohh.. yaudah... trus kakak kamu udah makan juga?”

“Udah.. dari pagi tadi aku udah suapin kok” ucapku masih belum melihat ke arah mama.

“Baguslah.. kamu emang anak baik deh..”

Mendengarnya aku lalu menoleh ke arah mama kemudian tersenyum. Kulihat mama saat itu menutupi tubuhnya dengan sebuah selimut tipis. Aku yakin di balik selimut itu mama masih tidak memakai apa-apa. Meski aku sudah sering melihat mama keluyuran di rumah hanya pakai handuk saja tapi baru kali ini aku melihatnya hanya memakai selimut untuk menutupi tubuh telanjangnya.

“Mama gak kerja?” tanyaku.

“Iya kerja.. dapet giliran masuk sore lagi sih..” balasnya mendekatiku.

“Ohh.. iya deh..”

“Kamu apa ada acara malam ini?”

“Ehh.. ntar sore mau kirim paketan nih ma..”

“Hemm.. oke ntar sebelum mama berangkat kerja kamu pergi aja dulu”

“Oke mah..” balasku.

Sebenarnya pada saat ini aku mulai memperhatikan kemolekan tubuh mama. Entah kenapa hanya dengan selimut yang menutupi tubuhnya seperti itu mama jadi lebih cantik dan seksi. Apa aku sudah jadi anak kurang ajar yah? Bisa-bisanya memuji mama kandungnya sendiri dengan kata seksi. Tapi memang itu yang kulihat dari mama saat itu, cantik dan seksi.

“Kamu liat apaan sih Ven? Sampe melamun gitu?”

“Eh.. itu..emm.. anu mah... liatin mama aja...” jawabku agak kebingungan.

“Emang mama kenapa?”

“Eh, enggak kok mah.. cuma liat aja masak ga boleh?” kilahku.

“Hihihi.. kamu nih ada-ada aja Ven... yaudah mama makan dulu yah, laper banget rasanya”

“Mandi dulu napa mah...”

“Ntar aja deh..”

Mama kemudian meninggalkan aku lalu menuju ke dapur. Selimut yang dipakai menutupi tubuhnya saat dia berjalan sempat terbuka sedikit di bagian paha dan pantat sebelah kiri. Mataku yang sudah otomatis menangkap pemandangan itu tak mau lepas sampai mama menjauh dariku. Ugh.. bener-bener semakin bikin horni aja tuh paha.

Suasana rumah kembali seperti biasanya. Suara Tv terdengar dengan mama sebagi penonton setianya. Aku sendiri sejak maraknya video online membuatku tak lagi senang menonton Tv. Akupun kembali fokus mencatat nama dan alamat pemesan barang jualanku sampai saat teriakan mama memecah konsentrasiku.

“Vendiii....!!”

“Apaan sih mah?” tanyaku sambil lari tergopoh-gopoh mendekatinya. Aku khawatir ada sesuatu yang berbahaya di dalam rumah.

“Itu kakak kamu kok dibirain ga pake apa-apa gitu sih?” tanya mama dengan nada terkejut. Aku memang tadi lupa kasih tau mama kalau kak Dea gak mau aku bantu pakai bajunya.

“Itu..itu... ahhh.. tadi aku udah coba rayu kak Dea.. tapi tetep ga mau juga pake bajunya..”

“yaa coba dipaksa dong.. masak kakaknya dibiaring telanjang gitu.. tambah mirip orang gila gak tuh!?” ucap mama agak keras.

“Udah Vendi coba mah... sekarang kalo mama mau coba silahkan aja deh.. siapa tau kalo sama mama kak Dea bakalan nurut” balasku.

“Hehhhhh... pussiingg nih kepala mama jadinya..” ujarnya sambil masuk ke dalam kamar kakakku.

Kulihat di dalam kamar kakak perempuanku santai saja berbaring di atas tempat tidurnya meski telanjang bulat. Padahal saat itu ada aku dan mama yang melihatnya juga. Tapi ya itu, namanya juga orang gak waras mah bebas ngelakuin apa aja.

Aku kembali melanjutkan kegiatanku mencatat nama dan alamat pemesan barang jualanku. Di dalam kamar kak Dea masih kudengar suara mama berusaha membujuk kakakku untuk memakai pakaiannya. Aku sih cuek saja, karena aku merasa tadi sudah berusaha membujuknya juga meski tak ada hasilnya.

***

Pukul 1 siang aku sudah siap pergi dari rumah. Aku sudah berpakaian rapi karena selain mengirim barang juga nanti mau ketemuan sama temanku. Mumpung mama masih di rumah jadi aku tenang saja pergi, meski hanya sampai jam 4 sore.

“Mah... Vendi mau keluar sebentar, mau kirim barang nih..” ucapku dari ruang tamu. Aku sudah membungkus semua barang yang akan aku kirim dan menyiapkannya untuk kubawa dengan motor.

“Jangan terlalu sore pulangnya.. mama ntar berangkat jam 4” jawab mama yang keluar dari dalam kamarnya.

Kulihat mama keluar dari kamar masih memakai handuk kimononya. Beberapa kali aku pernah melihat mama dengan handuk kimono itu, tapi siang ini dia memakainya tanpa mengikat tali yang ada di pinggangnya. Sontak aku bisa melihat dengan jelas belahan dadanya yang tak terhalang Bh, perut dan celana dalam hitam yang dipakainya. Mama sungguh lebih seksi dilihat pas kondisi begitu.

“Iya deh.. gak lama juga kok...” balasku.

Setelah mendapat persetujuan dari mama aku langsung membawa barang-barangku keluar lalu menaruhnya di atas motor. Tanpa menunggu lama aku langsung menjalankan motorku menuju ke kantor jasa pengiriman barang.

Beres dengan urusanku mengirimkan barang, tiba-tiba ada chat masuk ke hpku. Setelah kubaca ternyata Fauzia yang mengirimkannya. Dia memintaku untuk datang ke rumah temannya. Entahlah, meski ada rasa tak enak hati untuk terus bersamanya tapi aku terus-menerus menyerah pada kemauannya. Kujalankan lagi motorku, kali ini bukannya pulang tapi menuju lokasi yang disebutkan oleh gadis cantik itu.

Perjalananku tak memakan waktu lama karena lokasi yang dia maksud memang tak jauh dari tempatku mengirim barang. Setelah sampai di lokasi itu aku jadi terheran-heran, karena titik lokasinya bukannya rumah biasa tapi sebuah rumah bedeng yang digunakan oleh pemulung untuk tinggal.

“Eh, kamu dimana? Aku udah nungguin di pinggir jalan nih?” tulisku pada chat yang kukirimkan padanya.

“Bentar, tunggu aja disitu” balasnya.

Akupun dengan sabar menunggunya sambil menyalakan sebatang rokok dengan bungkus putih bertuliskan huruf A. Sekilas kulihat tempat itu seharunya bukan tempat untuk seorang gadis cantik anak kuliahan macam Zia, tapi aku masih terus berusaha berbaik sangka. Mungkin dia ada kegiatan sosial dengan organisasi kampusnya.

“Vendi.. udah lama nungguinnya?” tiba-tiba Zia muncul dari balik sebuah rumah bedeng yang posisinya di belakangku sebelah kiri.

“Eh.. enggak.. barusan kok” kilahku, akupun langsung mematikan rokokku dengan menjatuhkannya.

“Yaudah.. tolong anterin aku pulang yah” ucapnya langsung loncat ke motorku tanpa menunggu persetujuanku lagi.

“Ayuk lahh...”

Sekilas kulihat Zia nampak aneh saat itu. Bajunya masih sama seperti yang dia pakai pagi tadi. Berarti setelah dari rumahku dia langsung kesini mungkin. Jilbab yang dia pakai juga tidak rapi, itulah kenapa aku bisa melihat leher dan bagian atas dadanya yang mengkilat karena berkeringat. Ada juga tanda merah di sana, seperti bekas tanda cupang dari bibir seseorang. Aku mungkin bisa saja salah.

“Zia.. benerin dong jilbabnya, lehernya keliatan tuh” ucapku sambil menjalankan motorku dengan kecepatan sedang.

“Ah biarin Ven.. gerah nih” balasnya enteng.

Aku kembali diam dan fokus menatap jalan. Tak mau aku berpikiran yang macam-macam karena akan membuatku susah sendiri nantinya. Kupercepat laju motorku sampai akhirnya kami tiba di rumah kontrakan Zia hanya dalam waktu 15 menit saja.

“Yuk Ven.. masuk dulu..” ajaknya setelah turun dari motorku.

“Enggak lah Zia, makasih...” balasku.

“Ayolah.. bentar aja..” paksanya.

“Hemm.. oke..oke.. bentar aja yah, soalnya mamaku bentar lagi mau berangkat kerja”

“Iya..iya.. makanya kamu cepetan masuk gih..”

Akhirnya aku mengikuti langkah gadis cantik bermata bulat itu masuk kedalam rumah. Tapi seperti biasanya aku hanya berani sampai di ruang tamu saja.

“Udah disini aja Zia.. ga enak sama temen kamu..” ucapku sambil duduk di sebuah kursi sofa yang sudah sobek pinggirnya.

“Iya deh Ven, eh makasih yah...udah dianterin pulang”

“no problem...”

“Eh, mama kamu ntar malem kerja yah? Pulang jam berapa sih kalo gitu biasanya?”

“Biasanya sih subuh udah pulang.. tapi kadang sampe jam 8 baru datang” jawabku.

“Ohh...” ucapnya seperti sedang memikirkan sesuatu.

“Eh.. Zia.. itu... anu.. punyamu”

“Anu apa sih Ven? Jujur aja deh..” balasnya sambil tersenyum cantik.

“Itu daleman kamu ketinggalan dirumah” balasku malu-malu.

“Hihi.. eh iya bener.. emang sengaja aku tinggalin di situ kok, pas mau aku pake jatoh ke air”

“Ohh... yaudah ntar kamu ambil, jangan lupa”

“Tapi mending buat kamu aja, siapa tau kamu tertarik, hihihi..” ujarnya sambil terkikik geli.

“Ogahh.. masak aku disuruh pake daleman cewek, gilak” disini aku mulai merasakan kata-katanya sengaja menggoda aku. Apa mungkin dia tau kalau aku tertarik sama bau celana dalamnya tadi yah?

“Hihi.. iya deh, ntar aku ambil aja kalo ke rumah kamu lagi”

“Yaudah, aku pulang dulu aja, ntar mama cariin aku nih” ujarku berpamitan.

“Yeee... dasar anak mama..”

“Bukan anak mama Zia, tapi kewajiban...” balasku.

Aku kemudian keluar dari rumah kontrakan Zia. Gadis cantik itu langsung menutup pintu rumahnya begitu melihat aku sudah berada di atas motor. Namun setelahnya aku baru sadar kalau kunci motorku ternyata tertinggal di atas meja ruang tamu. Akupun balik ke depan pintu dan mengetuknya sambil memanggil Zia.

“Ada apa Ven?” Zia membuka pintu sedikit sambil melongok hanya memperlihatkan kepalanya. Kini dia sudah melepas jilbabnya.

“Kunci motorku ketinggalan” ucapku.

“Ohhh... bentar yah..” Zia kemudian menutup pintu lagi. Aneh, sepertinya dia tak mau aku masuk ke dalam rumah.

“Nih kuncinya... ati-ati yah dijalan” Zia masih melongok memperlihatkan kepalanya saja dari balik pintu rumah, namun kali ini aku sekilas bisa melihat pundaknya sebelah kanan. Otak mesumku langsung bekerja, aku perkirakan kalau saat ini dibalik pintu itu Zia sudah melepas bajunya. Ugh, nakal banget tuh cewek.

“I-iiya... makasih” balasku semakin gugup saat mataku menangkap paha mulus Zia juga sempat terlihat.

Akhirnya aku pulang dengan otak dipenuhi pikiran mesum. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah aku terus membayangkan bagimana mulusnya tubuh telanjang Zia. Parahnya lagi batang penisku ikut-ikutan bangun dari tidurnya. Jadilah saat itu aku membawa motor menuju ke rumah dengan batang penis tegang mengganjal di dalam celanaku. Sial!

Meski tersiksa secara pikiran dan pangkal paha, akhirnya aku bisa sampai juga di rumah. Jarak dari rumah kontrakan Zia yang biasanya perlu 20 menit kali ini kutempuh hanya dalam waktu sekitar 10 menit lebih sedikit. Kalian bisa bayangin kalau naik motor dalam kondisi penis tegang di dalam celana jeans, pasti menyiksa banget. Apalagi kalau melewati jalan berlubang atau polisi tidur, langsung linu tuh masa depan.

Setelah aku masukkan motor ke dalam garasi, aku lalu masuk ke dalam rumah. Di depan kamar mama langsung kutemui orang tuaku itu sudah berseragam ala pegawai hotel. Kali ini mama kulihat membawa sebuah tas lumayan besar.

“Lhoh.. kok bawa tas gede gitu mah? Emang mama mau kemana sih?” tanyaku penasaran.

“Oiya Ven.. mama baru ingat belum kasih tau kamu.. tiga hari ini mama ada acara sama temen-temen karyawan hotel lainnya..”

“Jadi mama pergi wisata gitu?”

“Enggak lahh.. ada pelatihan Ven, tapi lokasinya di luar kota, jadi kita nginap gitu”

“Iya deh mah...” balasku sambil menghempaskan pantatku di kursi depan Tv.

Sebenarnya bukan aku tak setuju mama pergi, tapi aku juga ada kerjaan yang harus aku lakukan. Barang-barang pesanan yang mulai numpuk tak mungkin menunggu mama pulang supaya aku bisa pergi mengantarnya. Tapi aku juga tak bisa berbuat banyak, mungkin aku harus minta bantuan Bayu untuk mengirimnya.

“Udah ya Ven.. mama berangkat dulu” ucap mama kemudian sambil mencium pipi kanan dan keningku seperti biasanya.

“Iya mah.. hati-hati... kalo ada apa-apa telfon Vendi yah”

“Sipp.. ntar mama kabarin”

Kulepas kepergian mamaku kali itu dengan dada yang berdegub kencang. Bukannya tanpa sebab, batang penisku yang masih tegang dari tada malah semakin mengeras saat mama mencium pipiku dan bau tubuhnya tercium hidungku. Ahh, bikin tambah horni aja. Semakin tambah aneh akunya.

Selepas keberangkatan mama pergi kerja, kondisi di rumahku jadi sepi. Kulihat pintu kamar kakak perempuanku tertutup rapat. melihat kondisi rumah yang sepi membuat pikiran mesumku semakin menjadi-jadi. Aku langsung masuk ke dalam kamarku lalu kulepaskan semua pakaian yang melekat di tubuhku. Yah, kali ini aku ingin menuntaskan birahiku meski hanya dengan mengocok penisku sendiri.

“Aahhhhhh..... mantaabbb...” lenguhku saat jemari tanganku mulai mengelus permukaan kejantananku yang tegak mengeras sedari tadi itu.

Kini aku terbaring di atas tempat tidurku dengan tubuh telanjang bulat dan batang penis yang tegak menjulang. Tanganku sebelah kiri mulai mengocok kemaluanku itu dengan tempo sedang. Kunikmati setiap kocokan tanganku dengan penuh penghayatan. Tiba-tiba dari ujung mataku kulihat ada orang yang berdiri di depan pintu kamarku sedang memperhatikan apa yang aku lakukan.

“Ehh... kak Dea... kakk...” tenggorokanku tercekat karena menyadari kakak perempuanku tengah berdiri memperhatikannku. Bukan hanya itu saja, kulihat dengan jelas kakak perempuanku itu tengah bugil sama sepertiku.

Sial, saking horninya aku sampai lupa menutup pintu kamarku. Tapi kenapa kak Dea bisa keluar dari kamarnya? Apa mama lupa mengunci pintunya tadi yah?

“Kakak... kakak ngapain di situ?” tanyaku sekenanya saat menatap keberadaan kakak perempuanku di depan pintu kamarku. Aku langsung ingat ini mungkin waktu biasanya kak Dea mandi.

Tanpa menutupi tubuh telanjangku lagi aku langsung menghampiri kakak perempuanku itu lalu mengajaknya ke kamar mandi. Baru kali ini aku dan kakak perempuanku bergandengan tangan dalam kondisi tanpa busana. Mungkin saja kalau kakak perempuanku itu masih normal pikirannya dia bakal menampar mukaku. Untung saja dia gak waras, jadi aman lah sementara ini.

Sore itu kami kakak beradik mandi berdua dalam satu kamar mandi dengan telanjang bulat. Aseli baru kali ini aku melakukannya dengan kakakku secara sengaja. Selama ini aku masih menahan semua fantasiku seksualku dengan berpandangan rasa kasihan pada kak Dea. Beberapa menit berlalu aku masih melakukan kegiatan memandikan tubuh kakak perempuanku seperti biasa. Namun begitu batang penisku masih terus tegak mengeras tanpa ada tanda-tanda melemas.

Sambil memandikan kakak perempuanku itu, ujung batang penisku terus bersentuhan dengan kulit tubuhnya. Kakak perempuanku hanya diam seperti biasanya. Melihat tak ada gejala penolakan dari kak Dea membuatku semakin berani. Kini kedua tangnku mengusap dengan lembut kedua payudaranya yang bulat membusung itu. Tak lupa sedikit kupelintir-pelintir puting susunya yang kecil imut itu. Kak dea hanya diam saja sampai saat ini, hanya saja kurasakan detak jantungnya semakin cepat. Apakah kakakku ikutan horni juga? memangnya orang yang tak waras pikirannya bisa birahi juga yah? Entahlah, pokoknya aku gunakan kesempatan itu sebaik-baiknya untuk mengumbar kemesumanku.

Aku semakin berani berbuat lebih jauh. Kini tubuh kakak perempuanku sengaja kubuat menungging di depanku. Dia hanya diam saja tapi menuruti apa yang aku lakukan. Meski kulihat kak Dea menurut tapi aku sudah siap kalau dia sewaktu-waktu memberontak.

“Uhhhh....” aku mulai melenguh ketika batang penisku yang tegang itu menyusup di antara dua pahanya. Aku sengaja melakukannya karena masih takut kak Dea akan kehilangan perawannya kalau aku masukkan penisku ke dalam memeknya.

“Kaakkk... bantuin adek bentar aja yah... ahhh.. ngentootttttthhhh..”

Aku semakin menceracau keenakan saat kugerakkan pinggulku maju mundur. Batang penisku yang ikut bergerak seirama goyangan pinggulku membuatku merasa melayang di awang-awang. Enak banget pokoknya. Biarpun hanya bisa menggesekkan penisku diantara jepitan kedua pahanya sudah membuatku merasa nikmat. Apalagi bisa menusukkan kemaluanku itu dalam memeknya, ahh tapi aku gak tega banget. Lagipula begini saja aku sudah salah besar.

“Auhhh.. nikmat banget aahhh... ngentottt kakakkk.... ehhhhh...” erangku keenakan.

Licinnya sabun di permukaan penisku membuat batang kejantananku itu lancar bergerak keluar masuk jepitan pangkal paha kak Dea. Mataku sampai terpejam merasakan nikmatnya gesekan antara kulit penisku dengan permukaan vaginanya. Aku berusaha keras jangan sampai penisku masuk ke dalam celah vaginanya. Kalau itu terjadi dan kakakku mengamuk maka selesai sudah acara kebejatanku ini.

“Aahhh.. kaakk.. kakak juga enak yah? Iya kan kakk... uhhh..”

Samar aku rasakan pinggul kak Dea ikut bergoyang. Mungkin dia juga menikmatinya. Gerakan pinggul kakak perempuanku yang berlawanan dengan arah goyangan penisku membuat rasa nikmat itu semakin bertambah. Apalagi posisi kak Dea yang sudah menyandarkan bagian dadanya di atas lantai membuat belahan memeknya semakin dekat dengan ujung kemaluanku. Pada posisi itu aku benar-benar bisa melihat lobang anusnya dengan jelas. Aku jadi heran, apakah kakak perempuanku itu juga ikut horni? Apakah dia masih punya nafsu birahi juga meski pikirannya tak waras? Masa bodo lah.. yang penting aku enakk.

“Ahhh.. kok jadi enak banget sihhh.. aahhh...” racauku.

Aku terus menggoyangkan pinggulku sambil memejamkan mata. Namun begitu aku membuka mata, aku terkejut bukan kepalang. Tanpa aku sadari setengah dari batang penisku sudah masuk ke dalam liang vagina kak Dea. Aku buru-buru mencabutnya. Sial, aku sudah bersetubuh dengan kakak kandungku sendiri. Aku sudah benar-benar ngentot dengannya. Aku sudah benar-benar berzina dengan kakak perempuanku yang mengalami gangguan jiwa itu.

“Aduh... maap kak.. adek ga sengaja... aduhhh... ini gimana nih!?” ucapku kebingungan, sedangkan kak Dea sepertinya malah menikmati perbuatanku.

Dalam kebingunganku mataku menatap lobang kemaluan kakak kandungku itu. masih rapat dan berwarna merah pucat. Sungguh sangat menggoda untuk dinikmati kembali. Tapi aku kemudian mengalihkan padanganku pada batang penisku. Apakah aku telah menjebol perawan kakak perempuanku?

“Lhoh kok??” timbul tanda tanya besar dalam pikiranku. Aku yakin batang penisku sudah menerobos liang senggamanya separuh lebih, harusnya selaput daranya robek. Tapi kok penisku bersih tak ada darah sama sekali. Kulihat hanya ada lendir berwarna putih yang menempel pada kulit kemaluanku.

Iseng aku coba masukkan lagi penisku ke dalam memeknya. Kali ini aku dengan sadar melakukannya. Tujuannya sih biar aku tau apa benar tak ada darah perawannya yang keluar. Tapi begitu aku tarik keluar lagi ternyata tidak ada darah apapun. Kurang ajar, kini aku yakin kalau kakak perempuanku itu sudah tak perawan lagi. Bahkan sebelum penisku masuk ke dalam organ kewanitaannya itu. Hemm.. ternyata kakak perempuanku ini tak sealim dugaanku.

“Ahhh.. kaakk.. kakak nakal banget sih.. udah gak perawan ternyata... ahh..” kembali kutusukkan penisku ke dalam liang senggamanya lalu kugoyang dengan tempo cepat. Ada perasaan jengkel dan marah, itulah kenapa aku sudah tak lagi merasa kasihan pada kakak perempuanku.

“Ternyata kakak gak alim-alim amat yah? Memek kakak udah dikasih sama siapa aja nih??” ceracauku sambil terus meyodokkan penisku.

Kuhentakkan pinggulku ke depan dengan kuat, sampai-sampai seluruh tubuh kakakku itu terlonjak-lonjak hebat. Rasa jengkel dalam hatiku karena merasa telah dihianati oleh kak Dea membuatku tega melakukannya. Tak kusangka kakak perempuanku yang selama ini terlihat alim dan baik telah merelakan perawannya pada laki-laki lain tanpa ada hubungan pernikahan.

“Eggghh... enghhhhh.... eghhh....” hanya itu suara yang kudengar dari mulut kakakku. Selebihnya dia hanya diam saja pada perlakuanku.

Aku betul-betul horni banget saat itu. Ditambah lagi setelah aku mendapati kenyataan kalau kakak perempuanku sudah tak perawan lagi membuatku tega menyetubuhinya dengan membabi buta. Kupegangi pinggulnya dengan kedua tanganku dan terus kutusukkan penisku kuat-kuat pada liang senggamanya.

“Ahhh.. shitt... enak banget nih memek.. ahh...” aku terus meracau. Tak kupedulikan lagi kalau yang sedang kusenggamai itu adalah kakak kandungku sendiri. Birahiku sudah sampai di ubun-ubun dan tak ada rasa penyesalan dalam hatiku.

“Nggghhhh.. emmm... eghhh...” kak Dea terus merintih tapi tertahan mulutnya yang tertutup. Aku yakin dia pasti ikut menikmati persetubuhan ini. Buktinya semakin lama kurasakan dinding vaginanya semakin berdenyut-denyut menyambut tusukan penisku.

“Ahhh.. kakak suka kan? Kakak suka kontolnya adek kan? Ahhh..”

Aku terus menyetubuhi kakak perempuanku itu dengan buas. Aku seperti orang kesurupan yang tak bisa berpikir wajar. Entah kenapa aku saat itu hanya melihat sosok yang kusetubuhi itu bukanlah kakak kandungku, tapi hanya seorang perempuan yang bisa memberiku kenikmatan duniawi.

“Emmmmhhhhhh...” kakakku tiba-tiba bergumam agak lama. Disusul kemudian jepitan dinding vaginanya yang hebat pada batang penisku. Ugh, kakakku tengah orgasme rupanya.

Aku terus menggenjot memeknya dengan cepat. Aku tak peduli lagi pada tubuhnya yang bergetar hebat dan mengejang-kejang. Aku yakin dia sudah mendapatkan orgasmenya, tapi aku masih sebentar lagi.

“Aahhhh.... memek enakkk.... aahhhh...” teriakku mengiringi keluar masuknya penisku pada liang senggama kak Dea.

Pada titik ini aku sudah merasakan sebentar lagi spermaku akan muncrat. Aku tak ingin memperparah keadaan. Kupastikan kakak perempuanku yang tak waras itu tak akan hamil karena perbuatanku ini. Dengan cepat kucabut penisku dari liang vagianya lalu kuarahkan ke rongga mulut kak Dea.

“Ayo kak...bukaa!!” teriakku saat memaksa mulut kak Dea untuk terbuka.

Entah karena kakakku itu mengerti atau bagaimana, dia langsung membuka mulutnya untuk menyambut kedatangan batang penisku yang sedang berdenyut kencang itu.

“Emmhhhh....” lenguhnya saat kusumpalkan batang kejantananku pada mulutnya.

“Aaahhhhhh.... kaaakkkkk....”

Crottt... Croottt... Crotttt... Crottt..

Berkali-kali kutembakkan cairan spermaku ke dalam rongga tenggorkan kakakku. Kupaksa dia untuk meminumnya sampai habis. Entah kenapa aku jadi tega banget sama kakakku? Padahal selama ini aku selalu menyayanginya sepenuh hati. Aku seakan berubah menjadi sosok yang lain ketika dengan sadar menyetubuhi kakak kandungku sendiri.

“Minumm... jangan ada sisa” ucapku sambil membekap mulut kakakku dengan telapak tanganku. Kupastikan tak ada setetespun cairan spermaku yang keluar dari mulutnya.

“Emmhhh... hahh.. hahhh... haahh...” kakakku terengah-engah ketika kulepaskan bekapan tanganku pada mulutnya. Kulihat mukanya memerah dan berkeringat.

“Uhhh... enak banget kakk... makasih yah udah bantuin adek...” ucapku sambil mencium pipi kak Dea. Sengaja aku tak mencium bibirnya karena aku tak ingin merasakan cairan pejuhku sendiri yang tersisa di bibir kak Dea.

Tubuh kami berdua yang tadinya basah karena air kini sudah mengering dan berganti basah dengan keringat. Tak pelak kami harus kembali mandi lagi. Kali ini kami benar-benar mandi. Kembali kusabuni tubuhku dan tubuh kak Dea secara merata, seakan ingin kuhilangkan bekas-bekas persetubuhan kami tadi. Memang ada rasa penyesalan yang timbul di hati, tapi masih kalah dengan kepuasan akhirnya aku bisa menikmati lobang memek seorang perempuan. Meski perempuan itu adalah kakak kandungku sendiri.

“Ayo kak.. udah bersih kok... ntar keburu dingin” ucapku mengajak kak Dea segera keluar dari kamar mandi. Diapun menurut saja apa yang aku mau.

Kami berdua kemudian menuju ke dalam kamar kak Dea. Kondisi kami masih telanjang bulat seperti semula. Handuk yang kami pakai tadi kugantung kembali di dalam kamar mandi. Belum lama kami masuk ke dalam kamar kak Dea, tiba-tiba dari pintu depan kudengar suara cewek memanggil-manggil namaku.

“Vendiiii.... Vendiii... bukain dong pintunya”

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd