Justthedouche
Semprot Baru
- Daftar
- 13 May 2017
- Post
- 27
- Like diterima
- 19
Lyana jaman SMA
Lyana ketika wisuda
Lyana sekarang
"Aaaah, kamu apain sih ini Han?" desah Lyana. Seperti baru pertama kali merasakan kenikmatan seperti ini.
"Enak ngga Na?" tanyaku, sembari terus menggerakkan jariku di vaginanya.
"Enak" jawab Lyana sambil terpejam.
"Kalau sakit bilang ya" ucapku.
Kutatap wajah wanita di depanku ini. Wajahnya seperti kebingungan, antara menikmati, dan bingung dengan apa yang terjadi. Maklum baru pertama kalinya, setidaknya itulah yang aku tangkap. Perlahan dia mulai membuka matanya, menatap nanar ke arahku. Aku tahu pandangan itu, pandangan penuh nafsu. Diapun menggerakkan kepalanya ke arah wajahku, menempelkan bibirnya ke bibirku, dan aku mulai merasakan gerakan lidahnya mencoba meraih lidahku. Kami pun berciuman dengan panasnya, sambil tanganku terus bergerak di vaginanya. Kali ini tidak cuma tanganku yang bergerak, paha Lyana pun mulai bergerak menjepit tanganku, semakin lama makin erat, seakan ingin tanganku berada disana selamanya.
Aku mulai melepas ciuman di bibirnya, kemudian tersenyum kepadanya. Dia seperti tidak rela dan langsung berusaha menciumku lagi. Aku mengelak sambil kembali tersenyum. Kemudian aku arahkan wajahku ke dadanya, ku kecup sekitar payudaranya sambil perlahan ku arahkan ciumanku menuju ke pentilnya.
"Aaaah" desah Lyana.
Kulanjutkan ciumanku sambil ku jilat pentilnya, kadang sambil aku gigit pelan. Tangan kiriku yang sudah daritadi meremas payudara satunya juga mulai memainkan bagian pentil sambil sekali-sekali mencubit pelan. Gerakan Lyana pun makin tak terkontrol, pahanya makin erat menjepitku. Namun sepertinya dia berusaha menahan desahannya, entah kenapa, sepertinya karena pertama kalinya dia melakukan ini denganku, atau malah pertama kalinya dengan laki-laki, entahlah, saat ini pikiranku terlalu dipenuhi birahi untuk memikirkannya.
Setelah cukup lama aku memainkan payudaranya, aku mulai mengarahkan ciumanku ke arah bagian bawah tubuhnya. Tanganku yang mulai terasa pegal setelah memainkan kemaluannya cukup lama aku lepaskan. Ciumanku mulai bergerak di sekitar pahanya. celana dalam yg masih dia pakai aku biarkan saja, agar dia tidak merasa aku memaksanya. Perlahan aku mulai mencium vaginanya. Sepertinya dia jarang atau belum pernah memotong rambut kemaluannya. Tidak terlalu panjang sebenarnya, namun cukup berantakan. Mungkin karena belum pernah ada laki-laki yang bermain di daerah kemaluannya. Dari pengalamanku, mantanku dulu selalu rajin merapikan rambut kemaluannya sejak sudah dijamah laki-laki.
Tubuhnya bergetar saat aku menciumi vaginanya. Bahkan, kepalaku dijepinya dengan pahanya. Aku terus menciuminya perlahan-lahan sambil sekali-sekali menjilatnya. Aku memberi sedikit waktu agar dia terbiasa sebelum aku bergerak lebih jauh lagi. Setelah beberapa saat, aku merasa sudah saatnya bergerak lebih jauh di vagina perawan ini. Baru saja aku ulurkan lidahku masuk ke lubang kenikmatannya, tiba-tiba tubuh Lyana bergetar hebat, pahanya menjepit kepalaku kencang sekali. Dan terdengar desahan pajang yang agak ditahan. Ternyata Lyana sudah mencapai orgasmenya.
Akupun kembali rebahan di sebelahnya, kutatap wajahnya yang masih terpejam menikmati orgasmenya. Aku tidak mau memaksanya langsung malanjutkan. Akhirnya dia mulai membuka matanya dan melihatku. Kemudian memiringkan badannya ke arahku, sehingga kini dia bersandar di dadaku. Kami pun terdiam beberapa lama. Biasanya pada saat-saat seperti ini aku akan mengajak berbicara hal lain untuk menghindari suasana canggung. Namun entah kenapa tiba-tiba kalimat yang keluar dari mulutku malah "Lo udah pernah kaya gini belom sebelumnya?"
Aku sudah membayangkan skenario terburuk, dimana dia malas untuk membicarakan hal seperti ini, dan akan kesal kepadaku. Untungnya dia langsung menjawab dengan nada bersahabat. "Belom, cuma kissing sama pegang dada doang sih di mobil"
"Gue pacaran cuma sebentar doang kan kemaren, setengah tahunan, lagian juga di Jakarta kalo pacaran cuma makan, nonton gitu kan. Untung sih, cob kalo pas di Bandung dulu gue pacaran, mungkin bakal jauh lebih macem-macem, soalnya disana kebanyakan ngekos kan" lanjut Lyana.
"Oh iya juga sih." jawabku. "wah beneran polos nih anak, mantannya juga" gumamku dalam hati. Kalau aku sih pasti sudah check in di hotel terus.
"Eh lo dulu kuliah beneran kaga ada cowo ama sekali?" tanyaku.
"Ngga haha, ada sih beberapa yang deketin, cuma ya kurang cocok aja guenya." jawab Lyana.
"Asik deh banyak yang deketin, beda ya cewe di kampus teknik, banyak mangsanya haha" Sahutku seadanya.
"Ngga banyak juga yaaa, dikit kok dikiit, jelek gini. Banyak soalnya yang cantik disana mah" sahut Lyana membela diri.
"Dih, merendah kan, cantik tau" jawabku sambil membelai rambutnya.
Lyana menengadah ke arahku, sambil tersenyum canggung. Aku pun membalas tatapanny sambil tersenyum canggung juga. Kemudian aku kecup dahinya. Entah kenapa kali ini aku tidak bisa menahan lagi nafsuku. Aku bangkit dan mulai mencium bibir Lyana sambil merebahkan tubuhnya sehingga sekarang posisiku ada di atas, menindih tubuhnya. Kamipun berciuman cukup panas. Sambil berciuman, tanganku bergerak aktif di payudaranya. Lyana tidak berkata apapun, namun desahannya terdengar makin aktif, sepertinya dia tidak menahannya lagi. Pelan-pelan, aku raih tangannya, kemudian aku arahkan ke penisku. Aku bantu tangannya mengocok penisku. Sepertinya dia agak kaget, namun tetap mengikuti instruksiku tanpa protes. Setelah berada di posisi itu selama beberapa menit, aku merebahkan tubuhku sambil aku tarik tubuhnya, sehingga dia berada di atasku. Aku arahkan penisku supaya berada tepat di vagina dia yang masih tertutup celana dalam.
Aku tidak berencana untuk memasukkan penisku, hanya menggesekannya saja di vagina dia. Kamipun bergumul dengan hebatnya. aku mengarahkan penisku agar bisa menyentuh vagina Lyana yang masih memakai celana dalam. Saat akhirnya penis dan vaginaku bersentuhan, gerakan Lyana semakin tidak teratur, ciumannya pun semakin panas. Cukup lama kami dalam posisi itu, sampai Lyana pun akhirnya bergetar hebat kemudian ambruk di dadaku sambil memejamkan mata. Dia telah mendapatkan orgasmenya yang kedua.
Aku yang masih tanggung hanya diam melihatnya. Kemudian dia melihatku sambil berkata "masih gede tuh". Aku hanya mengangguk. Kemudian aku memberanikan diri untuk bertanya "Na, mau bantuin ngga?". Lyana hanya mengangguk. Aku pun kembali menciumnya. Setelah berciuman beberapa lama, aku memegang rambutnya sambil setengah menjambak, kemudian mengarahkan ke penisku tanpa berkata apa-apa. Lyana hanya menurut saja. Aku arahkan mulutnya ke penisku, diapun langsung memasukkan ke mulutnya. Karena dia tidak pernah melakukan itu sebelumnya, dia hanya diam saja. Akhirnya aku gerakkan kepalanya naik turun penisku. Tidak butuh waktu lama, akhirnya aku merasakan spermaku sudah ingin keluar. Sebelumnya aku lepaskan mulut Lyana, karena aku merasa tidak enak bila keluar di mulutnya. Nikmat sekali rasanya, apalagi aku sudah lama tidak merasakan mulut wanita.
Lyana hanya menatapku. Aku melihat ada perasaan puas di wajahnya. Mungkin dia senang bisa membuatku orgasme. Aku pun segera membersihkan sisa-sisa spermaku karena takut Lyana jijik. Setelah itu Lyana merebahkan diri di sampingku, terlihat kelelahan. Aku kecup pipinya, dia hanya tersenyum sambil memejamkan matanya. Tak lama kemudian dia pun tertidur. Aku memandang wajahnya, masih tidak percaya bisa melakukan hal ini bersama Lyana, walaupun tidak sampai melakukan hubungan seksual.
Wanita yang sedang tidur di depanku ini bernama Lyana Harum Paramitha. Tidak terlalu cantik sebenarnya, mungkin karena dia tidak memperhatikan penampilan. Saat ini dia bekerja Engineer di salah satu perusahaan BUMN terbaik. Gampang saja dia mendapat pekerjaan itu, maklum lulusan salah satu kampus terbaik di negeri ini. Dan tentunya orangnya pintar dan wawasannya luas sekali. Tapi entah kenapa jarang aku tau ada laki-laki yang dekat dengannya. Dari yang aku ketahui, dia pacaran hanya dua kali, ketika SMP dan setelah kerja, itupun hanya beberapa bulan. Mungkin karena dia tipe orang yang introvert sehingga agak sulit untuk dekat dengan dia.
Aku mengenalnya sejak SMA. Kami sama-sama sekolah di SMA favorit di bilangan Jakarta Selatan. Saat SMA hampir setiap hari kami chatting via YM, berbicara banyak hal, entah film, buku, atau musik. Kita memiliki selera yang hampir sama. Namun saat itu aku menganggap Lyana sebagai teman saja, karena aku sedang menyukai wanita yang bernama Fira yang akhirnya menjadi pacarku selama 4 tahun. Jadi aku tidak bertindak lebih jauh, hanya sekedar berbicara via YM saja. Sampai akhirnya ketika kuliah kitapun berpisah, aku diterima di kampus negeri favorit di Jogja jurusan teknik sipil. Sedangkan Lyana diterima di kampus teknik negeri impiannya di Bandung, jurusan tervaforit pula.
Aku merasa Lyana menyukaiku sejak SMA, walaupun tidak yakin juga. Tetapi seingatku dia selalu mengalihkan pembicaraan setiap aku curhat tentang Fira. Dan dia sangat mengurangi intensitas online YM setelah aku jadian dengan Fira. Menjelang kuliah, hubunganku dengan Lyana sudah sangat berkurang, apalagi aku baru saja jadian dengan Fira. Hingga akhirnya kami sama sekali tidak pernah saling kontak, kecuali beberapa pembicaraan tidak terlalu penting di twit**ter dan beberapa ucapan selamat ulang tahun di facebook.
Sebenarnya saat sedang berpacaran dengan Fira, aku sering memperhatikan kicauan Lyana di sosial media. Saat itu aku merasa kangen ngobrol dengan dia. Karena aku merasa ngobrol dengan Lyana dulu saat SMA lebih nyambung dibanding dengan Fira, apalagi setelah berpacaran lama dan merasa bosan. Tapi aku malas menghubungi Lyana. Karena Fira orangnya cemburuan sekali, aku malas membuat masalah saat berpacaran dengan dia.
Aku sudah lupa dengan Lyana sampai ketika 2 bulan lalu, aku ingin mencari informasi di twit**ter yang sudah lama tidak aku buka. Saat sedang scrolling timeline tidak sengaja aku melihat tweet dari Lyana. Aku pun penasaran, karena sudah jarang sekali teman-temanku yang aktif di twit**ter. Saat kubuka profilnya, ternyata dia masih cukup sering ngetweet, walaupun jaraknya beberapa hari sekali. Iseng saja aku retweet tweet terbarunya. Ternyata setelah itu perasaanku mulai gundah, apakah dia akan merespon, atau tidak. Bolak-balik aku mengecek twit**terku disela-sela kerja, sebelum tidur, setelah bangun.
Akhirnya setelah sehari Lyana merespon juga. Dia juga kaget aku masih buka twit**ter. Akhirnya aku minta kontaknya melalui personal message. Dari tweetnya aku lihat dia sedang patah hati, walaupun dia hanya menulisnya secara tersirat, tapi aku dapat menebak. Dan ternyata benar.
Kamipun mulai sering ngobrol lagi, walaupun awalnya agak canggung karena sudah lama tidak berhubungan. Tapi sayangnya, aku tidak mudah untuk bertemu. Karena aku sedang ditugaskan di proyek pembangunan jalan di Jawa Tengah, sedangkan Lyana bekerja di ibukota. Sampai seminggu lalu, dia curhat tentang pekerjaannya yang melelahkan. Akupun iseng mengajaknya untuk main ke Jogja, kebetulan aku punya rumah disana, jadi aku sering ke Jogja kalau weekend, apalagi minggu ini long weekend. Diluar dugaan diapun tertarik, bahkan langsung melihat-lihat harga tiket. Tiket Pada saat weekend apalagi ke daerah wisata seperti Jogja mahal pastinya. Akupun menawarkan untuk tinggal di rumahku saja, sehingga dia cukup keluar uang untuk tiket, akomodasi aku yang tanggung. Walaupun agak menolak awalnya, tapi akhirnya dia mau juga, padahal aku tidak terlalu memaksa.
Seminggu kemudian, disinilah kami. Lyana tidur disampingku, hanya mengenakan celana dalam dan kemeja tidur. Aku tidak menduga akan terjadi seperti ini. Awalnya akibat hujan deras yang melanda Jogja, membuat rencana ke pantai terpaksa di batalkan. Jadilah kami hanya di rumah, menonton film seharian, kebetulan aku punya koleksi film yang ingin kutunjukkan ke Lyana. Makanpun kami malas keluar, akhirnya pesan ojek online. Awalnya posisi kami saat menonton pun duduk agak berjauhan. Namun setelah agak malam, udara makin dingin akibat hujan dan AC. Lyana terlihat semakin kedinginan. Akupun menawarkan selimut "Na, mau selimut?"
"Boleh han" jawab Lyana. Aku segera mengambil selimut di lemari.
"Nih" ucapku sambil melemparkan selimut ke Lyana. Lyana segera memakai selimutnya.
"Lo ngga dingin?" tanya Lyana.
"Biasa aja sih" jawabku yang memang tidak terbiasa memakai selimut. Satu jam kemudian aku pun merasa lumayan kedinginan juga. Lyana melihatku dan manawarkan membagi selimut, karena ukurannya memang cukup lebar "Han, sini sih bareng, gede banget ini selimutnya buat gue sendiri"
"yaudah deh" jawabku. Akupun memasukkan kakiku ke dalam selimut, dan Lyana juga mendekatkan badannya ke arahku. Kami pun melanjutkan menonton film.
"Han, Thanks yak, gue butuh banget nih kaya gini, lagi jenuh banget di kantor" ucap Lyana tiba-tiba saat aku memilih film untuk ditonton selanjutnya.
"Seloow. Eh tapi sayang banget nih ujan gini, jadi kaga berasa liburannya, di rumah doang." jawabku
"gapapa kali, tetep aja suasananya beda, kayanya gue jenuhnya sama kehidupan di Jakartanya deh haha, buktinya ini gue cuma gini doang aja tetep seneng banget rasanya, mood gue balik lagi" kata Lyana. Akupun hanya tersenyum sambil mengarahkan tanganku ke arah pundaknya dengan masuk menepuk-nepuk, karena aku bingung memilih kata. Namun ternyata Lyana mengira aku ingin merangkulnya, dia langsung menyandarkan kepalanya di bahuku. Aku sebenarnya kaget, namun senang juga. "Lumayan lah, one step closer" gumamku dalam hati. Maklum laki-laki, pikiran kotor sudah mulai memasuki otakku, walaupun aku tidak berencana berbuat apa-apa sebenarnya.
Tidak sampai 30 menit kemudian kami sudah bercumbu di sofa tempat kami menonton sebelumnya. Aku lupa bagaimana awalnya bisa terjadi, sepertinya aku hanya iseng mengomentari rambutnya yang wangi, kemudian iseng mencium rambutnya. Kemudian dia menyandarkan kepalanya di pahaku karena pegal dengan posisi sebelumnya. Saat itulah aku tidak tahan lagi, aku cium pipinya berkali-kali sambil dia menonton film sampai akhirnya dia memindahkan pandangannya dari tv ke arah wajahku, dan aku pun mencium bibirnya. Aku tak menyangka dia mau, karena saat aku pertama melihatnya setelah sekian lama kemarin, Lyana menggunakan jilbab, sepertinya dia mulai berjilbab saat lulus kuliah. Jujur aku lebih suka saat tidak berjilbab, karena rambutnya cukup bagus. Namun ternyata ketika di rumahku, dia tidak memakai jilbabnya lagi, sepertinya dia bukan yang terlalu ketat menaati peraturan agama. Saat itulah aku berfikir, aku mempunyai peluang untuk dapat bercinta dengannya weekend ini.
Terakhir diubah: