Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY SEXFLU 2030

Dari semua episode yang sudah dipublikasikan, episode mana yang jadi favoritmu?


  • Total voters
    143
Bimabet
Selasa pagi ni sarapan kentang rebuszz......
MAkasih dah apdet lagi suhu...
Mulustrasinya oke punya tuh? Boleh dibisikin pake TOA suhu...
Saya dapat dari Google Search, Hu. Ada di Pinterest juga. Kayanya orang Vietnam/Thai /Korea.
 
Yaahh.... Pokoknya tetep gw tunggu lancrotannya...
Aslik... keren bgt nih story huuu....
 
Enak banget kentang gorengnya , ditunggu kelanjutannya
 
Story 3.3: TPGD



"Kamu pasti pengen tau kan, apa aja yang aku lakuin sama Mas Arif kemarin?"

"Enggak, kok."

"Terus, kok cemberut gitu?"

Pagi ini Galih kembali melakukan video call dengan Kartika, istrinya. Dalam hati, tentu saja ia ingin tahu apa yang telah dilakukan istrinya dengan Arif sesaat setelah ia mematikan teleponnya.

Galih telah menyaksikan sendiri bagaimana Arif menyetubuhi istrinya demi meredakan gejala Sexflu. Saat menyaksikan semua adegan itu, Galih memang merasa cemburu, malu, dan sedih. Namun semua itu terobati ketika melihat Kartika kembali sadar dan bisa berbincang-bincang dengannya. Apalagi ia tahu bahwa semua yang mereka lakukan di video call itu hanyalah sebuah prosedur medis sesuai anjuran pemerintah. Itu bukan perselingkuhan, bukan pula pencabulan.

Namun, apa yang mereka lakukan setelah telepon dimatikan adalah hal yang berbeda. Kartika sudah sepenuhnya sadar saat itu. Ia, tanpa keterpaksaan, meminta izin Galih untuk "memuaskan" Arif, supirnya sendiri. Jiwa cuckold dalam diri Galih mau tak mau jadi bergetar.

"Sayaaang, apa pun yang aku lakukan dengan Mas Arif kemarin, kamu harus tahu bahwa rasa cintaku masih tetap untuk kamu seorang," ucap Kartika sambil tersenyum genit. Ia baru saja selesai berdandan setelah mandi. Galih dapat membayangkan wangi tubuhnya yang sudah lama tak ia hirup.

"Iya, percaya. Udah ga punya utang kan sama dia?" tanya Galih menyelidik.

"Nggak kok. Kemarin kan aku udah berhasil bikin dia keluar," ucap Kartika pelan.

"Banyak?"

"Hah?"

"Banyak keluarnya?"

"Iya… lumayan. Sampe kena muka sama rambut aku. Lengket banget. Makanya tadi aku shampoan lagi nih." Kartika tertawa sambil memainkan rambut panjangnya.

"Oh…."

"Oh?"

"Emangnya kamu blowjob dia? Kok bisa sampe kena rambut?" tanya Galih. Jantungnya berdetak kencang.

"Iya. Abisnya kasian, tegang banget. Sampe keliatan urat-uratnya gitu. Tadinya udah aku kocokin, tapi lama banget nggak keluar-keluar, pegel tanganku," jawab Kartika sambil mencontohkan gerakan tangannya. "Ya udah, aku masukin ke mulut aku ajah."

"Terus?"

"Terus aku emut. Agak takut sih, kan sejak kamu pergi aku udah lama nggak pernah ngisep kontol. Takutnya kena gigi, kan kasihan. Jadinya aku isepnya pelan-pelan aja," ujar Kartika sambil memainkan lidahnya.

"Tapi nggak kena gigi, kan?"

"Nggak. Kayaknya sih enggak. Soalnya dia nggak protes sih."

"Mas Arif sih nggak akan protes. Mana berani? Kamu gigit juga dia diem aja."

Galih tertawa, Kartika tertawa. Suasana absurd yang tak pernah terjadi sepanjang pernikahan mereka maupun ketika dulu berpacaran. Mereka baru sadar bahwa dua orang yang sudah menikah pun tak pernah sepenuhnya saling mengenal. Selalu ada sisi-sisi tersembunyi dalam diri pasangannya yang tak disangka-sangka.

"Udah? Gitu aja? Abis kamu emut kontolnya, terus dia muncrat, terus kena rambut sama muka kamu?" tanya Arif lagi.

"Yaaa, gitu deh," jawab Kartika sambil mengangkat bahunya.

Galih terdiam. Ia menatap istrinya dalam-dalam lewat layar ponsel itu. Tidak, itu tidak semuanya. Ada yang disembunyikan Kartika darinya.

"Yakin cuma gitu? Nggak ada yang di-skip?" tanya Galih sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Hehehe, ada sih," jawab Kartika sambil menjulurkan lidah.

"Apa?"

"Sempat dimasukin juga," jawabnya pelan.

Galih menarik napas, berusaha tidak kaget. Toh ia sudah melihat Kartika dan Arif melakukan hubungan seksual melalui video call, jadi bukan hal yang mengejutkan lagi.

"Lagi?"

"Iya. Tapi dari belakang," lanjut Kartika, "kayanya Arif suka doggy style, pantatku seksi katanya. Tapi dia juga suka wajahku, jadi doggy style-nya di depan cermin rias."

Galih mengepalkan tangannya di bawah meja hingga kuku-kukunya terbenam di dalam telapak tangan. Ia tidak melihat adegan itu.

"Pantat kamu emang seksi, kok. Aku setuju sama Arif," kata Galih sambil berusaha tersenyum.

"Toket aku juga bagus katanya. Dia pegangin terus nih waktu aku lagi WOT di atas dia," tambah Kartika sambil memegang sepasang payudaranya sendiri.

"Hah? Jadi WOT juga?" Galih nyaris menjerit.

"Eh… tadi aku belum bilang, ya?" ucap Kartika, kemudian menggaruk-garuk kepalanya sendiri. "Sori, sori, aku lupa. Kirain aku udah bilang. Iya, iya, abis doggy, aku WOT-in dia. Abis gitu aku klimaks sekali lagi. Terus, nggak lama, dia mau keluar, langsung aku lepas dan aku suruh diarahin ke muka aku. Gituuu."

Galih bersandar di kursi, menarik napas dalam, kemudian memijat-mijat kepalanya sendiri. Ia tidak tahu apakah ini pengaruh virus Sexflu yang ada dalam tubuhnya, ataukah istrinya memang binal sejak awal. Yang ia tahu, dibalik kecemburuan dan kegelisahannya, penisnya kini tegang setegang-tegangnya.

---

Hari-hari berikutnya dihabiskan Galih untuk menimbang-nimbang apakah akan memanggil tenaga medis untuk merawat Kartika. Ia tahu benar bahwa Kartika belum sembuh, virus itu masih bersemayam di dalam dirinya. Pertolongan pertama hanya dapat meringankan gejala, tapi belum tentu tubuhnya sudah cukup kuat untuk melawan dan membuat antibodi. Dalam waktu dekat, gejala itu bisa muncul kembali, mungkin lebih ringan, mungkin lebih berat.

Akhirnya, Galih memutuskan untuk meminta bantuan Arif lagi. Ia menugaskan Arif untuk menyetubuhi istrinya secara rutin demi menjaga libido istrinya tetap stabil. Ia percaya bahwa hal ini bisa meredam kemungkinan timbulnya gejala Sexflu berikutnya. Entah sampai kapan, mungkin sampai tubuh Kartika cukup kuat untuk melawan virus atau sampai para ilmuwan berhasil menemukan vaksin.

Sejak saat itu, Galih memiliki rutinitas baru. Ia duduk di depan meja, di hadapan laptopnya, kemudian melakukan video call dengan Kartika dan Arif. Ia akan membiarkan Arif menyetubuhi istrinya dari belakang, sementara wajah istrinya itu menatap ke arah kamera, melihat ke arahnya. Sambil memandangi wajah istrinya yang mendesah-desah disetubuhi supirnya, Galih akan bermasturbasi. Sering kali di antara mereka berdua terjadi interaksi seolah mereka sedang bercinta secara virtual. Bisa dibilang, bagi Kartika, penis Arif di sana berperan sebagai proxy--sebagai wakil dari kehadiran suaminya yang ia rindukan.

"Yaaaang…. Ah… ah… Aku kangen kamu… Mmh…," desah Kartika.

"Aku juga, Sayang…. ssh…"

Kebiasaan itu berlangsung selama dua minggu. Kadang dua hari sekali, kadang setiap hari. Namun pada hari ini, sesuatu membuat Galih menjadi panik.

Laptop sudah terpasang, sambungan video sudah siap, dan Kartika sudah tiduran di atas kasur sambil menahan gejolak-gejolak birahi di dalam dirinya. Satu-satunya yang kurang adalah Arif. Ia menelepon Arif berkali-kali, tapi supirnya itu tak juga mengangkat. Kartika mencoba ikut mencari, tapi birahinya sudah terlalu tinggi, kakinya terlalu lemas untuk menuruni anak tangga ke lantai dasar.

Galih kemudian menelepon Mbak Iyem, memintanya untuk mencari Arif di seluruh sudut rumah, termasuk di garasi, di kamar tidurnya, di dapur, bahkan di warung sebelah yang tutup. Namun laporan dari Mbak Iyem membuatnya terkejut. Arif menghilang, begitu juga dengan mobilnya.

Sementara itu, Kartika sudah mendesah-desah di atas tempat tidur. Vaginanya banjir, keringatnya mengucur, napasnya sesak. Galih menyaksikan semua itu dari layar laptopnya.

Galih mencoba memanggil-manggil istrinya itu, tapi Kartika tak merespons. Kesadarannya sedang tak berada di tubuhnya. Ia berada dalam kondisi ekstatik yang beririsan dengan sakaratul maut. Menyaksikan itu, tubuh Galih bermandikan keringat dingin.

Dalam kondisi itu, tak ada pilihan lain. Ia segera menelepon hotline 6969, kemudian menjelaskan kondisi istrinya serta alamat tempat tinggalnya. Petugas mendengarkan penjelasan itu dengan seksama, kemudian mengatakan akan mengirim satu tim khusus untuk kondisi gawat darurat.

Benar saja, tak lama kemudian, sebuah tim khusus yang terdiri dari lima orang pria berpakaian APD lengkap tiba di rumah Kartika. Setelah melakukan pemeriksaan singkat, mereka memastikan bahwa Kartika benar terjangkit Sexflu dan saat ini kondisinya sangat fatal.

Galih dapat menyaksikan semua itu lewat kamera ponsel yang dibiarkan menyala. Pada bagian belakang pakaian tim medis itu, terdapat tulisan cetak berwarna merah: TPGD (Tim Penetrasi Gawat Darurat) 6969. APD yang mereka kenakan memiliki desain yang unik, yaitu adanya lubang pada bagian selangkangan yang dapat dibuka dengan mudah dan cepat.



Seorang anggota tim segera mengeluarkan penisnya. Ia mengoleskan sebuah cairan pada penis itu dan membuatnya tegang seketika. Kemudian, tanpa membuang waktu, ia segera memasukkan penisnya ke vagina Kartika. Tetap dalam balutan APD dan masker, anggota tim itu menggenjot Kartika dengan gerakan yang cepat dan terlatih. Tak lama kemudian, ia melepaskan penisnya dan turun dari kasur. Seorang anggota tim lainnya pun melakukan hal yang sama.

Kartika disetubuhi secara bergilir oleh empat orang anggota TPGD, sementara satu anggota lainnya sibuk mengukur denyut jantung dan nadi Kartika. Kartika tampak mendesah dan menjerit, tapi tak juga berhasil mencapai klimaksnya. Hal itu terjadi terus menerus selama kurang lebih satu jam.

Pada satu titik, seorang anggota tim mendekat ke arah kamera, kemudian mematikan handphone itu. Seketika itu juga, layar laptop Galih menjadi gelap. Galih bersandar di kursi, berusaha menahan tangisnya.

---

"Maaf, Bapak Galih. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan istri Bapak, tapi kondisi beliau sudah terlalu parah untuk diberi pertolongan. Kami sebagai manusia hanya bisa berusaha, Pak, Tuhan-lah yang menentukan. Mari kita doakan agar arwah istri Bapak mendapat tempat terbaik di sisi Yang Maha Kuasa."

Itulah kalimat terakhir yang diucapkan Ketua Tim Penetrasi Gawat Darurat kepadanya lewat sambungan telepon. Galih tak bisa berkata apa-apa. Ia segera menutup telepon dan menyendiri di kamar wismanya. Istrinya akan segera dimakamkan dengan prosedur khusus di pemakaman umum dan ia sama sekali tak dapat melihat wajahnya untuk terakhir kali.

Esoknya, Galih mendapat kabar bahwa Mas Arif, supirnya, ditemukan dalam kondisi tak bernyawa di pinggir jalan di dekat kompleks perumahan. Menurut pemeriksaan medis, Arif positif terkena Sexflu sebelum ia meninggal. Tampaknya, Arif telah mengalami gejala Sexflu yang cukup fatal, tapi ia merasa sungkan untuk meminta pertolongan lebih dulu kepada Kartika. Ketakutan, ia mengendarai mobil ke tempat yang sepi dan berusaha bermasturbasi di sana. Sayangnya, nyawanya tak tertolong.

Kasus kematian Arif ini sempat ramai diberitakan media massa. LSM dan politisi mengkritik pemerintah atas kurangnya sosialisasi dan edukasi mengenai penanganan darurat Sexflu. Andai saja sosialisasi dan edukasi berjalan baik, tentu orang yang merasakan gejala Sexflu seperti Arif akan langsung menghubungi hotline 6969 dan mendapat pertolongan dari TPGD, bukannya menyendiri dan meninggal begitu saja.

Galih tidak mau terlibat perdebatan itu. Yang ia tahu, ia sudah tak ada keinginan untuk pulang sekarang. Rupanya, wabah Sexflu ini telah menjadi lebih buruk dari yang ia bayangkan.

===
Suhu mohon izinkan saya jadi tim TPGD:ampun: :ampun::ampun:
 
Bimabet

Teaser

“Jangan ngenyot puting mulu! Bantuin gue, Ran,” pinta Dino.

Randi melepaskan bibirnya dari puting kanan Ayu yang sangat tegang, kemudian ikut membantu Dino menarik celana Ayu.

“Anjir, ****** banget kita. Merosotin celana cewek aja mesti dua orang,” gumam Randi.

Nantikan bagian selanjutnya......
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd