pujasejagat
Semprot Lover
- Daftar
- 29 Jun 2015
- Post
- 277
- Like diterima
- 1.125
Halo, kembali lagi bertemu, ane kali ini kembali akan membagikan cerita reposr dari seorang penulis legenda idola ane, jakongsu, semoga agan2 sekalian terhibur dgn cerita ini
Suriname
By Jakongsu
Beruntung sekali aku mendapat kesempatan berkunjung ke Suriname. Negara di Amerika Tengah yang sangat jauh dari Indonesia ini banyak ditemui orang-orang Jawa. Aku tidak perlu menceritakan betapa melelahkannya perjalanan dari Jakarta sampai Paramaribo, ibukota Suriname.
Sudah lama aku bercita-cita melihat Suriname. Ketertarikanku bukan karena negara ini indah dan memiliki banyak keunikan, tetapi aku ingin melihat komunitas orang-orang Jawa yang jauh dari daerah asalnya.
Aku menginap di hotel Torarica termasuk hotel terbaik di Paramaribo. Hotel ini sebenarnya tidak terlalu bagus dibandingkan hotel-hotel internasional di Jakarta. Namun fassilitas hiburannya cukup lumayan karena di lingkungan hotel terdapat disko dan casino, serta beberapa restoran
Aku berada di Paramaribo selama 4 hari. Diantara waktu itu, banyak waktu luang yang bisa kumanfaatkan untuk sekedar keliling kota. Dari hotel aku memesan taksi. Aku mencari pengemudinya yang bisa berbahasa Jawa.
Aku berkeliling kota, yang tidak sampai 30 menit sudah semua dikelilingi. Kota ini tergolong sepi dan tidak terlalu besar. Aku membandingkan dengan Depok, Jabar, jauh lebih besar dan meriah di Depok.
Tidak banyak bangunan modern di kota ini. Bangunan yang ada umumnya bangunan lama peninggalan era penjajahan Belanda. Model bangunannya mengingatkanku bangunan di perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara. Landscape nya juga mirip-mirip
Kepada supir aku meminta dia menuju wilayah yang banyak ditinggali orang-orang Jawa. Aku lancar berbahasa Jawa, sehingga komunikasi dengan supir taksi yang berbahasa jawa jadi lancar juga. Namun kesanku bahasa Jawa yang mereka pakai, adalah bahasa Jawa lama. Banyak istilah-istilah Jawa yang sudah tidak dipakai di Jawa tapi disana masih digunakan.
Aku minta supir untuk mencari warung orang Jawa . Penasaran juga ingin merasakan masakan orang jawa di perantauan. Ada sebuah warung, yang disebut restoran. Jika di Indonesia, bangunan ini tidak pantas disebut restoran, karena terlalu sederhana dan menempel dengan rumah induk.
Ketika aku masuk, aku merasa beruntung karena ada dua gadis tampang khas Jawa sedang duduk. Mereka menunggu order makanan. Agak nekat aku berbahasa Jawa menanyakan apa aku boleh gabung dimejanya.
Niatku sesungguhnya bukan untuk memikat mereka, tetapi aku ingin sekedar berkomunikasi. Mereka bisa berbahasa Jawa, tetapi sepotong-sepotong. Padahal jelas benar dari nama dan wajahnya, mereka jawa asli. Aku terus berbincang-bincang walau kadang-kadang mereka mencampur bahasa jawa dengan bahasa Belanda. Aku hanya mengerti sedikit-sedikit bahasa Belanda. Tapi itu tak jadi halangan.
Sikap mereka tidak seperti gadis Jawa di Jawa. Mereka kelihatannya lebih terbuka, sepertinya pengaruh budaya barat cukup besar dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut mereka orang-orang muda dari suku Jawa di Suriname banyak yang kurang lancar berbahasa jawa. Bahasa Jawa umumnya hanya dipakai oleh kalangan orang-orang tua mereka. Di Suriname populitas orang Jawa sekitar 15 persen dan memili partai politik bernama Pendawa.
Kami lalu akrab, karena kami saling ingin tau. Aku ingin tahu lebih banyak mengenai Suriname, mereka ingin tahu kampung halaman nenek moyangnya.
Mereka makan nasi goreng, sedang aku pesan pecal. Kulihat komposisi nasi gorengnya memang mirip di Indonesia, tetapi ada tambahan salad. Sedangkan pecalku sama saja modelnya dengan di jawa, hanya bedanya diatas pecal ada ayam gorengnya.
Dengan bahasa belanda yang rada ancur aku bertanya, “wordt u aan mijn gids”/ apa kamu mau jadi guideku. Dia spontan menjawab “waar ga je”/ mau kemana. Celahnya sudah kudapat. Mereka kelihatannya bisa lebih kuakrabin. Bahasa tampaknya memang cukup penting untuk menarik simpati. “ga rondom uw stad” kataku meminta menunjukkan kota dan tempat-tempat menarik. “kunt u met mij” dijawabnya yaa, sambil mengangguk.
Sebetulnya itu hanya taktik saja untuk mengajak mereka jalan dan sedikit memberi rasa bangga kepada mereka bisa menunjukkan tempat-tempat yang mereka banggakan. Padahal sebelum ini aku dan si supir taksi sudah keliling. Untung si supir bisa bekerjasama denganku, sehingga dia tidak membocorkan bahwa tadi sudah dikelilingi. Setelah keliling kota yang tidak seberapa itu. Mereka berbicara dengan supir dalam bahasa Belanda lalu menawariku jika suka mengunjungi taman yang paling ramai dikunjungi. Taman itu berada di belakang Istana Presiden, sering menjadi tempat rekreasi. Aku setuju saja. Kami tiba di taman yang rimbun ditumbuhi pohon palem mereka menyebutnya “palmentuin” mungkin artinya Taman Palem. Dis istu memang ramai, banyak orang rekreasi sambil menimati jajanan. Kami bertiga jalan-jalan keliling dan sempat mampir minum es campur ala Suriname. Di taman itu ada satu monumen menggambarkan anak kecil. Patung itu ternyata dibuat untuk mengenang seorang anak kecil yang tewas karena terkunci dalam lemari pendingin. Patung dibuat oleh ayah sia anak yang tewas. Nikmat juga rasanya jalan-jalan membaur dengan orang lokal. Disitu bukan hanya orang jawa saja tetapi semua suku bangsa yang mendiami Suriname.
Setelah habis kami kelilingi taman, aku mengajak merka mampir ke hotel untuk ngopi. Mereka sama sekali tidak tampak keberatan, malah kutangkap air mukanya tampak senang.
Kami menuju coffee shop dan kembali ngobrol sambil menghirup kopi dan snack . Kedua gadis Jawa ini, cukup manis dan kutaksir umurnya tidak lebih dari 20 tahun. Kulitnya agak gelap. Aku lantas membayangkan, alangkah nikmatnya jika malam ini mereka bisa menemaniku.
Taktik segera tersusun dikepalaku. Aku mengajak mereka berdisko malam ini. Mereka meskipun lahir dan besar di Paramaribo, tetapi belum pernah menginjak hotel yang ku tempati, apalagi masuk ke diskotiknya.
Entah apa yang mereka bicarakan sambil berbisik, tetapi kemudian salah satu dari mereka memutar no di HPnya dan berbicara bahasa Belanda. Kelihatannya mereka berbicara dengan orang tuanya.
Mereka akhirnya setuju dengan ajakanku. Diskotik memang baru mulai pukul 10 malam, sedangkan sekarang baru jam 3 sore. Kami punya waktu cukup banyak menunggu jam 10. Untuk menghabiskan waktu aku belum berani untuk mengajak mereka langsung ke kamarku. Aku menawari mereka berenang di swimming pool di hotel. Mereka kelihatannya senang, tetapi tidak punya baju renang.
Itu masalah gampang, kataku. Kami lalu mencari taksi yang kami pakai tadi menuju departement store. Dua set baju renang pilihan mereka aku bayar dan kelihatannya mereka senang sekali. Aku tawari lagi, jika mereka mau membeli celana jeans dan T shirt. Dengan wajah nga-nga mereka berkata spontan , “weet je zeker dat”. Temannya yang satunya menerjemahkan dalam bahasa Jawa, “ opo kowe tenan,”.
Mereka kembali berkeliling departemen store. Aku tidak membuntuti mereka. Aku lebih memilih melihat-lihat sekitar departemen store. Kesanku departement store di kota ini barangnya tidak terlalu istimewa. Artinya tidak ada yang perlu dibeli olehku karena barangnya tidak sebagus di Jakarta.
Mereka mendekatiku dan menunjukkan pilihannya. “ Ini bagus tapi harganya agak mahal,” katanya dalam bahasa Jawa terpatah-patah. Aku bilang “ no problem”. Mereka memang mengerti juga bahasa Inggris sedikit-sedikit, karena diajarkan di sekolah.
Kami menuju hotel kembali, dan belanja tadi tidak menghabiskan terlalu banyak sekitar 100 dolar AS.
Aku menawarkan mereka ke kamarku untuk berganti pakaian. “ Oh kamarnya bagus benar mas’ kata Ginem dalam bahasa Jawa campur Belanda. Nama lengkapnya Maria Ginem. Nama-nama orang Jawa Suriname memang seperti nama orang-orang di desa, tetapi ada tambahan nama baratnya. Temannya sang satu lagi yang berpostur agak tinggi namanya, Stella Ginah.
Mereka berdua masuk kamar mandi untuk berganti pakaian dengan pakaian renang. Aku sempat terpana ketika melihat mereka berdua keluar dari kamar mandi. Rupanya baju renang yang dipilih adalah bikini two pieces sexy sekali. Atasannya tidak menutup seluruh bongkahan daging susunya, karena ada bagian susunya yang melesak keluar.. Bagian bawahnya juga terlihat sexy. Bukan G string, tetapi sebagian besar bongkahan bokongnya yang gempal terekspos.
Melihat tampilan mereka itu, barangku langsung mengembang.
Aku sekarang masuk ke dalam kamar mandi, ngocok sebentar baru berani pakai celana renang. Kalau tidak di kocok, aku malu karena akan terlihat terlalu menggembung di bagian depan.
Bersambung di bawah
Suriname
By Jakongsu
Beruntung sekali aku mendapat kesempatan berkunjung ke Suriname. Negara di Amerika Tengah yang sangat jauh dari Indonesia ini banyak ditemui orang-orang Jawa. Aku tidak perlu menceritakan betapa melelahkannya perjalanan dari Jakarta sampai Paramaribo, ibukota Suriname.
Sudah lama aku bercita-cita melihat Suriname. Ketertarikanku bukan karena negara ini indah dan memiliki banyak keunikan, tetapi aku ingin melihat komunitas orang-orang Jawa yang jauh dari daerah asalnya.
Aku menginap di hotel Torarica termasuk hotel terbaik di Paramaribo. Hotel ini sebenarnya tidak terlalu bagus dibandingkan hotel-hotel internasional di Jakarta. Namun fassilitas hiburannya cukup lumayan karena di lingkungan hotel terdapat disko dan casino, serta beberapa restoran
Aku berada di Paramaribo selama 4 hari. Diantara waktu itu, banyak waktu luang yang bisa kumanfaatkan untuk sekedar keliling kota. Dari hotel aku memesan taksi. Aku mencari pengemudinya yang bisa berbahasa Jawa.
Aku berkeliling kota, yang tidak sampai 30 menit sudah semua dikelilingi. Kota ini tergolong sepi dan tidak terlalu besar. Aku membandingkan dengan Depok, Jabar, jauh lebih besar dan meriah di Depok.
Tidak banyak bangunan modern di kota ini. Bangunan yang ada umumnya bangunan lama peninggalan era penjajahan Belanda. Model bangunannya mengingatkanku bangunan di perkebunan-perkebunan di Sumatera Utara. Landscape nya juga mirip-mirip
Kepada supir aku meminta dia menuju wilayah yang banyak ditinggali orang-orang Jawa. Aku lancar berbahasa Jawa, sehingga komunikasi dengan supir taksi yang berbahasa jawa jadi lancar juga. Namun kesanku bahasa Jawa yang mereka pakai, adalah bahasa Jawa lama. Banyak istilah-istilah Jawa yang sudah tidak dipakai di Jawa tapi disana masih digunakan.
Aku minta supir untuk mencari warung orang Jawa . Penasaran juga ingin merasakan masakan orang jawa di perantauan. Ada sebuah warung, yang disebut restoran. Jika di Indonesia, bangunan ini tidak pantas disebut restoran, karena terlalu sederhana dan menempel dengan rumah induk.
Ketika aku masuk, aku merasa beruntung karena ada dua gadis tampang khas Jawa sedang duduk. Mereka menunggu order makanan. Agak nekat aku berbahasa Jawa menanyakan apa aku boleh gabung dimejanya.
Niatku sesungguhnya bukan untuk memikat mereka, tetapi aku ingin sekedar berkomunikasi. Mereka bisa berbahasa Jawa, tetapi sepotong-sepotong. Padahal jelas benar dari nama dan wajahnya, mereka jawa asli. Aku terus berbincang-bincang walau kadang-kadang mereka mencampur bahasa jawa dengan bahasa Belanda. Aku hanya mengerti sedikit-sedikit bahasa Belanda. Tapi itu tak jadi halangan.
Sikap mereka tidak seperti gadis Jawa di Jawa. Mereka kelihatannya lebih terbuka, sepertinya pengaruh budaya barat cukup besar dalam kehidupan sehari-harinya. Menurut mereka orang-orang muda dari suku Jawa di Suriname banyak yang kurang lancar berbahasa jawa. Bahasa Jawa umumnya hanya dipakai oleh kalangan orang-orang tua mereka. Di Suriname populitas orang Jawa sekitar 15 persen dan memili partai politik bernama Pendawa.
Kami lalu akrab, karena kami saling ingin tau. Aku ingin tahu lebih banyak mengenai Suriname, mereka ingin tahu kampung halaman nenek moyangnya.
Mereka makan nasi goreng, sedang aku pesan pecal. Kulihat komposisi nasi gorengnya memang mirip di Indonesia, tetapi ada tambahan salad. Sedangkan pecalku sama saja modelnya dengan di jawa, hanya bedanya diatas pecal ada ayam gorengnya.
Dengan bahasa belanda yang rada ancur aku bertanya, “wordt u aan mijn gids”/ apa kamu mau jadi guideku. Dia spontan menjawab “waar ga je”/ mau kemana. Celahnya sudah kudapat. Mereka kelihatannya bisa lebih kuakrabin. Bahasa tampaknya memang cukup penting untuk menarik simpati. “ga rondom uw stad” kataku meminta menunjukkan kota dan tempat-tempat menarik. “kunt u met mij” dijawabnya yaa, sambil mengangguk.
Sebetulnya itu hanya taktik saja untuk mengajak mereka jalan dan sedikit memberi rasa bangga kepada mereka bisa menunjukkan tempat-tempat yang mereka banggakan. Padahal sebelum ini aku dan si supir taksi sudah keliling. Untung si supir bisa bekerjasama denganku, sehingga dia tidak membocorkan bahwa tadi sudah dikelilingi. Setelah keliling kota yang tidak seberapa itu. Mereka berbicara dengan supir dalam bahasa Belanda lalu menawariku jika suka mengunjungi taman yang paling ramai dikunjungi. Taman itu berada di belakang Istana Presiden, sering menjadi tempat rekreasi. Aku setuju saja. Kami tiba di taman yang rimbun ditumbuhi pohon palem mereka menyebutnya “palmentuin” mungkin artinya Taman Palem. Dis istu memang ramai, banyak orang rekreasi sambil menimati jajanan. Kami bertiga jalan-jalan keliling dan sempat mampir minum es campur ala Suriname. Di taman itu ada satu monumen menggambarkan anak kecil. Patung itu ternyata dibuat untuk mengenang seorang anak kecil yang tewas karena terkunci dalam lemari pendingin. Patung dibuat oleh ayah sia anak yang tewas. Nikmat juga rasanya jalan-jalan membaur dengan orang lokal. Disitu bukan hanya orang jawa saja tetapi semua suku bangsa yang mendiami Suriname.
Setelah habis kami kelilingi taman, aku mengajak merka mampir ke hotel untuk ngopi. Mereka sama sekali tidak tampak keberatan, malah kutangkap air mukanya tampak senang.
Kami menuju coffee shop dan kembali ngobrol sambil menghirup kopi dan snack . Kedua gadis Jawa ini, cukup manis dan kutaksir umurnya tidak lebih dari 20 tahun. Kulitnya agak gelap. Aku lantas membayangkan, alangkah nikmatnya jika malam ini mereka bisa menemaniku.
Taktik segera tersusun dikepalaku. Aku mengajak mereka berdisko malam ini. Mereka meskipun lahir dan besar di Paramaribo, tetapi belum pernah menginjak hotel yang ku tempati, apalagi masuk ke diskotiknya.
Entah apa yang mereka bicarakan sambil berbisik, tetapi kemudian salah satu dari mereka memutar no di HPnya dan berbicara bahasa Belanda. Kelihatannya mereka berbicara dengan orang tuanya.
Mereka akhirnya setuju dengan ajakanku. Diskotik memang baru mulai pukul 10 malam, sedangkan sekarang baru jam 3 sore. Kami punya waktu cukup banyak menunggu jam 10. Untuk menghabiskan waktu aku belum berani untuk mengajak mereka langsung ke kamarku. Aku menawari mereka berenang di swimming pool di hotel. Mereka kelihatannya senang, tetapi tidak punya baju renang.
Itu masalah gampang, kataku. Kami lalu mencari taksi yang kami pakai tadi menuju departement store. Dua set baju renang pilihan mereka aku bayar dan kelihatannya mereka senang sekali. Aku tawari lagi, jika mereka mau membeli celana jeans dan T shirt. Dengan wajah nga-nga mereka berkata spontan , “weet je zeker dat”. Temannya yang satunya menerjemahkan dalam bahasa Jawa, “ opo kowe tenan,”.
Mereka kembali berkeliling departemen store. Aku tidak membuntuti mereka. Aku lebih memilih melihat-lihat sekitar departemen store. Kesanku departement store di kota ini barangnya tidak terlalu istimewa. Artinya tidak ada yang perlu dibeli olehku karena barangnya tidak sebagus di Jakarta.
Mereka mendekatiku dan menunjukkan pilihannya. “ Ini bagus tapi harganya agak mahal,” katanya dalam bahasa Jawa terpatah-patah. Aku bilang “ no problem”. Mereka memang mengerti juga bahasa Inggris sedikit-sedikit, karena diajarkan di sekolah.
Kami menuju hotel kembali, dan belanja tadi tidak menghabiskan terlalu banyak sekitar 100 dolar AS.
Aku menawarkan mereka ke kamarku untuk berganti pakaian. “ Oh kamarnya bagus benar mas’ kata Ginem dalam bahasa Jawa campur Belanda. Nama lengkapnya Maria Ginem. Nama-nama orang Jawa Suriname memang seperti nama orang-orang di desa, tetapi ada tambahan nama baratnya. Temannya sang satu lagi yang berpostur agak tinggi namanya, Stella Ginah.
Mereka berdua masuk kamar mandi untuk berganti pakaian dengan pakaian renang. Aku sempat terpana ketika melihat mereka berdua keluar dari kamar mandi. Rupanya baju renang yang dipilih adalah bikini two pieces sexy sekali. Atasannya tidak menutup seluruh bongkahan daging susunya, karena ada bagian susunya yang melesak keluar.. Bagian bawahnya juga terlihat sexy. Bukan G string, tetapi sebagian besar bongkahan bokongnya yang gempal terekspos.
Melihat tampilan mereka itu, barangku langsung mengembang.
Aku sekarang masuk ke dalam kamar mandi, ngocok sebentar baru berani pakai celana renang. Kalau tidak di kocok, aku malu karena akan terlihat terlalu menggembung di bagian depan.
Bersambung di bawah