Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Secret Love Story

♧​

Hari itu berlalu begitu saja. Kenangan malam tadi memang langsung tersimpan dengan rapih di pikiran dan hati gue. Meskipun Teh Dina bilang "lain kali ya", jujur gue mengharapkan waktu itu akan segera datang. Tapi logika menolaknya, gue ga mau memanfaatkan kondisi Teh Dina sekarang. Gue juga gatau apa yang akan direncanakan Teh Dina kedepannya. Jadi gue putuskan buat menunggu.

Seminggu berlalu, meski nomor kontak Teh Dina udah gue ketahui tapi bukan serta merta buat gue bisa menghubunginya. Chat di dunia maya pun udah ga pernah kami lakukan.

Siang itu cuaca mendung di ibukota. Kerjaan udah rampung dari sebelum break makan siang. Lamunan terbang ke halaman kenangan pertemuan pertama dengan Teh Dina. Efeknya gue senyum-senyum sendiri di balkon kantor dengan sebatang rokok di antara telunjuk dan jari tengah.

Drrttt Drrrrt Drrrtttt Drrttttt
Getaran panjang di kantong celana gue, pertanda ada telepon masuk. "ahh palingan dari sales kredit" pikir gue saat itu.

"Ya, hallo" sapa gue

"Lagi sibuk ga A?"

"Ehh?"

"Ini Tetehh pake nomor baru hehehe"

"Oalaaa, engga Teh lagi nyelow aja di balkon"

"Lagi ngeroko pasti ya?"

"Hehehe iya Teh, ada apa nih? kok pake nomor baru segala?"

"Gapapa, nanti aja ceritanya ya, Aa kapan ada waktu kosong?"

"Kapan aja bisa dikosongin buat Teteh mah hahaha"

"Yeee gombal! ga mempan Teteh di gombalin mah, emang istri kamu kmana A?"

"Ada teh ga kemana-mana, masih di rumah orang tuanya haha"

"Pantesaaaann, dasar!"

"Hahaha so?"

"Besok, kita ketemuan yuk A? Tiba-tiba pengen dugem haha"

"Hahaha Ayok laah, dimana? jam berapa?"

"Yeee kalem atuhh, semangat banget"

"Hahaha, iya inget Teteh dulu sering dugem sama temen-temennya"

"Iya A, aku pengen cari kegiatan yang asik aja sih. Nanti Teteh wa yah"

"Siaaappp Teh, btw gimana suami?"

"Emmhhh nanti aja pokoknya teteh cerita semua, yang penting sekarang mah aman buat kita ketemu"

"Ok deh teh"

"Sipp kalau gitu, daaah Aa sayang hihihi"

"Bye Teeeh"

"Gapake sayang?" tanya Teh Dina dengan suara tertekan menahan tawa

"Hahahaha nanti aja sayang-sayangannya abis dugem"

"Hahahahaha" tawanya renyah "udah Ah, daah"

"Daahh"

Senyum lebar setelah menutup sambungan telepon itu. Rokok habis terbakar ditiup angin. Gue kembali ke ruangan dengan hati gembira.

Sampe sore menjelang jam pulang kantor, ga ada wa masuk dari Teh Dina. Gue pun putuskan buat beres-beres siap pulang.

Drrt Drrt
"Besok aku anter suami ke bandara, pulangnya ke rumah ortu teteh di jakarta. kamu jemput di tempat makan sekitaran situ, kamu bisanya jam berapa?"

Ini dia yang gue tunggu-tunggu. Besok jumat kalau ga ada kerjaan gue bisa pulang cepet. Tapi kerjaan bisa datang kapan aja.

"Kalau ga ada kerjaan sih bisa pulang cepet Teh"

"Ohh gitu ya, yaudah jam 2an nanti Teteh hubungin Aa ya, kamu jangan hubungin teteh duluan"

"Siaaapp Teh"

Ga lama setelah itu, gue kembali ke balkon sembari nunggu jam pulang kantor. Sambil mikir atur strategi biar ga dicurigai istri, Gue nyalakan sebatang rokok.

Drrt drrtt
"Nunggu suami pulang hihihihi"

Wa dari Teh Dina yang disusul dengan muncul foto dirinya telanjang di samping jendela kamarnya. Walaupun bagian kepala dicrop, nampak jelas lekukan badan ramping miliknya. Sedikit editan pewarnaan, cahaya yang masuk melalui jendela membuat Teh Dina seperti model majalah-majalah dewasa. Tapi buat gue, lebih dari itu. Teh Dina sangat mempesona dengan tubuh indahnya.

"Hmmm, kalau deket aja gaperlu nunggu besok dehh Teh, ngegoda bangeet siih" bales gue lalu meng-klik foto sehingga fullscreen di layar hp gue

"Hihihi mau mandi ini aku A, udah lama ga eksib ke kamu"

"Iyaa, tiap Teteh eksib Aa jadi keringetan"

"Hahaha, yaudah biar makin basahh keringetan, nih!"

Satu lagi foto muncul di kotak dialog Wa dari Teh Dina. Sebuah foto dirinya masih dalam keadaan telanjang. Tapi berganti tempat. Foto itu jelas kalau Teh Dina sedang di kamar mandi. Rambutnya lepek basah terguyur air yang mengucur dengan volume kecil dari shower dibelakangnya. Walaupun dengan format hitam putih, tetap jelas di foto itu mulusnya paha, gundukan indah memeknya yang bersih terawat. Perut yang rata, sampai sepasang payudara menggemaskan. Putingnya mengacung efek kedinginan.
Awalnya gue bediri di pinggiran dinding balkon yang menghadap jalan raya. Setelah melihat foto itu lalu gue duduk, terpana dengan keberanian Teh Dina dan suguhannya yang menggiurkan. Pelan tapi pasti kontol gue berasa seperti ada gremet gremet ingin disentuh.

"Duuh Tehh, seksi banget tubuh kamu ada bulir-bulir airnya gitu. Aa juga ke kamar mandi aaahhh!!"

"Heh! awas ya coli!"

"Emang kenapaa?"

"Besok kan kita ketemu hihihih”

Bingung kan pasti mau jawab apa? Sementara kontol gue makin keras dibalik celana chino ketat warna coklat.

Akhirnya cuma gue bales dengan emoticon kabur, pertanda gue ngiprit ke kamar mandi kantor untuk memanjakan si junior. Teh Dina pun cuma membalas emot tertawa ngakak.

♧​


Today is the day. Sejak sampe kantor gue udah ga fokus aja karena hari ini bakal ketemuan lagi dengan Teh Dina. Gue masih belum berekspektasi apa-apa atas hubungan ini. Terbiasa dengan gaya komunikasi selama di chat itu, bahkan dengan kejutan di pertemuan pertama. Gue malah menjauhkan pikiran-pikiran jahat itu, biar saja waktu bergulir menorehkan tinta cerita kami.

Pagi ke siang gue habiskan dengan fokus kerjaan. Gue pegang teguh pesan Teh Dina untuk tidak menghubunginya duluan.
Setelah break makan siang, profile hp sengaja gue set bersuara. Nampak memang ga sabar, tapi juga sebagai bentuk usaha menghormati, biar pas ada kabar dari Teh Dina respon gue cepet. Jam 2 siang terlewat begitu saja, masih belum ada kabar dari Teh Dina. Menjelang sore langit berubah mendung disertai angin lumayan kenceng. Sebatang roko pun terbakar akibat tiupan angin. Gue bergegas masuk kembali ke ruangan. Mungkin Teh Dina membatalkan niatnya atau ada sesuatu yang menjadikan rencana ini ga terealisasikan pikir gue.

Setibanya di meja kerja. Hp gue berbunyi pertanda telp masuk. Laila Paramitha terpampang di layar hp.

"Hallo, iya Teh?"

"A, penerbangan suamiku delay. Aku tungguin, nanti aku kabarin"

"Ohh kirain batal Teh, hehe teteh ini dimana?"

"Masih di bandara, ini teteh ijin ke toilet buat ngabarin kamu"

"Kenapa ga wa aja?"tanya gue

"Ribett ahh abis ini cek wa ya hahaha" Teh Dina tertawa manja menggoda

"Hah? Hahaha"

"Yaudah ya, daahhh"

"Daahh"

Ting!! Satu pesan wa masuk.

"Buat temen kamu nunggu"
Foto Teh Dina masih menggunakan kerudung di depan cermin toilet. Beberapa kancing bajunya terbuka.

DAMN!! Dengan satu tangan Teh Dina menyangga payudaranya yang menyembul keluar. Dengan bibir seksinya, ada gurat menggoda disana.

"Bikin cepet pengen ketemu" bales gue sambil ngeliat tanpa berkedip ke layar hp

"Hahahaha" bales Teh Dina cepat

Gue geleng-geleng kepala, tersenyum gemas sambil tetap melihat layar hp.

"Bisa-bisanya sambil nunggu suami kamu eksib teh" gumam gue dalam hati.

Tak terasa bel berbunyi pertanda jam kerja telah berakhir. Gue pun membereskan meja dan segala keperluan. Beberapa menit sebelumnya Teh Dina sudah mengabarkan bahwa suaminya udah masuk ruang tunggu dan Teh Dina langsung berangkat ke sebuah mall untuk bertemu orang tuanya.

"Nanti kita ketemu di Mall itu aja ya, Teteh temenin mamah makan malem dulu" begitulah pesa terakhir yang gue dapat.

Langit mendung berubah makin gelap krena malam telah tiba seiring kumandang adzan magrib yang terdengar sayup-sayup di tiap penjuru kota. Gue terjebak macet jam sibuk pulang kerja. Layar hp menampilkan petunjuk arah ke sebuah Mall yang telah dijanjikan. 47 menit lagi menurut perhitungan gmaps.

Sejam berlalu, tuas rem tangan gue tarik kebelakang. Roda empat terpakir rapi di pojok basement. Belum ada kabar lanjutan dari Teh Dina, jadi gue putuskan untuk mencari spot yang mudah kalau-kalau Teh Dina udah selese acara makan malamnya.

Gue duduk di pojok coffeeshop yang berada diluar mall tersebut. Meskipun lagit mendung, hujan belum juga turun. Cocok memang segelas kopi panas dan rokok kesukaan.
Ting !!

"Kamu dimana? Bentar lagi teteh selese"
Tanpa jeda langsung gue bales,
"Di mall yang teteh bilang, ini lagi ngopi di luar"

"Wiihhh gercep ya haha"

"Hahaha iya doong"

"Yaudah nanti aku kesana"

"Sipp, santai aja teh"

Jam 8 lewat 17 mnit Teh Dina bilang menuju tempat gue. Ada deg-degan gatau kenapa. Takut salah tingkah pastinya.

10 menit berselang, dari kejauhan dia berjalan dengan menenteng satu totebag dan tas kecil yang membelah diagonal badan bagian atasanya. Buah dadanya terbelah sempurna karena kerudung yang ia pakai di tarik kebelakang. Sementara kemejanya mungkin berbahan tipis halus dan longgar. Mencetak bulat payudaranya yang menggemaskan disertai garis cup bra nya.

"Hei, maaf ya nunggu lama"
Sapa Teh Dina bgitu sampe di meja gue

"Gapapa Teh selaw, aku aja yang kecepetan"

"Iya, semangat banget sih kamu A"

"Hahaha" Gue cuma tertawa gabisa kasih alasan apa-apa

Kami duduk berhadapan terhalang meja bundar.

"Ngopi Teh?"

"Engga ahh, minta rokoknya dong A?"

"Tumben" kata gue sambil mengambil bungkusan baru dari kantong Plastik sebuah mini market.

"Lahh, kamu beli?" Teh Dina kaget gue sengaja beli rokok yang sama dengan yang ia pake waktu pertemuan pertama

"Hahaha gambling sih, takut teteh pengen ngerokok dan ga suka sama rokok Aa"

"Rokok kamuu? Hm?"
Badannya condong kedepan mengambil bungkus roko itu sambil mengangkat alisnya, bibirnya tersenyum tipis menggoda.

"Hahaha iya Teh rokok ini maksudnya"
Gue dibikin salting dalam satu gerakkan godaan.

"Hahaha" kami pun tertawa bersama

Dimeja itu Teh Dina menceritakan tentang perjalanan dinas suaminya. Katanya baru akan pulang minggu sore. Kami juga membahas keluarga besarnya walopun hal hal yang umum saja. Dari sini gue masih belum berani untuk mengorek masalahnya. Biar Teh Dina yang menceritakannya sendiri.

Topik berlanjut ke rencana dugem yang sebelumnya disepakati.

"Masih jam segini, mau ngobrol ato muter-muter dulu?" Tanya Teh Dina

"Muter-muter mah pusing ah teh"

"Hahaha garing ah"

"Bebas teserah Teteh itu mah" jawab gue

"Bebas bebas tapi itu mata kemana liatnya"

Asemmm gue keciduk ngeliatin dadanya mulu, salting lagi. Belum sempet gue jawab,
"Keingetan yang tadi siang ya"

"Iyaa hihihi" gue jawab jujur, karena dibalik kemejanya itu ada gunung berkulit mulus yang tadi sore sempet bikin junior gue berontak.

"Mesum!!" Komennya tanpa menutup atau membenarkan posisi kerudungnya

"Dari sini kan sekitar sejam ke tempatnya, kita jalan sekarang aja yuk, drpda kejebak macet juga kan mana tau"

"Yaudah hayu"

"Kamu parkir dimana?"

"Basement Teh"

"Nanti pake mobilku aja ya, tuh yang warna putih paling pojok" Teh Dina menunjuk mobil SUV yang terpakir paling pojok

"Nih kuncinya, kamu panasin dulu gih, nanti aku nyusul"

"Bukannya teteh dianter supir tadi?"

"Teteh suruh anter ibu pulang hehehe"

"Ohhh, terus teteh mau kmna dulu"

"Ada dehhh" sambil berdiri menenteng totebagnya

Kami pun untuk sementara berjalan berlainan arah.

Gue udah didalam kabin mobil premium ini sambil mendengarkan ocehan penyiar radio. Tiba-tiba pintu sebelah kiri terbuka.
Teh Dina masuk denga terburu-buru. Seketika wangi menyerbak daru parfum yang ia kenakan. Lembut membius rongga penciuman. Si empunya parfum malah cekikikan.

"Malu" katanya sambil membetulkan posisi duduknya "yuk!!"

Tampilannya sungguh berbeda dengan Teh Dina yang gue kenal. Malam itu dia berpakaian seksi dan elegan. Atasan kaos hitam mungil yang kalau dia angkat tangannya pasti ketiak mulusnya terlihat. Sementara outpit luarnya dia kenakan baju kodok dengan dua tali kebelakang menyatu dengan rok diatas lutut mengembang. Gue rasa itu berbahan kulit karena dalam kiltan lampu mobil warnanya hitam mengkilat. Bagian bawahnya Teh Dina kenakan jeans ketat dengan beberapa sobekan, warna senada dengan atasannya. Hitam pbuktian ketajaman dan keteguhan.

"Seksi banget kamu Teh?" Komen gue sambil menunggu lampu merah, tanpa melihatnya.

"Masa segini seksi A, kan ga terbuka"

"Buat Aa sih seksi, seksi kan ga harus terbuka. Yang bikin seksi tuh pembawaan teteh, kalau pakaian yang dikenakan itu mah nilai tambah aja"

"Huuuuu udah brapa cewe yang jadi korban mulut gombal ini? Hmm?" Tangannya gemas mencubit pipi dekat bibir

"Hahaha Aa ga gombal ihh"

"Iyalahh jangan asal gombal ya A, kalaupun itu becanda bisa lain makna yang diterima"

"Maksudnya Teh?"

"Ya gitulaahh, suami Teteh selingkuh juga mungkin awalnya cuma gombal becandaa"

"Hmmmm, jadi apa rencana teteh?"

"Aku sih tetep pada pendirian awal, kasian anak2, penikahan kami juga ga sebentar, penceraian bukan solusi. Teteh cuma nunggu semuanya terbongkar. Sekarang mah teteh pengen lakuin apa yang pengen teteh lakuin" Cerocosnya menjabarkan rencananya atas masalah itu.

"Kalau teteh di rumah terus bisa stress dan sakit, palagi skrang suami di luar kota"

"Iya sih" jawab gue sambil garuk-garuk kepala

"Btw ini cocok ga teteh pake?"

Gue pun menoleh,
"Cocoklahh makanya Aa bilang seksi"

"Tapi kalau gapake kaos itu bagian atas teteh terekspos semua ya?" Jawab gue semangat karena topiknya brubah lagi

"Hahaha aku pernah foto pake baju ini tanpa atasan, tanpa Bra malah"

"Kok ga kasih liat Aa?"

"Kenapa ya hehe lupa?"

"Hahaha emang pelupa teteh mah, kadang kalau Aa ingetin sesuatu yang pernah kita bahas, balesnya gitu lupaa"

"Hahaha iya" jawabnya singkat sambil memainkan iphone putihnya

Ting !! Hape gue berbunyi pertanda wa masuk

Lagi-lagi lampu merah, gue pun membuka pesan Wa tadi. Seketika gue langsung menoleh Teh Dina.

"Nah yang ini lebih seksi lagii Teh hahaha"

"Hahaha fokus yaa nyetirnyaa" sambil mengubah posisi duduk berharap yang dibalik celana tenang-tenang saja.

"Kenapaa hayoo?"

"Hm?" Pura pura bego

"Gelisah ya? Hahaha"

"Teteh siiihhhh" sekalian gue masukin tangan kiri ke celana memebenarkan posisi batang kontol yang membesar karena ereksi

"Hush jorok ihh, abis pegang kontol megang setir mobil" Gue sempet kaget, sebelum jawab Teh Dina mulai lagi dengan godaannya

"Harusnya aku aja tadi yang benerinnya haha"

Gue benar-benar dibuat salah tingkah dengan candaan dan godaannya. Kadang sampe ga bisa jawab apa-apa.

Mobil terparkir dengan rapih di basement sebuah gedung tinggi. Kami keluar mobil seperti sepasang kekasih yang ingin mencari kesenangan mengisi kejemukkan waktu. Mencairkan masalah yang mempersempit pikiran.

Tanpa bergandengan kami berjalan bersama dengan beberapa orang yang tampak berhahahihi seperti hidupnya tanpa masalah. Pintu lift terbuka dan kami sama-sama menuju lantai paling atas.

Begitu pintu lift terbuka sayup-sayup terdengar dentuman musik bass dari ruangan yang berada di depan kami. Kami pun dengan agak tergesa menuju pintu pendftaran karena takut ga kebagian kursi. Setelah masuk ternyata jam 11 gini masih banyak orang, ada beberapa meja kosong. Kami pun memilih meja paling pojok. Teh Dina menarik tangan gue takut mejanya keburu ditempatin orang katanya.

Kami menyalakan rokok bersamaan ditemani air mineral yang sudah tersedia di atas meja. Sementara musik masih bertempo sedang.

"A minum ga?" Maksudnya minuman yang berakohol

"Teteh kan tau Aa ga minum alkohol"

"Hehehe iya, ngetes ajaa, beer aja ya? Yang alkoholnya kecil"

"Boleh lah kalau itu mah" Teh Dina mengangkat tangannya lalu seseorang datang dan menganggukan kepalanya menerima instruksi pesanan Teh Dina.

Setelah pelayan itu pergi, Teh Dina fokus ke meja DJ yang berada di depan. Sebatang rokok di sela jarinya sesekali ia hisap.

"Asik ya A musiknya, udah lama banget ga ke tempat ginian"

Gue yang ga bgitu menyukai musik jenis ini hanya memainkan rokok di atas asbak. Gue lebih tertarik memperhatikan liukan-liukan kecil badan Teh Dina yang meresepi musik yang berdentum. Gerakkan kecil tapi berefek besar bagi yang memperhatikan. Apalagi gerakkan itu datang dari sosok cantik, seksi, dan mempesona.

Pesananan pun datang. Dua botol beer ukuran sedang dengan es batu terspisah siap tersaji.

Kini setelah setengah jam berlalu tak terasa ruangan ini makin ramai. Tempo musik makin cepat membuat detak jatung makin berdegup. Dorongan alkohol dari beer memicu adrenalin bekerja. Beberapa orang bergoyang, berjingkak, dan berteriak mengikuti arahan DJ, kami masih duduk di meja yang sama. Gurat senyum sumringah Teh Dina membuat gue tak memperhatikan sekekeliling lagi.

Sebelum jam 12 malam ada jeda untuk kami para pengunjung beristirahat sekaligus persiapan pergantian DJ utama.

"A, aku ke toilet sebentar ya?"

"Ok teh, perlu dianter ga?" Nada gue jelas mesum

"Nihhh" Teh Dina mengepalkan tangannya

"Hahaha" gue tertawa dengan ekspresi marah Teh Dina yang dibuat-buat

10 menit berselang Teh Dina datang.

"Tetehh!! Itu celananya kemanaa? Haha" gue kaget mendapati Teh Dina sudah melepas jeansnya

"Hahaha sesek A" lalu dia mendekatkan bibirnya ke telinga gue "rasanya kejepit memek aku"

Gue cuma membuka lebar-lebar mata gue karena tau dia lagi godain gue. Lalu Teh Dina duduk dengan menyilangkan kakinya. sekarang jelas kaki jenjang dan putih mulus terlihat dari remang ruangan di meja pojok itu.

DJ utama datang dari belakang panggung disambut riuh teriakkan penonton. Sebagian berhamburan ke dancefloor percis di depan panggung.

"Ayok A!!" Ajak Teh Dina

Musik langsung bergema dengan tempo cepat yang didominasi suara bass. Adrenalin terpacu lagi. Kami berdua bergabung dengan pengunjung lain.

Semua bergoyang ria seirama dentuman musik khas tempat ini. Gue yang gabisa joget pun ikut memeriahkan menikmati musik ini, apalagi didepan gue Teh Dina dengan penuh semamgat dan keseksiannya memamerkan gayanya berjoget. Gerakkan gerakannya sungguh gabisa gue gambarkan. Gue cuma bisa terpesona dan menikmati.

Liukkan badannya yang tinggi dipadu dengan pakaiannya yang sekarang tanpa jeans membuat dirinya begitu menggoda. Dan yang gabisa gue kira adalah ketika kami saling berhadapan. Teh Dina menempatkan kedua tangannya di pundak gue yang secara otomatis gue balas dengan tangan terdampar di pinggul rampingnya.

Matanya menatap sayu penuh godaan. Keringat terlihat menetes di leher jenjangnya. Sementara pinggulnya bergoyang ke kiri dan kanan. Sesekali dia kibaskan rambut panjangnya menebarkan wangi. Kadang jarak kami begitu dekat sehingga dadanya menempel di dada gue. Kadang Teh Dina merangkul leher gue. Sesakali dia lancarkan godaannya. Dia dekatkan bibir seakan mau berciuman, tapi batal dan diakhira dengan tawa renyahnya. Kadang Teh Dina membelakangi gue dan menggoyangkan badannya percis depan gue. Kadang tak ada jarak lagi antara pantat bulat semoknya dengan selangkangan gue. Kami bergoyang bersama, sesekali gue ambil kesempatan untuk menekan pantatnya dengan kontol gue yang udah keras. Bahkan Teh Dina sesekali menempatkan telapak tangannya di atas gundukan kontol gue. Diusapkannya sesekali supaya gue makin dikuasai birahi.

Entah berapa cowo yang mencoba mendekati kami. Beberapa berhasil mendekatkan badanya bahkan sampe bergesekkan. Gue mencoba untuk ga "panas" selama Teh Dina ga nunjukkin kerisihannya.

Musik berganti lebih pelan mengalun. Seperti pendingan pada akhir sesi olahraga. Teh Dina dengan badan basah menggelendot manja didepan gue. Tangan gue mendekapnya dari belakang. Tepat kedua tangan itu diatas perutnya yang rata terbungkus baju kodok. Dia pun tahu kalau dibelakang sana kontol gue menekan pantatnya. Meski sesekalu gue coba untuk lebih jauh menekan, tapi tak ada protes dari Teh Dina.

Kepalanya menoleh kebelakang. Bibirnya mendekat ke telinga.

"A liat deh yang di depan kita pojok kanan"

Mata gue seketika menuju tempat yang diarahkan. Sepasang cewe cowo sedang berciuman. Posisinya sama seperti kami, si perempuan didepan cowonya. Tak hanya berciuman, tangan si cowo ternyata masuk kebalik celana hotpants tanpa membuka kancingnya. Kami sama-sama tau kalau gerakkan tangan itu sedang memainkan memek si cewe. Sesekali si perempuan menengadah memberi ruang si cowo untuk menciumi lehernya.

Takut gue salah paham. Maka dengan begonya,
"Kenapa Teh? Mau juga?"

"Jangan nanya lagi A" jawaban Teh Dina sembil menekan bokongnya diselangkangan gue.

Gue tenggelamkan bibir gue di leher Teh Dina yang berkeringat. Gue cium-cium leher jenjangnya sambil gue coba untuk menurukan tangan gue dari perut ke pahanya. Ciuman diselangi jilatan ujung lidah menyapu leher sampe ke daun telinganya. kadang turun ke pundak lalu loncat ke tengkuknya. Ada rambut halus disana yang basah dengan bulir keringat. Teh Dina meliuk didepan gue menikamati rangsangan yang diterimanya.

"Aahhhhh" desah Teh Dina di telinga gue

Ketika gue coba untuk menggapai selangkangannya. Tangan gue ditahan,
"Jangan disini sayang, usap-usap paha aku aja"

Gue pun menurutinya, meskipun tak tahan ingin segera menjamah bagian paling sensitifnya. "Yang ini boleh deh A, remes toket aku"

Musik kembali keras menggema. Tapi ketika orang-orang kembali berkumpul berjingkrak dan bergoyang. Gue dibarisan paling belakang berciuman tanpa merubah posisi. Tangan gue sibuk meremast toket Teh Dina dari luar kaosnya, karena baju kodok itu memberi akses yang luas dari pinggir untuk bisa menjamah buah dada yang sejak siang gue idamkan, dan suprise berikutnya ternyata Teh Dina ga pake bra. Puting kerasnya jelas bisa gue rasa karena bahan kaosnya yang tipis.

Ciuman Teh Dina jauh dari yang terbayang. Gue bisa lupa dengan dunia, permainan bibir seksinya membuat gue kelabakan menerima jilatan, gigitan, sedotan, dan goyangan lidahnya.

Kontol gue serasa tak bisa di bendung lagi. Teh Dina pun tak berhenti menekan bokongnya, bahkan makin liar karena dorongan musik yang kembali berdentum kencang. Ke kiri dan ke kanan, kadang naik turun seperti Twerk, damn! untung posisi kontol gue tepat seperti seharusnya. Jadi batang kontol yang ereksi itu tegak lurus dengan belahan bokong bulatnya.

2 jam sudah. Ketika orang-orang makin beringas mengekspresikan dirinya dengan dentuman musik edm. Gue dan Teh Dina telah lenyap dari tempat itu.

"Mmmhhhhh mhhhhh nnghhhh" Kini kami saling berpagutan bibir didalam kabin penumpang mobil SUV putih itu.

Teh Dina bersandar ke jok, kakinya sedikit terbuka. Ac mobil udah nyala tapi badan kami semakin panas dan berkeringat.

"Shhhh Teh, hot banget kamu"
Tanpa jawaban Teh Dina mengubah posisinya. Dalam hitungan detik, dia berada diatas pangkuan gue. Posisi parkir mobil yang memang strategis membuat kami aman dari pengamatan.

Ciuman kami berlanjut bertambah dengan tekanan goyangannya diatas pangkuan. Beberapa menit kami melupakan semua logika. Tubuh kami sama-sama dilanda nafsu. Tekanan-tekanan selangkangan Teh Dina makin intens dan cepat. Walaupun kami masih sama-sama berpakaian, jelas bisa gue rasakan empuknya memek tembem Teh Dina. Begitupun dengan dirinya,
"Punya kamu keras banget A" lirih Teh Dina di sela-sela ciuman kami

Gue pun terpacu untuk menggerakkan pinggul mengimbangi gerakkan Teh Dina. Gue bisa liat kalau celana gue sedikit basah akibat gesekkan memeknya, pdahal Teh Dina belum melepas cdnya. kami sama-sama menggerakan pinggul sepeti orang sedang bersetubuh. kadang Teh Dina menekan dalam-dalam selangkangannya sambil menggigit bibir atau menengelamkan mukanya di leher gue.

Lalu tiba-tiba semua gerakkan berhenti begitu saja. Bibir Teh Dina menggigit daun telinga gue lalu berbisik.

"Kita gabisa kayak gini, disini" Lalu tangannya memeluk gue erat.

Yang gue pahami bukan karena tempat atau situasi, ada keraguan dari diri Teh Dina melakukan semua ini lebih jauh. Gue pun memeluknya erat.

"Aa anter pulang?" Bisik gue masih dalam posisi berpelukan

"Mobil kamu kan di Parkiran Mall" jawabnya

"Gampang itu mah"

"Yaudah yuk!" Pelukannya lebih erat lagi

Mobil berjalan menjahui gedung tinggi itu. Kami keluar dengan diam. Walaupun detak jantung masih belum reda sepenuhnya. Suasana mobil jadi canggung.

Gue beinisiatif menggenggam tangan Teh Dina. Keraguan yang dia rasa membuat moodnya turun. Genggaman tangan gue disambutnya dengan hangat, ditambah bibirnya tersenyum manis lalu menyandarkan kepalanya di bahu gue.

"Langsung arahin ke tol aja A, anter teteh ke tempat kemarin"

"Siapp bu" canda gue belagak seperti supir, tak pula sedikit membungkuk

"Haha kamu mah" tawa Teh Dina riang

Gue pun senyum senang merasakan tanda-tanda moodnya berangsur membaik.

Akhirnya pejalanan ini ga membosankan. Memang ga ada gerakkan-gerakkan yang memicu birahi kembali naik, tapi kedekatan yang kami rasa cukup menghangatkan suasana. sementara birahi terjaga yang lambat laun tak ingin turun.

Kami lebih banyak membicarakan masa lalu kami. Kenakalan masa remaja dan hal-hal konyol sewaktu muda. Tawa kami pun pecah, suasana jadi lebih cair. Perjalanan pun tak terasa, ditunjang dengan lalu lintas lancar tanpa hambatan.
Mobil masuk ke area parkir. Gesit Teh Dina mengarahkan kemana dan dimana gue harus memarkirkan kendaraannya.

15 menit kemudian kami sudah berada dalam satu ruangan. Kamar besar dengan balkon dibalik jendela. Jam sudah hampir menyentuh angka 3 dinihari. Masih ada sisa-sisa tawa dan bahagia, juga rasa yang tumbuh dengan manja.

.....to be contricott
 
Keren ini ceritanya, bikin penasaran ini Teh Dina. Jago bener Teh Dina
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd