Mawar_Berduri
Semprot Baru
- Daftar
- 11 Jan 2021
- Post
- 32
- Like diterima
- 1.240
CHAPTER 1
Tangannya terasa pegal. Terasa basah karena keringat yang keluar dari pori-pori kulit, pegangan pada setir motor mulai terasa licin. Tina terus mengumpat. Ia menggerutu manyalahkan udara panas kota Jakarta. Matahari seolah-olah bersinar di ubun-ubun kepala, terasa panas dan menyegat kulit. Helm ungu yang Tina kenakan justru membuanya tambah gerah, terbukti dengan kehadiran keringat yang membasahi keningnya. Make up yang telah susah payah Tina poles sudah dipastikan akan luntur. Ucapkan selamat tinggal pada penampilan yang sempurna.
Tina mendelik ketika seorang laki-laki tua ubanan mengedipkan mata nakal ke arahnya dari balik kaca angkot yang berada di depannya. Bibir keriput laki-laki tua tidak tahu diri itu bergerak seperti hendak mencium dalam jarak jauh. Tina balas menatap dengan pandangan horor. Wajah cantiknya langsung berubah pucat saat itu juga, bahkan darah dalam tubuhnya pun enggan untuk mengalir. Dengan segera gadis itu langsung menambah kecepatan laju motornya.
“Memalukan, tidak lihat umur,” umpatnya kemudian.
Tina terus melajukan motornya seperti orang gila, kecepatannya terus bertambah. Ia ingin segera sampai di rumah karena tidak tahan dengan sengatan sinar matahari yang tidak bersahabat dengan kulitnya. Setelah ngebut di jalanan sekitar 20 menit, akhirnya ia sampai juga di rumah. Oh, itu bukan rumahnya tetapi rumah tantenya. Ini adalah rumah adik ibunya. Tina berlari-lari kecil melewati pintu rumah yang tidak terkunci sambil mengedarkan pandangan, mencari seseorang yang ingin ia temui. Tina pun melewati ruang tamu dan gadis itu langsung tersenyum sesaat melihat orang yang ia cari sedang duduk di sofa ruang tengah sambil nonton acara televisi.
“Andi … Aku punya gosip!” Tina langsung saja berkata penuh semangat. Tidak lebih setengah menit, gadis itu sudah duduk di samping pemuda yang ia panggil dengan sebutan ‘Andi’.
“Gosip apa?” tanya Andi malas. Pemuda itu menengok ke arah sepupunya dengan alis terangkat heran.
“Cewekmu selingkuh, Ndi … Aku punya buktinya,” Tina mengeluarkan smartphone dari dalam tasnya lalu menunjukkan beberapa foto pada Andi.
“Aku sudah tahu. Tadi si Irwan ngirim foto itu,” kata Andi lemas lunglai.
“Terus? Gimana tindakanmu?” tanya Tina penasaran.
“Kita sudah putus. Barusan aku yang memutuskannya,” jawab Andi.
“Yes!!!” Tina memekik kegirangan yang langsung mendapat tatapan tajam dari Andi.
“Kok, kamu malah senang?” Andi pun sewot.
“Tentu aku sangat senang karena sejak awal aku kurang suka sama si Lili … Cewek matre kok dipelihara! Hi hi hi …” Tina tak sedikit pun merasa iba. Ia justru tertawa.
Andi hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sepupunya itu. Meski kesal dan sakit hati, Andi tidak bisa marah kepadanya karena Tina adalah saudara sekaligus sahabat sejatinya sejak kecil. Mereka selalu bersama-sama dan tidak terpisahkan. Kedekatan mereka ibarat seperti mobil dan rodanya. Kemana-mana selalu bersama dan saling bergantung. Andi seringkali mengorbankan kepentingan pribadinya demi Tina yang sangat dihargainya. Andi tidak jarang meluangkan banyak waktunya demi kepentingan sepupunya tersebut. Seperti halnya Andi, Tina juga bersikap yang sama terhadap Andi. Tina sangat perhatian dan selalu memastikan sepupunya ini dalam keadaan baik-baik saja.
“Sudah … Jangan bersedih gitu. Masih banyak cewek yang lebih pantas untukmu,” Tina coba menghibur.
“Aku sih gak sedih. Cuma kecewa saja. Aku gak nyangka kalau aku diselingkuhi Lili. Padahal, aku ini kurang apa?” Andi menghela nafas agar sakit hatinya berkurang.
“Hi hi hi … Kurang kaya, Ndi … Cowoknya yang sekarang lebih tajir daripadamu,” lagi-lagi Tina cekikikan.
“Ah, ya sudah … Bodo amat …!!!” ucap Andi sambil mengacak-acak rambutnya.
“Kamu tenangin dirimu dulu. Sekarang, aku mau pulang,” ucap Tina seraya bangkit dari duduknya.
Tina berjalan dengan langkah riang gembira. Setiap langkah yang ditinggalkannya menjadi telapak berirama. Tina begitu senang kalau Andi sudah putus dengan pacarnya. Dia seperti tidak rela kalau Andi dekat dengan perempuan lain. Gadis itu merasakan cemburu padahal tidak memiliki, merasakan suatu hal namanya peduli, dan sampai merasakan jatuh hati. Ya, Tina diam-diam mencintai Andi, dan entah kapan rasa cinta itu muncul dan berkembang. Namun yang jelas, belum pernah ia merasakan cinta yang sedemikian berkobar.
Tina menaiki motornya lagi lalu keluar dari halaman rumah Andi. Tidak lebih dari satu menit, Tina memasuki rumahnya sendiri yang bersebelahan dengan rumah Andi. Gadis itu memarkirkan motornya di garasi kemudian ia masuk ke dalam rumahnya. Saat Tina menaiki tangga, dia terkejut melihat pintu kamarnya terbuka dan lampu menyala. Di dalam, Tina melihat ibunya, Diana, duduk di sisi tempat tidur sambil menatap ke arahnya. Ekspresi wajah si ibu tidak bisa terbaca sedikit pun. Tina mendekat, mengambil tangan kanan ibunya dan menempelkan sekejap ke arah dahi.
“Mama ingin bicara denganmu,” kata Diana. Dari nada suaranya, Tina tahu bahwa sesuatu yang serius akan terjadi. "Ayo. Duduk," kata Diana lagi sambil menepuk kasur di sampingnya.
"Ada apa, ma …?" Tina bertanya dan mencoba untuk bersikap santai meskipun hatinya bergejolak tak enak. Tina pun duduk di samping ibunya.
“Mama masuk ke kamarmu tadi pagi untuk mengambil pakaian kotormu. Dan tak sengaja, mama menemukan sesuatu yang perlu mama tanyakan padamu,” kata Diana. Jantung Tina berdebar-debar saat menatap mata ibunya yang membalasnya dengan tatapan penuh kebingungan. Perlahan Diana mengambil sebuah diary dari balik punggungnya. Tentu saja Tina terperanjat dan mukanya berubah menjadi pucat bagaikan mayat.
“Mama membaca buku harianku?” tanya Tina yang tak bisa menyembunyikan kemarahan sekaligus ketakutannya. Kegelisahan melanda gadis itu sampai ia berpikir keras bagaimana untuk menghadapi ibunya.
“Ya, dan mama minta maaf. Mama tadinya tidak ingin membacanya, tapi diary-mu terbuka jadi mama penasaran. Mama pikir kamu sengaja meletakkan dan membuka diary-mu agar mama membacanya,” jelas Diana lemah lembut.
“Aku pasti telah menjatuhkannya waktu aku mengambil buku kuliah,” kata Tina dalam hati. Gadis itu benar-benar ingin marah pada ibunya karena sudah membaca buku hariannya, tetapi dia sadar dia akan melakukan hal yang sama jika posisi mereka dibalik. Sekarang bukan saatnya untuk marah, sekarang waktunya memberikan penjelasan.
“Apa yang mama baca?” tanya Tina frustasi. Belum apa-apa gadis itu sudah merasa malu karena aibnya diketahui ibunya. Apa yang tertulis di buku harian itu adalah ungkapan rasa cinta kepada seseorang yang selama ini Tina rasakan. Celakanya, sebagian tulisan dalam diary itu menceritakan aktivitas masturbasi yang ia lakukan sambil membayangkan Andi yang menggagahinya. Tiba-tiba tubuh Tina sedikit bergetar menahan rasa malu yang sekarang menderanya.
“Jadi, kamu benar-benar mencintai Andi? Dan kamu membayangkan kalau dia menyetubuhimu? Apakah itu hanya fantasimu atau …?” tanya Diana pada Tina yang terputus karena ragu meneruskannya. Kini suara Diana semakin lirih. Diana mencoba berbicara selembut mungkin. Ia tidak mau Tina merasa malu apalagi bersalah.
Pertanyaan Diana yang bertubi-tubi itu sangat sulit dijawab sehingga membuat Tina gugup. Untuk sesaat, dia berpikir untuk mengatakan ‘tidak’, tetapi ada sesuatu di mata ibunya yang mengatakan dia sudah tahu yang sebenarnya. Berbohong hanya akan memperburuk keadaan.
“Aku ... Tidak ... Itu benar ... Itu benar-benar terjadi ... Itu fantasiku …” kata Tina akhirnya mengakui. Bahu gadis itu merosot karena pasrah. “Apakah mama marah?” Tina bertanya kemudian.
Ekspresi Diana melunak. Ia pun tersenyum sebelum berkata, “Mama memang terkejut … Tapi mama tidak marah padamu,” ucap Diana sambil mengulurkan tangan untuk mengusap punggung dan bahu putrinya dengan penuh kasih. “Sudah berapa lama kamu menyukainya?” lanjut Diana.
“Aku tidak menyadarinya sampai tadi siang. Aku sangat senang saat Andi putus dengan pacarnya. Tapi kurasa, aku sudah merasakan hal ini sejak lama. Sekarang hanya dia yang ada di otakku,” ungkap Tina yang sudah bisa menguasai diri. Meski sempat ragu dengan perasaannya, Tina akhirnya disadarkan oleh kejadian ini kalau ia harus jujur dengan perasaannya sendiri pada Diana.
“Berdasarkan dengan apa yang mama baca … Kamu masturbasi dengan membayangkan kalian bermain seks …” Diana sengaja menahan ucapannya saat melihat pipi Tina mendadak merona merah. Tina pun menunduk tak kuasa menatap wajah ibunya. Diana memeluk Tina penuh kasih sayang lalu melanjutkan ucapannya, “Apakah itu hanya sensasi kotor atau kamu benar-benar ingin mewujudkannya?” tanya Diana sangat hati-hati.
Tina mengangkat wajah lalu menatap mata Diana. Gadis itu ingin mengetahui apa yang dipikirkan oleh ibunya. Tina tidak percaya kalau dia membicarakan hal ini dengan ibunya. Bicara tentang keinginan untuk melakukan kontak seksual dengan seseorang. Sebuah pembicaraan tabu yang bikin risi kuping, tetapi sebenarnya bikin otak dan hati penasaran. Namun di sisi lain, Tina merasa beban besar yang selama ini ia simpan sendiri kini seperti terangkat dari pundaknya.
“Bagaimana kalau aku ingin mewujudkannya?” tanya Tina ragu-ragu sambil terus menatap wajah ibunya. Melihat roman muka Diana, Tina merasa lebih percaya diri untuk mengutarakan fantasinya menjadi kenyataan.
“Apakah itu benar-benar yang ingin kamu kejar untuk diwujudkan?” tanya Diana ingin kepastian.
“Ya,” jawab Tina singkat dan pelan. “Tapi, aku gak pernah yakin kalau itu benar-benar bisa terjadi,” lanjut Tina.
“Hhhmm … Mama gak percaya akan mengatakan ini … Tapi, kamu sudah dewasa, umurmu sudah lebih 20 tahun, dan tentu saja sudah bisa membuat keputusan sendiri,” kata Diana. Dia memilih kata dengan sangat hati-hati.
“Berarti … Aku …” kata-kata Tina tertahan karena belum yakin dengan perkataan ibunya.
“Seks itu indah dan menawan. Seks itu terlalu indah untuk tidak dinikmati karena seks adalah titik awal kehidupan dari kehidupan itu sendiri. Seks merupakan kenikmatan yang tak usah dicemaskan, dan harus dibebaskan. Seks adalah salah satu hal paling menakjubkan yang beruntung dapat dilakukan manusia dengan cara yang paling menyenangkan. Karena itu, seks harus dinikmati secara menyeluruh dan dengan kepuasan maksimal. Seks tidak harus disembunyikan. Hal ini justru harusnya lebih terbuka karena seks adalah kebutuhan,” jelas Diana.
“Berarti aku boleh melakukan hubungan seks dengan Andi?” Tina melanjutkan pertanyaannya yang tertunda setelah mendengar penjelasan Diana.
“Mama tidak bisa mengatakan bahwa mama sepenuhnya menyetujui keinginanmu berhubungan seks dengan Andi. Tapi mama ingin kamu tahu bahwa mama dan papa akan selalu menyayangi dan mendukungmu atas segala pilihan hidup yang kamu inginkan,” tegas Diana sambil tetap tersenyum.
Bendungan itu akhirnya pecah, dan air mata mulai mengalir di pipi Tina. Gadis itu membenamkan kepalanya di pangkuan Diana dan terisak, membiarkan semua emosi yang terpendam mengalir keluar darinya. Tina bersyukur dan gembira atas dukungan ibunya. Diana dengan lembut membelai rambut putrinya sambil mengeluarkan air mata. Mereka duduk seperti itu untuk waktu yang lama sampai Tina mulai tenang dan duduk tegak kembali. Tina menyeka mata yang penuh air mata dengan lengan bajunya.
“Apakah Andi tahu bagaimana perasaanmu?” tanya Diana mengakhiri keheningan di antara mereka.
“Tidak ... Jelas tidak,” jawab Tina.
“Apakah kamu akan memberitahunya?” tanya Diana ragu-ragu.
“Entahlah ... Aku tidak yakin ...” jawab Tina lesu.
“Mama pikir kamu perlu memberitahunya, bagaimana perasaanmu yang sebenarnya. Ini satu-satunya cara kamu menyelesaikan masalah. Semakin kami pendam, semakin kamu tersiksa,” Diana memberikan saran.
“Tapi bagaimana jika dia tidak tertarik? Bagaimana jika itu membuat di antara kita menjadi buruk?” Tina benar-benar merasa ragu dengan saran ibunya.
Diana memberinya senyum penuh pengertian lalu berkata, “Kalau dia tidak merasakan hal yang sama, setidaknya itu akan membuatmu lebih tenang. Tapi mama sangat mengetahui kalau Andi sangat sayang padamu lebih dari apapun di dunia ini. Dan mama sangat yakin, Andi akan menerimamu karena kamu cantik. Tak ada seorang laki-laki pun yang akan menolakmu, termasuk Andi.” Diana menangkup wajah putrinya. Tina pun tersenyum, menyadari bahwa perkataan ibunya benar.
“Mama benar, aku akan membicarakannya dengannya," kata Tina yang tiba-tiba merasa percaya diri.
“Kamu akan memberitahu mama bagaimana kelanjutannya, kan?" tanya Diana. Tina mendengar ada sedikit semangat dalam suara ibunya.
“Tentu saja!” Tina menjawab.
Selanjutnya, ibu dan anak terlibat percakapan yang cukup serius tapi santai. Baru kali ini Tina merasakan kalau ibunya sangat terbuka dengan apa yang disebut ‘obrolan antar wanita’. Tentu saja Tina mendapatkan kejutan betapa menyenangkannya memiliki seseorang untuk berbagi pemikiran dan ketakutannya.
“Bagus! Mama yakin semuanya akan baik-baik saja. Lihat saja nanti.” Diana meremas jemari putrinya dengan penuh kasih sebelum bangkit dari tempat tidur. “Mama sudah siapkan makanan untuk makan siang. Ayo turun! Kita makan!" kata Diana sambil berlalu.
Tina dipenuhi dengan kegembiraan sekaligus kegugupan sepanjang sisa hari ini. Saat dia makan dengan ibunya, Tina bertanya-tanya apakah ibunya akan memberi tahu ayahnya tentang percakapan mereka barusan. Diana menegaskan untuk tidak khawatir tentang hal itu. Tina pun merasa lega karena percaya kepada ibunya yang akan mengatur keadaan ini dengan sebaik-baiknya.
Setelah makan siang selesai, Tina langsung membersihkan badan di kamar mandi. Gadis itu berlama-lama menyikat gigi dan mencuci rambutnya. Ia juga berulang kali menggosok tubuhnya dengan sabun cair yang meninggalkan aroma kesukaannya. Setelah itu, ia memilih pakaian yang menampilkan lekuk tubuhnya. Tina menggunakan kaos putih ketat yang didalamnya hanya dibalut bra tipis, sedangkan bawahannya mengenakan rok bahan warna krem. Kemudian ia mengeringkan rambut panjangnya, lalu memulas wajahnya dengan warna-warna pastel. Saat memandang pantulan dirinya di cermin, ia merasa cantik dan bahagia. Gadis itu tersenyum kembali pada bayangannya saat dia berpose, senang dengan penampilannya.
Tina keluar kamar dan berjalan menuju tempat kediaman Andi yang berjarak hanya beberapa meter dari rumahnya. Tanpa permisi terlebih dahulu, Tina langsung saja masuk ke dalam rumah Andi. Tapi kali ini orang yang dicarinya tidak berada di ruang tengah. Tina tahu Andi ada di mana. Segera saja gadis itu menaiki anak tangga dan menuju kamar tidur Andi di lantai dua rumahnya. Tina menghirup udara dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan di saat dia sudah berada di depan pintu kamar Andi. Tina pun mengetuk pintu kamar pria yang ingin ditemuinya.
“Siapa?” suara Andi terdengar agak serak.
“Aku …” jawab Tina yang sangat yakin kalau Andi mengetahui suaranya.
“Mau apa?” tanya Andi lagi membuat Tina agak kesal.
“Bisakah kamu membiarkanku masuk?” Tina bertanya, suaranya rendah tapi mendesak. “Aku perlu membicarakan sesuatu denganmu.” Lanjut Tina.
“Bisakah itu menunggu sampai besok?” Andi bertanya balik dari balik pintu kamarnya.
“Tidak ... Tidak bisa!” Kata Tina semakin memaksa.
Sambil menghela nafas, Andi membuka kunci pintu dan mendorongnya terbuka, membiarkan Tina masuk. Mata gadis itu membulat saat melihat sosok tampan yang hanya mengenakan celana boxer dan kaus dalam putih. Sebenarnya Tina pernah beberapa kali melihat penampilan Andi yang demikian, tapi kali ini rasanya sangat berbeda. Tina sangat buruk dalam mengontrol hormon seksualnya saat melihat Andi menunjukkan tubuh atletisnya yang menggoda.
“Masuklah …” ucap Andi yang sukses membuyarkan lamunan Tina.
“Oh, ya …” kata Tina seraya berjalan melewati Andi yang kemudian pemuda itu menutup pintu kamarnya.
“Aku baru saja mau mandi, tapi kamu keburu datang. Sebenarnya ada apa kamu datang ke sini?” tanya Andi dengan nada malas.
“Aku ingin minta maaf karena selama ini aku bicara yang jelek-jelek tentang mantanmu. Tapi itu aku lakukan karena aku care sama kamu,” ucap Tina yang kini sudah berhadapan dengan Andi.
“Santai saja … Aku tidak mempermasalahkannya,” jawab Andi dengan ekspresi sedikit melunak. “Aku tahu kamu hanya berusaha menjagaku. Aku menghargainya, meskipun aku tidak selalu menunjukkannya dengan baik." Lanjut Andi sambil tersenyum.
“Jujur saja, Ndi … Aku sangat khawatir sama kamu. Aku gak mau kamu sakit gara-gara mantanmu. Karena aku sangat menyayangimu,” ucap Tina dengan kata terakhir yang memelan.
Tiba-tiba Andi melangkah ke depan lalu pemuda itu menarik Tina ke dalam pelukannya. Tina membalas pelukan Andi dengan erat seakan tidak mengizinkannya lepas. Andi sering memeluknya seperti ini, namun lagi-lagi kali ini terasa berbeda. Tina belum pernah merasakan pelukannya semesra ini. Pelukan yang membuat gadis itu merasa tenang dan hangat. Tina tersenyum ketika dia menyadari bahwa ibunya benar. Andi sangat menyayanginya lebih dari apapun di dunia ini.
“Tapi ada sesuatu yang lain,” kata Tina sambil mengurai pelukannya lalu melangkah mundur dan mengambil napas dalam-dalam. “Aku sedang jatuh cinta. Aku naksir seseorang tapi aku tak berani mengungkapkannya,” lanjut Tina dengan suara lirih.
“Wow ... Siapa laki-laki yang beruntung itu?” Andi bertanya penasaran. Kedua tangan Andi memegang bahu Tina dengan pandangan serius.
“Kamu, Andi ... Aku naksir kamu,” ucap Tina yang kemudian terkejut karena betapa mudahnya kata-kata itu keluar dari mulutnya.
“Apa yang kamu katakan???” Andi tidak kalah terkejut. Pemuda itu menarik diri darinya, wajah Andi seperti sedang mengenakan topeng kebingungan. Pemuda itu tak bisa menahan diri, mulutnya sedikit terbuka tak percaya. Andi bisa merasakan detik berikutnya, jantungnya berdebar makin kencang.
Tina menatap wajah pemuda yang disukainya itu dengan seksama. Hatinya sudah bulat untuk menyampaikan kebenaran.
Tidak ada lagi yang ditakutinya. Dan akhirnya tidak ada lagi yang menyulitkan gadis itu untuk berkata, “Aku sedang membicarakanmu. Kaulah yang kuinginkan.” Tina merasa percaya diri sekarang. Bahkan jika Andi menolaknya, dadanya terasa ringan luar biasa.
“A…aku … Ti…dak tahu harus berkata apa.” Andi tergagap karena bingung yang tiada tara.
“Kamu tidak perlu mengatakan apa-apa,” jawab Tina. “Tapi aku harus memberitahumu tentang perasaanku. Aku berharap kamu juga merasakan hal yang sama. Tapi, jika tidak, tidak masalah bagiku …. Kita bisa mengkondisikan seolah percakapan ini tidak pernah terjadi.” Ungkap Tina masih dengan senyumnya.
“Ta..tapi ... Kita sepupu ... Bukankah itu ... salah?” kata Andi walau masih terdengar gagap namun pemuda itu sudah bisa sedikit menguasai diri.
“Sebagian orang akan mengatakan itu salah,” kata Tina. “Tapi kita bisa menjaga agar tidak ada yang mengetahui hubungan kita ini kecuali kau dan aku.” Gadis itu berkata ragu-ragu, pipinya sedikit memerah. "Ada hal lain yang harus kukatakan padamu.” Lanjut Tina sambil menahan senyum.
“Ada lagi?” Andi bertanya, dengan mata terbelalak kaget.
Tina terkekeh dan dengan sedikit malu gadis itu pun berkata, “Kamu seharusnya menutup jendela itu waktu kamu bersenang-senang dengan dirimu sendiri. Aku beberapa kali melihatmu sedang … itu …”
Kesadaran muncul di wajah Andi. Badannya mendadak langsung menegang dan mukanya pucat pasi. Andi tahu persis apa yang dilihat Tina. Sambil tersipu malu Andi pun berkata, “Maksudmu … Kamu memperhatikanku waktu aku sedang …” ucapan Andi pun tak berlanjut hanya matanya saja yang menatap Tina tajam.
Tina tersenyum malu dan mengangguk. “Kamu terlihat seksi waktu beronani, Ndi … Sejujurnya aku ingin sekali merangkak masuk ke dalam kamarmu lewat jendela itu dan membantumu bersenang-senang. Tapi aku terlalu takut untuk melakukannya,” ucap Tina tanpa ragu.
Andi ternganga kaget. Ia tampak berjuang untuk memahami apa yang baru saja dikatakan sepupunya itu. “Kamu benar-benar ingin melakukan itu ... denganku …?” Andi akhirnya bertanya dengan nada serius.
Tina merasakan kelegaan yang besar karena Andi sudah mengetahui perasaannya, dan dia akan menunggu reaksi selanjutnya dari sang pujaan hati. Namun jika dilihat dari dekat, keyakinan Tina mulai muncul. Tina seolah memiliki harapan besar bahwa Andi akan menyambut perasaannya tidak lama lagi.
“Ya, aku ingin melakukannya denganmu. Dan mungkin lebih hanya sekedar yang pernah kamu lakukan sendiri,” Tina memberi Andi seringai nakal saat dia secara terbuka menatap garis besar penisnya yang tegak menempel pada kain celana dalamnya. Andi benar-benar terperangah dengan pengakuan Tina barusan dan hanya bisa menatapnya dengan bodoh.
Tiba-tiba Tina menarik ujung kaosnya ke atas dengan satu gerakan cepat. Gadis itu membiarkan tubuh atasnya terbuka bebas untuk dinikmati. Ia sengaja memamerkan payudaranya yang masih terbungkus bra itu kepada Andi. Saat Tina memperlihatkan dirinya pada Andi, ia merasakan putingnya mengeras menjadi simpul-simpul kecil yang sensitif, yang menempel di bagian dalam bra-nya. Tina berdiri dengan gugup di hadapan Andi, dan berharap Andi tidak kecewa dengan tubuhnya. Namun, ketakutan Tina dengan cepat mereda ketika ia menyadari bahwa ekspresi terkejut Andi dengan cepat berubah menjadi seringai gembira.
“Kamu suka?” Tina bertanya walau sudah mengetahui jawabannya.
Tiba-tiba Andi menyadari dirinya sendiri. Andi tersipu malu dan mencoba menutupi kemaluannya sambil mengalihkan pandangannya dari tubuh sepupunya. Andi merasa tidak siap untuk menjalin hubungan yang tidak normal ini. Dalam hatinya, ia merasa tidak yakin atas segala yang sedang terjadi saat ini.
“Jangan,” kata Andi pelan.
Tina segera menggenggam pergelangan tangan Andi dan dengan lembut menariknya, menjauh dari selangkangannya. Tina pun lalu berkata, “Aku suka membuatmu bergairah. Aku suka membiarkanmu melihatku seperti ini.”
“Maaf, Tina … Ini sudah kelewatan. Ini … Ah, kamu memang seksi, Tina … Tapi, apakah kamu yakin ini adalah sesuatu yang benar-benar kamu inginkan? Bagaimana jika kamu menyesal nanti? Aku tidak ingin persahabatan dan persaudaraan kita rusak gara-gara semua ini,” kata Andi sambil memandang wajah Tina.
“Aku juga tidak ingin persahabatan dan persaudaraan kita rusak. Tapi aku yakin seratus persen dengan semua keputusanku. Aku tahu, kita tidak akan bisa menjadi pasangan hidup yang sesungguhnya. Tapi percayalah, aku mencintaimu lebih dari apapun. Ndi, aku tidak akan pernah menyesal memberikan keperawananku padamu,” jelas Tina sangat percaya diri.
Andi dan Tina saling bersitatap dan perlahan saling mendekat. Akhirnya Andi mengambil inisiatif, ia melingkarkan lengannya di pinggang Tina, menarik tubuh gadis itu ke dalam tubuhnya, dan menciumnya untuk pertama kali sebagai seorang wanita, bukan sepupu. Tina pernah berciuman dengan laki-laki sebelumnya, tetapi ini terasa lain. Rasa dan baunya begitu akrab, tetapi konteksnya sangat berbeda. Andi beberapa kali melumat bibir gadis itu yang terasa manis baginya. Tidak mau kalah, Tina membalas dengan liar ciuman Andi. Kedua tangan Tina mengalung di belakang leher Andi, menarik kepala pemuda itu agar semakin memeperdalam kegiatan silat lidah mereka. Suara desahan tertahan kembali memenuhi ruang kamar.
Tidak ingin diam saja karena sudah diberi izin, kedua tangan Andi pun mulai bergerilya di kedua payudara Tina. Meraba dengan pelan adalah apa yang saat ini Andi lakukan pada dada Tina. Tak berselang lama, gerakan tangan Andi semakin berani, awalnya memang hanya meraba, tapi semakin waktu berlalu, pemuda tersebut mulai melakukan berbagai macam gerakan. Meremas, memutar, memijit, bahkan sampai menarik ke samping kedua payudara itu untuk saling berjauhan. Sengatan listrik muncul di sekujur badan Tina saat merasakan gerakan lembut yang diberikan Andi. Walaupun kadang Tina juga memekik saat merasakan gerakan yang cukup kasar dari kedua tangan Andi di kedua gunung kembar miliknya.
Mereka pun mulai saling merangsang. Sentuhan pada titik sensitif mereka pun semakin membuat nafsu birahi mereka meningkat. Sambil terus berpelukan dan berciuman kedua insan berjalan menuju ranjang. Andi dan Tina bergulingan di atas pembaringan, saling menaikan birahi mereka. Satu per satu kain penghalang tubuh mereka pun lepas begitu saja sehingga badan mereka tak terhalangi sehelai benang pun. Mereka telah sama-sama menunjukkan tubuh masing-masing. Gelombang birahi membanjiri keduanya, tak peduli atas hubungan apapun yang mereka jalani. Karena kini, Tina sudah merebah, sementara Andi menempatkan diri di atasnya.
“Apa kamu siap?” tanya Andi yang dijawab anggukan oleh Tina.
Tina menutup mata tatkala matanya melihat benda tumpul itu mulai bergerak mendekati lubang suci-nya. Andi mengatur napasnya, dia harus melakukannya selembut mungkin, karena tidak ingin menyakiti Tina. Kedua tangan Andi memegangi pinggul sepupunya itu. Andi bersiap, mulai menempelkan ujung penisnya di bibir vagina Tina yang sudah basah sedari tadi, dan hal itu langsung direspon Tina dengan menggigit bibir bawahnya. Andi mendorong pelan pinggulnya, yang langsung disambut rintihan Tina.
“Aakkhh … Uuuhh …”
Kepala penis Andi sudah masuk. Sedikit demi sedikit, batang kemaluan itu terus melaju dengan pelan di dalam lorong vagina tersebut. Andi menggeram pelan ketika merasakan betapa nikmat miliknya di remas-remas di dalam sana, yang langsung mengundangnya untuk harus berbuat kasar - tapi itu tidak boleh. Dia tidak akan melakukannya.
“Tina …” geram Andi sambil meringis menahan hasratnya untuk berbuat kasar pada gadis di bawahnya.
Tina yang sepertinya merasa kalau Andi benar-benar tersiksa karena tidak bisa langsung menuntaskannya, hanya bisa tersenyum kecil. Dia pun merentangkan tangannya, memeluk Andi dan menarik kepala pemuda itu untuk mendekatinya. “Lakukan, sayang. Aku tidak apa-apa. Tidak perlu mengkhawatirkan aku. Lakukan apa yang kamu mau …” ujar gadis itu dengan lirih di samping telinga Andi.
Mata Andi melebar dan pada saat yang bersamaan libidonya meledak. Andi pun segera menarik penisnya, menyisakan kepala penis saja di dalam sana, lalu langsung menancapkannya dengan keras membuat penis itu langsung masuk sepenuhnya ke dalam tubuh Tina, yang mengundang desahan keras dari Tina. Darah keluar dari penyatuan tersebut, menandakan kalau si gadis benar-benar masih perawan. Dan Andi-lah yang membuat gadis itu sekarang berubah menjadi seorang wanita.
“Ooohh …!” Tina tak menyangka kalau robeknya selaput dara miliknya tidak terasa sakit yang selalu ia bayangkan. Tina hanya merasakan ‘gigitan semut’ di organ intimnya. Walau selaput daranya robek, tetapi anehnya Tina hanya merasakan sedikit sakit.
Andi terdiam sesaat. Ia merasa telah berbuat kasar pada Tina. Andi mencoba untuk mengabaikan rasa nikmat di bawah sana, menunggu Tina untuk menyesuaikan benda asing yang saat ini memasuki tubuhnya. Andi masih mendiamkannya di situ sebentar karena Tina masih memejamkan mata merasakan sakit yang sedikit karena selaput daranya terkoyak.
“Pertama memang sakit tapi lama kelamaan akan menjadi nikmat, Tin …” hibur Andi dengan suara pelan.
Tina mengelus pipi Andi. “Kamu boleh bergerak sekarang, sayang …” Senyuman manis merekah di bibir gadis yang sudah menjadi wanita seutuhnya tersebut.
Andi menatap singkat wajah cantik sepupunya, kemudian mengangguk. Andi menggerakkan pinggulnya dengan pelan, yang langsung disambut Tina dengan desahan. Pemuda itu menggeram saat merasakan penisnya dicengkeram kuat oleh vagina Tina yang benar-benar terasa sangat sempit sekali bagi Andi. Setelah merasa Tina sudah bisa menerima perlakuannya, Andi menambah tempo kecepatan pompaannya.
“Ah ah hah! Sayang … hyaah! Lebih cepat … Aaahhh!” Tina mulai merancau. Merespon permintaan Tina, pemuda itu pun semakin mempercepat gerakan pinggulnya, membuat kedua payudara Tina bergerak dengan erotis.
Sambil memompa, Andi menatap vagina Tina. Pandangannya nanar seolah ada kabut yang menutupi bola matanya ketika ia melihat bagaimana bibir luar vagina Tina menenggelamkan batang kemaluannya yang selama ini menjadi kebanggaan dirinya, dan melihat bagaimana bibir vagina itu ikut terdorong bersama batang kemaluannya. Ia masih menatap terpesona ketika ia menarik kembali batang kemaluannya. Bibir luar vagina Tina merekah dan seolah dengan sengaja memperlihatkan lipatan celah vaginanya yang berwarna pink.
“Aaahh ... Enakkh sayang …!” Racau Tina lagi.
Andi tersenyum. Dilumatnya bibir sepupunya sambil menghentakkan pinggulnya dengan cepat. Batang kemaluan Andi menghujam vagina Tina dengan begitu kuat. Andi menghentikan hentakan pinggulnya dan berdiri kejang setelah merasakan mulut rahim Tina tersentuh oleh ujung batang kemaluannya. Lalu ditatapnya raut wajah Tina yang cantik dan seksi. Andi berpikir mungkin Tina dikaruniai bakat bercinta. Bakat yang mampu menaklukkan para lelaki. Andi bersyukur di dalam hati. Betapa beruntungnya ia menjadi lelaki yang dicintai oleh wanita ini.
“Aaahh ... uhh hmmmh Aaah Argghh ...” Rintih Tina saat merasakan batang kemaluan Andi yang luar biasa perkasa itu menghujam-hujam vaginanya.
Mata Tina terbelalak karena batang kemaluan Andi terasa seolah membelah vaginanya. Kedua tangan Tina dengan erat merangkul tubuh Andi. Tina merasa lututnya lemas menahan kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Panasnya birahi membuat pori-pori di sekujur tubuhnya menjadi terbuka. Butir-butir keringat mulai merembes dari pori-porinya. Semakin sering ujung batang kemaluan Andi menyentuh mulut rahimnya semakin banyak pula keringat yang merembes di sekujur tubuhnya. Hingga akhirnya, keringat-keringat itu terlihat seolah mengkristal di tubuh moleknya.
Nafas Tina beberapa kali terhenti ketika Andi menarik dan menghujamkan batang kemaluannya. Andi menarik dan menghujam kemaluannya dengan keras dan cepat sehingga terdengar suara 'cepak-kecepak' yang merdu setiap kali pangkal pahanya berbenturan dengan pangkal paha Tina. Dan setiap kali mendengar suara 'cepak-kecepak' itu, darah Tina seolah berdesir hingga ke ubun-ubun.
"Aaahh ... hhaah ... umhh arrghh Aaaaaccchhh …! Aaakkuh sammhpaihh sayangghhh!” Rintihan Tina itu membuat Andi semakin gencar menghentak-hentakan pinggulnya.
Keringat bercucuran dari dahi Andi. Ia berusaha menahan nafas untuk mengendalikan tekanan sperma yang akan menyemprot dari lubang batang kemaluannya. Tetapi orgasme Tina ternyata membuat ia tak mampu lagi menahan tekanan sperma yang mengalir dari biji kembar kemaluannya. Vagina sempit Tina berdenyut-denyut meremas batang kemaluan Andi. Meremas sangat kuat seolah menghisap sperma yang masih tertahan di batang kemaluannya. Remasan dinding vagina Tina membuat Andi tak tahan untuk menyemprotkan sperma dari lubang kemaluannya ke dalam lubang vagina Tina.
“Aaarrghh ... Aahh ... haahhh ... ahh Tinaaa …!” Raung Andi sambil menghujamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya.
“Emh ... Aahh ... Yaa ... Ssstthh ... Sssthh …” Desis Tina berulang kali ketika merasakan sperma lelaki yang dicintanya itu 'menembak' mulut rahimnya.
Tembakan sperma Andi yang pertama membuat Tina merasa panas dan menggetarkan hingga membuat tubuhnya berdiri kejang dan punggungnya melengkung ke belakang. Tembakan yang kedua dan ketiga membuat ia semakin tubuhnya semakin melengkung setengah bergantung di tubuh Andi.
“Anddiii ... Aaahh ... yahh ... ssshhtt … ssshhh …” Desis Tina berulang kali sesaat setelah lepas dari puncak orgasmenya.
Kedua telapak tangan Andi menangkup bongkahan pantat Tina. Telapak tangan Andi masih dapat merasakan kedutan-kedutan di bongkahan pantat Tina ketika wanita itu mencapai puncak orgasmenya. Mereka pun saling berciuman sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja mereka raih.
“Puas sayang?” Bisik Andi sambil mengusap punggung Tina.
“Puas banget!” Seru Tina girang. “Tadi itu sangat luar biasa.” lanjut Tina sambil mengatur napas.
“Ini hari terbaik untukku. Aku tidak ingin berhenti melakukannya denganmu,” ucap Andi lalu mencium bibir wanita yang masih ditindihnya.
“Aku juga,” sahut Tina.
“Tina … Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” ucap Andi seraya turun dari atas tubuh Tina lalu berbaring di sebelahnya.
“Apa itu?” tanya Tina yang membaringkan tubuhnya menyamping sehingga menghadap ke arah Andi.
“Bagaimana kalau orangtua kita tahu?” tanya Andi khawatir.
Tina pun tersenyum dan berpikir tidak ada yang perlu disembunyikan lagi dengan masalah ini. Wanita itu memutuskan bahwa Andi pantas mengetahui seluruh kebenaran. Lalu Tina pun menceritakan yang dimulai dari saat ibunya menemukan buku hariannya sampai dengan memberinya restu untuk apa yang baru saja mereka lakukan.
“Wow … Aku gak percaya kalau ibumu berada di belakang ini semua?” Andi merasa takjub. “Apakah kamu akan memberitahu ibumu kalau kita melakukan hubungan seks?” lanjut Andi.
“Kalau aku memberitahukannya … Menurutmu bagaimana?” Tina balik bertanya.
“Kurasa tidak apa-apa. Tapi, aku khawatir kalau ibumu akan memberitahukannya kepada ibuku. Kalau itu sampai terjadi, ibuku akan gila,” ungkap Andi.
“Aku yakin ibuku tak akan melakukannya,” jawab Tina sangat yakin.
“Syukurlah. Berarti ibuku gak akan kehilangan akal sehatnya,” kata Andi sambil tersenyum. Andi sadar betul, akan ada ‘neraka’ yang harus ia singgahi jika ibunya mengetahui ini semua.
Kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu kembali mengulangi percintaan mereka hingga tak terasa waktu telah menuju sore yang artinya ibu Andi yang bernama Yuni akan segera pulang ke rumah dari tempat kerjanya. Tina pun segera berbenah diri lalu pulang. Sesampainya di rumah, Tina merebahkan diri di dalam kamarnya. Ia tersenyum sendiri mengingat tingkah lakunya yang ia sendiri tidak percaya bisa melakukannya. Wanita itu menikmati seks dengan jalan seperti ini. Bersama pria pujaannya, Tina mendapati kenyataan bahwa ternyata seks itu sangat menyenangkan. Lagi-lagi Tina harus membenarkan ucapan ibunya kalau seks adalah salah satu hal paling menakjubkan yang beruntung dapat dilakukan manusia dengan cara yang paling menyenangkan.
BERSAMBUNG
Chapter 2 di halaman 2
Tina mendelik ketika seorang laki-laki tua ubanan mengedipkan mata nakal ke arahnya dari balik kaca angkot yang berada di depannya. Bibir keriput laki-laki tua tidak tahu diri itu bergerak seperti hendak mencium dalam jarak jauh. Tina balas menatap dengan pandangan horor. Wajah cantiknya langsung berubah pucat saat itu juga, bahkan darah dalam tubuhnya pun enggan untuk mengalir. Dengan segera gadis itu langsung menambah kecepatan laju motornya.
“Memalukan, tidak lihat umur,” umpatnya kemudian.
Tina terus melajukan motornya seperti orang gila, kecepatannya terus bertambah. Ia ingin segera sampai di rumah karena tidak tahan dengan sengatan sinar matahari yang tidak bersahabat dengan kulitnya. Setelah ngebut di jalanan sekitar 20 menit, akhirnya ia sampai juga di rumah. Oh, itu bukan rumahnya tetapi rumah tantenya. Ini adalah rumah adik ibunya. Tina berlari-lari kecil melewati pintu rumah yang tidak terkunci sambil mengedarkan pandangan, mencari seseorang yang ingin ia temui. Tina pun melewati ruang tamu dan gadis itu langsung tersenyum sesaat melihat orang yang ia cari sedang duduk di sofa ruang tengah sambil nonton acara televisi.
“Andi … Aku punya gosip!” Tina langsung saja berkata penuh semangat. Tidak lebih setengah menit, gadis itu sudah duduk di samping pemuda yang ia panggil dengan sebutan ‘Andi’.
“Gosip apa?” tanya Andi malas. Pemuda itu menengok ke arah sepupunya dengan alis terangkat heran.
“Cewekmu selingkuh, Ndi … Aku punya buktinya,” Tina mengeluarkan smartphone dari dalam tasnya lalu menunjukkan beberapa foto pada Andi.
“Aku sudah tahu. Tadi si Irwan ngirim foto itu,” kata Andi lemas lunglai.
“Terus? Gimana tindakanmu?” tanya Tina penasaran.
“Kita sudah putus. Barusan aku yang memutuskannya,” jawab Andi.
“Yes!!!” Tina memekik kegirangan yang langsung mendapat tatapan tajam dari Andi.
“Kok, kamu malah senang?” Andi pun sewot.
“Tentu aku sangat senang karena sejak awal aku kurang suka sama si Lili … Cewek matre kok dipelihara! Hi hi hi …” Tina tak sedikit pun merasa iba. Ia justru tertawa.
Andi hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat sepupunya itu. Meski kesal dan sakit hati, Andi tidak bisa marah kepadanya karena Tina adalah saudara sekaligus sahabat sejatinya sejak kecil. Mereka selalu bersama-sama dan tidak terpisahkan. Kedekatan mereka ibarat seperti mobil dan rodanya. Kemana-mana selalu bersama dan saling bergantung. Andi seringkali mengorbankan kepentingan pribadinya demi Tina yang sangat dihargainya. Andi tidak jarang meluangkan banyak waktunya demi kepentingan sepupunya tersebut. Seperti halnya Andi, Tina juga bersikap yang sama terhadap Andi. Tina sangat perhatian dan selalu memastikan sepupunya ini dalam keadaan baik-baik saja.
“Sudah … Jangan bersedih gitu. Masih banyak cewek yang lebih pantas untukmu,” Tina coba menghibur.
“Aku sih gak sedih. Cuma kecewa saja. Aku gak nyangka kalau aku diselingkuhi Lili. Padahal, aku ini kurang apa?” Andi menghela nafas agar sakit hatinya berkurang.
“Hi hi hi … Kurang kaya, Ndi … Cowoknya yang sekarang lebih tajir daripadamu,” lagi-lagi Tina cekikikan.
“Ah, ya sudah … Bodo amat …!!!” ucap Andi sambil mengacak-acak rambutnya.
“Kamu tenangin dirimu dulu. Sekarang, aku mau pulang,” ucap Tina seraya bangkit dari duduknya.
Tina berjalan dengan langkah riang gembira. Setiap langkah yang ditinggalkannya menjadi telapak berirama. Tina begitu senang kalau Andi sudah putus dengan pacarnya. Dia seperti tidak rela kalau Andi dekat dengan perempuan lain. Gadis itu merasakan cemburu padahal tidak memiliki, merasakan suatu hal namanya peduli, dan sampai merasakan jatuh hati. Ya, Tina diam-diam mencintai Andi, dan entah kapan rasa cinta itu muncul dan berkembang. Namun yang jelas, belum pernah ia merasakan cinta yang sedemikian berkobar.
Tina menaiki motornya lagi lalu keluar dari halaman rumah Andi. Tidak lebih dari satu menit, Tina memasuki rumahnya sendiri yang bersebelahan dengan rumah Andi. Gadis itu memarkirkan motornya di garasi kemudian ia masuk ke dalam rumahnya. Saat Tina menaiki tangga, dia terkejut melihat pintu kamarnya terbuka dan lampu menyala. Di dalam, Tina melihat ibunya, Diana, duduk di sisi tempat tidur sambil menatap ke arahnya. Ekspresi wajah si ibu tidak bisa terbaca sedikit pun. Tina mendekat, mengambil tangan kanan ibunya dan menempelkan sekejap ke arah dahi.
“Mama ingin bicara denganmu,” kata Diana. Dari nada suaranya, Tina tahu bahwa sesuatu yang serius akan terjadi. "Ayo. Duduk," kata Diana lagi sambil menepuk kasur di sampingnya.
"Ada apa, ma …?" Tina bertanya dan mencoba untuk bersikap santai meskipun hatinya bergejolak tak enak. Tina pun duduk di samping ibunya.
“Mama masuk ke kamarmu tadi pagi untuk mengambil pakaian kotormu. Dan tak sengaja, mama menemukan sesuatu yang perlu mama tanyakan padamu,” kata Diana. Jantung Tina berdebar-debar saat menatap mata ibunya yang membalasnya dengan tatapan penuh kebingungan. Perlahan Diana mengambil sebuah diary dari balik punggungnya. Tentu saja Tina terperanjat dan mukanya berubah menjadi pucat bagaikan mayat.
“Mama membaca buku harianku?” tanya Tina yang tak bisa menyembunyikan kemarahan sekaligus ketakutannya. Kegelisahan melanda gadis itu sampai ia berpikir keras bagaimana untuk menghadapi ibunya.
“Ya, dan mama minta maaf. Mama tadinya tidak ingin membacanya, tapi diary-mu terbuka jadi mama penasaran. Mama pikir kamu sengaja meletakkan dan membuka diary-mu agar mama membacanya,” jelas Diana lemah lembut.
“Aku pasti telah menjatuhkannya waktu aku mengambil buku kuliah,” kata Tina dalam hati. Gadis itu benar-benar ingin marah pada ibunya karena sudah membaca buku hariannya, tetapi dia sadar dia akan melakukan hal yang sama jika posisi mereka dibalik. Sekarang bukan saatnya untuk marah, sekarang waktunya memberikan penjelasan.
“Apa yang mama baca?” tanya Tina frustasi. Belum apa-apa gadis itu sudah merasa malu karena aibnya diketahui ibunya. Apa yang tertulis di buku harian itu adalah ungkapan rasa cinta kepada seseorang yang selama ini Tina rasakan. Celakanya, sebagian tulisan dalam diary itu menceritakan aktivitas masturbasi yang ia lakukan sambil membayangkan Andi yang menggagahinya. Tiba-tiba tubuh Tina sedikit bergetar menahan rasa malu yang sekarang menderanya.
“Jadi, kamu benar-benar mencintai Andi? Dan kamu membayangkan kalau dia menyetubuhimu? Apakah itu hanya fantasimu atau …?” tanya Diana pada Tina yang terputus karena ragu meneruskannya. Kini suara Diana semakin lirih. Diana mencoba berbicara selembut mungkin. Ia tidak mau Tina merasa malu apalagi bersalah.
Pertanyaan Diana yang bertubi-tubi itu sangat sulit dijawab sehingga membuat Tina gugup. Untuk sesaat, dia berpikir untuk mengatakan ‘tidak’, tetapi ada sesuatu di mata ibunya yang mengatakan dia sudah tahu yang sebenarnya. Berbohong hanya akan memperburuk keadaan.
“Aku ... Tidak ... Itu benar ... Itu benar-benar terjadi ... Itu fantasiku …” kata Tina akhirnya mengakui. Bahu gadis itu merosot karena pasrah. “Apakah mama marah?” Tina bertanya kemudian.
Ekspresi Diana melunak. Ia pun tersenyum sebelum berkata, “Mama memang terkejut … Tapi mama tidak marah padamu,” ucap Diana sambil mengulurkan tangan untuk mengusap punggung dan bahu putrinya dengan penuh kasih. “Sudah berapa lama kamu menyukainya?” lanjut Diana.
“Aku tidak menyadarinya sampai tadi siang. Aku sangat senang saat Andi putus dengan pacarnya. Tapi kurasa, aku sudah merasakan hal ini sejak lama. Sekarang hanya dia yang ada di otakku,” ungkap Tina yang sudah bisa menguasai diri. Meski sempat ragu dengan perasaannya, Tina akhirnya disadarkan oleh kejadian ini kalau ia harus jujur dengan perasaannya sendiri pada Diana.
“Berdasarkan dengan apa yang mama baca … Kamu masturbasi dengan membayangkan kalian bermain seks …” Diana sengaja menahan ucapannya saat melihat pipi Tina mendadak merona merah. Tina pun menunduk tak kuasa menatap wajah ibunya. Diana memeluk Tina penuh kasih sayang lalu melanjutkan ucapannya, “Apakah itu hanya sensasi kotor atau kamu benar-benar ingin mewujudkannya?” tanya Diana sangat hati-hati.
Tina mengangkat wajah lalu menatap mata Diana. Gadis itu ingin mengetahui apa yang dipikirkan oleh ibunya. Tina tidak percaya kalau dia membicarakan hal ini dengan ibunya. Bicara tentang keinginan untuk melakukan kontak seksual dengan seseorang. Sebuah pembicaraan tabu yang bikin risi kuping, tetapi sebenarnya bikin otak dan hati penasaran. Namun di sisi lain, Tina merasa beban besar yang selama ini ia simpan sendiri kini seperti terangkat dari pundaknya.
“Bagaimana kalau aku ingin mewujudkannya?” tanya Tina ragu-ragu sambil terus menatap wajah ibunya. Melihat roman muka Diana, Tina merasa lebih percaya diri untuk mengutarakan fantasinya menjadi kenyataan.
“Apakah itu benar-benar yang ingin kamu kejar untuk diwujudkan?” tanya Diana ingin kepastian.
“Ya,” jawab Tina singkat dan pelan. “Tapi, aku gak pernah yakin kalau itu benar-benar bisa terjadi,” lanjut Tina.
“Hhhmm … Mama gak percaya akan mengatakan ini … Tapi, kamu sudah dewasa, umurmu sudah lebih 20 tahun, dan tentu saja sudah bisa membuat keputusan sendiri,” kata Diana. Dia memilih kata dengan sangat hati-hati.
“Berarti … Aku …” kata-kata Tina tertahan karena belum yakin dengan perkataan ibunya.
“Seks itu indah dan menawan. Seks itu terlalu indah untuk tidak dinikmati karena seks adalah titik awal kehidupan dari kehidupan itu sendiri. Seks merupakan kenikmatan yang tak usah dicemaskan, dan harus dibebaskan. Seks adalah salah satu hal paling menakjubkan yang beruntung dapat dilakukan manusia dengan cara yang paling menyenangkan. Karena itu, seks harus dinikmati secara menyeluruh dan dengan kepuasan maksimal. Seks tidak harus disembunyikan. Hal ini justru harusnya lebih terbuka karena seks adalah kebutuhan,” jelas Diana.
“Berarti aku boleh melakukan hubungan seks dengan Andi?” Tina melanjutkan pertanyaannya yang tertunda setelah mendengar penjelasan Diana.
“Mama tidak bisa mengatakan bahwa mama sepenuhnya menyetujui keinginanmu berhubungan seks dengan Andi. Tapi mama ingin kamu tahu bahwa mama dan papa akan selalu menyayangi dan mendukungmu atas segala pilihan hidup yang kamu inginkan,” tegas Diana sambil tetap tersenyum.
Bendungan itu akhirnya pecah, dan air mata mulai mengalir di pipi Tina. Gadis itu membenamkan kepalanya di pangkuan Diana dan terisak, membiarkan semua emosi yang terpendam mengalir keluar darinya. Tina bersyukur dan gembira atas dukungan ibunya. Diana dengan lembut membelai rambut putrinya sambil mengeluarkan air mata. Mereka duduk seperti itu untuk waktu yang lama sampai Tina mulai tenang dan duduk tegak kembali. Tina menyeka mata yang penuh air mata dengan lengan bajunya.
“Apakah Andi tahu bagaimana perasaanmu?” tanya Diana mengakhiri keheningan di antara mereka.
“Tidak ... Jelas tidak,” jawab Tina.
“Apakah kamu akan memberitahunya?” tanya Diana ragu-ragu.
“Entahlah ... Aku tidak yakin ...” jawab Tina lesu.
“Mama pikir kamu perlu memberitahunya, bagaimana perasaanmu yang sebenarnya. Ini satu-satunya cara kamu menyelesaikan masalah. Semakin kami pendam, semakin kamu tersiksa,” Diana memberikan saran.
“Tapi bagaimana jika dia tidak tertarik? Bagaimana jika itu membuat di antara kita menjadi buruk?” Tina benar-benar merasa ragu dengan saran ibunya.
Diana memberinya senyum penuh pengertian lalu berkata, “Kalau dia tidak merasakan hal yang sama, setidaknya itu akan membuatmu lebih tenang. Tapi mama sangat mengetahui kalau Andi sangat sayang padamu lebih dari apapun di dunia ini. Dan mama sangat yakin, Andi akan menerimamu karena kamu cantik. Tak ada seorang laki-laki pun yang akan menolakmu, termasuk Andi.” Diana menangkup wajah putrinya. Tina pun tersenyum, menyadari bahwa perkataan ibunya benar.
“Mama benar, aku akan membicarakannya dengannya," kata Tina yang tiba-tiba merasa percaya diri.
“Kamu akan memberitahu mama bagaimana kelanjutannya, kan?" tanya Diana. Tina mendengar ada sedikit semangat dalam suara ibunya.
“Tentu saja!” Tina menjawab.
Selanjutnya, ibu dan anak terlibat percakapan yang cukup serius tapi santai. Baru kali ini Tina merasakan kalau ibunya sangat terbuka dengan apa yang disebut ‘obrolan antar wanita’. Tentu saja Tina mendapatkan kejutan betapa menyenangkannya memiliki seseorang untuk berbagi pemikiran dan ketakutannya.
“Bagus! Mama yakin semuanya akan baik-baik saja. Lihat saja nanti.” Diana meremas jemari putrinya dengan penuh kasih sebelum bangkit dari tempat tidur. “Mama sudah siapkan makanan untuk makan siang. Ayo turun! Kita makan!" kata Diana sambil berlalu.
Tina dipenuhi dengan kegembiraan sekaligus kegugupan sepanjang sisa hari ini. Saat dia makan dengan ibunya, Tina bertanya-tanya apakah ibunya akan memberi tahu ayahnya tentang percakapan mereka barusan. Diana menegaskan untuk tidak khawatir tentang hal itu. Tina pun merasa lega karena percaya kepada ibunya yang akan mengatur keadaan ini dengan sebaik-baiknya.
Setelah makan siang selesai, Tina langsung membersihkan badan di kamar mandi. Gadis itu berlama-lama menyikat gigi dan mencuci rambutnya. Ia juga berulang kali menggosok tubuhnya dengan sabun cair yang meninggalkan aroma kesukaannya. Setelah itu, ia memilih pakaian yang menampilkan lekuk tubuhnya. Tina menggunakan kaos putih ketat yang didalamnya hanya dibalut bra tipis, sedangkan bawahannya mengenakan rok bahan warna krem. Kemudian ia mengeringkan rambut panjangnya, lalu memulas wajahnya dengan warna-warna pastel. Saat memandang pantulan dirinya di cermin, ia merasa cantik dan bahagia. Gadis itu tersenyum kembali pada bayangannya saat dia berpose, senang dengan penampilannya.
Tina keluar kamar dan berjalan menuju tempat kediaman Andi yang berjarak hanya beberapa meter dari rumahnya. Tanpa permisi terlebih dahulu, Tina langsung saja masuk ke dalam rumah Andi. Tapi kali ini orang yang dicarinya tidak berada di ruang tengah. Tina tahu Andi ada di mana. Segera saja gadis itu menaiki anak tangga dan menuju kamar tidur Andi di lantai dua rumahnya. Tina menghirup udara dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan di saat dia sudah berada di depan pintu kamar Andi. Tina pun mengetuk pintu kamar pria yang ingin ditemuinya.
“Siapa?” suara Andi terdengar agak serak.
“Aku …” jawab Tina yang sangat yakin kalau Andi mengetahui suaranya.
“Mau apa?” tanya Andi lagi membuat Tina agak kesal.
“Bisakah kamu membiarkanku masuk?” Tina bertanya, suaranya rendah tapi mendesak. “Aku perlu membicarakan sesuatu denganmu.” Lanjut Tina.
“Bisakah itu menunggu sampai besok?” Andi bertanya balik dari balik pintu kamarnya.
“Tidak ... Tidak bisa!” Kata Tina semakin memaksa.
Sambil menghela nafas, Andi membuka kunci pintu dan mendorongnya terbuka, membiarkan Tina masuk. Mata gadis itu membulat saat melihat sosok tampan yang hanya mengenakan celana boxer dan kaus dalam putih. Sebenarnya Tina pernah beberapa kali melihat penampilan Andi yang demikian, tapi kali ini rasanya sangat berbeda. Tina sangat buruk dalam mengontrol hormon seksualnya saat melihat Andi menunjukkan tubuh atletisnya yang menggoda.
“Masuklah …” ucap Andi yang sukses membuyarkan lamunan Tina.
“Oh, ya …” kata Tina seraya berjalan melewati Andi yang kemudian pemuda itu menutup pintu kamarnya.
“Aku baru saja mau mandi, tapi kamu keburu datang. Sebenarnya ada apa kamu datang ke sini?” tanya Andi dengan nada malas.
“Aku ingin minta maaf karena selama ini aku bicara yang jelek-jelek tentang mantanmu. Tapi itu aku lakukan karena aku care sama kamu,” ucap Tina yang kini sudah berhadapan dengan Andi.
“Santai saja … Aku tidak mempermasalahkannya,” jawab Andi dengan ekspresi sedikit melunak. “Aku tahu kamu hanya berusaha menjagaku. Aku menghargainya, meskipun aku tidak selalu menunjukkannya dengan baik." Lanjut Andi sambil tersenyum.
“Jujur saja, Ndi … Aku sangat khawatir sama kamu. Aku gak mau kamu sakit gara-gara mantanmu. Karena aku sangat menyayangimu,” ucap Tina dengan kata terakhir yang memelan.
Tiba-tiba Andi melangkah ke depan lalu pemuda itu menarik Tina ke dalam pelukannya. Tina membalas pelukan Andi dengan erat seakan tidak mengizinkannya lepas. Andi sering memeluknya seperti ini, namun lagi-lagi kali ini terasa berbeda. Tina belum pernah merasakan pelukannya semesra ini. Pelukan yang membuat gadis itu merasa tenang dan hangat. Tina tersenyum ketika dia menyadari bahwa ibunya benar. Andi sangat menyayanginya lebih dari apapun di dunia ini.
“Tapi ada sesuatu yang lain,” kata Tina sambil mengurai pelukannya lalu melangkah mundur dan mengambil napas dalam-dalam. “Aku sedang jatuh cinta. Aku naksir seseorang tapi aku tak berani mengungkapkannya,” lanjut Tina dengan suara lirih.
“Wow ... Siapa laki-laki yang beruntung itu?” Andi bertanya penasaran. Kedua tangan Andi memegang bahu Tina dengan pandangan serius.
“Kamu, Andi ... Aku naksir kamu,” ucap Tina yang kemudian terkejut karena betapa mudahnya kata-kata itu keluar dari mulutnya.
“Apa yang kamu katakan???” Andi tidak kalah terkejut. Pemuda itu menarik diri darinya, wajah Andi seperti sedang mengenakan topeng kebingungan. Pemuda itu tak bisa menahan diri, mulutnya sedikit terbuka tak percaya. Andi bisa merasakan detik berikutnya, jantungnya berdebar makin kencang.
Tina menatap wajah pemuda yang disukainya itu dengan seksama. Hatinya sudah bulat untuk menyampaikan kebenaran.
Tidak ada lagi yang ditakutinya. Dan akhirnya tidak ada lagi yang menyulitkan gadis itu untuk berkata, “Aku sedang membicarakanmu. Kaulah yang kuinginkan.” Tina merasa percaya diri sekarang. Bahkan jika Andi menolaknya, dadanya terasa ringan luar biasa.
“A…aku … Ti…dak tahu harus berkata apa.” Andi tergagap karena bingung yang tiada tara.
“Kamu tidak perlu mengatakan apa-apa,” jawab Tina. “Tapi aku harus memberitahumu tentang perasaanku. Aku berharap kamu juga merasakan hal yang sama. Tapi, jika tidak, tidak masalah bagiku …. Kita bisa mengkondisikan seolah percakapan ini tidak pernah terjadi.” Ungkap Tina masih dengan senyumnya.
“Ta..tapi ... Kita sepupu ... Bukankah itu ... salah?” kata Andi walau masih terdengar gagap namun pemuda itu sudah bisa sedikit menguasai diri.
“Sebagian orang akan mengatakan itu salah,” kata Tina. “Tapi kita bisa menjaga agar tidak ada yang mengetahui hubungan kita ini kecuali kau dan aku.” Gadis itu berkata ragu-ragu, pipinya sedikit memerah. "Ada hal lain yang harus kukatakan padamu.” Lanjut Tina sambil menahan senyum.
“Ada lagi?” Andi bertanya, dengan mata terbelalak kaget.
Tina terkekeh dan dengan sedikit malu gadis itu pun berkata, “Kamu seharusnya menutup jendela itu waktu kamu bersenang-senang dengan dirimu sendiri. Aku beberapa kali melihatmu sedang … itu …”
Kesadaran muncul di wajah Andi. Badannya mendadak langsung menegang dan mukanya pucat pasi. Andi tahu persis apa yang dilihat Tina. Sambil tersipu malu Andi pun berkata, “Maksudmu … Kamu memperhatikanku waktu aku sedang …” ucapan Andi pun tak berlanjut hanya matanya saja yang menatap Tina tajam.
Tina tersenyum malu dan mengangguk. “Kamu terlihat seksi waktu beronani, Ndi … Sejujurnya aku ingin sekali merangkak masuk ke dalam kamarmu lewat jendela itu dan membantumu bersenang-senang. Tapi aku terlalu takut untuk melakukannya,” ucap Tina tanpa ragu.
Andi ternganga kaget. Ia tampak berjuang untuk memahami apa yang baru saja dikatakan sepupunya itu. “Kamu benar-benar ingin melakukan itu ... denganku …?” Andi akhirnya bertanya dengan nada serius.
Tina merasakan kelegaan yang besar karena Andi sudah mengetahui perasaannya, dan dia akan menunggu reaksi selanjutnya dari sang pujaan hati. Namun jika dilihat dari dekat, keyakinan Tina mulai muncul. Tina seolah memiliki harapan besar bahwa Andi akan menyambut perasaannya tidak lama lagi.
“Ya, aku ingin melakukannya denganmu. Dan mungkin lebih hanya sekedar yang pernah kamu lakukan sendiri,” Tina memberi Andi seringai nakal saat dia secara terbuka menatap garis besar penisnya yang tegak menempel pada kain celana dalamnya. Andi benar-benar terperangah dengan pengakuan Tina barusan dan hanya bisa menatapnya dengan bodoh.
Tiba-tiba Tina menarik ujung kaosnya ke atas dengan satu gerakan cepat. Gadis itu membiarkan tubuh atasnya terbuka bebas untuk dinikmati. Ia sengaja memamerkan payudaranya yang masih terbungkus bra itu kepada Andi. Saat Tina memperlihatkan dirinya pada Andi, ia merasakan putingnya mengeras menjadi simpul-simpul kecil yang sensitif, yang menempel di bagian dalam bra-nya. Tina berdiri dengan gugup di hadapan Andi, dan berharap Andi tidak kecewa dengan tubuhnya. Namun, ketakutan Tina dengan cepat mereda ketika ia menyadari bahwa ekspresi terkejut Andi dengan cepat berubah menjadi seringai gembira.
“Kamu suka?” Tina bertanya walau sudah mengetahui jawabannya.
Tiba-tiba Andi menyadari dirinya sendiri. Andi tersipu malu dan mencoba menutupi kemaluannya sambil mengalihkan pandangannya dari tubuh sepupunya. Andi merasa tidak siap untuk menjalin hubungan yang tidak normal ini. Dalam hatinya, ia merasa tidak yakin atas segala yang sedang terjadi saat ini.
“Jangan,” kata Andi pelan.
Tina segera menggenggam pergelangan tangan Andi dan dengan lembut menariknya, menjauh dari selangkangannya. Tina pun lalu berkata, “Aku suka membuatmu bergairah. Aku suka membiarkanmu melihatku seperti ini.”
“Maaf, Tina … Ini sudah kelewatan. Ini … Ah, kamu memang seksi, Tina … Tapi, apakah kamu yakin ini adalah sesuatu yang benar-benar kamu inginkan? Bagaimana jika kamu menyesal nanti? Aku tidak ingin persahabatan dan persaudaraan kita rusak gara-gara semua ini,” kata Andi sambil memandang wajah Tina.
“Aku juga tidak ingin persahabatan dan persaudaraan kita rusak. Tapi aku yakin seratus persen dengan semua keputusanku. Aku tahu, kita tidak akan bisa menjadi pasangan hidup yang sesungguhnya. Tapi percayalah, aku mencintaimu lebih dari apapun. Ndi, aku tidak akan pernah menyesal memberikan keperawananku padamu,” jelas Tina sangat percaya diri.
Andi dan Tina saling bersitatap dan perlahan saling mendekat. Akhirnya Andi mengambil inisiatif, ia melingkarkan lengannya di pinggang Tina, menarik tubuh gadis itu ke dalam tubuhnya, dan menciumnya untuk pertama kali sebagai seorang wanita, bukan sepupu. Tina pernah berciuman dengan laki-laki sebelumnya, tetapi ini terasa lain. Rasa dan baunya begitu akrab, tetapi konteksnya sangat berbeda. Andi beberapa kali melumat bibir gadis itu yang terasa manis baginya. Tidak mau kalah, Tina membalas dengan liar ciuman Andi. Kedua tangan Tina mengalung di belakang leher Andi, menarik kepala pemuda itu agar semakin memeperdalam kegiatan silat lidah mereka. Suara desahan tertahan kembali memenuhi ruang kamar.
Tidak ingin diam saja karena sudah diberi izin, kedua tangan Andi pun mulai bergerilya di kedua payudara Tina. Meraba dengan pelan adalah apa yang saat ini Andi lakukan pada dada Tina. Tak berselang lama, gerakan tangan Andi semakin berani, awalnya memang hanya meraba, tapi semakin waktu berlalu, pemuda tersebut mulai melakukan berbagai macam gerakan. Meremas, memutar, memijit, bahkan sampai menarik ke samping kedua payudara itu untuk saling berjauhan. Sengatan listrik muncul di sekujur badan Tina saat merasakan gerakan lembut yang diberikan Andi. Walaupun kadang Tina juga memekik saat merasakan gerakan yang cukup kasar dari kedua tangan Andi di kedua gunung kembar miliknya.
Mereka pun mulai saling merangsang. Sentuhan pada titik sensitif mereka pun semakin membuat nafsu birahi mereka meningkat. Sambil terus berpelukan dan berciuman kedua insan berjalan menuju ranjang. Andi dan Tina bergulingan di atas pembaringan, saling menaikan birahi mereka. Satu per satu kain penghalang tubuh mereka pun lepas begitu saja sehingga badan mereka tak terhalangi sehelai benang pun. Mereka telah sama-sama menunjukkan tubuh masing-masing. Gelombang birahi membanjiri keduanya, tak peduli atas hubungan apapun yang mereka jalani. Karena kini, Tina sudah merebah, sementara Andi menempatkan diri di atasnya.
“Apa kamu siap?” tanya Andi yang dijawab anggukan oleh Tina.
Tina menutup mata tatkala matanya melihat benda tumpul itu mulai bergerak mendekati lubang suci-nya. Andi mengatur napasnya, dia harus melakukannya selembut mungkin, karena tidak ingin menyakiti Tina. Kedua tangan Andi memegangi pinggul sepupunya itu. Andi bersiap, mulai menempelkan ujung penisnya di bibir vagina Tina yang sudah basah sedari tadi, dan hal itu langsung direspon Tina dengan menggigit bibir bawahnya. Andi mendorong pelan pinggulnya, yang langsung disambut rintihan Tina.
“Aakkhh … Uuuhh …”
Kepala penis Andi sudah masuk. Sedikit demi sedikit, batang kemaluan itu terus melaju dengan pelan di dalam lorong vagina tersebut. Andi menggeram pelan ketika merasakan betapa nikmat miliknya di remas-remas di dalam sana, yang langsung mengundangnya untuk harus berbuat kasar - tapi itu tidak boleh. Dia tidak akan melakukannya.
“Tina …” geram Andi sambil meringis menahan hasratnya untuk berbuat kasar pada gadis di bawahnya.
Tina yang sepertinya merasa kalau Andi benar-benar tersiksa karena tidak bisa langsung menuntaskannya, hanya bisa tersenyum kecil. Dia pun merentangkan tangannya, memeluk Andi dan menarik kepala pemuda itu untuk mendekatinya. “Lakukan, sayang. Aku tidak apa-apa. Tidak perlu mengkhawatirkan aku. Lakukan apa yang kamu mau …” ujar gadis itu dengan lirih di samping telinga Andi.
Mata Andi melebar dan pada saat yang bersamaan libidonya meledak. Andi pun segera menarik penisnya, menyisakan kepala penis saja di dalam sana, lalu langsung menancapkannya dengan keras membuat penis itu langsung masuk sepenuhnya ke dalam tubuh Tina, yang mengundang desahan keras dari Tina. Darah keluar dari penyatuan tersebut, menandakan kalau si gadis benar-benar masih perawan. Dan Andi-lah yang membuat gadis itu sekarang berubah menjadi seorang wanita.
“Ooohh …!” Tina tak menyangka kalau robeknya selaput dara miliknya tidak terasa sakit yang selalu ia bayangkan. Tina hanya merasakan ‘gigitan semut’ di organ intimnya. Walau selaput daranya robek, tetapi anehnya Tina hanya merasakan sedikit sakit.
Andi terdiam sesaat. Ia merasa telah berbuat kasar pada Tina. Andi mencoba untuk mengabaikan rasa nikmat di bawah sana, menunggu Tina untuk menyesuaikan benda asing yang saat ini memasuki tubuhnya. Andi masih mendiamkannya di situ sebentar karena Tina masih memejamkan mata merasakan sakit yang sedikit karena selaput daranya terkoyak.
“Pertama memang sakit tapi lama kelamaan akan menjadi nikmat, Tin …” hibur Andi dengan suara pelan.
Tina mengelus pipi Andi. “Kamu boleh bergerak sekarang, sayang …” Senyuman manis merekah di bibir gadis yang sudah menjadi wanita seutuhnya tersebut.
Andi menatap singkat wajah cantik sepupunya, kemudian mengangguk. Andi menggerakkan pinggulnya dengan pelan, yang langsung disambut Tina dengan desahan. Pemuda itu menggeram saat merasakan penisnya dicengkeram kuat oleh vagina Tina yang benar-benar terasa sangat sempit sekali bagi Andi. Setelah merasa Tina sudah bisa menerima perlakuannya, Andi menambah tempo kecepatan pompaannya.
“Ah ah hah! Sayang … hyaah! Lebih cepat … Aaahhh!” Tina mulai merancau. Merespon permintaan Tina, pemuda itu pun semakin mempercepat gerakan pinggulnya, membuat kedua payudara Tina bergerak dengan erotis.
Sambil memompa, Andi menatap vagina Tina. Pandangannya nanar seolah ada kabut yang menutupi bola matanya ketika ia melihat bagaimana bibir luar vagina Tina menenggelamkan batang kemaluannya yang selama ini menjadi kebanggaan dirinya, dan melihat bagaimana bibir vagina itu ikut terdorong bersama batang kemaluannya. Ia masih menatap terpesona ketika ia menarik kembali batang kemaluannya. Bibir luar vagina Tina merekah dan seolah dengan sengaja memperlihatkan lipatan celah vaginanya yang berwarna pink.
“Aaahh ... Enakkh sayang …!” Racau Tina lagi.
Andi tersenyum. Dilumatnya bibir sepupunya sambil menghentakkan pinggulnya dengan cepat. Batang kemaluan Andi menghujam vagina Tina dengan begitu kuat. Andi menghentikan hentakan pinggulnya dan berdiri kejang setelah merasakan mulut rahim Tina tersentuh oleh ujung batang kemaluannya. Lalu ditatapnya raut wajah Tina yang cantik dan seksi. Andi berpikir mungkin Tina dikaruniai bakat bercinta. Bakat yang mampu menaklukkan para lelaki. Andi bersyukur di dalam hati. Betapa beruntungnya ia menjadi lelaki yang dicintai oleh wanita ini.
“Aaahh ... uhh hmmmh Aaah Argghh ...” Rintih Tina saat merasakan batang kemaluan Andi yang luar biasa perkasa itu menghujam-hujam vaginanya.
Mata Tina terbelalak karena batang kemaluan Andi terasa seolah membelah vaginanya. Kedua tangan Tina dengan erat merangkul tubuh Andi. Tina merasa lututnya lemas menahan kenikmatan yang menjalar di sekujur tubuhnya. Panasnya birahi membuat pori-pori di sekujur tubuhnya menjadi terbuka. Butir-butir keringat mulai merembes dari pori-porinya. Semakin sering ujung batang kemaluan Andi menyentuh mulut rahimnya semakin banyak pula keringat yang merembes di sekujur tubuhnya. Hingga akhirnya, keringat-keringat itu terlihat seolah mengkristal di tubuh moleknya.
Nafas Tina beberapa kali terhenti ketika Andi menarik dan menghujamkan batang kemaluannya. Andi menarik dan menghujam kemaluannya dengan keras dan cepat sehingga terdengar suara 'cepak-kecepak' yang merdu setiap kali pangkal pahanya berbenturan dengan pangkal paha Tina. Dan setiap kali mendengar suara 'cepak-kecepak' itu, darah Tina seolah berdesir hingga ke ubun-ubun.
"Aaahh ... hhaah ... umhh arrghh Aaaaaccchhh …! Aaakkuh sammhpaihh sayangghhh!” Rintihan Tina itu membuat Andi semakin gencar menghentak-hentakan pinggulnya.
Keringat bercucuran dari dahi Andi. Ia berusaha menahan nafas untuk mengendalikan tekanan sperma yang akan menyemprot dari lubang batang kemaluannya. Tetapi orgasme Tina ternyata membuat ia tak mampu lagi menahan tekanan sperma yang mengalir dari biji kembar kemaluannya. Vagina sempit Tina berdenyut-denyut meremas batang kemaluan Andi. Meremas sangat kuat seolah menghisap sperma yang masih tertahan di batang kemaluannya. Remasan dinding vagina Tina membuat Andi tak tahan untuk menyemprotkan sperma dari lubang kemaluannya ke dalam lubang vagina Tina.
“Aaarrghh ... Aahh ... haahhh ... ahh Tinaaa …!” Raung Andi sambil menghujamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya.
“Emh ... Aahh ... Yaa ... Ssstthh ... Sssthh …” Desis Tina berulang kali ketika merasakan sperma lelaki yang dicintanya itu 'menembak' mulut rahimnya.
Tembakan sperma Andi yang pertama membuat Tina merasa panas dan menggetarkan hingga membuat tubuhnya berdiri kejang dan punggungnya melengkung ke belakang. Tembakan yang kedua dan ketiga membuat ia semakin tubuhnya semakin melengkung setengah bergantung di tubuh Andi.
“Anddiii ... Aaahh ... yahh ... ssshhtt … ssshhh …” Desis Tina berulang kali sesaat setelah lepas dari puncak orgasmenya.
Kedua telapak tangan Andi menangkup bongkahan pantat Tina. Telapak tangan Andi masih dapat merasakan kedutan-kedutan di bongkahan pantat Tina ketika wanita itu mencapai puncak orgasmenya. Mereka pun saling berciuman sambil menikmati sisa-sisa kenikmatan yang baru saja mereka raih.
“Puas sayang?” Bisik Andi sambil mengusap punggung Tina.
“Puas banget!” Seru Tina girang. “Tadi itu sangat luar biasa.” lanjut Tina sambil mengatur napas.
“Ini hari terbaik untukku. Aku tidak ingin berhenti melakukannya denganmu,” ucap Andi lalu mencium bibir wanita yang masih ditindihnya.
“Aku juga,” sahut Tina.
“Tina … Aku ingin bertanya sesuatu padamu,” ucap Andi seraya turun dari atas tubuh Tina lalu berbaring di sebelahnya.
“Apa itu?” tanya Tina yang membaringkan tubuhnya menyamping sehingga menghadap ke arah Andi.
“Bagaimana kalau orangtua kita tahu?” tanya Andi khawatir.
Tina pun tersenyum dan berpikir tidak ada yang perlu disembunyikan lagi dengan masalah ini. Wanita itu memutuskan bahwa Andi pantas mengetahui seluruh kebenaran. Lalu Tina pun menceritakan yang dimulai dari saat ibunya menemukan buku hariannya sampai dengan memberinya restu untuk apa yang baru saja mereka lakukan.
“Wow … Aku gak percaya kalau ibumu berada di belakang ini semua?” Andi merasa takjub. “Apakah kamu akan memberitahu ibumu kalau kita melakukan hubungan seks?” lanjut Andi.
“Kalau aku memberitahukannya … Menurutmu bagaimana?” Tina balik bertanya.
“Kurasa tidak apa-apa. Tapi, aku khawatir kalau ibumu akan memberitahukannya kepada ibuku. Kalau itu sampai terjadi, ibuku akan gila,” ungkap Andi.
“Aku yakin ibuku tak akan melakukannya,” jawab Tina sangat yakin.
“Syukurlah. Berarti ibuku gak akan kehilangan akal sehatnya,” kata Andi sambil tersenyum. Andi sadar betul, akan ada ‘neraka’ yang harus ia singgahi jika ibunya mengetahui ini semua.
Kedua insan yang sedang dimabuk asmara itu kembali mengulangi percintaan mereka hingga tak terasa waktu telah menuju sore yang artinya ibu Andi yang bernama Yuni akan segera pulang ke rumah dari tempat kerjanya. Tina pun segera berbenah diri lalu pulang. Sesampainya di rumah, Tina merebahkan diri di dalam kamarnya. Ia tersenyum sendiri mengingat tingkah lakunya yang ia sendiri tidak percaya bisa melakukannya. Wanita itu menikmati seks dengan jalan seperti ini. Bersama pria pujaannya, Tina mendapati kenyataan bahwa ternyata seks itu sangat menyenangkan. Lagi-lagi Tina harus membenarkan ucapan ibunya kalau seks adalah salah satu hal paling menakjubkan yang beruntung dapat dilakukan manusia dengan cara yang paling menyenangkan.
BERSAMBUNG
Chapter 2 di halaman 2
Terakhir diubah: