Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Secret Love Story

PROLOG

Di sudut ruang tamu yang tak terlalu luas. Sumber cahaya hanya berasal dari layar laptop yang terbuka di atas meja kerja sederhana. Asap roko mengepul berbelok arah ke luar jendela yang terbuka. Udara malam keluar masuk ruangan menghembuskan hawa dingin yang menerpa.

Sudah sejam lamanya, 3 batang roko habis terbakar tapi tak satupun kata yang diketik. Hanya kursor mouse yang berkelip di ujung kiri lembar kerja.

Gue bukan seorang penulis, hanya mencintai bidang ini layaknya hobi. Tapi apa yang gue alami harus lah segera gue tuang menjadi sebuah cerita. Karena ini pengalaman berharga, tidak mungkin akan terlupa.

Sementara sebuah pesan masih terpampang jelas dilayar hp yang tergeletak disamping laptop,
"Terimakasih ya untuk semuanya"



Secret Love Story

♧​

Cerita hidup itu pasti selalu beragam, berliku, berwarna, dan kadang tak terduga. Sebuah cerita layaknya rumah, dibangun dari berbagai macam material/bahan bangunan. Kualitas rumah ditentukan oleh kualitas materialnya. Semakin bagus rumah itu menandakan bahwa bahan-bahan yang digunakan juga berkualitas tinggi.

Cerita hidupnya bagai sebuah rumah megah yang runtuh akibat satu material bangunan yang berkualitas buruk. Lebih tepatnya baru kelihatan buruknya setelah rumah itu hancur.

Laila Paramadina. Istri dan ibu yang baik. Cantik dan rupawan. Ramah dan murah senyum. Meskipun berkarakter introvert, tapi tak menutup pintu perkenalan bagi orang baru, hanya saja cara orang masuk kedunianya yang akan menentukan layak atau tidak untuk dapat kenal lebih dekat.

Gue termasuk yang beruntung bisa mengenalnya. Lebih tepatnya sangat beruntung, karena bukan cuma saling kenal tapi kami saling membuka diri. Membuka dalam arti kiasan dan arti sebenernya. Dari hal kecil sampai besar, dari yang umum sampai hal tabu.

Padahal terpaut usia 10 tahun kurang lebih, tapi ga menjadi halangan kami berkomunikasi dan menjalin hubungan. Setelah mengenalnya, Teh Dina, panggilan akrabnya, menjadi orang yang supel. Asik diajak diskusi karena kedewasaanya dan bisa chat berjam-jam karena pengetahuannya yang luas.

Awal perkenalan kami adalah ketika Teh Dina mengomentari karya tulis yang gue buat, buah tangan karena kecintaan terhadap tulis-menulis. Karya tulis sederhana bermodal imajinasi dan fantasi. Berkonten dewasa dengan unsur seks didalamnya. Sejak saat itu kami saling berbalas komentar, terus berlanjut chit-chat via direct masage.

Sekian lama kami menjalin komunikasi semakin nampak juga sifat asli masing-masing. Mungkin tak banyak atau bahkan mungkin ga ada yang tahu, perempuan seperti Teh Dina yang tertutup , keseharian berkerudung, mempunyai sisi liar. Menurutnya, seorang Libra memang begitu.

Libra yang suka dipuji
Libra si penggoda
Libra yang nakal

Dan banyak lagi yang memang sudah nampak dari awal kami menjalin komunikasi.

Sisi "bitchy"nya itu, menurut penuturannya, memang tidak serta merta keluar begitu saja. Gue pun merasa demikian, menurut gue nakalnya Teh Dina tuh elegan. Gue beruntung karena jadi orang yang dipercaya Teh Dina untuk mengekspresikan kenakalannya. Bagaimana tidak, semua fetish gue terhadap perempuan, Teh Dina tunjukkan tanpa gue minta. Pun tanpa dia sadari itu pada awalnya.

Ya, Teh Dina ini seorang eksibionist. Dia suka memamerkan lekuk tubuhnya, bagian-bagian yang tertutup dikesehariannya, bahkan titik vital dari tubuh seorang perempuan. Atas bawah, depan belakang, samping kiri dan kanan, berdiri, duduk, dan tiduran. Hampir semua sudah diperlihatkannya. Satu yang pasti, setiap Teh Dina memamerkan keseksiannya itu, ia selalu menutup bagian wajahnya. Hanya bibirnya yang aduhai menjadi sudut fokus setiap kali gue terima kiriman fotonya. Satu lagi, foto-foto nakalnya itu selalu dalam format hitam putih untuk menambah kesan artistik.

Sampai sini kalian bisa bayangkan betapa beruntungnya gue kan? Apa yang akan kalian lakukan jika diposisi gue? Minta dikirim foto fullcolor? Atau fullbody? Atau bahkan minta ketemuan lalu berakhir dengan percintaan?

Big No, gue merasa "cukup" dengan apa yang gue dapat, dengan apa yang kami jalani sejauh ini. Gue rasa lebih baik semua ini mengalir begitu saja, tak ada permintaan apa-apa, apalagi paksaan. Tapi bukannya gak pernah, awal-awal kenal gue juga sempat minta tukeran kontak sama ngajak buat ketemuan, tapi gue pengertian, sekali dibilang "engga" yaudah gausah maksa. Bisa-bisa malah merusak kesenangan. Begitupun Teh Dina, sekali mendapat kecocokan dan kenyamanan maka dia tidak akan sungkan memberikan kepercayaannya.
Sampai sebuah peristiwa yang tak terbayang sebelumnya, terjadi didepan mata gue sendiri. Hal yang tak seharusnya gue ungkap karena menyangkut urusan rumahtangga orang lain. Saat itu gue ga banyak pikir. Akibatnya air tenang menjadi jeram dan banjir. Menghancurkan kepercayaan dan kesetiaan. Meruntuhkan keharmonisan, berunjung pada perselingkuhan.

♧​

"Teh emang suami ga tau Teteh suka baca cerita dewasa gitu?"

"Ya engga A, kita tuh ga pernah ngecek hp masing-masing"

"Ohh enak atuh ya, Teteh ga curiga?"

"Engga tuh males ngurusin begituan, lagian kalau suami teteh nakal diluar sana, selama Teteh gatau mah bodo amat. Tapi ya jangan sampe kejadian, amit-amit a"

"Iyaa, jangan sampe kejadian juga teteh ketauan suka nongkrongin website 18+, chating sama cowo lain"

"Hahahaha iya jangan sampe laahh"
Belum sempet gue bales chat itu, chat lainnya datang,
"Lagian ngapain mikirin yang begituan, udah capek duluan ngurusin anak-anak dan layanin suami, yang penting suami penuhin kewajibannya untuk Teteh dan anak-anak, itu udah cukup"

"Oiya atuh Teh, semoga keluarga Teteh harmonis selalu" Do'a itu tulus dari hati.

"Iya Aamin, makasih ya" balasnya kemudian

Obrolan diawal-awal kami kenal itu meyakinkan gue kalau Teh Dina dan suaminya memang sudah saling percaya. Rasa percaya yang gabisa diragukan lagi tingkatannya. Itu juga menyakinkan gue kalau hubungan kami ga akan kemana-mana selain berkomunikasi di dunia maya.

Sejak saat itu lah gue mendeklarasikan diri sebagai objek pelampiasan eksibnya Teh Dina. Kadang suka meminta pendapat tentang foto-fotonya itu, kadang hal-hal tak terduga malah yang gue dapat. Gue inget banget ketika Teh Dina eksib pertama kalinya. Sebelumnya beberapa foto emang suka dia kirim. Foto lama di tempat kerja, foto bersama teman dan keluarga, dengan anak dan suaminya. Foto biasa saja, foto yang pada awalnya gue pun ga nyangka kalau Teh Dina seorang eksibhionist.

Eksib pertamanya adalah ketika itu dia cerita kalau ART di rumahnya sedang pulang kampung dan dia harus menyetrika pakaian yang udah jarang sekali dia lakukan. Gue yang saat itu masih punya banyak waktu senggang meski kerja office hour sering chatting di waktu kerja.

Setelah asik chat membicarakan hal-hal seputar kesehariannya, ada jeda beberapa lama, lalu kemudian notif chat masuk di layar hp. Setelah dibuka,
"Capek juga nyetrika ga abis-abis, mau mandi dulu ah, mau ikut?”

Disertai foto hitam putih si pengirim pesan dengan hanya menggunakan tangtop dan cd. Sudut pengambIlan foto dari sisi kanan atas memperlihatkan rambut tergerai. Leher jenjang, tulang belikat, dada yang membusung, garis celana dalam, paha dan kaki telanjang. Kata pertama yang terungkap dari gue adalah "seksi", tapi justru bukan itu yang gue ketik untuk membalas pesannya.

"Nelen ludah dikasih liat foto Teteh itu, cd nya berenda ya? Gamau ikut mandi Ahh, takut basah, Aa ikut masuk kamar aja sebentar"

"Ya mandi mah basah atuh A, basah sebadan-badan. Ngapain ke kamar, akunya juga di kamar mandi haha. Btw, iya Teteh lagi pake cd berenda, kebanyakan perempuan cdnya berenda kok, nih aku kasih yang lebih jelas"

Chat berikutnya yang muncul adalah foto original dri foto pertama, hanya saja foto jadi fullcolor. Tangtop berwarna putih kontras dengan kulit eksotisnya, sawo matang. Cd berenda berwarna biru dongker menempel ketat menampakan keseksian.

Saat ini gue belum berani menggodanya, entah mengapa. Tapi rasa kagum atas keberaniannya membuat gue kehilangan kata-kata untuk membalasnya. Sekian menit hanya terpaku memandangi foto dirinya, bayangan gue sudah entah kemana. Reaksi yang terjadi hanyalah ereksi.

"Aku baru beres mandi, mau istirahat dulu. Daah Aa, nanti sambung lagi"

Belum sempet bales chat sebelumnya, chat itu datang bersama kerjaan yang harus segera diselesaikan.

"Ok Teh, selamat istirahat yaa. Makasih banget lohh kiriman fotonya, bikin tegang Teh haha, Aa juga mau lanjut kerja, baru dateng nih kerjaan"

Habis sudah percakapan siang itu, gue pun siap-siap membuka lembar kerja. Sambil menunggu loading dokumen terbuka, gue iseng buka chat lagi. Ternyata ada chat masuk.

"Ohh udah ada kerjaan ya, kirain lagi santai. Padahal Teteh mau kasih foto yang lebih ekstrim, biar makin tegang hahaha"

Sial, pikir gue. Kirain beneran mau istirahat, malah ngegodain lagi. Kalau aja ga ada kerjaan, gue layanin tuh godaannya. Akhirnya gue ga bales godaannya, dengan maksud supaya Teh Dina benar-benar istirahat dan gue bias fokus kelarin kerjaan juga.

"Duuhh masih bales, katanya mau istirahat? Malah ngegodaiin, yang ekstrim kayak gimana sihh Teh?"

Gue coba chat 2 jam setelahnya, lalu ga ada balesan sampai siang habis berganti malam. Jam kerja pun habis dan gue pulang dengan rasa penasaran. Beberapa kali gue cek memang ga ada chat masuk dari Teh Dina, emang bisa banget caranya menggoda pikir gue. Gue pun tidur dengan harapan bisa memimpikannya.

Keesokan harinya gue berangkat kerja lebih pagi dari biasanya. Malam tadi pun Teh Dina tak kunjung datang di alam mimpi. Hari ini semoga ada sesuatu yang lebih pasti.

Sayang sungguh sayang, hari ini ga ada chat masuk. Bahkan chat kemarin pun ga dibalesnya. Hari terasa lama berlalu, padahal kerjaan lagi ga banyak. Penasaran makin tinggi, tapi timbul juga pertanyaan, jangan-jangan Teh Dina menyesal? Karena jujur aja, saat itu gue masih belum tau kalo Teh Dina seorang eksibionist.

♧​

Rasanya jadi ga nyaman membawa sebuah penasaran dan pertanyaan. Sesampainya di kamar kontrakan langsung gue hempaskan badan di atas kasur. Malam belum menjelang, lalu gue coba menghilangkan ketidaknyamanan itu dengan menonton film, sesuatu yang sangat jarang gue lakukan.

Film berjalan, pikiran melayang, kantuk datang, mimpi menjelang.
"Sial gue ketiduran !", tidur di sore hari memang ga baik, kepala pusing bukan main pas bangun. Ini sore atau pagi?

Badan kembali segar setelah mandi, kopi siap dinikmati. Nongkrong di teras sambil menikmati angin semilir emang rutin gue lakuin sebagai penghilang jenuh di lingkungan monoton. Gue buka chat dengan Teh Dina, masih belum ada balasan. Gue ragu buat bertanya lebih dulu, tapi kesel juga kalau cuma nunggu. Akhirnya gue beranikan buat minta maaf takut ada kekeliruan atau salahpaham, tapi sebelum gue pencet tombol "kirim", satu pesan masuk.

"Besok ada suprise dari Teteh buat kamu"

Aiiihh sumringah rasanya, tapi bukan suprise yang bikin gue seneng, melainkan dapet chat yang menandakan semuanya baik-baik aja. Beberapa kata yang udah gue susun sebelumnya gue block langsung hapus hehehe dan gue cuma bales.

"Ditunggu (banget) haha" Bales gue singkat

"Kenapa banget, kesenengan ya kamuu"

"Iyalaahh seneng banget, kemaren aja sampe onani Teh"

"Onani di kantor? Jorok ih!”

"Yaa di kamar mandinyaa atuh Teh, abisnyaa Teteh bikin horny pisan"

"Apaan, orang foto gitu doang"

"Yaa selain foto, kan obrolan setelah itu juga bikin makin tegang Teh"

"Apanya yang Tegang A? Hihihi"

"Kontol"

"Hahahaha kamu mah, horny ya? Kata kamu kalau bahasanya udah vulgar gitu berarti lagi naik"

"Emmh sedikit sih Teh"

"Mau makin Tegang A? Lagian kok bisa horny sih, kita kan ga ngapa-ngapain"

"Iya cuma ngobrol aja sih, tapi kebayang aja besok Aa di-suprisin apaan"

"Ohhh baru dibIlang gitu doang udah horny, Aa ngacengan iihh, inget ga Teteh sempet bilang foto ekstrim?"

"Hahaha iyaa ngacengan dan horny-an Teh, iya inget, kenapa gitu?"

"Itu tadinya mau Teteh kirim foto memek. Nahh seneng kan aku bilang vulgar kayak gitu, biar kontol kamu makin tegang hahaha"

"Duuhhhh, makin tegang aja nih kontol. Masih ada fotonya?"

"Rahasiaaaaa hahaha, udah malem ah A, ngantuk. nih Teteh kasih foto siapa tau Aa mau bayangin kontolnya aku emut, mulutku lebar soalnya hehe"

Sebuah foto dirinya yang sedang tertawa dengan mulut terbuka. Jilbab hijau muda dengan corak bunga menambah parasnya yang cantk. Imajinasi gue makin liar. Blowjob dari seseorang yang dikagumi, ahh gimana ya rasanyaa. Ditambah dengan kata-kata vulgarnya, padahal dia pernah bilang kurang suka bahasa seperti itu. Tapi demi menggoda ku, Teh Dina mau ngelakuinnya.

Ga sabar jadinya, hari esok cepatlah datang!

...bersambung​

Selamat membaca! cerita ini fiktif dan masih dalam proses pengerjaan. mulustrasi sedang diusahakan, update mungkin ga akan sering, tapi diusahakan paling lama seminggu sekali setiap hari jumat sore. regrads:ampun:




Sial!

Perjalanan ke kantor terganggu karena operasi/razia lalu lintas. Mau gamau kena razia, STNK melayang masuk kantong polisi bertukar dengan surat tilang pasal 281 UU LLAJ. Ahh, semoga bukan pertanda buruk. Semoga Teh Dina bakal tetep menuhin janjinya buat kasih gue suprise.

Sampai di kantor pun telat jadinya. Belum sempet cek chatingan dari Teh Dina, kerjaan udah numpuk di meja. Sambil nyiapin kerjaan gue log in buat ngecek, ternyata belum ada chat masuk. Tak apalah, mungkin emang harus kerja dulu.

1 jam

2 jam

Kerjaan kelar tepat sebelum masuk jam istirahat, sebelum pergi mecari nasi buat maksi gue coba cek chat lagi,

"Lagi banyak kerjaan A?" chat dari Teh Dina 11 menit yang lalu

Riang gembira rasanya, tapi sok cool aja ahh biar ga keliatan ngarep.

"Udah, baru kelar Teh, mayan banyak sih tadi, gara-gara ditilang jadi agak telat masuknya"

"Jiaah kasiaann haha kena berapa?"

"Ah engga Teh, sidang aja ga apa-apa, ART udah balik Teh?"

"Belum nih, katanya ijin, akhir minggu baru bisa kerja lagi"

"Lanjut nyetrika lagii dong? Haha"

"Hahaha iyaa tapi males A, pegeel pinggang aku"

"Minta pijit lah sama suami Teh hehe"

"Kasian ah, kan dia yang kerja masa dimintain pijitin juga"

"Iya siih, yauda minta pijit sama hotcream aja atau sama koyo"

"Iyaa paling nanti pake balsem aja"

"Masih pake balsem? Hahaha beda ya umur mahh"

"Hahaha iyaaa, aku mah cocoknya pake balsem"


Anjiir ini mah sama-sama jaim, kenapa jadi ngobrol biasa gini? Gue ga mungkin nagih, selain karena jaim, ya emang gue respect ke yang lebih tua, dan bukan perempuan biasa yang bisa dimintai foto hot. Mungkin disebrang sana juga Teh Dina ada keraguan atau emang lagi nunggu moment entah lah.

"Yauda atuh, Aa istirahat dulu ya lapeerr"

"Iya Atuh kalau gitu, Teteh juga mau tidur siang ahh masih pegeel" balesnya datar

Bener dugaan gue, razia sialan tadi pagi emang pertanda buruk, gue gajadi dapet suprise.

"Ok Teh, silahkan beristirahat tidur siaang" belaga ikhlas padahal nyesek

Ga ada balesan untuk beberapa saat, gue pun putuskan untuk ninggalin meja kerja. Percis pas mau close tab, chat masuk dari Teh Dina,

"Nih bonus buat kamu A, biar semangat kerjanya"

Foto Teh Dina berdiri di depan cermin, dengan memakai running shoes beserta jaket dan rambut lurus tergerai, tanpa celana training hanya berbalut celana dalam.

Gue yang udah siap meninggalkan ruangan, kembali duduk. Lekat-lekat gue perhatiin foto itu. Seksi bangett, meski pas bagian muka di-crop. Tapi tubuh proposionalnya jelas mengundang birahi.

"Stelan jogging tadi pagi kah Teh? Seksi bangett!!"

"Iyah A, cuma lepas hijab sama celana trainingnya, suka A? Mau liat foto abis joging yang lain? Hahaha"

Mata ga berkedip membaca pesan terakhir, jari-jari berasa beku di atas tuts keyboard bingung mau balas apa, yang jelas sesuatu mulai bergerak tanpa dikomando. Celana jadi sesak, posisi salah koordinat.

"Suka banget Teh, makasihh yaa! Kalau teteh berkenan, Aa mah seneng banget.. Kalau ga kuat paling ngacir ke kamar mandi" jawab gue sekenanya

Tanpa banyak kalimat, balasan Teh Dina berikutnya,

"Tampak belakang"

Kali ini foto yang gue terima fullbody dari bawah sampe atas tanpa ada cropping, tampak belakang memang. Stelan dan lokasi yang sama, Teh Dina membelakangi cermin dan mengambil foto apa yang terpantul dari cermin itu.

Bongkahan pantat yang sungguh bulat menggairahkan. Tinggi langsing proposional dengan kaki panjang bak model profesional. Garis bokongnya jelas terlihat karena ternyata cd yang ia kenakan adalan jenis g-string, gue pikir sih begitu.

Kontol gue berontak ingin segera dikeluarkan.

"Errghhh gemes Teh, pengen napok itu bokong!! Pake g-string putih ya?" chat gue mengomentari foto seksinya

"Hahaha Tapok aja A, jangan keras-keras tapi. G-string bukan yaaa? Menurut Aa?"

Gakuat lagi gue menahan dorongan nafsu birahi, gue masukkan tangan merogoh otot kejantanan dibalik celana dan membenarkan posisinya yang udah ereksi, lalu gue usap sambil memfokuskan pandangan ke foto seksi Teh Dina yang terpampang di layar monitor.

"G-string nih pasti" gumam gue, lalu gue ketik pesan bermaksud membalas chatnya, tapi sebelum ngebales Teh Dina udah lebih dulu mengkonfirmasinya dengan mengirim foto lagi

"Keliatan jelas ga A jenis cd nya?"

Full foto tepat daerah selangkangannya. Segitiga berwarna putih membungkus daging pusat kenikmatan dunia. Fokus gue bukan lagi ke jenis cd yang Teh Dina pake, tapi kini lebih ke penasaran gimana bentuk memeknya. Maka gue bales,

"Duhhh, itu foto terakhir pas banget di memek, i'm officially horny! bener-bener sange ini mah”

Setelah itu gue beranjak dari kursi dan pergi ke kamar mandi kantor untuk onani. Chat masih berbalas selama gue beronani karena gue pindah log in ke hape,


setelah di kamar mandi, tepat setelah berhasil log in dan membuka kotak dialog chat,

"Horny yaa?? Hayo loohh masih di kantor, jangan onani" chat dari Teh Dina

"Hahaha engga koo, belum tegang-tegang banget ini teh" jawab gue pura-pura, padahal gue bales chat itu dengan satu tangan, tangan satunya sibuk naik turun mengocok batang kontol

"Apanya A?"

"Kontolnya laahh"

"Naaahhh ketauan ini udah horny berat kalau udah vulgar gitu. Memek aku bagus ga?"

"Ga keliatan Teh, ngedit fotonya terlalu gelap ahh"

"Kalau gini jelas ga?"

Satu foto lagi diterima. Teh Dina masih di depan cermin, seperti foto pertama tanpa celana hanya cd dan kaki telanjangnya, ia naikkan jaket trainingnya sampe sebatas toketnya. Walau hanya sebelah, tapi perut ratanya terekspos jelas menambah dorongan nafsu semakin tinggi.

"Aahhh Tehh, seksi bangeet.. Perutnya rata gitu, duhh tangan gatel banget pengen ngocok"

"Makasiihh, toket aku kecil jadi bisa aku halangin pake satu tangan hihihi kocok aja kontol nya A, jangan ditahan-tahan"

"Iyaa Teh, ini lagi ngocok sambil liat foto-foto yang Teteh kirim"

"Hahaha kamu ih beneran ngocok di kantor?"

"Lebih tepatnya di kamar mandi kantor Teh, ga kuaatt, horny bangett, Teteh kalau ML sukanya gimana?"

"Hhmmm.. aku suka ML di sofa, karena berasa beda aja, kalau di kasur kan udah sering. Terus aku suka softplay, jadi kalau ML aku senengnya dikhayatin gitu deh, pas dapet (klimaks) juga gatau kenapa jadi enak banget rasanya"

Membaca preferensi gaya bercinta Teh Dina, seketika imajinasi gue pun langsung membuat sebuah adegan. Gue fantisiin bercinta dengannya di atas sofa di ruang tamunya.

"Ohh Teh, Aa bayangin yang teteh bilang barusan"

"Biar lebih meresapi, nih buat Aa cayang yang jelasan dikit"

Foto Teh Dina berdiri depan cermin, badannya agak miring dengan satu kaki sedikit menekuk. Satu tangannya sedikit menurunkan cdnya. Jaket trainingnya kini terangkat sampe kedua toket bulatnya terlihat jelas. Bentuknya bulat sempurna, gila! pikir gue toket seindah itu dimiliki ibu 4 anak. Makin penasaran gue dengan memeknya, tapi gamau gegabah sembarang minta. Lagian foto itu terlalu elegant buat sekedar bacolan.

"Aahh dibilang sayang.. Keras banget kontol Aa ini duuhhh!! Horny banget sumpaah"

"Hahahaha semangat A ngocok kontolnya ! nih aku tambahin"

Satu foto masuk lagi. Kini Teh Dina duduk di depan cermin tersebut. Kedua kakinya menekuk rapat sampe pangakal pahanya terlihat. Kedua toketnya masih indah menyembul seksi karena badannya direndahkan. Karena semua foto yang dikirim sebelumnya diedit pewarnaanya, maka tepat bagian selangkannganya gelap tak terlihat.

"Oowwhh Tetehhhh ... Sayang, kamu lepas cd?"

"Menurut kamu A? Penasaran ya sama memek Teteh hihihi"

"Gatau, dibayangan Aa mah lepas Teh, iya penasaran bangeett"

"Iyaaa bayangin aja A.. Memek aku juga mulai lembab nih, kamu masih di kamar mandi A?"

"Iya Teh masih nih, pernah ML di kamar mandi dengan suami?"

"Ya pernah atuh, pegeeelll tapi asiik siih.. Nihh A foto terakhir sisa foto tadi pagi"

Foto terakhir, dengan posisi berlutut kaki menekuk kebelakang. Lekuk badanya sempurna dari kaki sampe pinggul. Bokongnya terlihat lebih mengangkat. Karet cdnya turun dari kedua sisinya, walaupun begitu tetap bagian memeknya masih tertutup. Tapi jelas kalau Teh Dina mencukur rambut kemaluannya. Damn!

Sementara dadanya membusung memperlihatkan putingnya yang keras. Lehernya jenjang putih bersih karena semua rambutnya tergerai ke belakang, bahkan ujung rambutnya hampir sebatas tulang ekornya. Teh Dina rupanya mengcrop sedikit bagian kepalanya, kali ini bibirnya sengaja dibuat mempesona. Seksi seperti ahhh gabisa gue bandingkan dengan apapun keseksian bibir Teh Dina.

"Teehhh.. Shhhhh... Bibirnya seksi bangeett.. Inget chat waktu itu ihh jadinya. Teteh sempet nawarin emutin kontol Aa"

"Inget aja sih kamu A, ga keliatan gede ya mulut aku kalau pose gitu?"

"Engga Teh, tapi seksii bangeeet!!"

"Sini gantian tangannya sama mulut teteh aja, aku sepong kontol kamu A ... hahaha"

"Aahhhhhh gilaaa gakuaatt"

"Ini bener-bener foto terakhir, bikin sampe peju kamu keluar yaa Aa sayaang"

Foto terakhir, Teh Dina berdiri di depan cermin. Kakinya agak terbuka, dengan satu kaki sedikit ditekuk. Badannya membusung menahan supaya jaket training yang ia angkat sampe leher ga turun, akibatnya toketnya membusung seperti minta untuk dikenyot. Tangan kiri terjulur memegang hp mengambil sudut yang pas. Perut ratanya terlihat jelas dengan garis tengahnya. Dan yang paling menggiurkan, tangan kanannya menarik cdnya yang bagian tengahnya dililit lebih dulu. Memek nya tembem menggiurkan, akibat tarikan cd itu juga yang jelas menekan itilnya. Garis memeknya terlihat jelas.

Gue gabisa bales apa-apa lagi. Tangan makin cepat mengocok batang kontol sendiri, mata fokus pada foto, sementara pikiran melayang ke kamar Teh Dina, bercinta dengan nya tanpa membuka apa-apa lagi. Posisi di depan cerminnya membuat gue membayangkan menarik cd-nya ke pinggir biar mudah memasukkan batang kejantanan gue. Gaya doggy berdiri depan cermin, damn ! pasti nikmat banget gue pikir.

“ohhh Tehhh Dinaaaa”

Gue lontarkan namanya berbarengan dengan keluarnya sperma kental ke lantai kamar mandi.


........to be conticrot
Part 1 dan 2
 
Terakhir diubah:
♧​



Hari demi hari berganti. Walaupun ga setiap waktu berkomunikasi, tapi hubungan kami rasanya makin dekat. Setiap ada kesempatan Teh Dina masih setia memamerkan keindahan tubuhnya. Dan setiap kali tubuh itu terpampang jelas di layar pc atau hp, maka saat itu sudah dipastikan berakhir onani.

Pernah kejadian di hari Jumat. Gila memang godaan dari Teh Dina ini, hampir-hampir gue ga pergi untuk ibadah jumat waktu itu. Percuma juga sih, gue jumatan juga pikiran gue pasti ngeres karena kerekam apa yang dilihat beberapa jam sebelumnya. Tapi memang hari itu foto-foto yang dikirimnya lebih hot dari biasanya, lebih nakal, bahkan warnanya ga diedit sama sekali, walapun masih di crop, tapi setidaknya, warnanya sudah sesuai dengan aslinya.

Pagi harinya seperti biasa setelah rutinitas sarapan, kopi dan beberapa batang rokok gue kembali ke meja kerja. Hari jumat sebenernya gue banyak kerjaan, karena data mingguan datang dan gue harus siapin laporannya. Pun begitu, kesibukkan gue di hari jumat biasanya memang setelah jumatan atau menjelang sore, jadi dari pagi hingga siang waktunya masih bisa dipakai buat leha-leha.

Gue coba chat Teh Dina untuk menyapa, ya sekedar sapaan mengawali obrolan panjang biasanya. Walaupun sudah seringkali dia mengirim foto seksinya, gue ga pernah sekalipun meminta atau request duluan. Jadi gue biarin aja semaunya, kapan mood eksibnya keluar, itulah waktu dimana gue beruntung.

"Hei, udah sarapan?" Chat gue tepat pukul 9.30 pagi

lima menit kemudian,

"Sarapan apaan jam segini ai kamu, bentar lagi juga makan siang"

"Hehehe iya juga sih Teh, apa sih istilahnya? Brunch ya, sarapan sekalian makan siang" balas gue gesit

"Iya betul A, tapi aku udah sarapan kok tadi pagi, lagi ga sibuk A?"

"Sarapan apa Teh? iya nih, tapi nanti paling abis jumatan baru deh sibuk sampe malem kalau kerjaannya banyak"

"Apa ya tadi lupa hahaha, ohh gitu, yaudah semangat kerjanya, jangan ol teruus!!"

"Yee masa lupaa apa yang dimakan haha, kan ga ada kerjaan teteh, yaudah we ol sambil nunggu jumatan"

"Sarapan bubur ayaam, baru inget hahaha ol terus ngeres itu pikiran kamu A, mana mau jumatan hihihi"

"Ngeres sih kalo ada bahannya Teh hahaha"

"Mau A?"

"Mau apa nih?"

"Bahan"

"Bahan?"

"iya, Bahan"

Kadang-kadang obrolan kami memang begitu. Tarik ulur memang nyenengin karena bikin gregetan.

"Bahan apa Teteeeeh?"

"Bahan bangunan hahahaha"

"Hahahahaha"

Masih sekitar 1.5 jam lagi sebelum persiapan jumatan, kerjaan pun masih belum juga datang. Gue tengok kanan kiri pada sibuk masing-masing dengan gadgetnya, malah yang belum datang pun ada. akhirnya gue putuskan buat santai di ruang belakang kantor, bukan pantry sih, tapi emang suka digunain buat kumpul, ngerokok dan ngopi. area seluas 3x4 m itu cukup teduh karena gue prakarsai untuk tanam beberapa pohon di dalam pot besar. Kebetulan kopi tadi pagi masih sisa setengah, jadi cocok buat santai. Sebelum pergi dari ruangan kerja, gue sempet chat lagi Teh Dina, lalu log out biar nanti di ruang belakang gue chat via hp aja.

"Sejak kapan Teh eksib?" chat gue sebelumnya

Setelah sampai di ruangan belakang gue nyalain rokok, disana ada Mang Suhe, aslinya sih suherman, tapi lebih suka dipanggil Suhe, kalua dipanggil Herman udah banyak katanya yang namanya Herman, tukang bangunan yang lagi beresin sisa kerjaan tempo hari karena kanopi ruangan ini bocor. Sambil ngaler-ngidul ngobrol dengan Mang Suhe, gue pantau balasan dari Teh Dina. Tapi sepuluh menit berlalu, belum ada balasan juga.

"Mangga ah A, duluan ya. kanopinya itu sih udah, tinggal angkut sampahnya aja, paling nanti abis jumatan lah" kata Mang Suhe bersiap pamit

"Siap mang, kalem wae, mau bulan depan juga boleh, makin lama pengerjaannya makin lama juga pembayarannya haha"

"hahaha bisa wae si Aa mah" lalu pergi dengan memikul tas kumal penuh debu, menjinjing ember kecil, dan sebatang rokok yang menempel di bibirnya

Kopi hampir benar-benar habis, lalu yang ditunggu pun datang. Teh Dina membalas chat gue.

"Dari kuliah sih, tapi ga kayak sekarang, waktu kuliah kan belum pake kerudung, jadi kalo ke kampus pakenya yang ketat-ketat A, kadang kalo duduk aku sadar tuh cd nya keliatan, tapi aku biarin aja, apalagi kalau tau ada cowo yang merhatiin"

"Hahaha emang bener-bener yaa" balas gue singkat sambil ngebayangin paras Teh Dina waktu kuliah tuh kayak gimana

"Tapi sampe nikah pun aku ga pernah kirim-kirim foto naked, dulu ke suami waktu masih pacaran sering sih aku godain pake foto-fotoku, tapi kayaknya ga sevulgar kayak sekarang"

"waahh beruntung banget dong aku"

"hihihi suami aku lah yang beruntung mah, ga cuma liat, tapi bisa ngerasain juga week" lengkap dengan emot lidah menjulur

"Hahaha iya pastilah itu mah, suami kamu tuh laki-laki terberuntung"

"Gombal! ga mempan hahaha"

"Hahahaha"

"Tapi kadang aku ga pede loh A, meskipun aku eksibionist, kadang suka ga pede dengan tubuh sendiri"

"Badan seproposional itu mah harusnya dibanggaiin Teteehh, kok malah ga pedee"

"Iyaa aku ga pede sama tetek ku nih A, tergolong kecil soalnya"

"Ya ampunn, segitu juga udah bisa ngebesarin 4 orang anak loohh, toh suami juga ga komplain kan?"

"Iya juga sihh, cuma tetep aja A sebagai perempuan mahh, kadang pengen yang sempurna. suami sih ga komplen, lagian dia mah sama kayak kamu, lebih suka bagian belakang hihihi bokong maksudnya"

"Iya sempurnanya manusia ya begitu adanya, natural aja Teh. Pasti menyenangkan jadi suami kamu, terpenuhi salahsatu fetishnya"

"Iyaa, kamu juga kaann terpenuhi fetishnya. tapi lewat fotooo doaang hahaha"

"Hahaha mana ga ada fotoooo" jawab gue memancing di air kopi yang ga berkurang karena sibuk chatting

"Ngareppppp! kan udah seriing iihh"

"Haha maklum lah ngareep mahh, asal ga sampe minta ato request kan?"

"iyaaah Aa" jawabnya singkat seperti menyudahi obrolan pagi menjelang siang itu

Gue pun bingung mau bales apalagi, lalu gue nyalakan sebatang rokok lagi.

"Tapi kalo kayak gini terlihat gede juga ya A?" chat dari Teh Dina disusul sebuah foto


"Aihhh segitu mah ga kecil atuh Teteh, muluss bangett ih ituu!"

"Hahaha kecil tauu, tebak ukurannya apa?"

"Emmhh itu mah harus digenggam duluu Teh baru ketauan ukurannya"

"Hahahaha enak ajaaa, punya si kecil ini mah, sama bapaknya juga sih haha"

"Emang enaak, yang megang sama yang dipegang juga pasti enak Teh, 34 bukan?"

"Hahaha dasar! iya betul, lebih tepatnya 34 C sihh"

"Pas dalam genggaman itu mah Teh"

"Pas dalam lumatan juga hahaha" balas dia menggoda

"Hahaha apaan yang dilumat, kehalang kaos baju gitu ahh"

"Teteknya laahh, kamu juga tau lah paling enak dilumat ya putingnya lah, nih!"


"Duuhh bikin berubah posisi nih Teh"

"hahaha kamu dimana A? meja kerja? awas itu ngaceng kena meja, sakit nanti hahaha"

"Engga Teh, ini lagi di ruang belakang, tadi abis ngopi. jadi aman kalo ngaceng juga haha"

"Biar makin ngaceng olesin balsem"

"Wooo yakali Teh, olesin lendir tuh enaknya mah, pasti ngaceng banget"

"Pake lendir memek ya? hihihi" balesnya vulgar

Dia tahu banget kan cara bikin orang dilanda birahi.

"Iya Teh, lendir memek kamu tuh. kyaknya gapake cd tuh di fotonya"

"Memek aku belum basaah Aa, pake ga yaaaa? hahaha pake kok"

Kontol gue udah berasa keras dibalik celana. Apadaya gue cuma bisa benerin posisi doang. Karena kalau gue paksain buat coli, ga mungkin juga gue bolos jumatan. Udah gitu waktunya makin mepet. Sementara api nafsu syahwat kian membesar.

"Warna apa Teh?'


"Beeuuhh Tehh, bulet banget itu bokoongg!"

"Suka A? nih ada yang lebih keliatan bulet, sempet foto tapi belum sempet aku kasih liat ke kamu"


"Suka bangeett! Gilaa posenyaaa, menggoda banget!!! Nantangin bangett itu mahhh"

"Hihihi makasih, awas ya coli !! jumatan loh bentar lagi"

"Duuh gimana ya ini aku juga bimbang euy, nanti juga jumatan bisa ga konsen Teh, tapi kalo coli harus mandi doong!"

"Hahaha kesiksa ya?”

"Tersiksa nikmat Teh"



Ga pikir panjang gue beranjak dari kursi bambu itu menuju kamar mandi yang memang posisinya sama-sama dibelakang kantor. Tak lupa gue sempetkan bales chat Teh Dina terlebih dulu.

"Uggh Teh, seksi banget kamu! That Ass makes me crazy! otw kamar mandi hahaha"

Setelah di kamar mandi gue pandangi foto itu. Otak bereaksi dengan imajinasi. Mereka aktif merangkai cerita dan fantasi. Sementara tangan mulai bergerak maju mundur mengurut pelan batang kejantanan gue yang sedari tadi udah ereksi. Teh Dina pun membalas lagi chatnya,

"Coli ya kamu A, harus dituntasin yaa! abis itu mandii, Teteh ijinin deh kamu bayangin apa aja ke tubuh Teteh, bebasss"

"Boleh gitu ngebayangin?"

"Boleh lah, kan ngebayangin doang bukan beneran hehe ngebayangin apa kamu A?"

"Kalo foto tadi sih Aa bayangin di belakanng kamu Teh"

"hihi merinding ihh, dibelakang aku sambil nekenin kontol ke pantat aku ya?"

"Iya, sambil ciumin tengkuk sama remes-remes tetek"

"Ga sambil raba-raba memek aku A?

"Ahh iya itu juga Teh"

Dengan chat seperti itu, otak ge perlu bekerja keras untuk berimajinasi. Sensor motorik lebih cepat menangkap rangsangan dari visual kata-kata. Tangan gue makin cepat bergerak mengocok maju mundur. Gue pake sabun juga biar licin dan menghindari lecet karena gesekkan.

"Aku tambahin biar kamu cepet crot nih, terus bisa mandi wajib"


"Duuhhh, kebayang kalo Aa didudukin pantat sesemok itu Teh"

"Ga cuma didukin A, aku Goyang sekalian"

"Goyang doang apa masuk juga Teh?"

"Ga enak kalo goyang doang, masukkin aja A kontol kamu, baru Teteh goyang"

"Masukkin kemana?"

"Ke memek Teteh sayaang"

"Aagghhh Tehh" gue kehabisan kata-kata buat ngebales chatnya, kontrol sepenuhnya ada di tangan dan terpusat di kelamin gue

"Muncrat A? muncratin di dalem aja yaa, semprotin memek aku A"

"Uugghhh belum Teh, masih enak nih ngebayanginnya"

"hihihi Iyaaa cepetiinn, bentar lagi jumatan!! bayangin aja abis aku goyangin, kita ganti posisi A"

"Posisi apa sayang?" refleks bales sayang haha

"Itu kan posisi reverse cowgirl, tinggal cabut kontol kamu, terus aku nungging A, udah nungging gitu mah tau kan kamu harus gimana?"

"Iya Teh tauuuu, tinggal sodokin kontol ke memek kamu dari belakang, doggystle!"

"Iya aahh, sambil pegang ato remes-remes pantat aku"

"Dduuuhhhh ga kuaaatt!"

"Aku mendesah-desah pas kamu mau muncrat, pasti kan tuh kamu kencengin genjotannya aahhh ahhhhh ayook A.. muncratin pejunya"

"Aaaaghhhhhhhhh sayaaaanghhh"

“Lebih enak kamu mainin itil aku A dibarengin genjotannya, kalo gitu bisa barengan klimaks tuh”

“Ugghhhhh, abis klimaks ciuman, kamu noleh ke belakang”

“Iya A, masih belum ngecrot kamu? Mau ganti posisi lagi?”

“Bentar lagi sih Teh ini”

“Sini A, aku juga dikamar mandi, sambil bediri lebih enak A, aku naikkin satu kaki”

“Agghhh Teh, ga kuaattttt!!”

“Kamu masukkin dari belakang, teteh pegangan ke dinding, genjot yang kenceng sayang, kalo ngecrot tekenin kontolnya sampe mentok yaaa!”

“Aagghhhhhhhh Teehhh”

"Hihihi, muncrat ya, Enak?"

Chat itu ga terbalas karena di luar sudah mulai terdengar intro, pertanda sebentar lagi ibadah jumat dimuai. Gue bergegas mandi lalu pergi dengan buru-buru. Candaan temen kantor pun gue hiraukan, mereka heran kenapa gue mandi.

Selepas jumatan selese gue balik ke kantor dengan rasa lapar. Maklum energy sedikit terkuras. Mang Suhe datang membawa dua bungkus nasi padang. Gue memang titip dibeliin, kebetulan ketemu di jalan.

Ada yang mengganjal sejak selesai berbalas chat dengan Teh Dina tadi. Apa dia masturbasi juga ya di serbang sana. Gue pun coba buat konfirmasi, kebetulan kan chat tadi belum gue bales.

“Enaakk banget tadi Teh, makasiihh yaaa. Emmh, Kamu masturb juga tadi?”

Gue tinggal chat itu karena sesuai kebiasaan, kerjaan datang. Gue pun fokus membuat laporan dan penagihan. Ada beberapa masalah yang harus dikoreksi dan didiskusikan dengan yang bersangkutan, kerjaan selese tepat menjelang malam. Setelah semua clear, gue pun bisa pulang. Sebelum pulang gue pastiin dulu apa jawaban Teh Dina.

Ternyata memang sudah di balas,

“Enggak masturb, cuma tadi emang berasa lembab sih tadi memek Teteh”

Balasan itu terkirim 3 jam sebelumnya.

“Kirain masturb juga Teh, soalnya kayak nikmatin juga gituu”

Tak disangka ternyata Teh Dina langsung membalasnya,

“Mau masturb tadi sih, tapi nantilah kapan-kapan, dulu aku baca karya kamu sambil masturbasi A haha”

“Iya? Hahaha”

“Iyaah, kalo tadi mah aku sengaja sih biar kamu cepet crot, trus bisa mandi, dan masih keburu buat jumatan, makanya aku pake kata-kata vulgar, padahal kamu tau sendiri kan aku gabiasa ngomong/ngetik kayak gitu”

“Oalaaahh makasiihh lohhh, segitunya Teteh ihh”

“Hehehe iya sama-sama, pake makasih segala. Lagian aku seneng kok, kamu horny juga karena foto-fotoku kan?”

“Selalu. Foto-foto yang kamu kirim selalu bikin on hahaha”

“Hahahaha, kamu masih di kantor A?”

“iya nih, bentar lagi juga pulang sih Teh”

“Oh yaudah kalau gitu, aku off dulu, bentar lagi suami datang hihihi”

“Oke siaappp”

Rasanya damai hari itu, gue pun pulang dengan senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Tapi kawan, hidup ga akan berjalan terus dengan keindahan. Kadang pahit manis kehidupan datang tanpa kita duga, tanpa kabar, tanpa aba-aba, datang begitu saja seperti hujan tanpa mendung.



♧​

Pada pertengahan tahun, gue mendapat rekomendasi untuk pekerjaan baru. Kesempatan seperti ini ga akan datang dua kali, maka dengan pertimbangan matang gue putuskan untuk pindah kantor. Hal ini jelas akan bepengaruh pada intensitas obrolan gue dan Teh Dina, tapi tak apa lah, demi karir yang lebih baik.

Akhir bulan yang sama gue resmi bekerja di salahsatu perusahan besar bidang keuangan di Ibu Kota. Pekerjaan ini memaksa gue untuk beradapatasi dengan lingkungan baru dan pola keseharian yang baru juga. Dulu gue bisa leyeh-leyeh sebelum berangkat kerja, tapi setelah bekerja di tempat baru, gue dipaksa untuk aktif agresif supaya mendapat ruang di kereta komuter line. Siapa sangka, transportasi ini lah yang menjadi awal bencana.

Sepadat-padatnya jam kerja, gue masih nyempetin untuk menyapa Teh Dina via chat. Kadang Teh Dina memberi "bekal" semangat kerja hehe. Bekal yang bisa gue bawa sampe pulang, ga jarang bekalnya gue habiskan di toilet kantor. hahaha paham lah yaa..

Sampai suatu hari gue lembur. Ketika dalam perjalanan pulang di dalam gerbong kereta. Penumpang ga terlalu banyak tapi tetep aja gue ga dapet tempat duduk. Dari kejauhan gue lihat sosok laki-laki yang postur badannya familiar. Gue coba mengingat dimana pernah melihat sosok itu. Memori otak coba gue putar sambil terus berbalas chat dengan Teh Dina.

"Btw Teh, kok jam segini masih anteng online, suami udah tidur?" Diatas jam 9 malam memang biasanya kami menyudahi chat kami karena ada suaminya

"Boro, orang dia lembur A, katanya udah di kereta sih"

Deg! Tiba-tiba pikiran gue terang benderang karena sebuah ingatan.

"Sosok yang familiar itu mirip suami Teh Dina yang pernah dia tunjukkan dalam foto keluarganya"

"Ohh gitu Teh, jangan-jangan Aa sekereta sama suami Teteh"

"Hahaha bisa jadi A, titip salam ya kalau ketemu" canda Teh Dina dalam chatnya

"Hahaha bener ya Aa salamiin nih"

"Emang kamu tau suami Teteh kayak gimana?"

"Tau, kan teteh pernah kasih liat fotonya"

"Hahaha cuma sekali doang"

"Iya sih, tapi Aa inget sih tampangnya, dan ini Aa lagi liat yang mirip hehe"

"Mirip aja kali itu maahh"

"Iya mungkin Teh mirip aja, pake kacamata, jaket hitam kayak jas gitu, batik, celana bahan warna hitam, sepatu sport merk adidas haha"

"Hah!! Jangan-jangan bener itu suami aku A"

Gue cuma nyengir ngebaca balesan itu, lalu iseng gue deketin lelaki yang gue kira adalah suami Teh Dina.

"Aa bediri sebelah doi nih, dia lagi main hp, coba deh Teteh wa, tanyain udah dimana?"

"Ihh dia mah iseng banget"

"Iyaa isseng aja atuh Teh"

"Awas ya, kamu jangan macem-macem!"

"Yaelah Teh, foto eksib teteh aja ga kesebar kemana-mna, masa Aa berani macem-macem, lagian belum tentu juga ini suami Teteh kan?"

"Heheh iya ya, bentar Aku wa suami"

Tak perlu menunggu lama. Gue perhatikan gerak-gerik laki-laki itu. Tapi ga ada tanda-tanda dia menerima pesan wa dari Teh Dina, karena jelas gue bisa ngeliat layar hp-nya dari posisi gue saat itu yang berdiri disampingnya.

"Oh bukan suaminya" pikir gue setalah ga ada pergerakkan apa-apa, lalu gue chat lagi Teh Dina,

"Kayaknya ini bukan suami Teteh heheha Aa bisa liat layar hp yang doi pegang soalnya hahaha ga ada wa masuk Teh, udah di bales wa nya?" karena yang gue lihat si lelaki ini sedang membaca berita terus kadang nonton youtube

"Tuh kaan, kamu mah bikin deg-degan aja A, belum dibales sih"

“Hehehe maaf atuh, kan cuma iseng. Nama kamu di kontak suami apa teh?”

“Kalo aku disavenya bunda pake tanda love gitu, kalo suami aku save papah hahaha”

Tiba-tiba tangan lelaki itu merogoh sesuatu dari kantong bagian dalam jaketnya. Ternyata dia mengeluarkan Hp. Dia membuka kunci layar dan langsung membuka aplikasi whatsapps.

"Udah sampe mana Pah?" Begitu isi pesan wa-nya. Kontak si pengirim bisa dengan jelas gue liat :hati:Bunda:hati:

Lalu laki-laki itu membalas,

"Bentar lagi sampe mah, 2 stasiun lagi"

Gue ketik kalimat yang sama lalu gue kirim ke Teh Dina dengan tambahan emot tertawa.

"Laahh iya bener berarti itu suami ku hahaha"

"Iya bundaaaa, itu suami kamu hahaha"

"Hahahaha udah sana jauh-jauh ah dari suamiku, ntar jahil kamu mah"

"Hahaha yakali teh, jahil juga ngapaiiin"

Gue pun berniat menunjauhi suaminya. Karena bagaimnapun jadi canggung, berbalas chat dengan istri orang, sementara suaminya dekat dengan kita, ya walaupun ga kenal.

Sebelum berpindah tempat gue sempet balas chat Teh Dina, "Gaya ya suami Teteh mah, punya hp 2, udah gitu bagus-bagus"

Setelah mengirim balasan itu, gue lirik suami Teh Dina. Dia sedang membalas pesan wa. Dia menggunakan hp pertama, dan gue yakin bukan dengan Teh Dina dia berbalas Wa, karena pada bagian info kontak hanya tertera nomor telepon.

Perasaan gue langsung ga enak. Pertanda buruk. Teh Dina pun lama tak membalas, sementara mata makin fokus dengan isi chat si suami.

Deg!
Gue kaget, si suami sedang berbalas wa romantis bercampur gombalan-gombalan magis, karena ada kata "sayang" dalam beberapa pesan dan janji-janji indah untuk dilakukan. Gue pun langsung berkesimpulan kalau si suami selingkuh dibelakang Teh Dina.

Laju kereta melambat karena akan memasukki stasiun. Stasiun yang setiap pagi dan malam gue singgahi. Gue pun turun dengan perasaan tidak nyaman. Gue refresh browser beberapa kali untuk memastikan ada balasan atau tidak dari Teh Dina. Gue coba menunggu beberapa menit di pojokkan stasiun masih ga ada balasan.

Sebatang rokok menyala dengan perasaan bersalah, walopun hujan turun dan cuaca jadi dingin, tapi rasa bersalah ke Teh Dina lebih besar, gue berteduh di warung dekat stasiun sambil terus memantau kotak dialog chat dengan Teh Dina. Terlalu lama menunggu akhirnya gue putuskan pulang bersamaan dengan hujan yang sudah reda. Tak lupa gue chat Dina,

"Semoga tidak ada apa-apa, maaf"

Sisa hujan mengantar gue pulang dengan perasaan bimbang. Semoga besok ada kabar dari Teh Dina. Gue merasa bodoh dan kekanak-kanakan karena ngomong tanpa berpikir. Mungkin yang Teh Dina tahu suaminya hanya mempunyai satu hp saja, dan entah bagaimana caranya dia bisa menyembunyikan itu dari istrinya.

Gue merasa bego karena ikut campur urusan rumah tangganya, walaupun dengan tanpa sengaja. Tapi tetap itu adalah sebuah kebodohan. Satu yang gue takuti adalah dimusuhi. Kehilangan seorang teman, lebih parah kalau ditinggalkan. Bukan karena hubungan kami yang mulai dekat. Bukan juga karena foto-foto itu. Tapi Teh Dina sudah menjadi teman diskusi yang asik, yang amat sayang kalau dia pergi.

Malam pun makin larut, meski mata mulai lelah dan mengantuk. Tapi setiap kali mencoba memejamkannya. Gue dihantui rasa bersalah yang membuat gue susah tidur. Sampai pagi.

Besoknya setelah gue sampe kantor langsung gue cek history chat. Ga ada kabar apa-apa dari Teh Dina, rasa bersalah pun makin menjadi. lebih pedih lagi karena gue gabisa apa-apa karena gapunya kontak Teh Dina. Hari itu berlalu dengan terasa amat lama. sampai tiba jam pulang, gue masih belum dapat kabar apa-apa darinya.

Keesokan paginya masih nihil kabar dari Teh Dina.
Tepat setelah sarapan, gue coba lagi ngecek kotak dialog chat gue. dan benar saja ada Teh Dina memberi kabar. Kabar yang membuat hari itu suram. Mendung memang sudah dari semenjak gue berangkat kerja, tapi kabar dari Teh Dina menggelapkan langit pagi itu.

"Suamiku selingkuh, dan aku sangat terpukul" chatnya yang ternotifikasi 13 menit yang lalu

Ini masih jam 9 pagi dan gue udah berasa kalau mendung bukan hanya diluar sana. Gelap menyelimuti perasaan gue atas kabar dari Teh Dina yang mengetahui perselingkuhan suaminya. Entah bagaimana caranya, yang jelas itu membuatnya sangat bersedih, pasti. Kesedihan itu yang membuat gue makin merasa sangat bersalah.

"Aa minta maaf kalau kemaren malam udah bertindak tanpa berpikir, kalau ada yang bisa Aa perbuat, bilang aja ya Teh jangan sungkan"

Tak lupa gue coba menguatkan dirinya dengan doa semoga kamu tegar dan sabar diakhir chat hari itu, yang kemudian tak berbalas sampe sebulan lamanya.


Gimana kelanjutannya?? Nextweek yaaa...
Kritik dan saran sangat ts apresiasi, turnuhun
Setelah editing dan di-review, update kali ini terindikasi :kentang:
jadi mohon jangan di:bata:
Terimakasih semua yang udah baca dan ninggalin komen:ampun:

♧​

Kesibukan di kantor baru sedikit membantu gue melupakan kejadian itu sebenarnya. Tapi jauh di dalam hati masih menyisakan rasa bersalah dan rasa penasaran akan kabar Teh Dina dan keluarganya. Gue masih merasa bertanggung jawab atas kejadian itu dan perlu tau akhirnya seperti apa, walopun gue bukan siapa-siapa.


One month later… tepat dihari yang sama pada saat kejadian itu..​


“Kalau kamu care sama Teteh, aku di tempat ini sampe besok”
capture
sebuah foto yang Teh Dina kirim dalam chatnya siang tadi. Fotonya berlatar sebuah pemandangan. Hamparan kebun Teh dengan kabut tipis di atasnya. Foto itu diambil dengan jendela sebagai frame-nya. Sebuah meja kecil, secangkir Teh yang masih mengepulkan asapnya. Sebotol air mineral. Roko dan lighter merk CK. Cuaca nampak mendung, langitnya abu-abu gelap.

Aura sendu dan keresahan nampak jelas dari foto itu, rasa khawatir pun langsung menghampiri.

Gue yang buka chat itu disela-sela jam kerja jelas kaget sekaligus deg-degan ngebaca chat itu. Gue tarik nafas dalam-dalam biar oksigen masuk ke otak, jernih berpikir dan ga bertidak berlebihan. Lalu gue bales chat nya itu,

“Hei, pa kabar Teh? Aa kesana kalau gitu ya, minta alamatnya”

Gue tatap layar laptop tanpa berkedip menunggu balasannya. Sebulan sudah gue diliputi rasa bersalah, khawatir karena hilang komunikasi, lalu tiba-tiba muncul chat dengan nada seperti itu. Setelah menit-menit yang terasa lama, muncul lah angka satu dipojok kanan dialog box kami, pertanda 1 chat masuk. Buru-buru gue klik.

“Aku minta nomor whatapps kamu A, kamu jalan aja dulu ke arah Gadog, tau kan? Nanti di tengah jalan aku sharelock. Makasih ya”

“Ok Teh ini nomornya 082xxxxxxxxx, iya sama-sama” Gue bales singkat

10 menit kemudian gue udah di atas gerobak butut yang baru seminggu ini gue pake buat nembus macetnya Jakarta. Si empunya boil minta tolong gue buat ngurus, katanya sayang karena ga ada yang pake. Halusnya gitu, kasarnya, “servisin dong, olinya udah kering”.

Midweek,
jalanan cukup lancar menjelang sore, gue keluar kantor satu jam lebih cepat dari seharusnya. Hampir sejam kemudian gue udah berselancar salip kanan salip kiri di tol jagorawi.

Ting!! Notif masuk pesan whatsapps.

Nomor dari provider seperti ukuran baju itu mengirim lokasinya berada. Tanpa gue bales, tanpa gue perhatikan nama tempatnya, gue klik pesan itu lalu terdengar miss google mengarahkan gue ke tempat yang bakal dituju.

15 menit kemudian gue berhenti di pelataran parkir sebuah kondominium 5 tower yang masing-masing tower memiliki 10 lantai. Bingung juga harus kemana, gue coba hubungi Teh Dina via Whaapps.

“Teh, udah dilokasi nih, harus kmana?”

“Tower 3 ya A, lantai paling atas. Nanti di resepsionit bilang aja mau ketemu aku, aku udah kasih card accsesnya”

“Ok Teh”

Gue pun melangkah menuju tower 3 di bagian timur, begitulah informasi dari keamanan. Tapi gue coba rogoh kantong celana, ternyata rokok ketinggalan di kantor. Inget foto yang dikirim Teh Dina tadi siang, mungkin dia butuh sesuatu.

“Mau titip sesuatu?” gue kirim WA lagi

“Engga A, makasih yaa” balasnya singkat

Lanjut ke mini market dekat parkiran itu gue beli rokok dan cemilan favorit Teh Dina, buah-buahan. Kali ini gue beli buah anggur sebagai oleh-oleh. Gue tau Teh Dina lagi kalut suasanya, mungkin hal kecil kayak gini bisa bikin sedikit mencairkan suasana. Tahu kah kalian? ini pertemuan pertama kami.
Ga kebayang memang, tapi beginilah adanya. Tadinya gue kira ga akan sampe kita pada sebuah pertemuan, karena memang Teh Dina pernah bilang itu dichatnya. Apalagi pertemuan dengan kondisi sepeti sekarang. fiuuhhhhh!! gue menghela nafas panjang.

Gue gunakan lift untuk sampai di lantai paling atas. Sesampainya di sana, aura sepi langsung memeluk diri. Ada dua pintu kaca tebal, bingung mana yang harus gue tuju. Gue coba tengok kaca sebelah kiri dengan berjinjit, karena sebagian kaca dilapisi sandblast bercorak mozaik. Ruangan yang gue lihat nampak seperti kantor, ada meja resepsionist dan meja-meja kerja. Bukan ruangan ini pikir gue.

Gue coba tengok ke ruangan satunya lagi di sebelah kanan. Ada rak sepatu dan beberapa tanaman dalam pot. Gue coba akses pintu kaca tersebut dengan kartu yang gue dapat dari resepsionis di bawah tadi. Beep! Lampu merah berubah hijau pertanda pintu terbuka. Gue masuk ke lobi ruangan itu. Gue coba ketuk pintunya beberapa kali (padahal gue pegang access card).

Smartphone gue bergetar, satu pesan Whatsapps masuk.

“Masuk aja A, pake kartunya, teteh males kesana, Aa langsung ke paling belakang ya, Teteh di balkon”

Gue gesek kartu berwana emas itu ke mesin kotak di dinding sebelah kanan. Suara kunci terbuka pun jelas terdengar saking sepinya di tempat ini. Gue terkekeh sendiri, gue kira kartu itu berlaku buat satu pintu doang, hahaha Bloon!

Pintu terbuka, gue langkahkan kaki masuk ke ruangan itu. Ruangan yang didominasi warna putih dengan furniture modern. Ruangan pertama adalah ruang tamu yang menyatu dengan dapur yang di set seperti bar dengan meja melengkung dan gelas-gelas yang menggantung, sofa dan tv layar lebar serta kulkas tertata rapih. Lemari dan rak-rak buku membuat gue ingin berlama-lama di sana mengecek satu-satu judul bukunya. Terlihat beberapa koleksi buku dan komik lama. Sebelah kiri jendela dan pintu kaca yang lebar hampir seluas dinding ruangan itu, hanya terhalang gordeng putih. Nampaknya ada balkon juga disana. Terus masuk ke dalam gue lewati satu kamar tidur, satu kamar mandi (karena ada simbol laki-laki dan perempuan seperti yang tertera di toilet umum). Gue lewati ruang kecil disana terhampar sejadah, lalu ada Rak tempat barang-barang yang jarang dipake mungkin.

Diujung lorong sebelah kiri ada pintu bercat coklat muda. Ini mungkin yang dimaksud Teh Dina, pintunya sedikit terbuka, namu begitu gue tetep ngetuk pintunya lalu gue dorong pelan.

“Assalamu’alaikum! Teh?”

Ruangan yang gue masuki ternyata kamar utama. Kamar tidur terluas yang pernah gue masuki selama hidup di dunia. Selain tempat tidur dan lemari pakaian, ada meja kerja, meja rias, treadmill yang menghadap balkon, sofa bed dan tv layar datar yang menggantung di dinding kamar yang dilapisi wallpaper corak daun-daun.

Angin semilir datang berhembus pelan dari arah kanan. Pintu kaca terbuka menganga, gue berjalan ke arah tersebut, mungkin itu balkon yang Teh Dina maksud.

Benar saja, ketika gue condongkan kepala keluar, Teh Dina sedang duduk menangkup dagunya pada lutut. Pandangannya kosong menatap hamparan kebun teh di kejauhan.

“Hei!” sapa gue dengan lembut dan senyuman

Teh Dina berpaling menoleh,

“Hei” senyumnya lebih indah daripada foto yang pernah dia kirim

“Assalamu’alaikum”

“Wa’alaikumsalam, duduk A”

Saat itu Teh Dina mengenakan jilbab cokelat muda, kemeja gombrong warna senada dan legging hitam. Tanpa alas kaki walaupun cuaca dingin.

“Sepatu kamu mana?” tanya Teh Dina

“Di luar, Aa taroh di rak”

“Hahaha bawa aja padahal A” tawanya renyah tapi nadanya sakit

“Hehehe gapapalah Teh, atau perlu diambil?” tanya gue

“Yaudah nanti aja, kamu mah, selow atuh grogi gitu ih ketemu Teteh”

Sambil garuk-garuk, gimana ga grogi yang gue temuin ini mah bidadari, wangi, cantik, seksi pula. Tapi yang jelas auranya itu, bikin betah ada di dekatnya. Tapi sayang auranya saat itu sedang kelabu.

“Hehehe, oiya, ini Teh buat ngemil”

“Apa nih?”

“Anggur, beli di bawah tadi”

“Cocok pisan, nuhun ya” senyumnya kembali menyungging, lalu diambilnya satu buah anggur itu

Tepat sebelum masuk mulut, tangannya berhenti.

“Eh ini belum dicuci ya?”

“Iya ya, sini Aa yang cuci”

“Teteh aja, kamu mau minum apa. Kopi?”

“Boleh Teh, agak pahit ya Teh hehe”

“Iya, kayak hidup Teteh”

Anjir, becandaanya gelap mirip langit senja itu. Gue cuma bengong gatau harus nge-respon apa.

Teh Dina pun melongos pergi sambil membawa plastik berisikan buah anggur. Tak lama gue pun menyusul Teh Dina, bedanya gue ke depan untuk mengambil sepatu gue.

Gue kembali ke balkon belakang dengan menjinjing sepatu itu. Teh Dina yang sedang mengunyah anggurnya dibuat hampir tersedak karena tertawa.

“Hahaha ai kamu ngapain bawa sepatunya kesini?? Haha”

“Hehehe gatau mau ditaruh dimana Teh”

“Hahaha ada-ada aja, yauda taruh di dalem aja, klo disini basah nanti keujanan”

Kami pun menyalakan rokok, gue inisiatif memberikan api gue karena Teh Dina terlihat kesusahan membuat rokoknya menyala.

Asap rokok membumbung tinggi, lampu temaram berwarna kekuningan dari lampu balkon itu membuat suasana jadi lebih intim. Gue gatau harus mulai darimana, walaupun ada tawa, tapi gerak-gerik Teh Dina lebih banyak melamun, pandangannya kosong, atau menghela napas panjang.

Nampaknya Teh Dina memang hanya ingin ditemani tanpa perlu bercerita banyak tentang masalahnya. Ada sosok didekatnya yang bisa dilihat dan dirasakan keberadaannya, mungkin itu yang dibutuhkannya. Jadi gue pun ikut diam, tak berani bertanya lebih dulu.

Dari kejauhan terdengar suara adzan, gue yang kikuk buru-buru bediri.

“Teh, Aa ijin mau shalat”

“Hm? Iya A, tadi liat kan mushalanya? Wudhunya boleh dikamar mandi itu atau yang deket dapur, bebas A”

“Ok siaap”

Selepas shalat gue kembali ke balkon. Teh Dina disana lagi sibuk dengan Hpnya dan mulut penuh dengan anggur. Gue duduk lalu membakar satu batang lagi.

“hhhhhhh” Teh Dina menghela napas panjang lagi

“Mau cerita Teh?” tiba-tiba gue nanya tanpa dipikir-pikir dulu

“Ga kebayang aja A sebelumnya sama Teteh, kok bisa kayak gini” dia diam sebentar

“Teteh berumah tangga tuh kan ga sebentar, Teteh salah apa sampe diselingkuhin, apa ini karma?”

Teh Dina bercerita tanpa melihat gue, pandangannya hanya menghadap ke kebun Teh yang berganti kelip lampu dari kejauhan.

“Aa minta maaf Teh, harusnya mungkin waktu itu Aa ga bilang apa yang Aa liat”

“Bukan salah kamu A” kata Teh Dina sambil menggelengkan kepalanya,

“Sekarang Teteh cuma gatau harus gimana, kasiahan anak-anak”

Lalu tangisnya pecah, kepalanya tertunduk ditutup kedua telapak tangannya. Ini adalah suasana yang paling gabisa gue hadapin. Gue beranjak dari kursi rotan itu, berdiri lalu mendekat Teh Dina. Gue jongkok tepat disamping kursinya, kepala kami jadi sejajar.

“Ssst ssstttt sabar Teeh, sabar yaaa”

Saat itu gue ga berani buat menyentuh apapun dari bagian tubuhnya.

“Teteh Binguung Aaa” sambil menangis dan terisak

Gue tau ini pasti berat buat Teh Dina. Mendapati suami terkasihnya berselingkuh.

Gue ambil botol air mineral,

“Minum dulu Teh, ssshh shhh tenang Teh, sabar yaa” sambil gue sodorkan botol air mineral yang terlebih dulu gue buka tutupnya. Gue pegang tangan kirinya, gue usap-usap punggung tangannya.

Selama berjam-jam Teh Dina menceritakan kerisauan dan masalah beratnya. Gue ga banyak menanggapi, hanya menjadi pendengar dengan sedikit komentar. Posisi kami pun kini bersebelahan tanpa meja yang membatasi.

Berbatang-batang rokok habis terbakar, kopi pun sudah dingin. Jam menunjukkan hampir pukul 9. Rokok gue habis duluan, habis karena hembusan angin yang cukup kuat berhembus melewati balkon itu.

“Ngobrol di dalem aja yuk A, dingin” kata Teh Dina sambil mengusap-usap tangannya

“Yuk, Aa kebawah dulu ya beli rokok”

“Emmh yaudah, sepatunya dipake ya jangan ditinggal lagi hehehe” dengan muka sayu sehabis menangis, senyumnya tetap saja manis.

15 menit yang gue butuhkan untuk dapetin sebungkus rokok, gue udah di depan pintu itu lagi. Setelah masuk langsung aja gue ke belakang, ternyata Teh Dina sedang duduk menyandar ke batas kasurnya, menonton TV.

Gue pun duduk di sofa lalu ikut menonton, acara yang ditanyangkan saat itu adalah program berita. Entahlah mungkin Teh Dina cuma mau mengusir bosan.

“Kopi Aa mana Teh?”

Teh Dina menoleh,

“Masih di luar, udah abis juga kan itu”

“Masih ada itu, satu dua sruput lagi hehe biar ga asem ngerokoknya”

“Kamu kalau masih mau ngerokok, ga apa-apa A di dalem juga, dibuka aja pintunya sedikit”

Gue yang udah di depan pintu balkon pun membukanya sedikit saja. Ternyata di luar gerimis, sebagian lantai balkon malah basah dengan percikan air hujan yang terbawa angin. Gue tetep ngeroko di balkon sedikit basah mah taka apa lah pikir gue, tapi anginnya yang bikin ga betah berlama-lama.

Hanya sebatang yang gue isap dengan menyisakan sebuah pertanyaan, gue harus gimana? Sekarang? Malam ini? Dan nanti?

Kembali ke dalam kamar akhirnya gue dan Teh Dina pun menonton bersama acara berita yang ga jelas. Gue duduk di sofa dan Teh Dina duduk di kasurnya. Sebatang rokok kembali gue bakar dengan sisa kopi yang tinggal satu tegukkan.

“Nih A remotenya kalau kamu mau ganti channel” Teh Dina menjulurkan tangannya

Gue pun bediri menyambutnya, sebelumnya gue matikan dulu rokok terakhir dengan cara cemplungin langsung ke gelas berisi ampas kopi.

Teh Dina kemudian tidur menyamping, tapi mukanya masih menghadap ke layar yang gue pindah-pindah channel nyari acara bagus. Gue gatau apa yang ada dipikiran Teh Dina, yang gue tau dia cuma butuh teman saat ini.

Acara yang gue pilih adalah film berjudul The Intern, tokoh utamanya Anne Hathaway. Wanita karir yang rumah tangganya hampir hancur karena perselingkuhan suaminya dengan salah satu mahmud di sekolah anaknya.

“Kamu ga akan pulang kan?” Tiba-tiba Teh Dina nyeletuk tanpa mengubah posisi kepalanya

“Iya, Aa ga akan kemana-mana”

“Iya, makasih ya A”

“Iyah”

“Filmnya bagus ini A?”

“Bagus Teh” jawab gue singkat, berharap ditanya lagi, tapi nampaknya Teh Dina ga mood buat lanjut ngobrol, gue juga jadinya diem aja.

15 menit kemudian terdengar dengkuran halus. Rupanya Teh Dina sudah lelap tertidur, mungkin karena capek abis nangis, padahal dia belum sempet ganti baju atau buka kerudungnya, hanya selimut yang menutup kaki sampai pinggulnya.

Film pun selesai, rumah tangga si tokoh utama tak jadi hancur karena keberanian si suami untuk jujur dan mengakui kesalahannya. Ada harapan yang timbul saat itu, semoga rumah tangga Teh Dina baik-baik saja. Gue pandang lekat-lekat sosok itu, yang sedang tidur pulas tanpa berubah sedikitpun posisinya. Gue berdiri mendekati Teh Dina, tarik selimutnya sampai menutupi pundaknya.

Hujan telah reda, gue pun keluar ke balkon. 3 batang rokok habis setelah itu, andai waktu itu gue ga bilang kalau yang gue liat adalah suaminya mungkin Teh Dina ga bakal sesedih ini. Merasa bego karena mencampuri rumah tangga orang, apa ada kebaikkan dari yang gue lakuin saat itu?

Dalam tangisnya Teh Dina bercerita sudah mengetahui perselingkuhan suaminya. Buktinya sudah dia dapat, tapi suaminya belum tahu kalau Teh Dina sudah mengetahui perselingkuhan itu. Teh Dina merasa kasihan dengan anak-anak dan pondasi rumah tangga yang sudah dibangun begitu lama. Akhirnya dia bingung dan gatau harus bagaimana. Hampir sebulan dia menahan kebingungan itu, sampe akhirnya hubungin gue hari ini.

Dia terpaksa menelan semua kepahitan itu karena gamau jadi aib keluarganya. Capek dengan beban itu akhirnya dia memilih datang ke tempat ini untuk menyendiri, karena kebetulan si suami sedang dinas luar kota.

Gue gabisa saranin apa-apa untuk permasalahan Teh Dina, cuma berharap jalan keluar terbaik bagi semua.

Tengah malam, suhu turun dingin menusuk. Gue masuk dengan hati-hati, takut membangunkan Teh Dina. Tanpa banyak gerakkan, gue rebahkan badan diatas sofa itu. Lalu meringkuk melawan dingin.

Dalam tidur gue merasa seperti di tampar. Dengan setengah sadar gue mengira itu mimpi. Makin dirasa makin nyata. Ternyata Teh Dina sedang menampar gue pelan dengan tujuan membangunkan. Setelah mata gue terbuka, Teh Dina tersenyum, senyum termanis dari mukanya. Saat itu gue ga ngeh teh dina sudah melepas hijabnya, mungkin rambutnya diikat kebelakang, mungkin juga karena ruangan minim penerangan.

Meuni susah dibangunin kamu A?” dengan nada pelan Teh Dina mengomentari kekeblukan gue

Belum sempat gue ngomong apa-apa, Teh Dina menarik tangan gue yang terlipat di depan dada. Gue mengikuti arah tarikan tangan Teh Dina. Ternyata gue diajak ke tempat tidurnya. Kasur empuk nan hangat. Gue yang dilanda rasa kantuk yang ga ketahan, ngikut aja tanpa pikir panjang.

Teh Dina membuka selimut yang tadi ia tinggalkan, tangan gue masih dipegannya saat itu. Kemudian dia naik ke Kasur, gue pun sama mengikuti gerakkannya. Teh Dina kemudian meringkuk membelakangi gue, tangan gue yang sedari tadi dituntunnya ia tarik sampe melewati kepalanya, baru setelah itu selimut ditariknya sampe menutupi tubuh kami berdua. Gue lalu sadar kalau sekarang gue sedang memeluk Teh Dina dari belakang dalam posisi spooning.

“Tidur dikasur aja ya sama Teteh, dingin kalau di sofa mah”

“Iya Teh, makasih ya” cuma itu yang bisa gue jawab sembari mengeratkan pelukan gue

“Aku yang makasih sama kamu A” genggaman Teh Dina erat ditelapak tangan gue

Tercium wangi shampoo di hidung membuat gue sadar kalau Teh Dina sudah melepas kerudungnya. Penasaran ingin menatap mukanya tanpa kerudung, tapi kamar juga gelap karena hanya lampu kamar yang dinyalakan, remang.

Malam bergulir diiringi hujan rintik yang tak berubah intensitasnya. Kami tertidur pulas sampai pagi menjelang. Tak ada mimpi hanya kehangatan yang kami transfer meluluruhkan resah dan rasa bersalah.



♧​

“Aa banguuunnn” suara Teh Dina lembut membangunkan gue dari tidur nyenyak

Kontol gue yang setiap pagi ereksi karena dorongan ingin buang air kecil, menempel tepat dibelahan pantat Teh Dina yang terbungkus legging sementara kemejanya udah tersingkap sebatas pinggul.

Gue buka mata tanpa melepas pelukan. Teh Dina malah iseng,

“Kamu bangun ihh, bukan ininya yang banguuunn hihihi” sambil goyangin pantatnya menekan lebih dalam selangkangan gue.

Gue yang sadar buru-buru melepas pelukan.

“aduu duuhh maaf Teh maaff punten ga sengajaa”

“Hehehe gapapa, wajar laki-laki tiap pagi kan pasti ereksi A”

“Hehehe iya maaf yaa Teh”

“Iya gapapa.. muah, makasih ya udah nemenin Teteh” seketika pipi gue diciumnya “pagi A”

“Pagi juga Teh” disertai senyum sumringah, enggan buat membalas karena ga terpikir bakal kayak gini

“Mandi gih, kamu berangkat kerja kan?”

“Ini jam berapa sih Teh?”

“Jam 6 aja belum A”

“Yauda Aa mandi dulu kalau gitu”

“Iya, pake aja kamar mandinya, sabun dan lain-lain pake punya Teteh”

“Iya siapp”

Gue pun beranjak ke kamar mandi. Saking sumringahnya karena kecupan tadi, gue lupa ke kamar mandi tanpa handuk.

Pas buka pintu kamar mandi,

“Heh! Nyelonong aja, aku ga diajak mandi??” Teh Dina bertanya sambil duduk diatas Kasur menguncir rambutnya

“Eh?” gue bengong dengan satu kaki udah masuk melangkah ke kamar mandi

“Hahahaha becandaaa, bentar Teteh ambilin handuk dulu”

Teh Dina berjalan menuju lemari besar di sudut ruangan.

“Nih, pake handuk ini aja.. emmhh kamu ihh itu ga turun-turun, ngaceng teruss”

Gue pun kaget Teh Dina memperhatikan selangkangan gue,

“Hahaha atuh belum dikeluarin ya keras terus Teeh”

“Yaudah, Aa mandi dikamar mandi luar aja ya, Teteh juga mau mandi”

Kaki kanan gue yang udah ngerasain dingin kamar mandi gue tarik keluar lagi. Gue sambar handuk dari tangan Teh Dina lalu berjalan menuju pintu. Dua langkah melewati Teh Dina,

“A” suaranya lirih menghentikan langkah gue

Gue pun berbalik,

“iya Teh?”

Teh Dina berjalan mendekat lalu tanganya melingakari pinggul gue, kepalanya tepat dibawah dagu gue.

“Makasiiiih banget, untuk malam tadi, aku udah lumayan tenang sekarang, pikiran juga udah agak jernih, Teteh udah kebayang bakal gimana ke depan”

Tangan gue perlahan naik, lalu gue peluk Teh Dina melalui pundaknya, berlanjut dengan usapan halus di punggungnya.

“Sama-sama Teh, syukurlah kalau kamu udah lebih tenang sekarang”

Tangannya makin erat memeluk yang gue balas dengan mengeratkan pelukan gue juga. Untuk beberapa saat kami larut dalam kehangatan pelukan.

“Makasih juga udah ga macem-macem sama Teteh semalem hehehe”

“ii.. awhhh aduuh, kenapa dicubit?” seketika gue kaget karena nyeri diperut

“Gemess itu gaturun-turun ihh, geli kena perut”

“Hahahaha yaudah, Aa mandi dulu ahh”

“Iyaa gihh, makasih ya” cuuphh, kali ini bibir gue diciumnya, walau hanya sedetik, efeknya bukan main, selangkangan makin sempit, dorongan air seni berbarengan dengan geli horny.

“Iyaa Tetehh, udah ahh Aa kebelet”

“Awas ya kamu coli di tempat aku”

“Bantuin atuh hahahaha”

“Eehhhhh” Teh Dina melotot gemas

“Becandaaaaa” gue kabur lari membuka pintu menuju kamar mandi

Gue gamau membuang waktu lama-lama di kamar mandi, karena saat itu berada dekat dengan Teh Dina lebih mengasyikan daripda coli ngebayangin doang.

15 menit kelar mandi gue keluar kamar mandi, tapi ga langsung balik ke kamar takut Teh Dina lagi ganti baju, bisa terjadi hal-hal yang diinginkan, bisa bolos kerja nanti.

Sekitar 10 menit gue nunggu di ruang tamu cuma bisa liat pemandangan dari dinding kaca. Mulut asem pengen ngerokok, sementara rokok gue masih di kamarnya. Lalu terdengar kunci terbuka dari arah kamar Teh Dina.

“A?”

“Iya Teh?”

“Ihh kirain kemana”

“Nungguin Teteh hehe”

“Ngapain ditungguin ai kamu”

“Takut kalau sembarang masuk Teteh lagi ganti pakaian gimana?”

“Yaaaaa, gimana yah ahaha gatau atuh” ada senyum mengembang manja “nih rokok kamu, pasti udah asemnya mulutnya, sekalian rokok ku juga kalau mau bawa aja nih, mood aku uda baik, jadi ga perlu rokok lagi”

Cerocosnya seperti tanpa titik dan koma, pertanda baik, benar kalau moodnya sudah enakan.

“Yaudah sini lah, Aa mah mulut asbak, hehehe”

“Bisa ajaa, mau ngopi dulu?”

“Emmh keburu siang ahh” gue nyalain rokok menthol Teh Dina, jadi ga perlu kopi “nanti ngopi di jalan aja”

“Teteh bawa mobil?”

“Engga, aku dijemput nanti di lobi, udah setengah jalan supir ku”

“Ok deh, Aa tunggu sampe supir Teteh datang”

“Jangan, nanti kamu kesiangan ah, ga apa-apa, pergi duluan aja”

“Bener?”

“Iyaaahhh, aku udah merasa baikan sekarang” ada jeda “berkat kamu”

“Hehehe oke deh kalau gitu, Aa berangkat sekarang keburu macet di jalan”

“Iya A”

“Aa pamit kalau gitu ya”

“Iya A, jangan lupa tuh sepatu ketinggalan hahaha”

“Hahahah iyaahh”

Setelah semua siap, gue pun pamit sekali lagi. Tapi kali ini di tahan Teh Dina dengan membuka tangannya lebar-lebar, sebagai tanda “peluk dulu sebelum pergi

Kami berpelukan seperti tadi. Saling mengeratkan satu-sama lain. Tanpa kata-kata hanya rasa yang berbicara. Setelah dirasa cukup, kami perlahan meregangkan pelukan. Mata kami beradu, tangan Teh Dina yang pertama lepas dari badan gue, selanjutnya beralih ke leher. Agak ditariknya leher gue ke arahnya, sehingga muka kami berdekatan. Gue paham situasi ini, semoga bukan ke-geeran.

Teh Dina yang pertama mendaratkan bibir seksinya di bibir gue. Pelan dan lembut. Tanpa hisapan atau jilatan, bibir kami bertemu dalam kehangatan. Gue hirup sedalam-dalamnya aroma napas yang keluar dari hidungnya mancungnya. Makin dalam ciuman kami, makin rapat tubuh kami menyatu.

Tangan gue melingkar di pinggulnya, menahan posisinya seakan ingin menyimpan memori moment yang tercipta. Kepala kami mulai bergerak miring berganti arah, ciuman semakin panas, Teh Dina mulai memainkan hisapan di bibir atas gue, yang gue balas dengan hal serupa. Lnagkas selanjutnya, gue yang aktif duluan, gue keluarkan lidah menerobos masuk rongga mulutnya yang dibalas dengan hisapan di ujung lidah, lalu lidahnya bergiliran masuk ke rongga mulut gue, mencoba menggapai langit-langitnya.

Ahhhh seketika kontol gue berontak. Teh Dina pun merasakannya, lalu seketika melepas ciumannya dengan pelan dan diakhiri dengan kecupan di bibir gue.

Meskipun tangan gue masih erat di pinggulnya, badan Teh Dina menjauh dari dada gue, dengan senyum manisnya,

“Naahhh kaann, ada yang nakaaal yaaa”

Gue cuma bisa nyengir, ga memungkiri fakta kalau gue hanyut dalam rangsangan ciuman.

“Lain kali yaaa” Dengan gemas Teh Dina mencubit hidung gue pertanda waktunya habis.

Kami pun berpisah di lobi, sebuah perpisahan yang menjadi awalan.


..........To be conticrot 🙂
Tes quote 2 post
 
♧​

Hari itu berlalu begitu saja. Kenangan malam tadi memang langsung tersimpan dengan rapih di pikiran dan hati gue. Meskipun Teh Dina bilang "lain kali ya", jujur gue mengharapkan waktu itu akan segera datang. Tapi logika menolaknya, gue ga mau memanfaatkan kondisi Teh Dina sekarang. Gue juga gatau apa yang akan direncanakan Teh Dina kedepannya. Jadi gue putuskan buat menunggu.

Seminggu berlalu, meski nomor kontak Teh Dina udah gue ketahui tapi bukan serta merta buat gue bisa menghubunginya. Chat di dunia maya pun udah ga pernah kami lakukan.

Siang itu cuaca mendung di ibukota. Kerjaan udah rampung dari sebelum break makan siang. Lamunan terbang ke halaman kenangan pertemuan pertama dengan Teh Dina. Efeknya gue senyum-senyum sendiri di balkon kantor dengan sebatang rokok di antara telunjuk dan jari tengah.

Drrttt Drrrrt Drrrtttt Drrttttt
Getaran panjang di kantong celana gue, pertanda ada telepon masuk. "ahh palingan dari sales kredit" pikir gue saat itu.

"Ya, hallo" sapa gue

"Lagi sibuk ga A?"

"Ehh?"

"Ini Tetehh pake nomor baru hehehe"

"Oalaaa, engga Teh lagi nyelow aja di balkon"

"Lagi ngeroko pasti ya?"

"Hehehe iya Teh, ada apa nih? kok pake nomor baru segala?"

"Gapapa, nanti aja ceritanya ya, Aa kapan ada waktu kosong?"

"Kapan aja bisa dikosongin buat Teteh mah hahaha"

"Yeee gombal! ga mempan Teteh di gombalin mah, emang istri kamu kmana A?"

"Ada teh ga kemana-mana, masih di rumah orang tuanya haha"

"Pantesaaaann, dasar!"

"Hahaha so?"

"Besok, kita ketemuan yuk A? Tiba-tiba pengen dugem haha"

"Hahaha Ayok laah, dimana? jam berapa?"

"Yeee kalem atuhh, semangat banget"

"Hahaha, iya inget Teteh dulu sering dugem sama temen-temennya"

"Iya A, aku pengen cari kegiatan yang asik aja sih. Nanti Teteh wa yah"

"Siaaappp Teh, btw gimana suami?"

"Emmhhh nanti aja pokoknya teteh cerita semua, yang penting sekarang mah aman buat kita ketemu"

"Ok deh teh"

"Sipp kalau gitu, daaah Aa sayang hihihi"

"Bye Teeeh"

"Gapake sayang?" tanya Teh Dina dengan suara tertekan menahan tawa

"Hahahaha nanti aja sayang-sayangannya abis dugem"

"Hahahahaha" tawanya renyah "udah Ah, daah"

"Daahh"

Senyum lebar setelah menutup sambungan telepon itu. Rokok habis terbakar ditiup angin. Gue kembali ke ruangan dengan hati gembira.

Sampe sore menjelang jam pulang kantor, ga ada wa masuk dari Teh Dina. Gue pun putuskan buat beres-beres siap pulang.

Drrt Drrt
"Besok aku anter suami ke bandara, pulangnya ke rumah ortu teteh di jakarta. kamu jemput di tempat makan sekitaran situ, kamu bisanya jam berapa?"

Ini dia yang gue tunggu-tunggu. Besok jumat kalau ga ada kerjaan gue bisa pulang cepet. Tapi kerjaan bisa datang kapan aja.

"Kalau ga ada kerjaan sih bisa pulang cepet Teh"

"Ohh gitu ya, yaudah jam 2an nanti Teteh hubungin Aa ya, kamu jangan hubungin teteh duluan"

"Siaaapp Teh"

Ga lama setelah itu, gue kembali ke balkon sembari nunggu jam pulang kantor. Sambil mikir atur strategi biar ga dicurigai istri, Gue nyalakan sebatang rokok.

Drrt drrtt
"Nunggu suami pulang hihihihi"

Wa dari Teh Dina yang disusul dengan muncul foto dirinya telanjang di samping jendela kamarnya. Walaupun bagian kepala dicrop, nampak jelas lekukan badan ramping miliknya. Sedikit editan pewarnaan, cahaya yang masuk melalui jendela membuat Teh Dina seperti model majalah-majalah dewasa. Tapi buat gue, lebih dari itu. Teh Dina sangat mempesona dengan tubuh indahnya.

"Hmmm, kalau deket aja gaperlu nunggu besok dehh Teh, ngegoda bangeet siih" bales gue lalu meng-klik foto sehingga fullscreen di layar hp gue

"Hihihi mau mandi ini aku A, udah lama ga eksib ke kamu"

"Iyaa, tiap Teteh eksib Aa jadi keringetan"

"Hahaha, yaudah biar makin basahh keringetan, nih!"

Satu lagi foto muncul di kotak dialog Wa dari Teh Dina. Sebuah foto dirinya masih dalam keadaan telanjang. Tapi berganti tempat. Foto itu jelas kalau Teh Dina sedang di kamar mandi. Rambutnya lepek basah terguyur air yang mengucur dengan volume kecil dari shower dibelakangnya. Walaupun dengan format hitam putih, tetap jelas di foto itu mulusnya paha, gundukan indah memeknya yang bersih terawat. Perut yang rata, sampai sepasang payudara menggemaskan. Putingnya mengacung efek kedinginan.
Awalnya gue bediri di pinggiran dinding balkon yang menghadap jalan raya. Setelah melihat foto itu lalu gue duduk, terpana dengan keberanian Teh Dina dan suguhannya yang menggiurkan. Pelan tapi pasti kontol gue berasa seperti ada gremet gremet ingin disentuh.

"Duuh Tehh, seksi banget tubuh kamu ada bulir-bulir airnya gitu. Aa juga ke kamar mandi aaahhh!!"

"Heh! awas ya coli!"

"Emang kenapaa?"

"Besok kan kita ketemu hihihih”

Bingung kan pasti mau jawab apa? Sementara kontol gue makin keras dibalik celana chino ketat warna coklat.

Akhirnya cuma gue bales dengan emoticon kabur, pertanda gue ngiprit ke kamar mandi kantor untuk memanjakan si junior. Teh Dina pun cuma membalas emot tertawa ngakak.

♧​


Today is the day. Sejak sampe kantor gue udah ga fokus aja karena hari ini bakal ketemuan lagi dengan Teh Dina. Gue masih belum berekspektasi apa-apa atas hubungan ini. Terbiasa dengan gaya komunikasi selama di chat itu, bahkan dengan kejutan di pertemuan pertama. Gue malah menjauhkan pikiran-pikiran jahat itu, biar saja waktu bergulir menorehkan tinta cerita kami.

Pagi ke siang gue habiskan dengan fokus kerjaan. Gue pegang teguh pesan Teh Dina untuk tidak menghubunginya duluan.
Setelah break makan siang, profile hp sengaja gue set bersuara. Nampak memang ga sabar, tapi juga sebagai bentuk usaha menghormati, biar pas ada kabar dari Teh Dina respon gue cepet. Jam 2 siang terlewat begitu saja, masih belum ada kabar dari Teh Dina. Menjelang sore langit berubah mendung disertai angin lumayan kenceng. Sebatang roko pun terbakar akibat tiupan angin. Gue bergegas masuk kembali ke ruangan. Mungkin Teh Dina membatalkan niatnya atau ada sesuatu yang menjadikan rencana ini ga terealisasikan pikir gue.

Setibanya di meja kerja. Hp gue berbunyi pertanda telp masuk. Laila Paramitha terpampang di layar hp.

"Hallo, iya Teh?"

"A, penerbangan suamiku delay. Aku tungguin, nanti aku kabarin"

"Ohh kirain batal Teh, hehe teteh ini dimana?"

"Masih di bandara, ini teteh ijin ke toilet buat ngabarin kamu"

"Kenapa ga wa aja?"tanya gue

"Ribett ahh abis ini cek wa ya hahaha" Teh Dina tertawa manja menggoda

"Hah? Hahaha"

"Yaudah ya, daahhh"

"Daahh"

Ting!! Satu pesan wa masuk.

"Buat temen kamu nunggu"
Foto Teh Dina masih menggunakan kerudung di depan cermin toilet. Beberapa kancing bajunya terbuka.

DAMN!! Dengan satu tangan Teh Dina menyangga payudaranya yang menyembul keluar. Dengan bibir seksinya, ada gurat menggoda disana.

"Bikin cepet pengen ketemu" bales gue sambil ngeliat tanpa berkedip ke layar hp

"Hahahaha" bales Teh Dina cepat

Gue geleng-geleng kepala, tersenyum gemas sambil tetap melihat layar hp.

"Bisa-bisanya sambil nunggu suami kamu eksib teh" gumam gue dalam hati.

Tak terasa bel berbunyi pertanda jam kerja telah berakhir. Gue pun membereskan meja dan segala keperluan. Beberapa menit sebelumnya Teh Dina sudah mengabarkan bahwa suaminya udah masuk ruang tunggu dan Teh Dina langsung berangkat ke sebuah mall untuk bertemu orang tuanya.

"Nanti kita ketemu di Mall itu aja ya, Teteh temenin mamah makan malem dulu" begitulah pesa terakhir yang gue dapat.

Langit mendung berubah makin gelap krena malam telah tiba seiring kumandang adzan magrib yang terdengar sayup-sayup di tiap penjuru kota. Gue terjebak macet jam sibuk pulang kerja. Layar hp menampilkan petunjuk arah ke sebuah Mall yang telah dijanjikan. 47 menit lagi menurut perhitungan gmaps.

Sejam berlalu, tuas rem tangan gue tarik kebelakang. Roda empat terpakir rapi di pojok basement. Belum ada kabar lanjutan dari Teh Dina, jadi gue putuskan untuk mencari spot yang mudah kalau-kalau Teh Dina udah selese acara makan malamnya.

Gue duduk di pojok coffeeshop yang berada diluar mall tersebut. Meskipun lagit mendung, hujan belum juga turun. Cocok memang segelas kopi panas dan rokok kesukaan.
Ting !!

"Kamu dimana? Bentar lagi teteh selese"
Tanpa jeda langsung gue bales,
"Di mall yang teteh bilang, ini lagi ngopi di luar"

"Wiihhh gercep ya haha"

"Hahaha iya doong"

"Yaudah nanti aku kesana"

"Sipp, santai aja teh"

Jam 8 lewat 17 mnit Teh Dina bilang menuju tempat gue. Ada deg-degan gatau kenapa. Takut salah tingkah pastinya.

10 menit berselang, dari kejauhan dia berjalan dengan menenteng satu totebag dan tas kecil yang membelah diagonal badan bagian atasanya. Buah dadanya terbelah sempurna karena kerudung yang ia pakai di tarik kebelakang. Sementara kemejanya mungkin berbahan tipis halus dan longgar. Mencetak bulat payudaranya yang menggemaskan disertai garis cup bra nya.

"Hei, maaf ya nunggu lama"
Sapa Teh Dina bgitu sampe di meja gue

"Gapapa Teh selaw, aku aja yang kecepetan"

"Iya, semangat banget sih kamu A"

"Hahaha" Gue cuma tertawa gabisa kasih alasan apa-apa

Kami duduk berhadapan terhalang meja bundar.

"Ngopi Teh?"

"Engga ahh, minta rokoknya dong A?"

"Tumben" kata gue sambil mengambil bungkusan baru dari kantong Plastik sebuah mini market.

"Lahh, kamu beli?" Teh Dina kaget gue sengaja beli rokok yang sama dengan yang ia pake waktu pertemuan pertama

"Hahaha gambling sih, takut teteh pengen ngerokok dan ga suka sama rokok Aa"

"Rokok kamuu? Hm?"
Badannya condong kedepan mengambil bungkus roko itu sambil mengangkat alisnya, bibirnya tersenyum tipis menggoda.

"Hahaha iya Teh rokok ini maksudnya"
Gue dibikin salting dalam satu gerakkan godaan.

"Hahaha" kami pun tertawa bersama

Dimeja itu Teh Dina menceritakan tentang perjalanan dinas suaminya. Katanya baru akan pulang minggu sore. Kami juga membahas keluarga besarnya walopun hal hal yang umum saja. Dari sini gue masih belum berani untuk mengorek masalahnya. Biar Teh Dina yang menceritakannya sendiri.

Topik berlanjut ke rencana dugem yang sebelumnya disepakati.

"Masih jam segini, mau ngobrol ato muter-muter dulu?" Tanya Teh Dina

"Muter-muter mah pusing ah teh"

"Hahaha garing ah"

"Bebas teserah Teteh itu mah" jawab gue

"Bebas bebas tapi itu mata kemana liatnya"

Asemmm gue keciduk ngeliatin dadanya mulu, salting lagi. Belum sempet gue jawab,
"Keingetan yang tadi siang ya"

"Iyaa hihihi" gue jawab jujur, karena dibalik kemejanya itu ada gunung berkulit mulus yang tadi sore sempet bikin junior gue berontak.

"Mesum!!" Komennya tanpa menutup atau membenarkan posisi kerudungnya

"Dari sini kan sekitar sejam ke tempatnya, kita jalan sekarang aja yuk, drpda kejebak macet juga kan mana tau"

"Yaudah hayu"

"Kamu parkir dimana?"

"Basement Teh"

"Nanti pake mobilku aja ya, tuh yang warna putih paling pojok" Teh Dina menunjuk mobil SUV yang terpakir paling pojok

"Nih kuncinya, kamu panasin dulu gih, nanti aku nyusul"

"Bukannya teteh dianter supir tadi?"

"Teteh suruh anter ibu pulang hehehe"

"Ohhh, terus teteh mau kmna dulu"

"Ada dehhh" sambil berdiri menenteng totebagnya

Kami pun untuk sementara berjalan berlainan arah.

Gue udah didalam kabin mobil premium ini sambil mendengarkan ocehan penyiar radio. Tiba-tiba pintu sebelah kiri terbuka.
Teh Dina masuk denga terburu-buru. Seketika wangi menyerbak daru parfum yang ia kenakan. Lembut membius rongga penciuman. Si empunya parfum malah cekikikan.

"Malu" katanya sambil membetulkan posisi duduknya "yuk!!"

Tampilannya sungguh berbeda dengan Teh Dina yang gue kenal. Malam itu dia berpakaian seksi dan elegan. Atasan kaos hitam mungil yang kalau dia angkat tangannya pasti ketiak mulusnya terlihat. Sementara outpit luarnya dia kenakan baju kodok dengan dua tali kebelakang menyatu dengan rok diatas lutut mengembang. Gue rasa itu berbahan kulit karena dalam kiltan lampu mobil warnanya hitam mengkilat. Bagian bawahnya Teh Dina kenakan jeans ketat dengan beberapa sobekan, warna senada dengan atasannya. Hitam pbuktian ketajaman dan keteguhan.

"Seksi banget kamu Teh?" Komen gue sambil menunggu lampu merah, tanpa melihatnya.

"Masa segini seksi A, kan ga terbuka"

"Buat Aa sih seksi, seksi kan ga harus terbuka. Yang bikin seksi tuh pembawaan teteh, kalau pakaian yang dikenakan itu mah nilai tambah aja"

"Huuuuu udah brapa cewe yang jadi korban mulut gombal ini? Hmm?" Tangannya gemas mencubit pipi dekat bibir

"Hahaha Aa ga gombal ihh"

"Iyalahh jangan asal gombal ya A, kalaupun itu becanda bisa lain makna yang diterima"

"Maksudnya Teh?"

"Ya gitulaahh, suami Teteh selingkuh juga mungkin awalnya cuma gombal becandaa"

"Hmmmm, jadi apa rencana teteh?"

"Aku sih tetep pada pendirian awal, kasian anak2, penikahan kami juga ga sebentar, penceraian bukan solusi. Teteh cuma nunggu semuanya terbongkar. Sekarang mah teteh pengen lakuin apa yang pengen teteh lakuin" Cerocosnya menjabarkan rencananya atas masalah itu.

"Kalau teteh di rumah terus bisa stress dan sakit, palagi skrang suami di luar kota"

"Iya sih" jawab gue sambil garuk-garuk kepala

"Btw ini cocok ga teteh pake?"

Gue pun menoleh,
"Cocoklahh makanya Aa bilang seksi"

"Tapi kalau gapake kaos itu bagian atas teteh terekspos semua ya?" Jawab gue semangat karena topiknya brubah lagi

"Hahaha aku pernah foto pake baju ini tanpa atasan, tanpa Bra malah"

"Kok ga kasih liat Aa?"

"Kenapa ya hehe lupa?"

"Hahaha emang pelupa teteh mah, kadang kalau Aa ingetin sesuatu yang pernah kita bahas, balesnya gitu lupaa"

"Hahaha iya" jawabnya singkat sambil memainkan iphone putihnya

Ting !! Hape gue berbunyi pertanda wa masuk

Lagi-lagi lampu merah, gue pun membuka pesan Wa tadi. Seketika gue langsung menoleh Teh Dina.

"Nah yang ini lebih seksi lagii Teh hahaha"

"Hahaha fokus yaa nyetirnyaa" sambil mengubah posisi duduk berharap yang dibalik celana tenang-tenang saja.

"Kenapaa hayoo?"

"Hm?" Pura pura bego

"Gelisah ya? Hahaha"

"Teteh siiihhhh" sekalian gue masukin tangan kiri ke celana memebenarkan posisi batang kontol yang membesar karena ereksi

"Hush jorok ihh, abis pegang kontol megang setir mobil" Gue sempet kaget, sebelum jawab Teh Dina mulai lagi dengan godaannya

"Harusnya aku aja tadi yang benerinnya haha"

Gue benar-benar dibuat salah tingkah dengan candaan dan godaannya. Kadang sampe ga bisa jawab apa-apa.

Mobil terparkir dengan rapih di basement sebuah gedung tinggi. Kami keluar mobil seperti sepasang kekasih yang ingin mencari kesenangan mengisi kejemukkan waktu. Mencairkan masalah yang mempersempit pikiran.

Tanpa bergandengan kami berjalan bersama dengan beberapa orang yang tampak berhahahihi seperti hidupnya tanpa masalah. Pintu lift terbuka dan kami sama-sama menuju lantai paling atas.

Begitu pintu lift terbuka sayup-sayup terdengar dentuman musik bass dari ruangan yang berada di depan kami. Kami pun dengan agak tergesa menuju pintu pendftaran karena takut ga kebagian kursi. Setelah masuk ternyata jam 11 gini masih banyak orang, ada beberapa meja kosong. Kami pun memilih meja paling pojok. Teh Dina menarik tangan gue takut mejanya keburu ditempatin orang katanya.

Kami menyalakan rokok bersamaan ditemani air mineral yang sudah tersedia di atas meja. Sementara musik masih bertempo sedang.

"A minum ga?" Maksudnya minuman yang berakohol

"Teteh kan tau Aa ga minum alkohol"

"Hehehe iya, ngetes ajaa, beer aja ya? Yang alkoholnya kecil"

"Boleh lah kalau itu mah" Teh Dina mengangkat tangannya lalu seseorang datang dan menganggukan kepalanya menerima instruksi pesanan Teh Dina.

Setelah pelayan itu pergi, Teh Dina fokus ke meja DJ yang berada di depan. Sebatang rokok di sela jarinya sesekali ia hisap.

"Asik ya A musiknya, udah lama banget ga ke tempat ginian"

Gue yang ga bgitu menyukai musik jenis ini hanya memainkan rokok di atas asbak. Gue lebih tertarik memperhatikan liukan-liukan kecil badan Teh Dina yang meresepi musik yang berdentum. Gerakkan kecil tapi berefek besar bagi yang memperhatikan. Apalagi gerakkan itu datang dari sosok cantik, seksi, dan mempesona.

Pesananan pun datang. Dua botol beer ukuran sedang dengan es batu terspisah siap tersaji.

Kini setelah setengah jam berlalu tak terasa ruangan ini makin ramai. Tempo musik makin cepat membuat detak jatung makin berdegup. Dorongan alkohol dari beer memicu adrenalin bekerja. Beberapa orang bergoyang, berjingkak, dan berteriak mengikuti arahan DJ, kami masih duduk di meja yang sama. Gurat senyum sumringah Teh Dina membuat gue tak memperhatikan sekekeliling lagi.

Sebelum jam 12 malam ada jeda untuk kami para pengunjung beristirahat sekaligus persiapan pergantian DJ utama.

"A, aku ke toilet sebentar ya?"

"Ok teh, perlu dianter ga?" Nada gue jelas mesum

"Nihhh" Teh Dina mengepalkan tangannya

"Hahaha" gue tertawa dengan ekspresi marah Teh Dina yang dibuat-buat

10 menit berselang Teh Dina datang.

"Tetehh!! Itu celananya kemanaa? Haha" gue kaget mendapati Teh Dina sudah melepas jeansnya

"Hahaha sesek A" lalu dia mendekatkan bibirnya ke telinga gue "rasanya kejepit memek aku"

Gue cuma membuka lebar-lebar mata gue karena tau dia lagi godain gue. Lalu Teh Dina duduk dengan menyilangkan kakinya. sekarang jelas kaki jenjang dan putih mulus terlihat dari remang ruangan di meja pojok itu.

DJ utama datang dari belakang panggung disambut riuh teriakkan penonton. Sebagian berhamburan ke dancefloor percis di depan panggung.

"Ayok A!!" Ajak Teh Dina

Musik langsung bergema dengan tempo cepat yang didominasi suara bass. Adrenalin terpacu lagi. Kami berdua bergabung dengan pengunjung lain.

Semua bergoyang ria seirama dentuman musik khas tempat ini. Gue yang gabisa joget pun ikut memeriahkan menikmati musik ini, apalagi didepan gue Teh Dina dengan penuh semamgat dan keseksiannya memamerkan gayanya berjoget. Gerakkan gerakannya sungguh gabisa gue gambarkan. Gue cuma bisa terpesona dan menikmati.

Liukkan badannya yang tinggi dipadu dengan pakaiannya yang sekarang tanpa jeans membuat dirinya begitu menggoda. Dan yang gabisa gue kira adalah ketika kami saling berhadapan. Teh Dina menempatkan kedua tangannya di pundak gue yang secara otomatis gue balas dengan tangan terdampar di pinggul rampingnya.

Matanya menatap sayu penuh godaan. Keringat terlihat menetes di leher jenjangnya. Sementara pinggulnya bergoyang ke kiri dan kanan. Sesekali dia kibaskan rambut panjangnya menebarkan wangi. Kadang jarak kami begitu dekat sehingga dadanya menempel di dada gue. Kadang Teh Dina merangkul leher gue. Sesakali dia lancarkan godaannya. Dia dekatkan bibir seakan mau berciuman, tapi batal dan diakhira dengan tawa renyahnya. Kadang Teh Dina membelakangi gue dan menggoyangkan badannya percis depan gue. Kadang tak ada jarak lagi antara pantat bulat semoknya dengan selangkangan gue. Kami bergoyang bersama, sesekali gue ambil kesempatan untuk menekan pantatnya dengan kontol gue yang udah keras. Bahkan Teh Dina sesekali menempatkan telapak tangannya di atas gundukan kontol gue. Diusapkannya sesekali supaya gue makin dikuasai birahi.

Entah berapa cowo yang mencoba mendekati kami. Beberapa berhasil mendekatkan badanya bahkan sampe bergesekkan. Gue mencoba untuk ga "panas" selama Teh Dina ga nunjukkin kerisihannya.

Musik berganti lebih pelan mengalun. Seperti pendingan pada akhir sesi olahraga. Teh Dina dengan badan basah menggelendot manja didepan gue. Tangan gue mendekapnya dari belakang. Tepat kedua tangan itu diatas perutnya yang rata terbungkus baju kodok. Dia pun tahu kalau dibelakang sana kontol gue menekan pantatnya. Meski sesekalu gue coba untuk lebih jauh menekan, tapi tak ada protes dari Teh Dina.

Kepalanya menoleh kebelakang. Bibirnya mendekat ke telinga.

"A liat deh yang di depan kita pojok kanan"

Mata gue seketika menuju tempat yang diarahkan. Sepasang cewe cowo sedang berciuman. Posisinya sama seperti kami, si perempuan didepan cowonya. Tak hanya berciuman, tangan si cowo ternyata masuk kebalik celana hotpants tanpa membuka kancingnya. Kami sama-sama tau kalau gerakkan tangan itu sedang memainkan memek si cewe. Sesekali si perempuan menengadah memberi ruang si cowo untuk menciumi lehernya.

Takut gue salah paham. Maka dengan begonya,
"Kenapa Teh? Mau juga?"

"Jangan nanya lagi A" jawaban Teh Dina sembil menekan bokongnya diselangkangan gue.

Gue tenggelamkan bibir gue di leher Teh Dina yang berkeringat. Gue cium-cium leher jenjangnya sambil gue coba untuk menurukan tangan gue dari perut ke pahanya. Ciuman diselangi jilatan ujung lidah menyapu leher sampe ke daun telinganya. kadang turun ke pundak lalu loncat ke tengkuknya. Ada rambut halus disana yang basah dengan bulir keringat. Teh Dina meliuk didepan gue menikamati rangsangan yang diterimanya.

"Aahhhhh" desah Teh Dina di telinga gue

Ketika gue coba untuk menggapai selangkangannya. Tangan gue ditahan,
"Jangan disini sayang, usap-usap paha aku aja"

Gue pun menurutinya, meskipun tak tahan ingin segera menjamah bagian paling sensitifnya. "Yang ini boleh deh A, remes toket aku"

Musik kembali keras menggema. Tapi ketika orang-orang kembali berkumpul berjingkrak dan bergoyang. Gue dibarisan paling belakang berciuman tanpa merubah posisi. Tangan gue sibuk meremast toket Teh Dina dari luar kaosnya, karena baju kodok itu memberi akses yang luas dari pinggir untuk bisa menjamah buah dada yang sejak siang gue idamkan, dan suprise berikutnya ternyata Teh Dina ga pake bra. Puting kerasnya jelas bisa gue rasa karena bahan kaosnya yang tipis.

Ciuman Teh Dina jauh dari yang terbayang. Gue bisa lupa dengan dunia, permainan bibir seksinya membuat gue kelabakan menerima jilatan, gigitan, sedotan, dan goyangan lidahnya.

Kontol gue serasa tak bisa di bendung lagi. Teh Dina pun tak berhenti menekan bokongnya, bahkan makin liar karena dorongan musik yang kembali berdentum kencang. Ke kiri dan ke kanan, kadang naik turun seperti Twerk, damn! untung posisi kontol gue tepat seperti seharusnya. Jadi batang kontol yang ereksi itu tegak lurus dengan belahan bokong bulatnya.

2 jam sudah. Ketika orang-orang makin beringas mengekspresikan dirinya dengan dentuman musik edm. Gue dan Teh Dina telah lenyap dari tempat itu.

"Mmmhhhhh mhhhhh nnghhhh" Kini kami saling berpagutan bibir didalam kabin penumpang mobil SUV putih itu.

Teh Dina bersandar ke jok, kakinya sedikit terbuka. Ac mobil udah nyala tapi badan kami semakin panas dan berkeringat.

"Shhhh Teh, hot banget kamu"
Tanpa jawaban Teh Dina mengubah posisinya. Dalam hitungan detik, dia berada diatas pangkuan gue. Posisi parkir mobil yang memang strategis membuat kami aman dari pengamatan.

Ciuman kami berlanjut bertambah dengan tekanan goyangannya diatas pangkuan. Beberapa menit kami melupakan semua logika. Tubuh kami sama-sama dilanda nafsu. Tekanan-tekanan selangkangan Teh Dina makin intens dan cepat. Walaupun kami masih sama-sama berpakaian, jelas bisa gue rasakan empuknya memek tembem Teh Dina. Begitupun dengan dirinya,
"Punya kamu keras banget A" lirih Teh Dina di sela-sela ciuman kami

Gue pun terpacu untuk menggerakkan pinggul mengimbangi gerakkan Teh Dina. Gue bisa liat kalau celana gue sedikit basah akibat gesekkan memeknya, pdahal Teh Dina belum melepas cdnya. kami sama-sama menggerakan pinggul sepeti orang sedang bersetubuh. kadang Teh Dina menekan dalam-dalam selangkangannya sambil menggigit bibir atau menengelamkan mukanya di leher gue.

Lalu tiba-tiba semua gerakkan berhenti begitu saja. Bibir Teh Dina menggigit daun telinga gue lalu berbisik.

"Kita gabisa kayak gini, disini" Lalu tangannya memeluk gue erat.

Yang gue pahami bukan karena tempat atau situasi, ada keraguan dari diri Teh Dina melakukan semua ini lebih jauh. Gue pun memeluknya erat.

"Aa anter pulang?" Bisik gue masih dalam posisi berpelukan

"Mobil kamu kan di Parkiran Mall" jawabnya

"Gampang itu mah"

"Yaudah yuk!" Pelukannya lebih erat lagi

Mobil berjalan menjahui gedung tinggi itu. Kami keluar dengan diam. Walaupun detak jantung masih belum reda sepenuhnya. Suasana mobil jadi canggung.

Gue beinisiatif menggenggam tangan Teh Dina. Keraguan yang dia rasa membuat moodnya turun. Genggaman tangan gue disambutnya dengan hangat, ditambah bibirnya tersenyum manis lalu menyandarkan kepalanya di bahu gue.

"Langsung arahin ke tol aja A, anter teteh ke tempat kemarin"

"Siapp bu" canda gue belagak seperti supir, tak pula sedikit membungkuk

"Haha kamu mah" tawa Teh Dina riang

Gue pun senyum senang merasakan tanda-tanda moodnya berangsur membaik.

Akhirnya pejalanan ini ga membosankan. Memang ga ada gerakkan-gerakkan yang memicu birahi kembali naik, tapi kedekatan yang kami rasa cukup menghangatkan suasana. sementara birahi terjaga yang lambat laun tak ingin turun.

Kami lebih banyak membicarakan masa lalu kami. Kenakalan masa remaja dan hal-hal konyol sewaktu muda. Tawa kami pun pecah, suasana jadi lebih cair. Perjalanan pun tak terasa, ditunjang dengan lalu lintas lancar tanpa hambatan.
Mobil masuk ke area parkir. Gesit Teh Dina mengarahkan kemana dan dimana gue harus memarkirkan kendaraannya.

15 menit kemudian kami sudah berada dalam satu ruangan. Kamar besar dengan balkon dibalik jendela. Jam sudah hampir menyentuh angka 3 dinihari. Masih ada sisa-sisa tawa dan bahagia, juga rasa yang tumbuh dengan manja.

.....to be contricott
♧​

Teh Dina langsung saja menghempaskan badannya terbang ke atas kasur empuknya, seperti remaja pulang dari kencan pertama. Dia menghela napas panjang disusul senyum dan tawanya mengingat hal-hal yang kami obrolkan selama perjalanan. Sementara gue, seperti kebiasaan kalau sampai dari suatu perjalanan, rokok adalah hal pertama yang gue sentuh, padahal ada tubuh indah Teh Dina disana yang mungkin masih ingin disentuh. Gue pun berjalan ke pintu balkon dengan sebatang rokok di bibir.


"Mau ngerokok ya A?" tanya Teh Dina mengangkat kepalanya dari bantal putih

"Hm? Iya Teh, kebiasaan ini mah" jawab gue sembari memutar daun pintu

"Ohh, mau ngerokok, ga mauu di... rokok?" dengan sengaja Teh Dina bertanya seperti itu untuk menggoda, karena ketika gue menoleh mulutnya menahan senyum ditutupi punggung tangannya.

"Hahahaha becandanya bisa banget kamu mah Teh" jawab gue

Bukan mau menghiraukan pancingan birahi, gue masih ga mau terburu-buru dengan semua ini. Jadi ya gue layanin aja godaannya.

Ujung rokok terbakar memancarkan merah bara api ketika dihisap. Hawa dingin dinihari menusuk. Gue duduk dengan melipat kaki gua diatas kursi di balkon itu. Masih belum kebayang sebelumnya kalua gue bakal dapet kesempatan seperti harti ini dengan Teh Dina. Tak berapa lama Teh Dina menyusul ke luar kamar. Saat itu dia sudah memakai cardigan untuk melawan dingin.


“Kirain tidur?” tanya gue

“Engga, tadi ke toilet dulu bentar, bersih-bersih” jawabnya


Teh Dina berdiri di ambang pintu, setangah badannya keluar menengok gue disana. Dia bersandar pada kusen pintu,

"Beneraaann nih ga mau aku rokoin batang cerutunya A?"

"Hahaha engga ahh, lagian bukan cerutu teh"

"Apa atuh?" Tanyanya sembari bergerak mendekat, duduk lalu menyalakan rokok

"Emmh apa ya, sosis kali Teh"

"Hahaha sosis so nice ya A"

"Iya nice kalo udah muncrat"

"Hahahahaha" kami tertawa bersama

Lalu hening,

"Makasih banget A, aku seneng hari ini"

Gue bales dengan senyum semanis mungkin. Seharusnya gue yang bilang terimakasih, karena ini adalah yang gue idamkan sejak lama. Bertemu dan bercengkrama dengan dirinya.

Masing-masing sudah menghabiskan satu batang rokoknya dibantu hembusan angin malam. Topik pembicaraan pun nampaknya sudah habis. Gue inisiatif beranjak lebih dulu karena dingin yang menyergap jari-jari kaki gabisa ditahan lagi.

"Ke dalem Teh Ah, dingin euy" ajak gue sambil bediri disampingnya dan membuka pintu balkon

"Apa A? Di dalem? Jangan atuh, nanti hamil looh"



"Hahahaha" gue ketawa sambil gue cubit hidungnya. Teh Dina pun berdiri mengikuti.

Gue persilahkan Teh Dina masuk lebih dulu. Lalu gue tutup pintu dan menguncinya. Ternyata Teh Dina mematung memunggungi gue disana. Sejenak gue menahan langkah, lalu bepikir, menerka apa yang harus gue perbuat.



Gue pun memberanikan diri untuk memeluknya dari belakang. Semoga bukan menjadi tindakkan yang sembrono, do'a gue dalam hati.



Gue dekatkan mulut gue ke telinganya,

"Harusnya Aa yang makasih, karena Teteh mau ketemu dan berbagi waktu. Makasih Teh!" Gue kecup pundak dan pipinya.



Niatnya memang begitu, cuma mau bilang terimakasih tanpa tujuan lebih. Sejak kejadian di mobil, ketika Teh Dina minta untuk berhenti tiba-tiba, gue berpikir bahwa ga bakal kejadian apa-apa lagi, meskipun Teh Dina mengajak ke tempat ini, hanya berdua. Tapi tangan gue didekapnya dari depan. Kepala Teh Dina menengadah ke langit-langit kamar. Seakan menyakinkan dirinya untuk mengambil tindakan lebih jauh. Bagian belakang kepalanya menyandar di bahu gue, semerbak harum shampoo dan campuran asap roko tercium memasuki rongga hidung.

Lalu tanpa isyarat untuk gue melepaskan pelukan, Teh Dina memutar badannya. Kami berdiri berhadapan dalam pelukan. Matanya menatap gue sayu.



Jemarinya yang lentik merayap lambat dari dada terus naik ke leher lalu ke rahang. Kedua telapak tangannya menakup percis di rahang dekat telinga.



Dalam remang kamar itu, wajahnya mendekat dengan mata sayu dan bibir yang sedikit terbuka. Waktu terasa melambat, tanpa berkedip gue rekam moment ini dalam otak gue. Moment yang akan terus gue kenang selamanya.



Dan....

Mmhhhh bibir lembutnya tepat mendarat di bibir gue. Seketika kami pun memejamkan mata. Meresapi peraduan bibir ke bibir. Beberapa detik tanpa gerakan tambahan hanya bibir yang menempel saling bertukar rasa dan saling menghirup nafas.



Mmmhhhh, Teh Dina sedikit mengusap dan meremas rahang gue yang disusul dengan bibirnya mengulum lembut bibir bagian bawah gue. Gue pun merespon dengan meremas pinggangnya yang ramping berbalut cardigan dan kaos tipis.



Ciuman kami lembut tanpa suara. Bibir kami bertukar peran, kadang gue yang aktif, kadang sebaliknya. Selebihnya kami saling berpagutan, dari pelan lembut tanpa suara menjadi liar penuh desahan.



"Hmmmmppphhhhh eengghhhh"



Lidah kami pun aktif bergiliran mengekspor langit-langit mulut. Teh Dina malah dengan nakalnya menyapukan lidahnya ke bibir gue, membentuk garis bibir yang diakhiri gigitan kecil diujung bibir. Sontak membuat gue kaget dan tersenyum dengan aksinya itu.



Seperti kebiasaan, tangan gue ga pernah bisa diam kalo sedang berciuman. Ketika bibir saling memberi dorongan, hisapan dan pagutan. Tangan gue aktif menjelajah bagian belakang tubuh Teh Dina.



Usapan dan remasan tentu menjadi senjata utama. Dari punggung sampai bokong bulatnya. Sekian lama berciuman badan kami memang sedikit terpisah jarak. Sampai ketika nafsu sudah sangat menguasai. Remasan tangan gue menjadi tarikan. Sehingga tubuh kami rapat tanpa jarak.

Ketika bibir dan rahang terlalu pegal berciuman, kami akan saling mengecup. Tapi tubuh bagian bawah saling menekan. Teh Dina tahu di bawah sana kontol gue sudah ereksi.



Mulutnya turun dari bibir gue ke dagu dan leher, lalu naik beserta kecupan dan jilatan ujung lidahnya. Pelan penuh penghayatan, dari leher sampe telinga.



"A, kamu inget ga? aku pernah godain kamu waktu itu aku kirim foto, akunya ketawa dengan mulut kebuka nawarin emutin punya kamu" bisikknya dengan nafas hangat dan desahan tipis



"Iya inget banget, tapi setelah liat aslinya ternyata mulut teteh ga selebar di foto, Aa juga pernah bilang kan mulut teteh tuh seksi banget, imut malah hehe" jawab gue dengan pelan sementara Teh Dina mendengar jawaban gue dengan terus mengecup daun telinga dan leher gue



"Iya itu hehe, sekarang mah gausah aku tawarin lagi ya, aku mau emutin punya kamu" jawabnya masih berbisik di telinga gue



"Punya ku? Apa Teh?" Tanya gue menggodanya



"Kontol!" Jawab Teh Dina dengan mata melotot yang dibuat-buat



Mwahh! Gue kecup kilat karena gemasnya.



Lalu Teh Dina melanjutkan aksinya. Bibirnya kembali menciumi leher gue, tapi kali ini dibarengi dengan tangannya yang mengusap-usap kontol gue dari luar celana.



Pengalaman memang tak membohongi keahliannya. Hampir semua area leher gue diciumi dan dijilatinya. Gerakkan itu dibarengi dengan aksinya membuka kancing celana dan menurunkan resletingnya. Kepala Kontol gue yang sudah membesar pun mengintip dibalik karet boxer yang gue pake.



Tiga jarinya membentuk lingkaran yang kemudian dia tempatkan tepat diatas palkon gue. Didorongnya kebawah dengan pelan. Sementara bibirnya turun menciumi tubuh bagian depan yang masih terhalang poloshirt.



Tangannya terampil mengocok batang kejantanan gue. Pelan tapi bikin melayang. Setelah bibirnya berhenti diujung baju. Dia gigit ujung baju itu lalu ditariknya keatas, sebagai isyarat untuk gue membuka baju.



Gigitannya berhenti ketika kepalanya sejajar dengan kepala gue, lalu gue lanjut dengan membuka sendiri. Sementara Teh Dina kembali menciumi dada, menjilati putingnya dan terus turun mengeksplor badan gue. Dan tentu saja tangannya tak pernah berhenti memberi rangsangan ke kontol gue dengan kocokan dan remasan.



Setelah baju poloshirt itu terlepas, giliran gue yang memberi isyarat ke Teh Dina untuk melepas Cardigannya. Kali ini kami kembali berciuman, tapi dibarengi tangan gue yang dengan pelan menarik cardigannya lepas dari badannya.



"Aahhhh ssshhhhhh" desah Teh Dina ketika bibir gue mendarat di bahunya



Gue lanjut dngan menjilati leher sampe telinganya. Tangan Teh Dina mencengkram kontol gue gemas karena rangsangan yang dia terima. Sementara cardigannya terus turun hingga terlepas sudah.



Kami lalu saling tatap, "Nyetrum aku digituin A, aku mulai ya"

Gue pun cuma mengangguk pelan



Teh Dina pun turun berlutut di hadapan gue. Ditariknya celana beserta boxernya turun sampai mata kaki. Sedikit dia membetulkan posisinya hingga kontol gue benar-benar sejajar dengan wajahnya.


Dikocoknya batang kontol gue pelan, lalu bibirnya mendekat ke selangkangan gue. Dikecupinya area sekitar situ. Bagian bawah pusar sebelum kontol adalah area yang lama ia kecupi, terus turun ia ciumi semuanya. Dari buah zakar, pangkal batang kontol, sampe ke ujung lubang palkonnya.

"Ngghhhh shhh" desah gue menahan geli dan nikmat



Tepat setelah ujung palkon gue berada diantara dua bibirnya. Teh Dina membukanya, hingga rongga mulutnya terbuka sedikit demi sedikit.



Dan... "aaahhh shhhh Teh"



Hangat dan basah gue rasa dipermukaan kontol gue. Dalam satu gerakkan teh Dina mencoba memasukan panjang kontol gue ke mulutnya. Lalu ditarik keluar sampe ujung kontol gue berlumur liurnya.



Dikocoknya pelan, kepalanya menengadah dengan mata sayu dan menggigit bibir bawahnya. Gue menunduk melihatnya. Senyum tersungging, tanpa kata seakan sudah mengerti.



"Go on baby!"



Teh Dina pun kembali melahap batang kontol gue yang sudah keras maksimal sampai-sampai urat-uratnya keluar dari sisi kiri kanannya. Lalu Teh Dina mengulumnya maju mundur, rambutnya yang tergerai bergerak indah seiring gerakan kepalanya yang maju mundur menikmati tegangnya batang kontol di mulutnya.



Menit-menit berlalu, Teh Dina pun merasa pegal dengan aksinya itu. Kontol gue pun dikeluarkannya dari mulut. Lalu Teh Dina menjulurkan ujung lidahnya. Dia tempatkan di ujung kontol gue.


"Aahhh ummmhhh" desah gue menikmati oral sex Teh Dina



Ujung lidahnya menari di area palkon gue. Sesekali dia masukan lagi ke mulutnya. Dia tarik mulutnya hingga sebatas palkon. Batangnya ia kocok dengan pelan sementara palkon gue yang ada di dalam mulutnya ia mainkan dengan lidahnya. Tak cukup dengan itu, satu tangan lainnya ia gunakan untuk meremas-remas buah zakar gue yang menggantung.



Kenikmatan oral sex Teh Dina bisa-bisa bikin gue klimaks. Sejak kejadian di tempat dugem, gue udah menahan rasa horny.



"Teeehhhh aaahhhh aahh"



"Kenapa Aaa?" Dengan manja Teh Dina menengok gue dari posisi berlutunya



"Enak bnaget Teh emutannya"



"Jago ya aku?"



"Uumhh iyaa teh ahh ahh jago bangettt"



"Nwikmatwin ajwaa yaa" Perlahan dia meningkatkan tempo kocokan dan gerak mulutnyaa



"Owwhhh Teehh aahh sshhh iyaahh ahh"



Tiba-tiba dia hentikan aksinya, lalu bertanya lagi

"Awas ya ngecrot!!"

"Ehh?" gue merasa heran



"Aku mau kamu ngecrot disini" Teh Dina menepuk-nepuk memeknya dari luar legging



Serasa ditantang gue pun sekuat tenaga menahan dorongan ejakulasi.



"Teh mainin dong memeknya, biar seksi" gue bilang sambil menikmati pemandangan Teh Dina asik mengulum kontol bukan suaminya



"Kamu yang lepasin ya" katanya pelan sedikit terengah-engah



Kontol gue dilepasnya tanpa aba-ba lalu berdiri beranjak menuju kasur.



Teh Dina duduk mengangkang diatas kasur dan gue pun mendekatinya setelah melepas celana. Gue berdiri di depannya dengan kontol mengacung tegak. Menggoda nafsunya untuk segara menunaikan syahwatnya.



"Gemesin banget sih A kontol kamu" komentarnya sebelum gue duduk berlutut diatara dua kakinya



Dalam posisi berlutut di antara dua kakinya yang panjang itu,

"Kenapa gitu?" tanya gue



"Ngaceng banget, sampe tegak gitu, padahal ga dipegang" jawab Teh Dina lirih



Gue hanya merespon dengan seringai bangga karena dia mengagumi batang kejantanan gue. Mungkin dalam otaknya sudah dia bayangkan bagaimana nantinya kalo kontol gue masuk menikmati liang memeknya.



Kedua tangan gue udah siap menarik leggingnya lepas dari pinggulnya. Teh Dina mengangkat paha dan bokongnya membantu gue lebih mudah menarik legginya. Sengaja gue buka perlahan agar setiap bagian kulit mulus pahanya terekspos sedikit demi sedikit.

Teh Dina menggigit bibirnya melihat apa yang gue lakukan. Ketika sedikit demi sedikit kulitnya terbuka, saat itu juga bibir gue turun menciuminya.



"Eemmmhhh sshhhh shhhh"

Rambut gue dielusnya seperti isyarat "kamu melakukannya dengan baik"



Gue kecup kaki Teh Dina dari pangkal pahanya sampe ke ujung jari kakinya. Ketika gue membuka kakinya, Teh Dina paham kalo saat itu gue mau mengoralnya juga. Tapi kepala gue ditahan, Teh Dina menggeleng. Gue paham, lalu gue pun diminta bediri lagi di depannya.



Dengan sekali gerakkan kontol gue sudah berada lagi di dalam mulut hangatnya.



"Aahhhh sshhh Tehhh"



Tangannya kali ini aktif meremas toket bulatnya lalu turun masuk g-stringnya. Gerakknya tangannya naik turun. Jari-jarinya lembut memainkan memeknya yang basah. Bunyinya jelas terdengar karena ruangan yang sunyi.



Tangan gue turun membelai kepalanya ketika Teh Dina asik dengan kontol gue di mulutnya. Terus turun masuk ke kerah kaos ketat berbahan tipis.



"Mmmmhhhhh hhhmmmpphhh"



Desahan tertahan teh Dina ketika putingnya gue pilin pelan-pelan.Puting besar dan kerasnya bikin gue gemas untuk mencubit-cubitnya. Disusul gerakkan tangannya semakin cepat bermain di selangkangannya.



Kontol gue dikeluarkannya dari mulut, lelehan liurnya menetes di ujung palkon.



"A, aku gakuaat, gatell bangett inii"



"Apa ihh yang gatel?" Tanya gue menggodanya, lagi.



"Memek! Masukkin sini A" ajak Teh Dina manja



Kami pun mengatur posisi. Sebelumnya Teh Dina melepas apapun yang melekatnya, sementara gue mematung melihat proses Teh Dina menelanjangi dirinya.



"Malah diem, sini A" ajak Teh Dina menepuk sprei disampingnya



"Kamu seksi banget Teh" sambil bergerak Gue naik ke kasur lalu merangkul tubuh Teh Dina yang disambut dengan pelukan



"Seksi banget ya badan ku A, sampe bikin kamu coli di kantor" katanya sembari menikmati emutan bibir gue diputing coklatnya



"Coli sambil bayangin kamu Teh"



"Ba.. nggh.. bayangin apppaahh aahhh.. enak banget A. Duuhh banjir punyakuuu"



"Banyangin ML sama kamu Tehh" jawab gue gemas lalu pindah menciumi puting satunya



"Ngghhhh ahh kamu bilang ML, ga kayak di chaat, banyangiin apaaahh aahhh hmmm?" Tanya Teh Dina memancingku



Aku pun melepas mukutku dari putingnya,

"Bayangin kita ngentot Teh" sambil gue turunkan tangank menggapai memeknya yang memang sudah becek



"Ahhhh iyaahhh, ayok A, ngewe yuuk!"



Gue ga menghiraukan ajakannya. Menikmati buah dadanya yang kenyal diumur kepala tiga rasanya berbeda. Belum lagi putingnya yang besar itu. Gue sedot-sedot ternyata masih mengeluarkan sedikit asi.



"Awwhhhh A, nikmaattt..."



Tangan gue turun menulusuri perut ratanya, lalu berhenti bermuara di lembah kenikmatan.

Clephh clepphh bunyi jari gue bermain di sela sela memeknya. Ketika gue berniat memasukkan satu jari, Teh Dina melarangnya.



"Jangan pake jarii emmhhhh mainin itil ku aja A.. sshhh iyaaa gituu aahhh mmmhhhhh"



Gue tekan itilnya dengan 2 jari, lalu ku putar searah jarum jam. Kadang turun membelah garis memeknya, dan mengobelnya tepat didepan liangnya.



Pegal dengan satu posisi, gue pun berinisiatif naik ke atas tubuh Teh Dina. Kakinya mengangkang mempersilhkan gue menidurinya.



Kami kembali berciuman lagi untuk beberapa lama, sementara kelamin kami sudah menempel.



"Ga di masukkin? Hm?" Teh Dina bertanya dengan manja



"Teteh Ah yang masukkin" jawab gue



"Yaudah kamu dibawah A" pintanya



Kami pun bertukar posisi, Teh Dina kini diatas gue dengan kakinya yang terbuka mengangkang.



Tepat ketika posisi kelamain kami bertemu, Teh Dina mengenggam kontolku. Dia arahkan moncongnya ke mulut memeknya yang terbuka karena mengangkang. Digesek-gesekannya beberapa kali searah garis memeknya. Sesekali palkon gue dimainkannya di itilnya.



Belum juga ia masukkan kontol gue, di lepas gengamannya. Lalu dia turunkan pantanya hingga memeknya menekan kontol gue. Pelan dan berirama Teh Dina menggoyangkan pinggulnya maju mundur biar terus bergesekan. Geli dan nikmat bercampur dibawah sana, Teh Dina menatap gue dengan senyum tipis.



"Katanya mau dimasukkin Teeh" Goda gue disela gerakannya pelan tapi nikmat



"Gini aja dulu ya A, ini juga enaak duuhh punya kamu keras bangeett"



"Mmhh ii.. iyyaa Teh, tapi kalo kelamaan ngecrot loh nantii" gue coba ngomong sambil menikmati gesekkan memeknya yang begitu licin tapi kadang masih nyangkut di itilnya



"Yaa nambahh rondee dong kalo keburu ngecrot maah" canda Teh Dina masih terus memaju-mundurkan pinggulnyaa



"Ugghhh Tehhhh ngghhh"



"Aaaaa duuhh enak bangett, aku masukin yaaa"



Selangkangannya diangkat, tangannya menggenggam lagi batang kontol gue lalu diarahkanya ke mulut memeknya, tepat di depan liang kenikmatan.



"Sama sama doroongghh aaahhhh" Teh Dina memberi instruksi dengan sedikit desahan



Bersamaan, Teh Dina menurunkan pantatnya dan gue pun mendorong dari bawah.



Kontol gue masuk seluruhnya, seperti ditelan, tenggelam dalam ruang hangat, basah, berkedut, mencengkram dan sangat nikmat.



"Ngghhhhhhh sshhhhh" desahnya panjang

"Berasa penuuuuh.. aduuhhh"



Gue biarkan kontol gue di rumah barunya. Tapi Teh Dina ga demikian, dia mulai lagi menggerakan pinggulnya yang ramping itu.



"Aahhh aahhhhh aahhh"



Tangan kami saling menggenggam satu sama lain. Sementara Teh Dina menggoyang pinggulnya berirama dengan desahannya.



"Ah ah ah ah ahhhh" pinggulnya bergerak patah patah menikmati persetubahan itu, diakahiri dengan tekanan penuh hingga panjang kontolku ditelan habis liang senggamanya



Genggaman tangannya bergerak mengarahkan tangan gue mendekat tubuhnya. Tangan kiri gue diarah ke toket kanannya sementara tangan kanan diarahkan ke selangkangannya. Gue mengerti arahan itu. Tangan kiri gue pun meremas dan memilin puting kanan, tangan kanan gue pun asik mengilik itilnya yang terus bergesekan. Teh Dina sangat menikamati dominasinya, terilihat kepalanya mendongak dan tangannya mengacak-acak rambutnya sendiri.



"Aahhhh nikmaaatt banget Aaa.. nnghhhhhh iyaa iyaahhhh aaahhh" racaunya mengekspresikan kenikmatan bercinta, bukan dengan suaminya



Gue pun menikmati, bahkan tak terasa sudah belasan menit Teh Dina menunggangi tubuh gue. Pertahanan gue pun hampir jebol, bisa gawat klo ga diambil alih gue bisa muncratin rahimnya.



"Tehh aahh mmhh aku ... nnghhh" belum sempet gue utarakan bahwa gue sebentar lagi klimaks Teh Dina mnyodorkan toket bulatnya



"Isepp puting aku A, bentar lagi aku nyampee aahhh ayo A, sedotiin puting ku"



Dengan lahap gue lumat toketnya yang menggantung seksi. Tangannya membantu menyodorkannya agar gue lebieh mudah, sementara pinggulnya makin intes bergerak, semakin cepat menuju puncak. Kedua telapak tangan gue sigap meremas bokongnya menahan nikmat cengkraman otot memeknya yang semakin kuat.



"Aaahh A, bentar lagii.. bentar laagiiiii aaahhhhhhh!!"



Ototnya tegang, dia tekan pinggulnya lebih dalam sampe moncong kontol gue mentok di rahimnya. Sangat terasa kalo dibawah sana sangat lah basah. Cairan organsmenya mengalir, meleleh keluar menelusuri sela-sela selangkangan gue lalu jatuh di spreinya.



Badan Teh Dina ambruk di atas tubuh gue. Gue terima dengan pelukan mesra. Jantungnya berdetak cepat pasca organsme. Gue diamkan kontol gue dipijat kedutan otot memeknya menikmati sisa-sisa klimaksnya.



"He he he, nikmat bngeet A barusaan, kamu belum ya?" Kepalanya bangkit dari dada gue



"Aku seneng bikin kamu klimaks duluan Teh"



"Biar sama-sama seneng sok atuh tuntasin, udah nahan kan daritadi" godanya dengan senyuman nakal



"Nahan dari sejak dugem Teh"



"Iyah kontol kmu udah ngaceng pas kita dance"



"Huuh teh.. duuhhh sshhhh"

Teh Dina menggerakan otot memeknya memijit batang kontol gue yang masih betah didalam liangnya



"Sok atuh genjotin A"



"Kamu ga pegel? Hm?"



"Pegel siih, ganti posisi aja atuh yuk!"



"Iyah, kamu dibawah ya Teh"



"Yuk!" Lalu dikecupnya bibir gue



Teh Dina lalu mengangkat pantatnya perlahan hingga sedikit demi sedikit kontol gue keluar dari memeknya. Cairan orgasmenya deras mengucur ketika kelamin kami Terpisah.



"Ugghhhhh enakk Hihihi" katanya sambil tertawa renyah



Kami pun bertukar posisi. Missionary adalah pilihan berikutnya. Sekali lagi Teh Dina menyambut dengan pelukan dan kaki yang direnggangkan. Kami berciuman sebentar.



Tanpa perlu diarahkan dengan tangan. Gue dan Teh Dina sudah sama-sama paham. Kami menggerakan pinggul kami agar semuanya tepat pada posisi.



Moncong kontol gue sudah berada diposisi seharusnya, tepat di depan liang senggamanya. Gue naikkan badan menatapnya, bertempu pada tangan di sebelah bahunya.



"Teken A, masukkiiin" pintanya dengan manja



Gue dorong perlahan hingga inci demi inci kontol gue memasuki rongga nikmat dunia, milik Teh Dina.



Tapi hanya setengahnya gue berhenti, lalu tarik sampe batas palkon. Gue lakuin itu beberapa kali sampe Teh Dina kembali mendesah nikmat. Semua gerakkan gue lakuin dengan pelan.



"Sshhhhh mmmmhhhhhhh nikmatin banget kamu A"



"Iya Teh pengen nikmatin lebih lamaa ughh sshh"



Beberapa menit berlalu, tangan gue yang menopang badan pun pegel. Sesekali gue dorong kontol gue masuk tenggelam mentok menabrak rahimnya. Nafsu Teh Dina pun sudah kembali tinggi.



"Kencengin lagi A genjotannya.. ahhh sshh"



Diminta seperti itu, gue diam sejenak setelah gue teken sedalem mungkin kontol gue di memeknya.



"Aa boleh request ga Teh?" Tanya gue tiba-tiba



"Request apa hm?"



"Emhh, aku boleh panggil kamu sayang?"



Teh Dina ga langsung menjawabnya. Dia bangkit dari posisinya, mendekatkan bibirnya ke telinga gue lalu berbisik.



"Aku udah nunggu itu daritadi sayanghh" jawab Teh Dina pelan



Hangat nafasnya sangat terasa di lubang telinga, membuat rasa geli bercampur nikmat birahi menjalar ke seluruh tubuh.



Tangannya masih melingkar di leher gue. Dan gue coba gerakkin pinggul lagi.



"Aaahhh enaakk sayang teruusss"



Posisi kami jadi seperti Teh Dina duduk di pangkuan gue. Tapi tidak sepenuhnya duduk, gue pun agak kesusahan menggerakkan pinggul gue.



"Mmmhhhh sshhhh ahh ahhh"



Gue dorong badannya ke posisi semula, missionary. Tangannya masih melingkar di leher gue, ditambah kedua kakinya yang sama melingkari juga di pinggang gue. Posisi ini emang paling pas buat ningkatin rpm genjotan. Maka dengan sekuat tenaga gue hentakan selangkangan gue.



Plok plok plok plok..paha kami bertemu berbenturan



"Awwhhh a ..duuhh enak banget A.. teruss yangh ngghh iyaahh ahh ahh"



"Aku juga .. ugh ugh ugh enak bnget yangh ahhhhh"



Gue variasikan genjotan gue dengan tekanan penuh sampe mentok.



"Ahh ahh ahh enak kan A? Terus sayaang terusss aahh enak kaaan memek akuu hmmm? Aahhh teruss iya iya iyaahhh aahh"



"Nikmat sayaannghhh ngghhh sshhhh memek kamu enak banget sayang mmmhhhh"



Gue tenggelamkan kepala gue di lehernya, lalu menciumi leher dan kupingnya. Kadang kami berciuman tanpa mengurangi kecepatan genjotan. Dinihari yang dingin tak berlaku di kamar itu, kami basah dengan peluh.



"Sayang.. sayang nghhh aku bentar lagii" kata gue tepat di lubang telinganya



"Aku juga A, barengannn A ahhhhh ahhh kencengin lagii.. entot memek ku.. puasin nafsu kamuu.. udah lama kan nafsu samu badan Teteh"



"Iyaa tehh aku nafsuu bnget tehhh.. emmmhhh aahh enak bnget ngewein kamu aah ahh sshhh"



"Puasiin sayaaang.. tuntassiinn .. ewe terus memek akuu cepeet A.. aku tau kmu suka kan aku ngomong vulgar kayak gini.. ahh kontol.. kontol kontol kamu enakk sayanggh..aku bentar lagiiiihhh"



"Iyaaa lebih vulgar sayanghh... aku suka sukaaa"



"Iyaaa.. ewe a, ewe memek kuuuuhh mmmhhhh teruss.. aku suka dientot kamu A.. iyahh teruuss"



Mendengar ocehan vulgarnya, dorongan ejakulasi pun tak tertahan lagi. Itu berlaku untuk kami berdua. Bukan cuma gue yang aktif menggenjot, tapi Teh Dina pun mengimbanginya dengan gerakkan pinggulnya naik turun.



"Aahhh Aa tekenn yang daleemmmmm akuu bentar lagiihh"



"Barengaaann sayaang, keluarin di dalem? Hm?



"Iyaaahh gapapa keluarin aja amaann mmhhh teken A.. Ayoo ngghh ahh ahh"



Dengan ijin itu maka gue semburkan sperma hangat ke dalam rahimnya. Kakinya melingkar rapat karena otot yang menegang, pertanda Teh Dina pun organsme untuk yang kedua kalinya.



“Aaaahhhhhhhhhh!!”



Kami berpelukan rapat sekali. Walaupun badan kami lengket dengan keringat, tapi kami benar-benar menyatu. Ditambah kelamin kami masih belum terlepas setelah sama-sama klimaks.



Degup jantung yang berdetak kencang lambat laun mereda. Mata Teh Dina rapat terpejam. Gue cium bibirnya pelan sampe matanya kembali sedikit terbuka. Dia pun membalas ciuman gue.



"Makasih" kata itu keluar dari mulut kami berdua, bersamaan. Kemudian disusul gelak tawa.



"Jangan dicabut dulu ya A, biarin aja sampe kecil sendiri"



"Iya, kalo ga kecil kecil gimana?"



"Ya lanjut lagii"



"Hahhahahaha"



Lalu gue peluk Teh Dina lebih erat karena gemas.

Teh Dina menerima pelukan gue dengan elusan telapak tangannya di rambut gue.



"Basah gini rambut kamu, punggung juga, keringetan banget"



"Iya Tehh, terkuras tenagaku"



"Yang ini mau dikuras juga ga?" Goda Teh Dina menggerakan pinggulnya disusul remasan otot memeknya



"Awwhh geliiiii ihhh!!"



"Hahaha mandi yuk Ah, aku juga keringetan banget ini A"



“nguras yang ini ga jadi?” giliran gue yang menggodanya dengan mendorong kontol gue yang sudah meluai mengecil



“hihihi mau? Masih banyak waktu sayang, sekarang istirahat dulu ya” manis sekali kata-katanya, gue merasa sangat sangat beruntung dipertemukan dengannya



"Yaudah yuk!"



Kakinya yang melingkar perlahan melonggar seiring tarikan kontol gue yang keluar dari liang memeknya. Lelehan sperma kemudian menyusul kluar.



"Sshhhh banyak bangett ini sperma kamu A, brapa kali ngecrot tadi, hm?"



"Gatauu ga ngituung, keenakan"



"Hahaha bisa ajaaa, itu ambilin tisue dong, punten"



Setelah mengeringkan masing-masing organ intim kami dengan tisue, kami pun mandi air hangat. Dibawah shower kamar mandi yang pintunya kami biarkan terbuka, kami saling membersihkan badan. Diselingi ciuman dan pelukan, proses mandi pun jadi lama. Ciuman dibawah shower adalah pengalaman pertama gue, dan pasti itu sunggulah pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Setelah sama-sama mengeringkan badan. Gue pun beranjak mengambil pakaian yang tergeletak begitu saja di lantai kamar.

“A, ada request ga aku harus pake apa nih untuk tidur?” tanya Teh Dina sambil memilih pakaian tidur di lemarinya

“emmhh senyaman Teteh aja lah, kalo bisa mah gausah pake apa-apa lah Teh, telanjang ajaa” jawab gue iseng

“ohh yaudah, kayak gini yaa hihihi” seketika Teh Dina melepaskan handuk yang melilit di tubuhnya

Tubuh telanjang sempurna terpampang di depan gue. Gemas rasanya ingin mendekati, tapi waktu sudah terlalu pagi untuk terus beraksi.

“ehh Tetehh!!” jawab gue sedikit berteriak

“hahahaha abisan kamu bilang gituu” badannya berputar kembali memilih baju

Gue bisa melihat lekuk-lekuk badannya yang ramping, seksi seperti model. Tak disangka badan itu yang tadi gue setubuhi, dan itu bukan mimpi.

“Teteh ajaa yang dasarnya suka goda-godaa” jawab gue sambil merapihkan Kasur

“iyaa kamu korbannya hahaha aku pake ini aja ya A?”

Teh Dina memperlihatkan sweater tipis longgar warna biru tua.

“iyah” jawab gue mengangguk

Lalu diambilnya cd bercorak garis hitam putih. Tanpa memakai celana dia berjalan menghampiri Kasur tempat gue duduk bersila di atasnya.

“kamu pernah bilang kalo kamu suka kalo cewe, pakaian tidurnya kyk gini kan, aku inget hehehe”

“masih inget ajaa siihh, iya suka banget Teh, seksii menurutku, palagi kamu yang pake”

“ahh gombaall, yuk ah tiduur!”

Berpelukan dengan posisi spooning, kami akhirnya terlelap tidur. Diluar hujan sekali lagi turun, mengangkat uap menjadi kabut. Tak ada pikiran apa-apa setelah apa pun yang kami perbuat. Mungkin nanti akan kami bicarakan. Gue juga perlu tau bagaimana keadaan keluarganya, khususnya dengan suaminya.
Tes another's 2 post
 
Lanjutan.....

*****

Dina POV

Sungguh tak disangka bisa sejauh ini. Aku masih waras, tapi mungkin sedikit gila. Aku sudah memikirkan ini dengan matang jauh-jauh hari, tapi tetap saja tak menyangka bisa sampai terjadi. Lalu Aku tersenyum, pandanganku menembus kaca jendela ke hamparan kebun teh yang disirami hujan pagi itu. "Aku juga bisa seperti mu mas", bisikku dalam hati.

Teringat kembali ketika pertama kali aku mengetahui suamiku berselingkuh, saat itu rasanya dunia gelap sekali. Aku bahkan tidak mempercayainya, padahal aku sendiri yang membaca isi pesan whatapps suamiku dengan selingkuhannya. Malam itu ketika Aa dengan kepolosannya mengatakan bahwa suamiku mempunyai 2 Hp, perasaanku langsung tidak karuan. Aku tau dia punya lebih dari satu Hp, tapi yang selalu ia bawa ya cuma satu, lainnya disimpan di lemari karena sudah usang. Aku mencoba untuk tidak dikuasi emosi dengan berpikir rasional, bagaimanapun saat itu belum tentu benar suamiku berselingkuh, maka dengan segala rasionalitas yang kupunya, kususun sebuah rencana.

Suamiku setiap hari pergi kerja dengan mengendarai mobil kecil khusus untuk perjalanan dalam kota saja. Dia biasanya memarkirnya di stasiun lalu menggunakan kereta ke kantornya. Mobil inilah yang aku curigai tempat suamiku menyembunyikan hp nya. Rencanaku adalah bagaimana hari itu dia berangkat kerja tanpa membawa mobil itu.

Keesokan harinya, sengaja aku utarakan dengan tiba-tiba supaya dia tidak mengelak dan tidak mempunyai cukup ruang dan waktu untuk bepikir, ku bilang bahwa aku mau memakai mobil itu untuk keperluan pergi ke sekolah anakku yang nomor 2. Tak diduga ternyata dia mempersilahkannya begitu saja, tidak ada signal kaget atau khawatir seakan tidak apa-apa. Aku yang jadi ragu, jangan-jangan dia sudah memprediksinya, tapi dimana lagi dia menyembunyikannya selain di mobil? mungkin saja di tasnya pikirku saat itu. Aku tidak pernah memeriksa isi tasnya selama ini, jangankan tas, hp saja masing-masing, selama ini dari mulai pacaran hingga berumahtangga kami tidak saling mencurigai.

Pagi itu akupun mengantarnya ke garasi untuk mengambil tas yang ia tinggal di dalam mobil. Isinya memang paling rokok, uang cash, dan buku kecil, jadi ga selalu ia bawa ke dalam rumah. Perkiraanku, keberadaan Hp itu kalo ga di dalam mobil ya pasti di tas kecil ini. Jadi aku mencari akal untuk memeriksa tas kecil itu dulu. Setelah semua siap, suamiku terlihat keheranan sambil meraba-raba kantong celana. Saat kutanya sedang mencari apa, dia menjawab dia lupa menaruh dompetnya. Lalu sebuah ide pun muncul. Aku masi ingat dengan jelas percakapan pagi itu.

" Emang papah kantongin dimana biasanya?"

"Ohhh itu mah tolong ambilin di kantong bagian dalam jaket yang semalem papah pake"

Aku pun kembali kedalam rumah untung mengambilkan dompet suamiku, dan disinilah ide ku dimulai. ku ambil salahsatu Credit cardnya, lalu ku taruh begitu saja di atas kasur.

"Ini Pah dompetnya, lain kali hati-hati ya, oiya tadi mamah buka dompetnya, mau pinjem kartu kredit takut nantinya ketemu emak-emak terus ngemall deh belanja"

"Terus?" tanya suamiku singkat sambil membuka sleting tas kecilnya

"Ya mamah cari di dompet itu ga adaa, makanya mama bilang"

"Ga ada? perasaan ga dikemana-manain ahh"

Dia pun mengambil dompetnya lagi yang sudah dimasukkan ke tas kecil itu, lalu memeriksanya "Beneran ga ada, kemana ya?" tanya suamiku keheranan

"Mungkin di tas papah itu, jatuh ato lupa nyimpen, sini mama yang cek?" kataku sambil menjulurkan tangan

nah disini baru terlihat kalo raut mukanya berubah, ada jeda sebelum menjawab,
"Ga ada juga di tas ini" jawabnya sambil terus memeriksa tas nya

"Coba keluarin satu-satu pah isi tas nya" pintaku dengan detak jantung yang makin berdebar kencang

"Hm? iya sebentar" dia menjawab pelan

Sebetulnya aku ga akan kuat jika harus menghadapi kenyataan perselingkuhan itu, apalagi di depan dirinya. Lalu dengan pelan dia mengeluarakan satu persatu isi dari tas itu. Handphonenya, kabel charger, dompet, rokok beserta korek apinya, buku catatan dan bulpoin, struk belanjaan, permen, dan uang cash beberapa lembar.

" Ga ada mah" dia membuka sleting tas kecil itu dan menunjukkannya kepadaku

" Kemana ya?" pertanyaan ini sebetulnya kumaksudkan untuk hp itu

" Yasudah papah berangkat dulu, coban nanti cari lagi kalo ketemu saling kasih kabar yaa, mungkin ketinggalan di laci kantor" begitu katanya setelah semua barang yang ia keluarkan telah masuk kembali ke tas

Kami berciuman sebentar, setiap hari memang begitu, lalu dia pun pergi.

Masih duduk menghadap ke arah luar kamar dengan segelas mug berisi coklat panas yang kudekap diatas kaki yg mulus, jiwaku merasa digelitik dengan sebuah sensasi, sesuatu yang pernah ku alami dulu saat masih remaja. Young, wild, and free.

Sekarang diumurku yang hampir menginjak angka 4, aku merasa seperti muda lagi. Perasaan itu aku alami karena berselingkuh, bahkan sampai berhubungan badan, aneh ya? Aku juga gatau, tapi aku merasakannya dan menikmatinya, setidaknya untuk saat ini.

Dia masih tertidur di sana, di atas kasur empuk tempat kami mencuatkan nafsu birahi dengan bersenggama, dinihari tadi. Lelaki yang sebetulnya bukan pilihanku secara fisik, walaupun mukanya manis sih, tapi aku menyukai pembawaannya. Dia bisa menenangkan, bisa membuat nyaman, kadang bertingkah lucu, kadang jantan, seperti beberapa jam yang lalu kami lewati. Kadang bodoh, kadang Tengil, ahh ada juga orang kayak dia.

Selingkuh bukan pilihan atas apa yang ku alami beberapa bulan terakhir. Suami ku berselingkuh, dan aku membalasnya dengan berselingkuh, fair? Mungkin tidak, tapi aku butuh penyaluran kemarahan dan frustasi, kenapa dia tega? Kenapa dia tidak membicarakan masalahnya denganku seperti biasanya kami memecahkan masalah. Dia berubah, bukan seperti yang ku kenal, sudah pasti ada apa-apa.

Nampaknya bukan karena bosan, mungkin dia berselingkuh untuk mendapatkan sensasi lain, seperti yang kualami sekarang. Efeknya bergelora, menggelitik nafsu untuk mengeksplor lebih jauh hasrat dalam bercinta. Tapi satu yang belum kutahu, sudah berapa lama suami ku bermain api dibelakang, ini yang menjadi jawabannya, kelak alasan berselingkuhnya pasti terkuak juga.

Saat ini aku hanya memikirkan putra putri ku, rasa kasih sayang terhadap suamiku belumlah luruh sepenuhnya. Mungkin dia sedang tersesat, maka ku putuskan untuk menunggu. Menunggu jawaban, menunggu kepastian, menunggu dan bersabar semoga rumahtangga kami tak hancur karena semua ini.

Selagi menunggu, aku rasa ini kesempatan ku mewujudkan keinginan sisi lain dari diriku. Jiwa nakal yang belum pernah redup bahkan setelah punya 4 orang anak. Eksibionis adalah sifat ku dari dulu, meski ga seekstrim yang aku baca dari beberapa litelatur, tapi dasarnya aku memang seorang eksibionist. Senang rasanya jika seseorang mengagumi keindahan tubuhku, bahkan lebih senang lagi jika yang melihatku terpacu hasrat seksualnya. Tapi memang ga sembarang orang yang bisa menjadi "korban" eksibnya aku. Entah kenapa untuk urusan itu aku pilih-pilih.

Sejak aku masih bekerja dulu sebagai karyawan swasta. Teman-teman lelaki adalah korbannya, ga semuanya pasti. Aku pilih beberapa yang menurutku layak. Eksibku paling ekstrim ya menunjukkan lekuk tubuh ku, paling parah sih aku sengaja memperlihatkan paha mulusku karena kebetulan sobekan rok panjangku diatas lutut. Temen ku itu sampai salah tingkah, dan itu menjadi kesenanganku. Lebih lagi kalau aku bisa eksib ke laki-laki yang aku suka, bisa-bisa aku masturbasi setelahnya. Pernah sekali aku pamer belahan dada ke salahsatu teman kerjaku yang waktu itu kebetulan ada acara syukuran di rumah. Setelah selesai acara, sebagian orang pulang sebagian lagi mengobrol dengan suami, nah si orang ini, orang yang pernah aku kagumi di kantor dulu minta ijin untuk menggunakan toilet. Aku pun menggunakan kesempatan itu untuk menyalurankan kenakalan ku. Ketika keluar kamar mandi aku sudah dalam posisi membungkuk merapihkan barang-barang yang berserakan di lantai, tentu barang-barang itu dengan sengaja aku buat berantakan. Efeknya baru ketauan besoknya dikantor, dia mengirimi ku pesan kalo sepulang dari rumah langsung onani dengan diriku sebagai bahan imajinasinya. Aku tau dia serius, dan aku menanggapi dengan bercanda, selama dia tidak menyentuh badan aku, aku bisa mentolerirnya. Meski aku menyukainya, tapi saat itu tak mungkin aku berselingkuh.

Setelah berhenti bekerja, berhenti juga aku bersifat nakal seperti itu. Tapi ada satu hobi yang memang tak pernah bisa lepas, yaitu membaca. Apa saja aku baca, termasuk membaca cerita dewasa. Dari situ lah aku mengenal Aa, sampai sekarang bukan hanya kenal, tapi lebih dari itu.

Beruntung lah dia menjadi korban eksplorasi tubuhku dengan kamera. Ga ada alasan kenapa, yang jelas aku dibuat percaya bahwa foto-foto eksibku aman. Hanya saja sejauh ini aku belum pernah mengiriminya foto-foto nakal dengan utuh. Aku selalu memotong bagian kepala supaya pede aja, dan membuatnya penasaran tentunya. Tapi itu tak penting lagi, tubuh telanjangku sudah dilihatnya tadi malam, bahkan dinikmatinya. Aku pun menikmatinya, karenanya kubiarkan rahimku disembur sperma hangatnya. Duhh memang sensasi itu mungkin bisa bikin aku ketagihan. Bagaimana tidak, aku yang memang punya libido sedikit tinggi bisa mewujudkan salahsatu keinginanku, aahh rasanya ada yang menggelitik di bawah sana. Belum lagi cara dia "bermain" itu, seperti arus sungai, pelan menghanyutkan. Seperti dibawanya menjelajahi sungai dengan sampan, lalu di ujungnya kita temui air terjun tinggi. Puncak organsme yang sudah lama ga pernah ku rasakan lagi.

Sampai saat ini aku bahkan belum tahu namanya. Dia keukeuh dipanggil Aa, gatau deh alasannya apa. Tapi melihat apa yang dia lakukan apalah arti sebuah nama, yang penting aku dibuatnya nyaman. Dan ini masih jam 9 atau 10 pagi, diluar sudah mulai terang. Apa aku harus bangunin dia ya? Tapi melihatnya begitu tenang dalam tidur, baiknya aku biarkan saja.

Ku putar lagu kesukaan ku, secret love song. Nadanya langsung menggema di ruang kamar karena ku sambungkan dengan speaker aktif andalan ku, walaupun bentuknya kecil tapi bisa membuat satu ruangan seperti didalam konsernya. Ku pelankan sedikit volumenya takut menggangu yang tidur. Lanjut sedikit beres-beres kamar lalu ku ambil hp untuk memesan sarapan.

Lagu ini memang yang setia menemaniku akhir-akhir ini. Perasaan ku yg kacau balau karena perselingkuhan suami membuatku kadang-kadang melamun seharian. Tak terima dengan keadaan, perasaan tidak percaya, kecewa dan marah. Lagu ini seperti buaian yang senantiasa membawaku pada tidur pulas setelah seharian menangis. Pun begitu, aku tidak pernah menunjukkan kesedihan dan kekecewaanku pada suami. Aku usahakan bersikap seperti biasa, tapi urusan ranjang jujur aku kurangi. Karena aku pasti tidak akan kuat jika sedang berhubungan badan dengan suami tiba-tiba teringat perselingkuhannya, aneh kan jadinya. Intensitas seks ku itu lah mungkin menjadi salahsatu penyebab aku melakukan hubungan badan dengan orang lain, ditambah sebetulnya libidoku cukup tinggi juga sih.

Walaupun sekarang hati ku sudah mulai tenang, tetap saja lagu ini membuatku nyaman. Aku berdiri, dengan masih membawa mug itu ku dekati jendela balkon. Kulihat putung rokok semalam yang basah terguyur hujan. Aku kembali tersenyum, ahh Aa, aku kok bisa ya luluh dengan sikap mu. Kok kita bisa sampai seperti ini. Ku tengok lagi dia yang masih belum berubah posisinya. Jangan bikin aku jatuh cinta, bisikku dalam hati.


****​

Terharu dengan komentar-komentar kalian :((
terimakasih banyak :ampun:

lanjutannya masih dalam proses pengerjaan, mohon bersabar. Ts kasih bocoran dikit aja ya..

"Sini aku bantu pasangin" gue pun berlutut memakaikan sepatu untuk Teh Dina

Setelah selesai memasangkan sepatu, ada-ada aja godaan yang Teh Dina lakukan. Tepat ketika gue akan berdiri, pundak gue ditahan dengan tangannya. lalu dengan sangat perlahan teh dina membuka kakinya, mata kami saling bertemu. posisi gue berlutut tepat di depan di antara dua kakinya. Bibir Teh Dina sedikit terbuka, lalu....

More quote
 
Well, belum sempet baca ts nya ilang kan ajaib
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd