Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG SERI PETUALANGAN SURADI

Banyak yg menduga Ugi ujug2 mak bedunduk jadi konglomerat.

Lhah jebule matek..

Mantap

Lanjuut Om
 
HATI SEORANG TEMAN LAMA

1

Ada yang tak disangka. Acara sosialisasi mengenai peraturan perundangan tentang jasa konsultasi dan proyek-proyek pemerintah itu berlangsung dengan sangat membosankan. Suradi nyaris mati bosan karenanya. Namun seorang perempuan setengah baya yang mengenakan blazer dan rok pendek warna abu, menjawil sikutnya dan memanggil namanya.
"Apa kabar, Sur?" Tanyanya ketika coffee break yang pertama hampir berakhir.
"Baik." Jawab Suradi. Matanya menatap perempuan itu dan kepalanya mencari-cari identitas perempuan itu di otaknya.
"Kau sudah lupa sama aku." Katanya.
"Tidak..." Suradi sedikit gelagapan.
"Kau tidak perlu terlalu bersikap sopan, aku... " Katanya.
"Tunggu... mBak Dewi kan?"

Dia tertawa pelan.
"Apakah aku sudah tampak segitu tuanya sehingga kamu nyaris tidak ingat." Kata Dewi.
"Bukan, bukan." Kata Suradi. "Justru mbak Dewi yang terlihat 15 tahun lebih muda yang membuat saya pangling."
"Ah, kamu bisa saja."
"Masih bekerja di PT Semprot, mbak?"
"Sudah lama ke luar, aku bikin perusahaan sendiri."
"Waw, bagus itu."
"Kamu sendiri gimana? Masih di PT Ngecrot?"
"Aku juga sudah lama ke luar, bikin perusahaan sendiri juga. Kecil-kecilan."
"Sama dong." Katanya. "Entar sore ada acara enggak? Main dong ke Kafe aku."
"Hm, entahlah, mbak. Aku sedang agak malas nih."
"Eh, sama juga." Katanya. "Kamu mau masuk ke dalam enggak? nerusin acara?"
"Males juga. Acaranya membosankan yah?"
"Kita ke resto yuk?"
"Ada yang freesmoking enggak?"
"Kayaknya sih enggak ada. Udah, kita ke kafe aja sekarang. Bagaimana?"
"Boleh, juga."
"Kamu bawa mobil kan?"
"Ya."
"Kasiin kuncinya ke Mira, biar dia yang bawa. Kamu ikut aku." Kata Dewi.
"Boleh."

Dewi menelpon Mira agar datang ke Lobby.

Seorang gadis manis berusia sekitar 25 turun dari sedan putih di depan lobby, mendekati Dewi dan Suradi.
"Mobilnya apa Sur?"
"Saya bawa pick up."
"Mir, bisa bawa pick up enggak?"
"Bisa, Bu." Jawab Mira, sudut matanya mencuri pandang Suradi.
"Baik, nih kuncinya. Kamu nyusul ke kafe ya? Aku duluan sama Pak Suradi."
"Baik, Bu."
 
2

"Aku selalu ingat kejadian itu, Sur." Katanya dengan nada riang di belakang stir. "Yang kita lakukan dulu sepertinya sebuah kesalahan... ternyata hari ini kita punya perusahaan sendiri."
"Mbak langsung dipecat?"
"Ya, dan diceraikan."
"O ow."
"Itu ada mungkin 15 tahun yang lalu ya?" Katanya. "Waktu itu aku masih sangat berapi-api, wuih, enak bener kontolmu Sur."

Suradi tertawa.
"Aku hanya menjalankan tugas untuk sekretaris direktur." Kata Suradi.

Dewi tertawa terkekeh-kekeh.
"Satu jam memekku kamu hajar sampai ambyar." Katanya. "Aku tidak tahu kekuatanmu sekarang, apa masih sanggup satu jam?"
"Jadi kita ke kafe sekarang mau ngentot?" Tanya Suradi. "Aku lagi males, nih."
"Kalau kau mau, ayo. Kalau tidak ya ngobrol aja. Kadang aku kangen sama kamu."
"Ngobrol aja deh."
"Kita lihat saja nanti." Katanya dengan genit.

Mobil memasuki daerah Arcamanik, setelah berkelak-kelok, ada sebuah kafe yang sekilas kelihatannya sederhana dan kecil. Tapi setelah masuk ke dalamnya, ternyata luas, mewah dan terasa eksklusif.
"Min, VIP lantai 2 ada yang kosong enggak?" Tanya Dewi kepada resepsionis laki-laki.
"Isi, Bu. Paling lantai 3 ruang 4."
"Oke. Ga pa pa lantai 3 saja. Suruh Sinta ke atas kirim makan siang barbekyu daging kambing muda, ya."
"Siap, Bu."
"Ayo, Sur. Jangan malu-malu."
"Ayo. Siapa takut?"
 
Kematian Ugi begitu tragis hu, dan terasa sedikit.dipaksakan.
Sayang endingnya seperri itu.
Secara keseluruhan sih ceritanya sangatlah bagus, natural dan ngalir dengan sempurna.
Mudah²an cerita tentang Suradi bisa makin bagus.
Semangat gan.
 
Kematian Ugi begitu tragis hu, dan terasa sedikit.dipaksakan.
Sayang endingnya seperri itu.
Secara keseluruhan sih ceritanya sangatlah bagus, natural dan ngalir dengan sempurna.
Mudah²an cerita tentang Suradi bisa makin bagus.
Semangat gan.

Memang hu. Terasa ada yang dipangkas dan dikurangi kan? Thanks.
 
Bimabet
3

Ruang 4 VIP lantai 3 luasnya sekitar 7 X 7 meter. Dinding kanan dan depan terbuat dari kaca tempered dengan ornamen garis yang jarang, sehingga pemandangan jalan dan rumah-rumah di luar tampak jelas. Di dinding belakang ada layar ukuran 2 X 4 meter, bisa digunakan untuk nonton bareng siaran langsung atau film yang dibawa customer, atau film yang sudah disediakan oleh kafe, baik film yang terdapat di galeri stok atau yang dipesan beberapa jam sebelumnya. Meskipu sistem akustiknya baik, tapi ruangan ini tidak bisa digunakan untuk karaoke kecuali dipesan 1 minggu sebelumnya dengan minimal penggunaan 6 jam, maksimal 3 hari. Dengan konsep duduk lesehan ala Jepang, ruangan ini bisa menampung 10 orang kongkow-kongkow sampai lupa waktu.

Sambil menikmati makanan pembuka, Dewi menjelaskan konsep kafenya yang eksklusif di lantai dua dan tiga. Sementara di lantai satu, konsepnya seperti warung padang yang pelanggannya bisa datang rombongan, pasangan atau perseorangan.

"Keren." Kata Suradi. "Terus, usaha cateringmu gimana?"
"Justru itu yang menjadi tulang punggung kafe ini, Sur." Kata Dewi. "Catering ada di belakang. Selain memenuhi pesanan kafe, katering aku juga memenuhi pesanan perseorangan, swasta dan pemerintah."
"Mantap, mBak."
"Kamu sendiri gimana?"
"Aku? Yah, begitulah. Jadi pemborong kecil-kecilan. Lumayan, enggak jelek-jelek amat."

Telpon berdering.
"Sori Sur sebentar." Kata Dewi, dia menempelkan telpon di telinganya.
"Iya, Sis. Aku lagi di kafe... bisa... sore ini? Waduh kamu itu... i ya.. nanti aku usahain... ya udah ke sini aja... aku lagi sama temen, kongkow biasa... enggak..." Dewi menoleh ke arah Suradi. "Ga pa pa kan Sur ada temenku yang mau ikut gabung?"

Suradi tersenyum. Mengangkat bahu.
"Ya, udah aku tunggu. Tapi maksi kamu bayar sendiri ya... sama siapa? Boleh... enggak masalah... oke babay..."

"Itu Siska sama Lani, temen sekaligus relasi, kamu enggak akan terganggu kan?"
"Mbak yang ngundang, aku ke sini buat makan siang gratisan." Kata Suradi dengan tawa kecil di ujungnya. "Siapa tahu juga bisa jadi relasi aku."

Karena mengharapkan ada tambahan orang yang akan bergabung, Dewi menelpon Parmin untuk menghidangkan makanan utama diperlambat 15 menit.

Tidak terlalu lama Siska dan Lani datang. Seorang petugas kafe mengetuk pintu terlebih dahulu dan mempersilakan Siska dan Lani masuk. Mereka melepas sepatu dan meletakkannya di rak yang telah disediakan di pinggir pintu.

Siska dan Lani, keduanya berkulit putih khas keturunan. Rambut mereka lurus panjang jatuh di bahu. Siska lebih pendek dari Lani, wajahnya bulat telur dengan hidung yang mancung. Sedangkan Lani yang lebih tinggi memiliki wajah oval dan mata lebih sipit. Di rambutnya terselip jepit warna merah.

Setelah cipika cipiki, Dewi memperkenal Suradi kepada mereka.
"Emangnya elo mau bikin kafe baru ngundang bos kontraktor." Kata Siska. Suradi menyengirkan mulutnya ketika Siska menyebutnya bos kontraktor.
"Gila kamu, yang ini juga utangnya belum beres." Kata Dewi.
"Elo yang gila bikin kafe pake ngutang."
"Bodo. Yang penting tiap bulan ada setoran." Dewi tertawa.

Sementara itu Lani memeriksa tasnya dan mengambil sejumlah dokumen dan memeriksanya. Dia kelihatannya lebih pendiam. Atau mungkin lebih sibuk.

"Pesananku gimana kira-kira?" Tanya Siska.
"Aku masih coba nelpon Joko. Dia masih sibuk... nah ini...Ko, kambing guling utuh masih ada enggak? mmm, ya... ya... kalau sekarang dibikin sore bisa siap... ya... baik... baik... sebentar Ko tahan dulu... Sis, kalau telat sejam ga pa pa? Stoknya kosong sih, baru saja habis, gimana?"
"Entar aku telpon dulu... Hans, paling bisa jam 7-an, ga pa pa tuh? Gua udah nyari kemana-mana, cuma ini yang bisa... eh, apaan? itu tugas elo... ga pa pa ya bener? gua mau bookmark sekarang... ya, udah thanks ya... Ga pa pa Wi." Siska menutup telpon.
"Ko, lanjut." Dewi menutup telpon.

"Wi, ga pa pa aku ngerokok?" Kata Suradi.
"Ga pa pa."
"Yang lain?"
"Gua sih oke." Kata Lani tiba-tiba, dia mengeluarkan rokoknya sendiri. Dia langsung menyalakannya,. "Tadi pesen kopi enggak sih... Sis?"
"Pesen. Tapi buat penutup." Kata Siska.
"Nyesel gua, mustinya buat pembuka juga." Kata Lani.
"Lani penggemar kopi ya?" Suradi mencoba ramah.
"Bukan, Mas... gua pecandu." Lani tersenyum.
"Pangil Suradi aja." Kata Suradi.
"Suka kopi juga?" Tanya Lani.
"Engga, saya penggemar." Kata Suradi, mengikuti diksi kalimat Lani.
"Ha ha ha... Radi, elo lucu juga." Kata Lani.

Ketika makanan utama tiba, pembicaraan di antara ke-4 orang itu sudah mencair.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd