Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TAMAN IMPIAN

CHAPTER 2

Diana baru saja selesai merias wajahnya di depan cermin meja rias. Ia menatap wajahnya di depan cermin. Meneliti setiap inci kulitnya, setiap ekspresi wajah yang ditunjukkan. Sebenarnya pikiran Diana masih kalut, ia tak yakin akan ide gilanya ini. Membiarkan Tina ‘bercinta’ dengan sepupunya sendiri. Ia masih belum percaya, mengapa ia lakukan hal itu? Diana termenung lama dan mulai mencari pembelaan atas dirinya.

Hampir setahun belakangan ini, Diana merasakan kehidupan seks bersama suaminya terasa begitu hambar. Roy, pria yang ia nikahi 22 tahun yang lalu itu pun mengalami hal yang serupa. Diana dan Roy pernah beberapa kali membicarakan hal tersebut namun belum menemukan solusi dan kesepakatan di antara mereka. Suami-istri itu masih saling menahan diri untuk mengungkapkan fantasi seks masing-masing yang bisa membuat kehidupan seks mereka berwarna kembali.

Diana menghela nafas perlahan dan berusaha menenangkan perutnya yang bergejolak. Jantungnya berlomba dengan aliran darah di tubuhnya. Fantasi wanita itu benar-benar membuat gairahnya meronta-ronta. Fantasi yang sudah ia pendam lama kini bangkit kembali setelah mengetahui putrinya mencintai sepupunya sendiri. Ini bukan pertama kalinya Diana terpapar ide incest. Ketertarikan pada hubungan seks antar anggota keluarga dimulai saat Diana masih kuliah di tingkat awal. Saat itu Diana tanpa sengaja menonton video porno di komputer milik ayahnya yang berisikan hubungan kelamin antara ibu dan anaknya.

Sejak saat itu, Diana kecanduan menyaksikan video porno bergenre incest. Bertahun-tahun pikiran Diana dipenuhi dengan gambaran ibu dan anak yang terlibat dalam segala macam aktivitas seksual. Terlepas dari fantasinya yang liar itu, Diana tidak pernah membiarkan dirinya bertindak berdasarkan fantasi tersebut. Incest menyenangkan untuk dibayangkan, tetapi sama sekali tidak memiliki tempat di dunia nyata. Tetapi, apa yang Diana baca di buku harian Tina pagi itu telah memaksanya untuk mempertimbangkan kembali fantasi liarnya tersebut. Tembok besar yang menghalangi antara fantasi dan kenyataan mulai runtuh berguguran.

Ah, sepertinya sudah saatnya aku wujudkan keinginanku yang aku simpan sejak lama. Aku akan buat keluarga ini seperti khayalanku,” ucap Diana dalam hati sambil tersenyum sendiri. Walaupun Diana tahu bahwa fantasinya adalah salah dipandang dari sudut manapun, tetapi ia tidak bisa menahan diri. Ia tetap ingin mewujudkan impiannya tersebut.

Tiba-tiba Diana mendengar suara langkah kaki menaiki tangga. “Itu pasti Tina,” kata wanita itu dalam hati. Ia menyisir rambutnya sejenak kemudian langsung pergi ke lantai dua rumah bermaksud menyusul Tina. Diana merasa penasaran dengan apa yang telah terjadi antara Tina dan Andi. Diana berjalan cepat naik ke kamar putrinya dan saat Diana membuka pintu kamar secara perlahan, ia melihat Tina sedang berbaring terlentang sambil menatap langit-langit kamar. Terlalu asik melamun, membuat Tina tidak meyadari kalau Diana sudah berdiri di ambang pintu kamarnya.

“Eehheemmm …!” Diana berdehem.

“Apa???” Tina terkejut bukan kepalang. Tubuhnya yang terbaring melonjak hingga terduduk. Ia menoleh ke arah ibunya sambil merasakan jantungnya yang rasanya ingin lompat dari tempatnya berada. “Mamaaaa …!!!” teriak Tina kesal.

“Apakah kamu sedang melamunkan yang baru saja kalian lakukan?” tanya Diana yang sudah bisa memprediksi perbuatan putrinya bersama Andi. Diana pun berjalan mendekati tempat tidur lalu duduk di pinggiran ranjang dekat Tina.

“Mama tau aja …” ucap Tina pelan sambil tersenyum simpul.

“Jadi bagaimana?” tanya Diana dengan senyum menggoda.

“Ya, gitulah …” Kali ini, Tina justru merasa malu menceritakan ‘pengalaman pertamanya’ bersama Andi.

“Begitu gimana? Cerita dong!” Diana terus menggoda dengan sedikit memaksa.

“Ah, mama … Masih ingin tau …?” Tina menyembunyikan tatapannya dan pipinya memanas saat mengingat kejadian yang baru saja ia rasakan bersama Andi.

“Apakah kamu menikmatinya?” Diana terus mengejar Tina dengan pertanyaan lanjutkan.

“Ya, ma … Sungguh menakjubkan. Rasanya aku tidak pernah bisa berhenti untuk melakukannya lagi,” ucap Tina malu-malu.

“Aku akan merasa rugi kalau berniat berhenti. Malah yang mama pikirkan adalah kamu harus berani melakukannya,” ucap Diana sembari mengambil tangan putrinya.

“Berani? Maksud mama?” tanya Tina heran.

“Seperti katamu tadi kalau seks itu menakjubkan. Kamu sebaiknya lebih mengeksplor lagi rasa itu,” Diana sangat berhati-hati memilih kata-kata yang baru saja terucap dari mulutnya.

“Aku tidak mengerti maksud mama …” kata Tina sambil memperbaiki posisi duduknya.

“Begini saja … Mama mau tanya … Em, apakah kamu mempunyai fantasi seks?” tanya Diana.

“Ya … Tentu …” jawab Tina semakin heran dan penasaran.

“Boleh mama tahu, apa yang menjadi fantasi seks terliarmu … Ya, yang paling liar …” tanya Diana kembali. Tina memandang ibunya dengan tatapan semakin heran bercampur ragu. Setelah berpikir beberapa detik, Tina pun beranggapan tidak ada salahnya memberitahukan fantasi seks terliarnya pada ibunya.

“Aku sering membayangkan disetubuhi papa dan Kak John bersama-sama,” ucap Tina pelan namun efeknya begitu dahsyat menerpa hati Diana. Jantung Diana seakan meledak saking gembiranya setelah mendengar pengakuan Tina seperti itu.

“Wow … Menakjubkan … Kamu menyukai incest …” pekik tertahan Diana dengan berpura-pura terkejut.

“Ih … Aku jadi malu …” ucap Tina seraya menundukkan kepala.

“Kamu jangan malu sama mama … Jujur, fantasimu sama persis dengan fantasi mama … Mama juga menyukai incest dan mama berniat untuk mewujudkan keinginan itu di keluarga kita,” ucap Diana yang kini malah Tina yang memekik pelan sambil menutup mulut dengan tangannya.

Sepasang mata mereka saling tatap penuh selidik bagaikan dua ekor ayam jago yang sedang berlaga. Ibu dan anak mencoba untuk saling menyelami pikiran masing-masing. Hanya berselang beberapa detik, pikiran mereka seperti terkoneksi. Mereka seakan mengerti arti dari tatapan mereka satu sama lain. Dan bibir-bibir mereka mulai menyunggingkan senyum.

“Bagaimana pendapatmu?” tanya Diana pelan.

“Aku sangat ingin segera mewujudkannya,” jawab Tina.

Ibu dan anak saling menggenggam tangan. Untuk beberapa saat mereka saling berbagi cerita, saling mendengarkan, saling menguatkan. Akhirnya, mereka pun sepakat untuk merealisasikan keinginan mereka untuk membuat rumah ini sebagai tempat bersenang-senang. Diana dan Tina terlibat dalam pembicaraan serius dalam mewujudkan rencana ini. Mereka juga merencanakan langkah-langkah yang akan dilakukan untuk mewujudkan impian mereka.

#####

Malam belum begitu larut, jarum jam masih menunjukkan pukul 20.10 WIB. Diana berbaring menyamping di atas kasur, samping suaminya dengan hati yang sedikit was-was. Malam ini Diana akan mulai lagi membicarakan permasalahan klasik antar mereka yang belum juga menemukan titik terang. Roy yang masih asik membaca buku mulai terganggu oleh gerak-gerik istrinya yang sedari tadi mengganggu bacaannya.

“Ada apa sih, ma … Ada yang mau diomongin?” tanya Roy sambil menutup buku lalu menyimpannya di meja kecil samping tempat tidur. Roy sudah bisa menebak kalau Diana sedang ingin membicarakan sesuatu hal yang sudah dua bulan terakhir ini menjadi topik perbincangan mereka di atas ranjang.

“Ya, pa … Masalah kehangatan ranjang kita,” ucap Diana lirih sambil mengembangkan senyumnya.

“Ayo …! Kita mulai dari mana?” jawab Roy yang sudah terbiasa dengan pembicaraan ini. Roy kemudian berbaring menyamping menghadapkan wajahnya pada Diana. Tangan pria itu memeluk tubuh istrinya mesra.

“Pa … Sepertinya permasalahan kita ini harus dipecahkan secara revolusioner,” Diana menahan ucapannya.

“He he he … Bicara mama sudah seperti politikus saja … Apa yang mama maksud revolusioner?” tanya Roy seraya terkekeh lucu mendengar ucapan Diana.

“Mama rasa … Kita … Harus melakukan seks … Menyimpang …” Diana mengucapkan kalimat itu sangat dengan hati-hati. Sebenarnya wanita cantik berusia 43 tahun itu takut, tapi terpaksa memberanikan diri untuk mengucapkannya.

Roy menatap mata istrinya dalam-dalam seakan tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut istrinya. Roy sangat sadar bahwa seks menyimpang yang diinginkan istrinya itu berarti merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa adanya hubungan pernikahan. Sebenarnya Roy bukanlah tipe pria yang bisa melakukan hubungan seks dengan siapa saja, pria itu cenderung sangat berhati-hati dalam hal ini.

“Apakah itu akan menyelesaikan masalah yang kita hadapi? Bukankah itu akan membahayakan keluarga kita? Bagaimana jika mama jatuh cinta pada pasangan mama dan meninggalkan aku dan anak-anak? Atau juga mungkin sebaliknya, bagaimana kalau papa yang meninggalkan mama dan anak-anak karena wanita lain?” pertanyaan beruntun keluar dari mulut Roy, mengungkapkan kekhawatirannya dengan ide Diana.

“Papa tidak perlu cemas dengan hal itu, karena …” Lidah Diana mendadak membeku. Ia tiba-tiba merasa takut yang teramat sangat. Baru kali ini Diana merasa takut kalau suaminya akan marah padanya.

“Karena apa?” tanya Roy penasaran.

Diana mencoba menenangkan hatinya. Seberat apapun resikonya, ia tetap harus mengatakannya. Diana pun memutar otak untuk memulai pembicaraan. Namun otaknya seperti tidak tersambung dengan mulut dan hati. Mulutnya seperti terkunci dan tak bisa berkata-kata.

“Ma … Katakan saja … Percayalah, papa tidak akan marah atau semacamnya,” kata Roy lagi sembari mengusap-usap lembut rambut Diana. Ucapan Roy yang demikian seperti angin segar yang menerpa otak Diana dan tiba-tiba saja keberanian wanita itu bangkit.

“Mama ingin hubungan seks di antara keluarga kita,” kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Diana. Tak ada sepatah kata pun dari Roy yang terlontar, ia terbelalak kaget mendengar penuturan istrinya. Sambil membelai wajah suaminya, Diana pun melanjutkan kata-katanya, “Mama tahu ini ide sangat gila. Tapi dengan ide gila ini, kita akan menjadi keluarga yang kuat, kita akan semakin saling menyayangi, kita akan di rumah ini untuk selama-lamanya,” lanjut Diana lemah lembut.

“Ta..tapi … Papa … Ah, papa belum bisa …” ucapan Roy terputus-putus, tenggorokannya seolah tercekat.

“Pa … Apakah papa tidak sadar kalau Tina adalah perempuan yang cantik,” ujar Diana sambil tangannya mulai merabai penis suaminya yang masih terbalut celana.

“Ta..tapi …” perkataan Roy langsung dipotong Diana.

“Sssssttt … Jangan bicara dulu … Sekarang pejamkan mata papa dan bayangkan Tina yang sedang memanjakan papa sekarang ini,” ucap Diana setengah mendesah.

Seperti terhipnotis, Roy mengikuti perintah istrinya. Pria itu kini benar-benar membayangkan tangan yang sedang membelai kejantanannya adalah tangan putrinya. Awalnya biasa saja, tapi setelah jiwanya tenggelam oleh lamunannya sendiri, Roy mulai merasakan nikmat yang berpusat di selangkangan lalu menyebar ke seluruh tubuhnya. Semakin tenggelam, lamunannya semakin liar dan semakin nikmat terasa.

“Tetap terpejam dan terus bayangkan Tina,” perintah Diana dengan suara pelan.

Roy tidak perlu diperintah seperti itu. Ia sendiri tidak ingin melepaskan khayalannya yang begitu terasa indah. Tak lama berselang, Roy merasakan celananya terlepas lalu kejantanannya dilingkupi oleh sesuatu yang hangat dan basah. Entah kenapa, darah Roy seolah mendidih, hasratnya merangkak naik hingga batas kulminasi. Menghayalkan putrinya yang berbuat tidak senonoh pada kejantanannya adalah hal yang sangat menyenangkan. Roy pun mulai mendesah karena merasakan sensasi seksual yang kian meningkat.

Diana menjilat ujung kejantanan Roy dengan gerakan memutar, membuat saliva menutupi kejantanan suaminya. Diana menurunkan lidahnya lalu naik lagi, terus seperti itu. Kedua tangan Diana tidak tinggal diam, tangannya mengelus-ngelus kedua testis Roy. Indra peraba Diana dapat merasakan betapa kasar dan berkerutnya skrotum suaminya. Tak lama kemudian Diana kembali memasukan penis Roy ke dalam mulutnya. Mengecup, kemudian mulai menghisapnya, seperti yang biasa dilakukan bayi terhadap ibu jarinya.

“Gimana pa?” tanya Diana sesaat setelah menghentikan aktivitasnya.

“Lanjutkan sayang … Papa begitu bersemangat,” kata Roy setengah mendesah.

“Pejamkan lagi mata papa … Bayangkan lagi kalau Tina sedang memperkosa papa,” ucap Diana provokatif.

Diana segera melepaskan celana dalamnya lalu duduk di selangkangan suaminya yang sesekali menggerakkan pinggulnya dengan gerakan menggoda. Menggesek penis Roy dengan miliknya yang juga sudah melembab. Kemudian, jari ramping Diana membawa kejantanan sang suami ke bagian lubang vaginanya, menggesek-gesekkannya perlahan sebelum menenggelamkan penis itu ke dalam tubuhnya.

“Ahhhk … Nghhh … Aaaahhh …” Diana mengerang lirih saat batang penis tersebut memenuhi lorong vaginanya. Menggesek bagian dalam tubuhnya.

“Sayang … Aaahhh … Lubangmu … Aaakhhh!” ucap Roy yang merasa kejantanannya berada di dalam tubuh putrinya, seraya menggeram pelan dengan napas terengah-engah. Ia mencengkram pinggul ramping wanita di atasnya dengan kuat saat merasakan organ vitalnya sedang dipijat dengan kuat oleh otot vagina Diana.

Diana berpegangan pada perut Roy sambil menghentakkan pinggulnya ke atas dan ke bawah. Tubuh Diana bergerak ke depan tanpa menarik vaginanya, dia juga menggerakkan pinggulnya naik turun dengan kedua tangan Roy berada di payudaranya. Lebih 30 menit mereka melakukannya tanpa lelah, tubuh Diana mulai bereaksi.

“Aaaaahhh … Keluaaaarrr …!” Pekik Diana.

Diana terus menggerakkan pinggulnya dengan tempo yang sangat cepat, dia juga ingin merasakan hangatnya sperma Roy saat ini. Sementara, Roy terus menggerakkan pinggulnya, dia menikmati betapa legitnya vagina Diana saat ini.

“Aku keluar …!” Giliran Roya yang memekik.

Roy menancapkan penisnya dalam-dalam dari bawah, dia mengeluarkan spermanya yang sangat banyak ke dalam tubuh Diana. Sementara wanita itu juga ikut klimaks. Diana benar-benar puas akan permainannya bersama Roy. Kedua mata hitamnya itu melihat luberan sperma Roy yang keluar dari vaginanya. Tubuh Diana pun ambruk di atas tubuh suaminya setelah hampir setengah jam mereka habiskan untuk saling mengejar kenikmatan masing-masing.

“Papa sangat bersemangat malam ini. Sangat hot,” bisik Diana di telinga suaminya.

“Ini gara-gara mama yang menyuruh papa membayangkan Tina,” ucap Roy yang juga pelan.

“Jadi gimana? Papa setuju dengan usulan mama?” tanya Diana.

“Papa sih setuju … Tapi bagaimana dengan anak-anak kita. Apakah John dan Tina akan sejalan dengan pikiran kita ini?” Roy balik bertanya. Diana pun tersenyum dalam hati karena suaminya berhasil masuk dalam rencana besarnya.

“Papa sebisa mungkin mendekati Tina dan merayunya. Kalau John nanti biar mama yang urus,” sahut Diana.

“Hhhmm … Mama kan tahu kalau papa kurang pandai merayu …” kata Roy bingung.

“Ya, sudah … Nanti mama bantu …” sahut Diana lagi.

Malam itu gairah muda mereka seakan bangkit dari kuburnya. Roy dan Diana melanjutkan pertempuran nikmat mereka sampai beberapa kali. Nafsu birahi mereka tampak begitu membara dari gerakan yang semakin lama semakin menggairahkan, teriakan kecil kini telah berubah menjadi desah keras menahan nikmatnya hubungan seks itu. Keduanya tampak semakin bersemangat, saling menindih, bergilir menggenjot untuk meraih tahap demi tahap kenikmatan seks. Malam itu benar-benar menjadi malam yang sangat indah bagi keduanya. Mereka merasakan gairah bercinta yang lebih besar, sekaligus lebih puas dengan seks yang mereka lakukan.

#####

Pagi baru saja menyeruak di kota Jakarta. Roy baru saja berangkat kerja sementara Diana dan Tina masih terus membersihkan dapur. Kedua wanita itu berbincang-bincang dengan suara pelan yang sesekali diselingi oleh cekikikan. Entah apa yang membuat mereka merasa lucu sehingga kompak keduanya terbahak bersama.

“Ehheemm …” Suara deheman membuat ibu dan anak itu terjingkat kaget. Segera saja mereka menoleh ke arah sumber suara deheman tersebut.

“John …!!!” teriak Tina tidak senang. Matanya melotot pada kakaknya yang baru saja memasuki ruang dapur.

“Kamu kemana saja sih, John? Mama lihat akhir-akhir ini kamu gak betah di rumah,” sambung Diana sambil menatap lembut anak sulungnya itu yang kini berdiri di sampingnya dan membuat kopi untuk dirinya sendiri.

“Aku ditahan oleh si Dedi tadi malam. Rumahnya kosong, orangtuanya mendadak pergi ke luar kota. Mama tau sendiri kalau si Dedi orangnya penakut,” jawab John masuk akal.

“Ya, tapi kamu bisa nelpon mama kalau kamu mau menginap,” kata Diana agak kecewa.

“Maaf ma … Aku lupa …” ucap John lalu mencium pipi ibunya sebelum pergi keluar dapur menuju belakang rumah.

Mata Diana dan Tina saling bertatapan seakan sedang mendiskusikan sesuatu hal dalam bentuk telepati. Selang beberapa detik keduanya saling memberi senyum dibarengi dengan anggukan kecil. Tina pun segera keluar dapur melewati pintu yang sama dengan John beberapa saat yang lalu. Tina melihat kakaknya sedang memainkan smartphone di kursi kayu yang dikelilingi puluhan jenis bunga.

“John …” sapa Tina yang sedang mendekati kakaknya.

“Hhhmm …” hanya gumaman sebagai respon dari pemuda itu.

“John … Aku mau bicara serius,” ungkap Tina sembari duduk di sebelahnya.

“Tumben …? Emangnya ada apa?” John keheranan dengan sikap adiknya yang tiba-tiba sok serius.

“John … Aku mau minta bantuanmu. Ini sangat urgent. Aku butuh model untuk tugas melukisku,” kata Tina dibuat sendu. Memang Tina adalah mahasiswi seni rupa sehingga dirinya sering mendapat tugas melukis dari kampusnya.

“Jangan bilang kalau aku harus telanjang,” John tersenyum dan sudah menduga kalau adiknya ini memerlukan model untuk lukisan telanjangnya.

“Karena itu tugas yang harus aku selesaikan. Aku butuh model telanjang,” Tina memohon dengan nada memelas.

“Aku gak mau …! Cari saja model yang lain!” kata John tegas lalu kembali memainkan smartphone-nya.

“John, please … Aku harus menyelesaikan tugasku hari ini. Kalau tidak selesai, aku harus mengulangnya tahun depan. Aku gak mau itu terjadi. John, please …” suara Tina dibuat semakin memelas.

Awalnya John tidak mau membantu Tina, namun mendengar rengekan adiknya secara terus menerus yang terdengar semakin memelas, akhirnya pemuda tampan itu mengabulkan permohonan Tina. John meminta izin pada adiknya untuk mandi terlebih dahulu sementara Tina mulai menyiapkan peralatan untuk melukis di bengkel lukisnya yang berada di lantai dua rumah. Tina menyeting sedemikian rupa bengkel lukisnya hingga tertata rapi dan enjoy.

Sepuluh menit kemudian, John datang ke bengkel lukis hanya dengan menggunakan boxer, maklum karena kamar John bersebelahan dengan bengkel lukis ini. Tina mengakui kalau kakaknya mempunyai tubuh ideal dan atletis. Dadanya bidang sedikit melebar serta perut six-pack yang begitu sempurna. Otot-ototnya kuat dan lentur. Tidak ada lemak yang menempel di tubuhnya.

“Ayo kita mulai,” kata John tergesa-gesa.

“Sebentar … Kamu duduk saja di sofa itu,” tunjuk Tina pada sebuah sofa yang sengaja ia simpan di tengah sebagai bagian dari elemen karya lukisnya.

“Ayo. Nunggu apa lagi?” kata John agak meninggikan suaranya. Pemuda itu duduk di sofa sambil menunggu perintah selanjutnya.

“Ayo sayang kita mulai!” terdengar suara Diana dari luar bengkel lukis. Tentu saja John terperanjat dan hendak berlari keluar bengkel lukis Tina.

“Hei … Mau kemana?” Tina menghalangi jalan kakaknya.

Hanya berselang tiga detik, Diana masuk ke dalam bengkel lukis dengan menggunakan bathrobe. Diana berdiri terhenyak dengan kedua bola mata memandang tubuh hampir polos anak sulungnya. Sebenarnya ini semua adalah rencana yang telah disusun Diana bersama dengan Tina. Namun kali ini Diana benar-benar terhenyak saat melihat tubuh kokoh dan berotot milik John. Diana sangat mengagumi sosok anak laki-lakinya itu karena memiliki wajah yang tampan dan bertubuh atletis.

“Akhirnya model-modelku sudah siap. Ayo, kita mulai …” ujar Tina santai tanpa rasa bersalah.

“Ini diluar kesepakatan!” pekik John marah. Matanya menatap tajam pada adiknya yang sedang tersenyum licik.

“Tina …! Apa-apaan ini?” Diana pura-pura kesal. Tina hanya mendelik genit sambil tersenyum pada ibunya.

“Kakakku yang gantengnya selangit, duduklah!” ucap Tina sembari memaksa John untuk kembali duduk di sofa.

“Tina … A…” ucapan John tak tuntas karena telunjuk Tina sudah menempel di bibirnya. Dan akhirnya John pun terduduk pasrah di sofa.

“Sekarang giliran mama … Sini ma …” Tina menarik tangan Diana.

“Ta..tapi …” ucapan Diana pun tertahan saat bathrobe yang dikenakannya dilepas oleh Tina.

Tampaklah tubuh bugil Diana dengan kulit yang halus dan putih. Walaupun sudah berusia 42 tahun, wajah dan tubuh Diana masih kelihatan cantik dan seksi, bentuk payudara bulat, perut langsing dan kaki yang jenjang. Memang Diana mempunyai bentuk badan aduhai, lantaran ia selalu merawat tubuhnya dengan melakukan pilates dan yoga. Keindahan tubuh yang dimiliki Diana membuat John tercengang tak percaya. Meski mata telah berpaling, John tetap tak sanggup menahan senyum saat mengagumi kemolekan tubuh ibunya.

“Mama duduk di pangkuan John ya …” Tina mulai memberikan instruksi.

Busyeeettt???” teriak John dalam hati. Tapi entah kenapa, tiba-tiba saja pikiran mesumnya hadir saat melihat gerakan lembut payudara ibunya. Sesaat setelah Diana duduk di pangkuan John, pikiran kotor pemuda itu semakin menguat.

“Tina …!” pekik protes John lagi. Tapi itu tidak benar-benar keluar dari lubuk hatinya karena hati John malah beriak senang tanpa riak bersalah.

“Sudahlah, John … Ikuti saja perintah Tina. Kasian dia butuh kita untuk menyelesaikan tugasnya,” Diana berkata sambil menyenderkan punggungnya di dada bidang John.

“Oh … I..iya, ma …” kata John gugup.

Tina pun mulai mengatur posisi kedua modelnya. Dengan hati tersenyum, Tina sengaja memposisikan John untuk bisa melihat organ-organ kewanitaan Diana. John memangku Diana dengan tangan kiri di pinggang sedang tangan kanan menangkup salah satu gunung kembar Diana. Kepala John diposisikan berada di samping kanan payudara yang satunya. Sementara itu, tangan kanan Diana melingkar di pundak John dengan posisi kaki mengangkang dan kaki kanan wanita itu bertempu di jok sofa. Dengan posisi yang demikan itu, tentu saja John bisa melihat dengan sangat jelas payudara dan vagina Diana.

“Oke … Kita mulai …!” seru Tina sambil mengambil alat lukisnya.

Proses melukis pun dimulai, dan pada saat yang sama kedua model mulai dialiri perasaan-perasaan seksual. Dengan posisi tubuh seperti itu, mata John tidak bisa teralihkan pada vagina Diana. John harus menahan nafas berkali-kali saat melihat vagina ibunya yang masih terlihat rapat dengan rambut kemaluannya yang dicukur pendek tampak begitu hitam kontras di atas kulitnya yang putih. Belum lagi payudaranya yang lembut dan padat dalam genggaman tangannya dengan gerakan penuh penghargaan. Ditambah lagi dengan wangi harum tubuhnya yang sangat menggairahkan.

Lama kelamaan hasrat kelelakian pemuda itu tidak bisa ditahan. John memang pasif dan diam, namun perlahan tapi pasti nafsu birahi semakin kuat menguasainya. Kejantanannya pun mulai sedikit demi sedikit menegang. Sekuat tenaga John berusaha menahan hasrat birahi yang mendera rasa. Namun usahanya sia-sia. John dapat merasakan kakinya sedikit gemetar, pembuluh di balik kulitnya terasa meletup tiap kali kulit halus Diana memetakan tubuhnya, yang tentu membuat darah pemuda itu menghangat. Dan akhirnya tanpa bisa ditahan lagi, kejantanan si pemuda tegang sempurna.

“Kamu nakal …” Diana berbisik sambil dengan sengaja menekan pantatnya agak kuat sehingga menekan kejantanan John yang posisinya sangat pas di belahan pantatnya.

“Ma..maaf …” balas bisik John yang merasa tidak enak hati pada ibunya.

“Kamu gak perlu minta maaf. Itu wajar kok,” bisik Diana lagi. Hati wanita itu begitu senang mendapati anak sulungnya terangsang oleh tubuh bugilnya.

“Mama … Sangat seksi …” terlontar pujian yang seharusnya tidak pernah terucapkan. Ucapan John itu semakin membuat Diana yakin dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

“Kamu menyukainya?” tanya Diana menggoda.

“Ya,” jawab John dengan akalnya yang sudah tidak sehat lagi.

“Kalau kamu mau … Kamu bisa mencicipinya …” Desah Diana persis di telinga John.

Mendengar ucapan Diana tersebut, tubuh John bagai magnet dengan dua kutub. Satu kutub menjanjikan kenikmatan yang siap disesap oleh jiwanya terperangkap oleh nafsu. Satu kutub lagi berisi keraguan. Untuk sesaat John ragu. Tapi hanya sesaat saja. Keraguan itu segera berubah menjadi minyak yang justru memperbesar nyala keinginannya untuk menikmati wanita yang berstatus sebagai ibunya. Raga, jiwa, bahkan mimpi-mimpi di dalam lokus otaknya telah dipasung oleh wanita di pangkuannya ini.

“Okay … Selesai … Kalian boleh meninggalkan bengkelku sekarang,” teriak Tina dari balik kanvas lukisnya.

Diana segera berdiri yang diikuti John setelahnya. Diana memakai bathrobe-nya kembali dan langsung keluar dari bengkel lukis Tina. Sementara itu, John mengikuti Diana di belakangnya. Mereka berdua berjalan saling berlawanan arah sesaat setelah keluar dari bengkel lukis. John memutuskan untuk menekan hasratnya.

“Hei …!” suara Diana membuat langkah John terhenti. Kemudian pemuda itu membalikan badan.

Tiba-tiba saja Diana menjatuhkan bathrobe yang dipakainya, sengaja mengekspose tubuh bugilnya. Wanita itu memberikan senyuman genit pada John sebelum akhirnya berjalan lenggak-lenggok bak peragawati menuju lantai satu rumah. John tertegun merasa kakinya seperti terikat oleh tali besar, yang membuat dirinya tak bisa bergerak kemana pun.

“Kejar dia!” kata Tina dari ambang pintu bengkel yang sukses membuat lamunan John buyar. “Dapatkan dia!” kata Tina lagi.

John menatap bingung kepada adiknya. John tak habis pikir, ia benar-benar linglung saat itu. Namun demikian, dorongan hasrat yang sejak tadi sudah menggelegak ditambah sinyal positif yang diberikan Tina, membuat dirinya melangkah maju. John menyambar bathrobe yang tergeletak di lantai lalu ia berjalan cepat hendak menyusul ibunya. Tak lebih dari satu menit, John masuk ke dalam kamar orangtuanya dan mendapati Diana terlentang di atas kasur.

“Akhirnya kamu datang juga,” lirih Diana sambil tersenyum ke arah pemuda yang baru saja memasuki kamarnya.

Perlahan John menutup pintu kamar, kemudian mendekati wanita bugil yang ‘menantangnya’ di atas kasur. Dengan pikiran yang sudah sangat berkabut, John melepaskan boxer yang dikenakannya. Lalu John merangkak naik ke atas tempat tidur dan langsung saja memposisikan dirinya di antara paha Diana. Secara perlahan John menelungkupi tubuh seksi Diana. Wajah mereka berhadap-hadapan bahkan sudah saling menyentuh hidung.

Satu detik kemudian, bibir mereka menyatu. Suara dari kecupan demi kecupan dan lumatan sangat terdengar. Ciuman yang semula penuh kelembutan itu kini berubah menjadi ciuman panas. Mereka saling memagut dan melumat dengan rakus. Lidah mereka saling bertaut dan membelit satu sama lain. Suara kecipak saliva pun tak terelakkan memenuhi ruang yang menjadi saksi bisu anak dan ibu yang sedang bercumbu itu.

Sambil berciuman, John terus menggesek-gesekan kejantanannya pada permukaan vagina ibunya. Diana melepaskan ciuman lalu memandang John dengan tatapan sayu dan memohon. Birahi yang membuncah dalam tubuh Diana sudah semakin parah dan tak sabar menanti pelampiasan. Dan tanpa ragu lagi, John mulai memasuki tubuh ibunya.

“Aaaaahhhkkhhh …!” Tubuh Diana sedikit tersentak dan terangkat saat penis John mulai menyeruak masuk.

“Ooouuhhh … Aaahhh …” Satu hentakan lagi, penis John semakin dalam tertanam di vagina Diana.

John memulai dengan gerakan perlahan. Vagina Diana perlu membiasakan diri dengan penis besar dan panjang milik John. Beberapa menit berselang, pinggul seksi John bergerak maju dan mundur secara konstan, menghentaknya ke bagian terdalam yang bisa dijangkau oleh ‘si perkasa’ yang sukses membuat Diana meminta lebih, mendesah, serta mengerang nikmat bersamaan dengan gerakan menghentak yang paling dalam yang diberikan John untuknya.

Hentakan tubuh John pun semakin menggila, penisnya semakin lama menyodok semakin kasar saja. Diana memeluk John sangat erat, kedua tungkainya melingkar menjepit pinggang pria itu. Penis John terus mengaduk-aduk vagina Diana, genjotannya semakin cepat dan intens. Bunyi penyatuan tubuh mereka berlomba dengan kecupan panas dan liar mereka. Tak lama saat lumatan dihentikan, suara decit tempat tidur seakan meminta diperhatikan dan diakui bahwa mereka juga mempunyai andil dari percintaan panas membara dua sejoli di atasnya.

Keduanya berlomba-lomba memberikan rasa nikmat. Keduanya tampak larut dalam kenikmatan penyatuan tubuh mereka, saling bergerak berlawanan arah, mendesah, mengerang dengan bibir yang tak berhenti mengecup. Hingga akhirnya Diana lebih dulu membusungkan dadanya sebagai tanda dia mencapai orgasme lebih dulu. Disusul kemudian oleh John yang tak lama mengerang nikmat seraya mengeluarkan seluruh spermanya di lubang nikmat ibunya. Setelah itu mereka terbaring lemas di kasur dengan dada naik turun saat berusaha mengatur kembali nafasnya.

“Maafkan aku ya ma … Aku tidak seharusnya …” kata-kata John langsung dipotong Diana.

“Ssssttt … Gak ada yang harus dimaafkan. Kita melakukan ini suka sama suka. Jangan bebani pikiranmu dengan rasa bersalah. Nikmati saja selagi kamu bisa,” ucap Diana sedikit menegur.

“Ma … Boleh aku bertanya sesuatu?” tanya John sambil menaiki tubuh bugil ibunya lagi.

“Tentang apa, sayang?” Diana membelai wajah anaknya sangat mesra.

“Apakah semua ini memang mama rencanakan?” tanya John yang merasa curiga sejak awal.

“Hi hi hi … Kamu memang anak yang cerdas. Benar, sayang. Ini sudah mama rencanakan dengan Tina,” jawab Diana.

“Hhhmm … Kalian memang licik,” gumam John lalu mencium bibir Diana.

Ibu dan anak itu kemudian melanjutkan pertempuran nikmat mereka ke babak selanjutnya. Keduanya bergerak seirama, menikmati seks mereka, dan menikmati keintiman mereka. Keduanya saling memberikan kenikmatan satu sama lain. Rintihan dan desahan kepuasan berulang kali terdengar lembut dari mulut mereka. Kenikmatan demi kenikmatan mereka raih dan entah sudah berapa kali mereka berdua saling menyemburkan cairan kenikmatan. Seakan pengantin baru, hampir sepanjang pagi sampai sore mereka berdua menikmati indahnya surga dunia.

Bersambung

Chapter 3 di halaman 3​
Kalau boleh request, ditambahin mulustrasi hu
 
Baru estafet bacanya, mantaaaaaapp..... Dtggu cerita lanjutannya. Smga ga macet nih cerita.
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd