31
Ugi tiba di rumahnya pada Sabtu malam sekitar Jam 9. Sepanjang perjalanan, dia mengeluh dan merasa khawatir, jika nanti dia pulang dan rumahnya penuh dengan para pemain kartu, dia kemungkinan akan sulit beristirahat karena berisik.
Namun kekhawatiran Ugi tidak terbukti.
Tiba di depan halaman rumahnya, suasana sepi. Lampu boglam 5 watt berpendar suram di langit-langit teras. Cici langsung membuka pintu dan ke luar rumah begitu mendengar suara motor. Dia memeluk Ugi dengan erat, tapi tangannya bau minyak kelapa. Rupanya Cici sedang mengerok punggung emak yang mengeluh masuk angin.
"Kang, motornya langsung di masukin ke dalam." Kata Cici.
"Entar dulu, mesinnya masih panas. Emak kenapa?" Tanya Ugi kepada emaknya.
"Emak masuk angin, Gi. Udah dua hari badan ini bawaannya terasa enggak enak." Kata Emaknya. Ugi melihat punggung emaknya merah-merah bekas kerokan.
"Mak, Ugi beliin beras 10 kilo sama saos sambal kesukaan emak."
"Kamu enggak usah repot kayak gitu, nyiar-nyiar piatoheun wae (nyari-nyari kegembiraan aja)." kata emak dengan wajah berseri. "Bi Popong dibeliin juga tidak? Dia juga adik emak, kamu harus kasih dia kalau punya rejeki."
"I ya mak, bi Popong dibeliin 5 kg sama saos sambal dan kecap." Kata Ugi. "Ngomong-ngomong koq sepi, Mak? Pada ke mana tuh para pemain kartu?"
Emaknya tertawa kering.
"Salah seorang suami yang main di sini ada yang ngelaporin ke polisi, jadi kita ditegur tidak boleh lagi mengadakan permainan kartu." Kata Emak. "Padahal mah, selama ini tidak pernah ada keributan dan percekcokan. Ini cuma hiburan murah meriah." Katanya sambil mengenakan kaos belelnya yang biasa digunakan untuk tidur.
"Ya, udah, Mak. Enggak apa-apa." Kata Ugi. "Ci, kresek yang warna hitam itu tolong bawa buat Bi Popong." kata Ugi lagi kepada Cici yang baru saja mencuci tangan di kamar mandi.
"I ya, Kang."
"Gi, apa bener kamu sama Cici saling menyukai?"
"Emak tahu dari mana?"
"Cici yang bilang sendiri."
"Oh. I ya mak, bener mak."
"Kamu jangan permainkan perasaan perempuan ya. Jangan plin plan kayak bapak kamu." Kata Emak. "Emak sih setuju-setuju saja kamu sama Cici. Dia itu cantik, Gi. Beda dengan orang kampung sini. Dia juga baik sama emak."
"I ya, Mak."
"Udah, emak mau istirahat dulu. Tadi sudah minum obat, sekarang terasa ngantuk."
"I ya, Mak. Istirahat dulu aja."
Cici datang lewat pintu belakang, dalam keadaan sudah berdandan. Dia tersenyum menatap Ugi.
"Kata Mamah, makasih."
"Sama-sama."
"Sekarang masukin motornya, Kang."
"I ya. Ini juga mau."
Ketika Ugi ke halaman dan mendorong motornya masuk ke dalam, Ceu Lilis terlihat olehnya sedang menyapu teras. Sekilas tampak Ceu Lilis melirik Ugi. Saat itu, Ugi sudah melepaskan jaketnya. Dia mengenakan safari biru tua yang rapi. Diam-diam Ceu Lilis terkesima.