Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siapa yang Tahan (TAMAT)

Post 6

Alvira side story lanjutan.


Setelah seks pagi bersama papa, aku jadi semakin gembira. Entah kenapa seperti itu akupun tak tahu. Mungkin saja karena kehausanku akan kenikmatan bersetubuh mulai terpuaskan. Bisa saja seperti itu, apalagi pagi tadi aku berhasil mengalami beberapa kali orgasme.

Meski aku merasa bahagia dengan hubunganku bersama papa tapi aku melihat gelagat aneh pada adikku. Aku mulai merasa kalau Aldi mulai curiga pada kelakuanku. Terlebih lagi tadi pagi dia melihatku keluar dari dalam kamar papa. Aku yakin dalam pikirannya sudah ada dugaan kalau aku ada main sama papa. Meski begitu aku tetap berusaha tenang dan bertingkah seperti biasanya, seakan tak ada apa-apa.

Pukul 9 pagi kami berkumpul di meja makan. Seperti biasa kalau hari minggu dan papa ada di rumah, kami sekeluarga pasti makan bersama. Meski dengan lauk seadanya sekalipun tetaplah kebersamaan yang utama. Saat itu mama duduk di depan Aldi, sedangkan papa duduk di seberang tempatku. Keadaan masih biasa saja, sama seperti hari-hari yang lainnya.

“Mah.. abis ini aku mau ke mall dulu, ada barang yang mau Vira beli” ucapku minta ijin untuk keluar rumah.

“Iya, pergi aja...” balas mama.

“Kalo ke mall mending bareng papa aja Vir, kebetulan papa ada janji ketemu sama teman papa.. ga jauh kok dari mall tempatnya” ujar papa kemudian.

“Nah, boleh tuh... daripada kamu naik motor mending bareng sama papa aja” mama menyetujui perkataan papa.

“Umm.. yaudah deh pa.. nanti Vira bareng papa aja..” balasku. Aku asik aja sih pergi bareng papa, lumayan daripada kepanasan bawa motor mending naik mobil sama papa.

Setelah itu kamipun makan seperti biasa. Masakan mama sebagai hidangan utama dan buah-buahan sebagai penutupnya. Selesai makan aku dan papa kemudian berangkat menuju mall seperti yang kami bicarakan tadi.

***

Hari minggu itu aku akhirnya kesampaian juga keluar berdua sama papa. Kesempatan itu kami gunakan untuk pergi ke mall berdua. Beberapa kali tangan papa menggamit lenganku dan dadaku menempel lengannya. Mungkin kalau tidak tahu pastilah kami berdua akan dikira om-om yang jalan bareng perempuan simpanannya, padahal kami adalah ayah dan anak kandungnya.

Rencananya aku pergi ke mall untuk membeli pakaian yang aku gunakan sehari-hari, jadi aku sengaja pilih yang murah saja. Papa dengan setia mengikuti langkahku berputar-putar memilih pakaian. Dia dengan sabar dan telaten menemaniku memilih pakaian, beda dengan pacarku yang kalau diajak jalan beli pakaian pasti mengeluh capek. Bahkan papa sempat beberapa kali menyarankan aku untuk membeli beberapa model pakaian. Entah kebetulan atau gimana tapi yang papa pilihkan pasti modelnya seksi dan minim. Ah, kacau deh papa ini, masak anak perempuannya disuruh pake yang gituan sih!? keenakan Aldi dong ntar.

Saat sedang asik memilih baju, tiba-tiba ada seseorang yang aku kenal menyapaku.

“Vira... mau beli baju yah?”

“Eh, kamu Fer.. iya nih, mumpung bisa ke mall” jawabku. Namanya Fery, dia itu mantan pacarku.

“Gimana sayang? Udah dapet pilihannya?” papa mengikutiku dari belakang.

“Eh, kamu jalan sama siapa nih Vir?” tanya Fery berlagak sok jagoan. Mungkin dia kira aku jalan sama om-om yang jadi pacarku sekarang.


“Isshh... kenalin ini papaku”

“Oohh..” muka Fery langsung belingsatan salah tingkah. Dia langsung memasang wajah senyum gak jelas di depan papaku.

“Kenapa ya?” tanya papa balik dengan nada berwibawa.

“I-itu, gapapa Om, kenalin saya temennya Vira..” balas Fery masih salah tingkah.

“Iya, saya papanya Vira..”

“Kalo gitu aku pergi dulu ya Vir.. udah ditunggu sama temen-temen di food court.. mari Om..” Fery yang masih gugup langsung pamit pergi meninggalkan kami berdua.

“Lhoh, dia kenapa Vir? Kok langsung pergi?” tanya papa penasaran.

“Ahh, biarin aja pah.. gak jelas juga anak itu, dia tuh mantan aku dulu pah..”

“Ohh gitu, yaudah.. ayo kita pilih lagi baju kamu.. papa beliin deh..”

“Oce pah... hihihi..”

Kami berdua kini berada di tempat pakaian dalam wanita. Papaku bilang kalau dia mau membelikan aku bra yang baru, katanya sih papa melihat bra yang aku pakai sudah tak bisa lagi menopang payudaraku yang semakin membesar. Memang aku perhatikan bentuk payudaraku semakin hari semakin membengkak, mungkin karena ulahku juga yang sering meremas dan menarik-narik susuku itu. Beberapa kali kulihat puting susuku memang tercetak dengan jelas dan menonjol, padahal aku memakai bra seperti biasanya. Sepertinya itu berarti sudah saatnya memakai bra dengan ukuran yang lebih besar.

Papa sengaja aku minta untuk memilihkan daleman yang sesusai seleranya. Pada akhirnya papa memilih bra yang ukuran cup-nya lumayan besar dengan renda-renda sebagai pinggirannya. Tepat di tengahnya juga ada pita pink sebagai penghias dan pemanis bra warna putih itu. Hanya membayangkan aku memakai bra itu tiba-tiba membuatku jadi horni dan memekku jadi lembab. Aduh, kenapa sih aku sekarang jadi gini?

Setelah memilih bra yang cocok dengan seleranya, papaku kemudian mengajakku menuju tempat celana dalam wanita. Kali ini tanpa perlu waktu lama dia langsung mengambil celana dalam g-string warna biru muda. Aku jadi heran dan kaget dengan pilihannya, masak anak perempuannya dibelikan celana dalam model g-string. Ahh, aku semakin horni membayangkan aku memakai kedua pakaian dalam yang dibelikan papa ini.

Setelah selesai belanja, kami berdua segera menuju ke parkiran mobil. Aku dan papa langsung masuk ke dalamnya karena udara di tempat parkir lumayan panas.

"Huhh.. cape juga yah pah belanja pakaian" ucapku sambil duduk di samping papa menyetir.

"Iya nih Vir.. apalagi tadi papa gak kuat banget pas lagi milih-milih daleman"

"Ihh.. emang ga kuat kenapa pah? Suka aneh aja deh papa ini.. "

"Gak gitu, papa cuma ngebayangin kalo kamu make g-string sama bra yang tadi, hahaa.."

"Ah mulai dah pikiran mesumnya papa..." ucapku sambil menepuk lengan papa sebelah kiri.

“Lhah, bukannya mesumnya papa yang kamu rindukan? Hahaha...”

“Hiihihi.. iya sih pa..”

Kami kemudian keluar dari area parkir mall. Mobil yang dikemudikan papa melaju dengan kecepatan sedang-sedang saja menuju ke arah pinggiran kota. Aku sebenarnya penasaran mau pergi kemana kita ini.

“Kita ke rumahnya temen papa sebentar ya sayang...” sepertinya papa tahu tanda tanya dalam benakku.

“Iya deh pa, gapapa kok..”

“Ntar di sana kamu nurut aja ya sama papa.. pasti seruh loh” ucap papa lagi. Entah apa artinya ‘seru’ itu, yang jelas aku menuruti saja kemana papa mau pergi.

Sekitar satu jam kemudian kami sudah sampai di sebuah komplek perumahan mewah. Papa terus mengarahkannya pada sebuah rumah yang posisinya di ujung jalan perumahan itu. Sepertinya papa hafal sekali daerah sini, pasti dia sering ke sini. Sebentar saja kamu sudah berada di depan rumah mewah berpagar hitam. Pagarnya tinggi dan tertutup, bikin ngeri kalau melihatnya. Entah siapa yang tinggal di dalamnya.

“Bilang Bang Vito yang datang..” ujar papa pada security yang jaga setelah membuka kaca mobil kita.

“Baik pak.. langsung masuk saja, sudah ditunggu” balas bapak security itu kemudian membuka pintu pagar untuk kita.

Kami kemudian masuk, lalu papa memarkir mobil kita di jajaran mobil milik yang punya rumah. Sepertinya pemilik rumah ini kaya banget, mobilnya aja ada 3 dan semuanya termasuk mobil mewah.

“Kita ke belakang, lewat samping aja ya Vir..” ajak papa setelah kami keluar dari mobil.

“Ga nyangka temennya papa ini orang kaya yah?”

“Hehe, nanti pasti kamu tau sendiri” balas papa sambil berjalan menuju bagian belakang rumah. Aku mengikuti langkahnya persis di sampingnya.

Langkah kami mulai masuk di halaman belakang rumah. Seperti layaknya rumah mewah, disitu kulihat ada kolam renang yang lumayan lebar. Namun yang jadi pertanyaan dalam pikrianku itu adalah adanya tiang-tiang yang di pasang di sebuah tanah kosong berumput. Letaknya persis disebelah kolam renang. Aku hanya diam dan tak berani bertanya pada papa.

“Selamat siang...” sapa papa pada seorang wanita yang duduk di sebuah kursi malas.

“Eh, bang Vito... sehat bang?” balas wanita itu sambil berdiri. Aku lihat wanita itu memakai gaun berbahan transparan warna putih tanpa daleman. Gaunnya mirip lingerie gitu, makanya aku bisa lihat dengan jelas kedua payudaranya dan juga memeknya yang ditumbuhi bulu kemaluan yang lebat.

“Sehat.. sendirian aja nih?”

“Iya bang.. tadi sih ada Arfan sama Dita kesini, baru aja pergi..”

“Oh iya kenalin nih.. Alvira..” ucap papa menunjuk padaku, aku hanya bisa tersenyum semanis mungkin.

“Hihihi... barang baru niih?”

“Eit, barang baru stok lama.. hehe.. anak gua nih...”

“Wah.. wah.. gak nyangka Alvira udah dewasa gini, kenalin aku simpanan papa kamu, hihihi... “ ucap wanita itu.

“Ahh.. ngaco aja kamu ini, bukan Vir, jangan percaya dia...” balas papa tak mau ada salah paham.

“Aku Amira, temen papa kamu...” ujar wanita cantik itu kemudian.

Sejenak setelah kami dipersilahkan duduk kuperhatikan wanita yang bernama Amira itu. Wajahnya cantik dengan sorot mata yang tajam. Mungkin dia masih berumur sekitar 30 tahunan. Bentuk tubuhnya bagus banget, lekukan badannya proporsional dengan perut yang rata dan bongkahan pantat yang membusung. Sama seperti kedua payudaranya juga tegak membusung. Ah, jadi kepengen punya body kayak kak Amira itu.

“Eh gimana kabarnya si Arfan? Udah punya anak dia?” tanya papa sambil meneguk minuman yang barusan di sajikan.

“Baek aja bang.. istrinya udah hamil kok, ini tadi Dita juga baru dari dokter... biasa periksa kesehatan bayinya..” balas kak Amira.

“Ohh.. syukurlah kalo gitu..”

“Trus kapan nih Vira punya bayi?” tanya kak Amira menatapku.

“Eh, anu, itu... aku belum punya suami kok kak...” balasku agak kebingungan.

“Hihihi.. makanya minta papa aja biar dibikinin adek bayi”

“Aishh.. ngawur aja kamu Mir.. tapi kalo Vira mau sih gapapa, hahahaha..” ujar papa tertawa geli.

“Eh bang, barangnya udah ada nih.. mau dibawa sekarang?”

“Boleh..”

“Atau kita tes aja dulu gimana?”

“Maksudnya kamu yang mau coba?”

“Ahh, kan ada Vira...” ujar kak Amira melihatku. Dari tadi aku kurang paham apa yang kak Amira dan papa bicarakan.

“Hemm.. yaudah, kita cobain aja dulu...” balas papa dengan sorot mata gembira.

“Oke.. Alvira, kamu ikut kakak yah... ayo sini..”

Tanpa bisa berpikir jauh akupun mengkuti langkah kak Amira. Ternyata kami berdua menuju sebuah tiang yang ada di sebelah kolam renang. Melihat tiang dari besi itu membuatku mulai diserang rasa takut. Entah kenapa aku jadi berpikiran buruk.

“Sini Vir, kamu berdiri di sini..” pinta kak Amira sambil menunjuk posisi membelakangi tiang.

“I-iiya kak..” akupun menuruti perintahnya lalu berdiri rapat membelakangi tiang.

“Ceklekk...!!” aku terkejut saat kedua tanganku ditarik ke belakang kemudian dipasang borgol. Sial, kayaknya beneran bakal terjadi hal buruk nih.

Kak Amira ternyata bukan hanya memasang borgol pada tanganku saja. Dia juga melepaskan baju dan celana panjang yang tadi kupakai. Praktis kini aku berdiri terikat dengan tiang hanya dalam balutan bra dan celana dalam merah muda saja.

“Body anak lu oke juga bang... ga pengen ikut bikin video? Biar ikut aku aja ntar” ucap kak Amira sambil memperhatikan tiap jengkal bagian tubuhku.

“Gampang Mir, tapi terserah dia aja mau apa gak...” balas papa yang mendekati kami.

Papa yang semula cuma melihat saja kini malah ikutan menelanjangi tubuhku. Bra dan celana dalamku sukses dia lepaskan. Tiba-tiba hanya aku saja yang kini telanjang bulat disaksikan oleh papa dan kak Amira.

“Tuh kan bang.. bodynya cakep, wajahnya juga cantik, menjual banget deh pokoknya..” ucap kak Amira lagi, entah apa maksudnya. Masak aku mau dijual sih? yang bener aja.

“Iya dong Mir.. pasti anakku cantik, papanya aja ganteng lho, hehe...”

“Hahaha.. iya deh bang, Mira percaya.. udah siap yah!?”

“Lanjut..”

Kak Amira kemudian pergi meninggalkan aku dan papa. Sebentar kemudian dia sudah membawa sebuah botol kecil mirip botol parfum. Tangannya kemudian tanpa permisi menyibak pangkal pahaku dan juga bibir vaginaku.

“Aaahhhh....” desahku ketika kak Amira menyemprotkan cairan dari botol ke arah vaginaku. Rasanya dingin banget. Setelah itu dia juga menyemprotkannya pada kedua puting susuku.

“Berapa menit Vir?”

“Ga sampe 5 menit bang... tenang aja...”

Kulihat mereka berdua mulai berdiri berhadapan di depanku. Tangan kak Amira dengan pelan mulai melepas baju dan celana papaku. Tak lupa dia juga melepaskan celana dalam boxer yang dipakai papa, seketika itu papa sudah dalam kondisi telanjang bulat. Kak Amira kemudian jongkok di depannya.

“Euummphhh...” mulut kak Amira langsung menuju penis papa lalu mengulumnya dengan rakus. Aku perhatikan cara mengoral penisnya jago banget. Gerakannya cepat tapi terarah. Papaku saja sampai merem keenakan dibuatnya.

Pandangan mataku tertuju pada kak Amira yang tengah mengoral penis papa. Kubayangkan rasanya pasti nikmat banget. Tiba-tiba darahku semakin berdesir dan jantungku berdegub kencang. Sesuatu yang aneh kurasakan mulai menjalar di seputaran puting suuku dan juga celah vaginaku. Seperti ada jari-jari yang mengusap titik-titik sensitif di tubuhku. Semakin lama semakin nikmat. Anjirr, aku mendadak horni banget !!

‘Crrr...crrr....crrrr......’

“Ngghhhh... aahhhhhhhhhh...” aku orgasme nikmat banget.

Tubuhku bergetar hebat dan rasanya badanku menggigil meski tak kedinginan. Sungguh aneh, aku bisa orgasme tanpa ada yang menyentuh tubuhku. Meski aku sudah orgasme tapi getaran itu terus merangsang puting susu dan celah memekku. Rasanya klitorisku bedenyut hebat.

Di depanku, papa dan kak Amira sudah terlibat dalam cumbuan bibir yang hot banget. Keduanya nampak tak segan-segan saling meyentuh dan meraba tubuh satu sama lain. Itu berarti mereka sudah pernah melakukannya sebelumnya. Kak Amira yang kini ikut telanjang bulat mulai mengangkangi tubuh papa yang sudah terbaring di tepi kolam. Jari jemari tangannya yang lentik itu mencoba menahan penis papa dan memasukkan kepalanya menerobos liang senggama kak Amira.

“Aaaahhhhh... aakuuu.. sampeee.....!!”

Bukan kak Amira yang teriak tapi aku yang menjerit dalam kenikmatan saat vaginaku berdenyut kencang karena gelombang orgasme menerpaku lagi. Aneh, sungguh aneh, aku sudah dua kali orgasme tanpa ada yang menyentuh tubuhku.

Aku sudah tak kuat berdiri lagi. Kedua kakiku yang bergetar membuatku hilang keseimbangan . Kini aku terduduk diatas rerumputan di bawahku dengan tangan masih terikat pada tiang besi. Dengan posisi jongkok seperti itu memekku jadi terbuka dan tersentuh rumput-rumput juga. Sebuah sensasi baru kudapati dari kejadian aneh ini.

Tubuhku terasa mulai lemas dan keringat mengucur dengan deras dari beberapa bagian tubuhku. Rambutku yang tadinya tergerai sempurna kini sudah acak-acakan menutupi mukaku yang penuh dengan keringat. Ahh, siapa yang tahan kalu sudah begini.

Plok.. Plokk.. Plokk..Plokk....!!

Suara tumbukan antara bongkahan pantat kak Amira dengan pangkal paha papa terdengar membahana. Suara itu seperti sebuah alunan irama yang penuh dengan kenikmatan bagi yang mendengarnya. Sesaat kemudian kak Amira berhenti lalu berdiri mendekatiku.

“Gimana Vir? Enak kan?”

“Uuummhh.. iya kak...”

“Lanjut yah..”

Kak Amira kembali menyemprotkan cairan dari dalam botol kecil itu pada memek dan puting susuku. Sontak cairan itu membuatku merasa horni lagi. Saking horninya sampai-sampai pinggangku mengayun-ayun kedepan seakan mencari batang penis yang mau menusuk liang senggamaku. Benar-benar udah jadi lonte yang haus kontol aku ini.

Wanita cantik bernama Amira itu kembali pada posisi mendekati papaku. Dia kini menungging dengan mempertontonkan belahan memeknya yang merah merekah seperti kue bolu itu. papa langsung menggenjotnya dengan cepat sampai tubuh kak Amira terlonjak-lonjak terdorong ke depan. Untuk urusan stamina ngentot memang papaku masih jagonya.

Getaran pada puting susuku dan celah vaginaku kembali terasa nikmat. Kali ini aku sudah pasrah saja. Tubuhku kusiapkan untuk menerima gelombang-gelombang orgasme lagi. Tiupan angin pada puting susu dan celah memekku yang terbuka semakin membuat darahku berdesir dan jantungku berdegub kencang. Aku sangat menyukai keadaanku sekarang.

“Ahhh... sampeee..!!” teriakku.

Gak butuh waktu lama hingga akhirnya aku orgasme lagi. Kali ini cairan vaginaku terasa sampai merembes keluar.

“Udah plis kaak.... Vira gak kuat..” aku memohon pada kak Amira dan papa untuk melepaskanku.

“Eenggggmmmhh.. bentar, aahh... nanggung nih Vir..” balas kak Amira yang memeknya masih terus disodok penis keras milik papaku.

“Iya sayang.. aahh.. papa sama kak Amira masih sibuk nih.. aahh...” balas papa juga yang asik menggoyang pinggulnya maju mundur.

“Plisss paa.. Vira mau... aahh...mau..”

“Mau apa??”

“Mau kontol... Vira mauu Kontol paahh...” ucapku tanpa malu. Rengekanku seperti pecun yang mengiba dikontolin majikannya.

“Oke.. tunggu sebenatar ya sayang...” balas papa dengan muka penuh birahi. Aku tahu kak Amira tadi sudah menjerit-jerit karena orgasmenya, tapi dia dan papa masih terus-terusan memacu birahinya.

Aku yang terduduk lesu dengan tangan terikat pada tiang besi hanya bisa melihat kelakuan mereka. Aku tak bisa melepaskan diri dari tiang ini, karena memang tanganku terikat borgol. Lagipula tubuhku serasa lemas tak berdaya. Cuma berdiri saja akupun tak bisa.

“Ahhh... kkeluaaarrrr.... aaaaahhhh...!!” teriakku setelah orgasme kesekian kalinya. Vaginaku rasanya udah capek untuk orgasme. Sudah berkali-kali tubuhku bergetar dan menggelinjang hebat. Kalau begini terus aku bisa kehilangan kesadaran.

Dalam sisa-sisa tenagaku, mataku bisa melihat papa yang mencabut kontolnya dari memek kak Amira. Setelah itu buru-buru dia mendekatiku lalu menyorongkan ujung penisnya masuk ke dalam mulutku. Aku yang mulai hilang kesadaran hanya bisa pasrah menerima semburan demi semburan sperma papa lalu menelannya sebagai ganti air minum.

Setelah itu aku tak tahu lagi apa yang terjadi. Aku hanya bisa merasakan tubuhku tengah digendong papa menuju ke dalam rumah. Rasanya tubuhku hancur berantakan. Lemas tak berdaya seakan semua otot dalam tubuhku menghilang.

End of Alvira side story.

***

Bersambung lagi ya gaess.. ^_^
 
Post 6

Alvira side story lanjutan.


Setelah seks pagi bersama papa, aku jadi semakin gembira. Entah kenapa seperti itu akupun tak tahu. Mungkin saja karena kehausanku akan kenikmatan bersetubuh mulai terpuaskan. Bisa saja seperti itu, apalagi pagi tadi aku berhasil mengalami beberapa kali orgasme.

Meski aku merasa bahagia dengan hubunganku bersama papa tapi aku melihat gelagat aneh pada adikku. Aku mulai merasa kalau Aldi mulai curiga pada kelakuanku. Terlebih lagi tadi pagi dia melihatku keluar dari dalam kamar papa. Aku yakin dalam pikirannya sudah ada dugaan kalau aku ada main sama papa. Meski begitu aku tetap berusaha tenang dan bertingkah seperti biasanya, seakan tak ada apa-apa.

Pukul 9 pagi kami berkumpul di meja makan. Seperti biasa kalau hari minggu dan papa ada di rumah, kami sekeluarga pasti makan bersama. Meski dengan lauk seadanya sekalipun tetaplah kebersamaan yang utama. Saat itu mama duduk di depan Aldi, sedangkan papa duduk di seberang tempatku. Keadaan masih biasa saja, sama seperti hari-hari yang lainnya.

“Mah.. abis ini aku mau ke mall dulu, ada barang yang mau Vira beli” ucapku minta ijin untuk keluar rumah.

“Iya, pergi aja...” balas mama.

“Kalo ke mall mending bareng papa aja Vir, kebetulan papa ada janji ketemu sama teman papa.. ga jauh kok dari mall tempatnya” ujar papa kemudian.

“Nah, boleh tuh... daripada kamu naik motor mending bareng sama papa aja” mama menyetujui perkataan papa.

“Umm.. yaudah deh pa.. nanti Vira bareng papa aja..” balasku. Aku asik aja sih pergi bareng papa, lumayan daripada kepanasan bawa motor mending naik mobil sama papa.

Setelah itu kamipun makan seperti biasa. Masakan mama sebagai hidangan utama dan buah-buahan sebagai penutupnya. Selesai makan aku dan papa kemudian berangkat menuju mall seperti yang kami bicarakan tadi.

***

Hari minggu itu aku akhirnya kesampaian juga keluar berdua sama papa. Kesempatan itu kami gunakan untuk pergi ke mall berdua. Beberapa kali tangan papa menggamit lenganku dan dadaku menempel lengannya. Mungkin kalau tidak tahu pastilah kami berdua akan dikira om-om yang jalan bareng perempuan simpanannya, padahal kami adalah ayah dan anak kandungnya.

Rencananya aku pergi ke mall untuk membeli pakaian yang aku gunakan sehari-hari, jadi aku sengaja pilih yang murah saja. Papa dengan setia mengikuti langkahku berputar-putar memilih pakaian. Dia dengan sabar dan telaten menemaniku memilih pakaian, beda dengan pacarku yang kalau diajak jalan beli pakaian pasti mengeluh capek. Bahkan papa sempat beberapa kali menyarankan aku untuk membeli beberapa model pakaian. Entah kebetulan atau gimana tapi yang papa pilihkan pasti modelnya seksi dan minim. Ah, kacau deh papa ini, masak anak perempuannya disuruh pake yang gituan sih!? keenakan Aldi dong ntar.

Saat sedang asik memilih baju, tiba-tiba ada seseorang yang aku kenal menyapaku.

“Vira... mau beli baju yah?”

“Eh, kamu Fer.. iya nih, mumpung bisa ke mall” jawabku. Namanya Fery, dia itu mantan pacarku.

“Gimana sayang? Udah dapet pilihannya?” papa mengikutiku dari belakang.

“Eh, kamu jalan sama siapa nih Vir?” tanya Fery berlagak sok jagoan. Mungkin dia kira aku jalan sama om-om yang jadi pacarku sekarang.


“Isshh... kenalin ini papaku”

“Oohh..” muka Fery langsung belingsatan salah tingkah. Dia langsung memasang wajah senyum gak jelas di depan papaku.

“Kenapa ya?” tanya papa balik dengan nada berwibawa.

“I-itu, gapapa Om, kenalin saya temennya Vira..” balas Fery masih salah tingkah.

“Iya, saya papanya Vira..”

“Kalo gitu aku pergi dulu ya Vir.. udah ditunggu sama temen-temen di food court.. mari Om..” Fery yang masih gugup langsung pamit pergi meninggalkan kami berdua.

“Lhoh, dia kenapa Vir? Kok langsung pergi?” tanya papa penasaran.

“Ahh, biarin aja pah.. gak jelas juga anak itu, dia tuh mantan aku dulu pah..”

“Ohh gitu, yaudah.. ayo kita pilih lagi baju kamu.. papa beliin deh..”

“Oce pah... hihihi..”

Kami berdua kini berada di tempat pakaian dalam wanita. Papaku bilang kalau dia mau membelikan aku bra yang baru, katanya sih papa melihat bra yang aku pakai sudah tak bisa lagi menopang payudaraku yang semakin membesar. Memang aku perhatikan bentuk payudaraku semakin hari semakin membengkak, mungkin karena ulahku juga yang sering meremas dan menarik-narik susuku itu. Beberapa kali kulihat puting susuku memang tercetak dengan jelas dan menonjol, padahal aku memakai bra seperti biasanya. Sepertinya itu berarti sudah saatnya memakai bra dengan ukuran yang lebih besar.

Papa sengaja aku minta untuk memilihkan daleman yang sesusai seleranya. Pada akhirnya papa memilih bra yang ukuran cup-nya lumayan besar dengan renda-renda sebagai pinggirannya. Tepat di tengahnya juga ada pita pink sebagai penghias dan pemanis bra warna putih itu. Hanya membayangkan aku memakai bra itu tiba-tiba membuatku jadi horni dan memekku jadi lembab. Aduh, kenapa sih aku sekarang jadi gini?

Setelah memilih bra yang cocok dengan seleranya, papaku kemudian mengajakku menuju tempat celana dalam wanita. Kali ini tanpa perlu waktu lama dia langsung mengambil celana dalam g-string warna biru muda. Aku jadi heran dan kaget dengan pilihannya, masak anak perempuannya dibelikan celana dalam model g-string. Ahh, aku semakin horni membayangkan aku memakai kedua pakaian dalam yang dibelikan papa ini.

Setelah selesai belanja, kami berdua segera menuju ke parkiran mobil. Aku dan papa langsung masuk ke dalamnya karena udara di tempat parkir lumayan panas.

"Huhh.. cape juga yah pah belanja pakaian" ucapku sambil duduk di samping papa menyetir.

"Iya nih Vir.. apalagi tadi papa gak kuat banget pas lagi milih-milih daleman"

"Ihh.. emang ga kuat kenapa pah? Suka aneh aja deh papa ini.. "

"Gak gitu, papa cuma ngebayangin kalo kamu make g-string sama bra yang tadi, hahaa.."

"Ah mulai dah pikiran mesumnya papa..." ucapku sambil menepuk lengan papa sebelah kiri.

“Lhah, bukannya mesumnya papa yang kamu rindukan? Hahaha...”

“Hiihihi.. iya sih pa..”

Kami kemudian keluar dari area parkir mall. Mobil yang dikemudikan papa melaju dengan kecepatan sedang-sedang saja menuju ke arah pinggiran kota. Aku sebenarnya penasaran mau pergi kemana kita ini.

“Kita ke rumahnya temen papa sebentar ya sayang...” sepertinya papa tahu tanda tanya dalam benakku.

“Iya deh pa, gapapa kok..”

“Ntar di sana kamu nurut aja ya sama papa.. pasti seruh loh” ucap papa lagi. Entah apa artinya ‘seru’ itu, yang jelas aku menuruti saja kemana papa mau pergi.

Sekitar satu jam kemudian kami sudah sampai di sebuah komplek perumahan mewah. Papa terus mengarahkannya pada sebuah rumah yang posisinya di ujung jalan perumahan itu. Sepertinya papa hafal sekali daerah sini, pasti dia sering ke sini. Sebentar saja kamu sudah berada di depan rumah mewah berpagar hitam. Pagarnya tinggi dan tertutup, bikin ngeri kalau melihatnya. Entah siapa yang tinggal di dalamnya.

“Bilang Bang Vito yang datang..” ujar papa pada security yang jaga setelah membuka kaca mobil kita.

“Baik pak.. langsung masuk saja, sudah ditunggu” balas bapak security itu kemudian membuka pintu pagar untuk kita.

Kami kemudian masuk, lalu papa memarkir mobil kita di jajaran mobil milik yang punya rumah. Sepertinya pemilik rumah ini kaya banget, mobilnya aja ada 3 dan semuanya termasuk mobil mewah.

“Kita ke belakang, lewat samping aja ya Vir..” ajak papa setelah kami keluar dari mobil.

“Ga nyangka temennya papa ini orang kaya yah?”

“Hehe, nanti pasti kamu tau sendiri” balas papa sambil berjalan menuju bagian belakang rumah. Aku mengikuti langkahnya persis di sampingnya.

Langkah kami mulai masuk di halaman belakang rumah. Seperti layaknya rumah mewah, disitu kulihat ada kolam renang yang lumayan lebar. Namun yang jadi pertanyaan dalam pikrianku itu adalah adanya tiang-tiang yang di pasang di sebuah tanah kosong berumput. Letaknya persis disebelah kolam renang. Aku hanya diam dan tak berani bertanya pada papa.

“Selamat siang...” sapa papa pada seorang wanita yang duduk di sebuah kursi malas.

“Eh, bang Vito... sehat bang?” balas wanita itu sambil berdiri. Aku lihat wanita itu memakai gaun berbahan transparan warna putih tanpa daleman. Gaunnya mirip lingerie gitu, makanya aku bisa lihat dengan jelas kedua payudaranya dan juga memeknya yang ditumbuhi bulu kemaluan yang lebat.

“Sehat.. sendirian aja nih?”

“Iya bang.. tadi sih ada Arfan sama Dita kesini, baru aja pergi..”

“Oh iya kenalin nih.. Alvira..” ucap papa menunjuk padaku, aku hanya bisa tersenyum semanis mungkin.

“Hihihi... barang baru niih?”

“Eit, barang baru stok lama.. hehe.. anak gua nih...”

“Wah.. wah.. gak nyangka Alvira udah dewasa gini, kenalin aku simpanan papa kamu, hihihi... “ ucap wanita itu.

“Ahh.. ngaco aja kamu ini, bukan Vir, jangan percaya dia...” balas papa tak mau ada salah paham.

“Aku Amira, temen papa kamu...” ujar wanita cantik itu kemudian.

Sejenak setelah kami dipersilahkan duduk kuperhatikan wanita yang bernama Amira itu. Wajahnya cantik dengan sorot mata yang tajam. Mungkin dia masih berumur sekitar 30 tahunan. Bentuk tubuhnya bagus banget, lekukan badannya proporsional dengan perut yang rata dan bongkahan pantat yang membusung. Sama seperti kedua payudaranya juga tegak membusung. Ah, jadi kepengen punya body kayak kak Amira itu.

“Eh gimana kabarnya si Arfan? Udah punya anak dia?” tanya papa sambil meneguk minuman yang barusan di sajikan.

“Baek aja bang.. istrinya udah hamil kok, ini tadi Dita juga baru dari dokter... biasa periksa kesehatan bayinya..” balas kak Amira.

“Ohh.. syukurlah kalo gitu..”

“Trus kapan nih Vira punya bayi?” tanya kak Amira menatapku.

“Eh, anu, itu... aku belum punya suami kok kak...” balasku agak kebingungan.

“Hihihi.. makanya minta papa aja biar dibikinin adek bayi”

“Aishh.. ngawur aja kamu Mir.. tapi kalo Vira mau sih gapapa, hahahaha..” ujar papa tertawa geli.

“Eh bang, barangnya udah ada nih.. mau dibawa sekarang?”

“Boleh..”

“Atau kita tes aja dulu gimana?”

“Maksudnya kamu yang mau coba?”

“Ahh, kan ada Vira...” ujar kak Amira melihatku. Dari tadi aku kurang paham apa yang kak Amira dan papa bicarakan.

“Hemm.. yaudah, kita cobain aja dulu...” balas papa dengan sorot mata gembira.

“Oke.. Alvira, kamu ikut kakak yah... ayo sini..”

Tanpa bisa berpikir jauh akupun mengkuti langkah kak Amira. Ternyata kami berdua menuju sebuah tiang yang ada di sebelah kolam renang. Melihat tiang dari besi itu membuatku mulai diserang rasa takut. Entah kenapa aku jadi berpikiran buruk.

“Sini Vir, kamu berdiri di sini..” pinta kak Amira sambil menunjuk posisi membelakangi tiang.

“I-iiya kak..” akupun menuruti perintahnya lalu berdiri rapat membelakangi tiang.

“Ceklekk...!!” aku terkejut saat kedua tanganku ditarik ke belakang kemudian dipasang borgol. Sial, kayaknya beneran bakal terjadi hal buruk nih.

Kak Amira ternyata bukan hanya memasang borgol pada tanganku saja. Dia juga melepaskan baju dan celana panjang yang tadi kupakai. Praktis kini aku berdiri terikat dengan tiang hanya dalam balutan bra dan celana dalam merah muda saja.

“Body anak lu oke juga bang... ga pengen ikut bikin video? Biar ikut aku aja ntar” ucap kak Amira sambil memperhatikan tiap jengkal bagian tubuhku.

“Gampang Mir, tapi terserah dia aja mau apa gak...” balas papa yang mendekati kami.

Papa yang semula cuma melihat saja kini malah ikutan menelanjangi tubuhku. Bra dan celana dalamku sukses dia lepaskan. Tiba-tiba hanya aku saja yang kini telanjang bulat disaksikan oleh papa dan kak Amira.

“Tuh kan bang.. bodynya cakep, wajahnya juga cantik, menjual banget deh pokoknya..” ucap kak Amira lagi, entah apa maksudnya. Masak aku mau dijual sih? yang bener aja.

“Iya dong Mir.. pasti anakku cantik, papanya aja ganteng lho, hehe...”

“Hahaha.. iya deh bang, Mira percaya.. udah siap yah!?”

“Lanjut..”

Kak Amira kemudian pergi meninggalkan aku dan papa. Sebentar kemudian dia sudah membawa sebuah botol kecil mirip botol parfum. Tangannya kemudian tanpa permisi menyibak pangkal pahaku dan juga bibir vaginaku.

“Aaahhhh....” desahku ketika kak Amira menyemprotkan cairan dari botol ke arah vaginaku. Rasanya dingin banget. Setelah itu dia juga menyemprotkannya pada kedua puting susuku.

“Berapa menit Vir?”

“Ga sampe 5 menit bang... tenang aja...”

Kulihat mereka berdua mulai berdiri berhadapan di depanku. Tangan kak Amira dengan pelan mulai melepas baju dan celana papaku. Tak lupa dia juga melepaskan celana dalam boxer yang dipakai papa, seketika itu papa sudah dalam kondisi telanjang bulat. Kak Amira kemudian jongkok di depannya.

“Euummphhh...” mulut kak Amira langsung menuju penis papa lalu mengulumnya dengan rakus. Aku perhatikan cara mengoral penisnya jago banget. Gerakannya cepat tapi terarah. Papaku saja sampai merem keenakan dibuatnya.

Pandangan mataku tertuju pada kak Amira yang tengah mengoral penis papa. Kubayangkan rasanya pasti nikmat banget. Tiba-tiba darahku semakin berdesir dan jantungku berdegub kencang. Sesuatu yang aneh kurasakan mulai menjalar di seputaran puting suuku dan juga celah vaginaku. Seperti ada jari-jari yang mengusap titik-titik sensitif di tubuhku. Semakin lama semakin nikmat. Anjirr, aku mendadak horni banget !!

‘Crrr...crrr....crrrr......’

“Ngghhhh... aahhhhhhhhhh...” aku orgasme nikmat banget.

Tubuhku bergetar hebat dan rasanya badanku menggigil meski tak kedinginan. Sungguh aneh, aku bisa orgasme tanpa ada yang menyentuh tubuhku. Meski aku sudah orgasme tapi getaran itu terus merangsang puting susu dan celah memekku. Rasanya klitorisku bedenyut hebat.

Di depanku, papa dan kak Amira sudah terlibat dalam cumbuan bibir yang hot banget. Keduanya nampak tak segan-segan saling meyentuh dan meraba tubuh satu sama lain. Itu berarti mereka sudah pernah melakukannya sebelumnya. Kak Amira yang kini ikut telanjang bulat mulai mengangkangi tubuh papa yang sudah terbaring di tepi kolam. Jari jemari tangannya yang lentik itu mencoba menahan penis papa dan memasukkan kepalanya menerobos liang senggama kak Amira.

“Aaaahhhhh... aakuuu.. sampeee.....!!”

Bukan kak Amira yang teriak tapi aku yang menjerit dalam kenikmatan saat vaginaku berdenyut kencang karena gelombang orgasme menerpaku lagi. Aneh, sungguh aneh, aku sudah dua kali orgasme tanpa ada yang menyentuh tubuhku.

Aku sudah tak kuat berdiri lagi. Kedua kakiku yang bergetar membuatku hilang keseimbangan . Kini aku terduduk diatas rerumputan di bawahku dengan tangan masih terikat pada tiang besi. Dengan posisi jongkok seperti itu memekku jadi terbuka dan tersentuh rumput-rumput juga. Sebuah sensasi baru kudapati dari kejadian aneh ini.

Tubuhku terasa mulai lemas dan keringat mengucur dengan deras dari beberapa bagian tubuhku. Rambutku yang tadinya tergerai sempurna kini sudah acak-acakan menutupi mukaku yang penuh dengan keringat. Ahh, siapa yang tahan kalu sudah begini.

Plok.. Plokk.. Plokk..Plokk....!!

Suara tumbukan antara bongkahan pantat kak Amira dengan pangkal paha papa terdengar membahana. Suara itu seperti sebuah alunan irama yang penuh dengan kenikmatan bagi yang mendengarnya. Sesaat kemudian kak Amira berhenti lalu berdiri mendekatiku.

“Gimana Vir? Enak kan?”

“Uuummhh.. iya kak...”

“Lanjut yah..”

Kak Amira kembali menyemprotkan cairan dari dalam botol kecil itu pada memek dan puting susuku. Sontak cairan itu membuatku merasa horni lagi. Saking horninya sampai-sampai pinggangku mengayun-ayun kedepan seakan mencari batang penis yang mau menusuk liang senggamaku. Benar-benar udah jadi lonte yang haus kontol aku ini.

Wanita cantik bernama Amira itu kembali pada posisi mendekati papaku. Dia kini menungging dengan mempertontonkan belahan memeknya yang merah merekah seperti kue bolu itu. papa langsung menggenjotnya dengan cepat sampai tubuh kak Amira terlonjak-lonjak terdorong ke depan. Untuk urusan stamina ngentot memang papaku masih jagonya.

Getaran pada puting susuku dan celah vaginaku kembali terasa nikmat. Kali ini aku sudah pasrah saja. Tubuhku kusiapkan untuk menerima gelombang-gelombang orgasme lagi. Tiupan angin pada puting susu dan celah memekku yang terbuka semakin membuat darahku berdesir dan jantungku berdegub kencang. Aku sangat menyukai keadaanku sekarang.

“Ahhh... sampeee..!!” teriakku.

Gak butuh waktu lama hingga akhirnya aku orgasme lagi. Kali ini cairan vaginaku terasa sampai merembes keluar.

“Udah plis kaak.... Vira gak kuat..” aku memohon pada kak Amira dan papa untuk melepaskanku.

“Eenggggmmmhh.. bentar, aahh... nanggung nih Vir..” balas kak Amira yang memeknya masih terus disodok penis keras milik papaku.

“Iya sayang.. aahh.. papa sama kak Amira masih sibuk nih.. aahh...” balas papa juga yang asik menggoyang pinggulnya maju mundur.

“Plisss paa.. Vira mau... aahh...mau..”

“Mau apa??”

“Mau kontol... Vira mauu Kontol paahh...” ucapku tanpa malu. Rengekanku seperti pecun yang mengiba dikontolin majikannya.

“Oke.. tunggu sebenatar ya sayang...” balas papa dengan muka penuh birahi. Aku tahu kak Amira tadi sudah menjerit-jerit karena orgasmenya, tapi dia dan papa masih terus-terusan memacu birahinya.

Aku yang terduduk lesu dengan tangan terikat pada tiang besi hanya bisa melihat kelakuan mereka. Aku tak bisa melepaskan diri dari tiang ini, karena memang tanganku terikat borgol. Lagipula tubuhku serasa lemas tak berdaya. Cuma berdiri saja akupun tak bisa.

“Ahhh... kkeluaaarrrr.... aaaaahhhh...!!” teriakku setelah orgasme kesekian kalinya. Vaginaku rasanya udah capek untuk orgasme. Sudah berkali-kali tubuhku bergetar dan menggelinjang hebat. Kalau begini terus aku bisa kehilangan kesadaran.

Dalam sisa-sisa tenagaku, mataku bisa melihat papa yang mencabut kontolnya dari memek kak Amira. Setelah itu buru-buru dia mendekatiku lalu menyorongkan ujung penisnya masuk ke dalam mulutku. Aku yang mulai hilang kesadaran hanya bisa pasrah menerima semburan demi semburan sperma papa lalu menelannya sebagai ganti air minum.

Setelah itu aku tak tahu lagi apa yang terjadi. Aku hanya bisa merasakan tubuhku tengah digendong papa menuju ke dalam rumah. Rasanya tubuhku hancur berantakan. Lemas tak berdaya seakan semua otot dalam tubuhku menghilang.

End of Alvira side story.

***

Bersambung lagi ya gaess.. ^_^
Sik.asikkk....mantuuuul
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd