demarco74
Suka Semprot
- Daftar
- 28 Sep 2011
- Post
- 22
- Like diterima
- 17
Cerita ini merupakan koleksi "jadul" yang saya dapatkan dari situs 17Tahun.com.
Silakan menikmati .....
Nama saya, sebut saja Linda, married,
belum punya anak. Saya dan suami
kebetulan keturunan Chinese. Bedanya
saya lahir di salah satu kota di Jawa,
sedangkan suami saya lahir China sana.
Cerita ini terjadi saat misoa saya sehabis
bulan madu 3 bulan, langsung tugas ke
Abroad (sampai saat itu sudah hampir 4
bulan) jadi total 7 bulan after married
kejadiannya. Tidak ada dia puyeng
rasanya kepala (biasa bermesraan,
maklum baru).
Di suatu siang saat saya naik taksi ke
arah Senen dari Megaria tiba-tiba di
radio terdengar Jakarta rusuh. Sopir
panik, akhirnya setelah di pertigaan
Salemba tidak jadi ke kiri langsung ke
arah perempatan Matraman. Tanpa pikir
lagi taksi dibelokkan ke arah Pramuka.
Untungnya saat itu terdengar di radio
bahwa perempatan Rawamangun (by
pass) terjadi pembakaran. Akhirnya taksi
dibelokkan ke satu hotel besar di Jl.
Pramuka (Hotel S). Sesampai di sana
sopir minta maaf dan lapor satpam, saya
diturunkan di situ, satpam marah.
Namun seseorang menghampiri,
orangnya gagah, necis, berjas, hitam
tinggi besar, educated, sopan. Dia bilang
sesuatu ke satpam akhirnya satpam
membolehkan saya sementara waktu
beristirahat sambil memantau keadaan
lalu lintas.
Saya diberikan tempat/kamar di lantai
10, bersih. Ngeri juga, mana sendirian
lagi. Tapi mendingan daripada di luar.
Tak terasa sudah sore, ada yang
mengetuk, pelayan menanyakan mau
makan apa? Saya bilang tidak usah, mau
pulang saja. "Di luar masih rusuh Bu,
tuan bilang tinggal aja dulu di sini,
sampai keadaan aman," sahut pelayan.
Dalam hati, tuan siapa? Saya diberi
handuk dan peralatan mandi. Ragu juga
mau mandi, takut ada yang mengintip.
Ah ada akal, saya matikan lampu kamar
mandi terus mandi buru-buru yang
penting bersih plus gosok gigi. Tak lama
hari mulai gelap, makanan datang
disertai pelayan dan lelaki hitam yang
simpatik itu. Dia tersenyum mensilakan
saya mencicipi hidangan bersamanya,
pelayan disuruh pergi. Karena memang
sudah lapar saya makan, sambil sesekali
menjawab beberapa pertanyaannya.
Mukanya berubah saat saya menjawab
bahwa sudah bersuami dan sedang
ditinggal tugas hampir 4 bulan. Selesai
makan kami tetap ngobrol kesana
kemari, sampai pelayan datang lagi
membersihkan meja, dan pergi lagi
dengan meninggalkan kami berdua.
Saya ingin cepat-cepat keluar dan tiba di
rumah.
Seperti mengetahui jalan pikiran saya
dia menghampiri dan mencoba
menenangkan, "Tenang saja dulu di sini,
kalau perlu nginap semalam, lebih
aman." Tangannya menggenggam
jemari saya. Besar sekali dan terkesan
kuat/kekar.
Dia bilang, "Panggil saya Marvin saja!"
"Bolehkah saya panggil Linda saja? Biar
akrab?" tanyanya.
Terpaksa saya mengangguk. Merinding
tubuh saya disentuh lelaki lain selain
suami. Dia mengelus-elus lembut tangan
saya. Mendesir seluruh peredaran darah
saya. Antara ingin menepiskan dan
keterpesonaan pada penampilan fisiknya
yang sangat seksi menurut penilaian
saya. Ah, tapi sepertinya dia orangnya
baik juga, mungkin dia turut prihatin
atas keadaan saya. Dilihat dari
pakaiannya dan bau parfumnya jelas pria
asing ini dari kalangan berduit.
Tampangnya perpaduan orang India,
Arab, Afrika, atau Negro Amerika.
Rambutnya agak plontos. Giginya putih.
Tingginya antara 185 sampai 190 cm.
Lebih mirip bodyguard.
Tiba-tiba saya merasakan agak pening,
tanpa sadar saya memijit-mijit kening
sendiri. "Are you Ok?" katanya, sesekali
memang dia bicara Inggris, meskipun
telah fasih bahasa Indonesia (sudah 10
tahun katanya di Jakarta). Saya tak bisa
menolak saat, dia membantu memijit-
mijit kening saya, lumayan juga agak
mendingan. Saya disuruh istirahat dulu
dan dibimbingnya ke kamar tidur.
Spreinya warna biru muda polos, tembok
kamar kuning muda, sangat kontras.
"Tiduran dulu aja," katanya. Saya takut.
Tapi demi menyadari bahwa itu
percuma, saya hanya berharap semoga
tak terjadi apa-apa. Saya berbaring,
sementara dia duduk di pinggir tempat
tidur. Sangat riskan karena sewaktu-
waktu dia dapat menyergap dengan
mudah.
"Lin, telungkup aja!" katanya.
Yach, untunglah agak mendingan,
begini.
"Biar lebih enakan, saya pijitin punggung
kamu yach," katanya.
"Tidak usah Mister, eh Marvin.." kata
saya.
Tapi dia telah mulai memijit tengkuk
saya, bahu, oouhh enak sekali, pintar
juga dia. Punggung saya mendapat
giliran. Saking enaknya tak terasa dia
juga memijit bokong saya, paha, betis
sampai mata kaki dan telapak kaki.
Segar rasanya tubuh ini.
Dia minta saya buka baju (kurang ajar
orang ini!). Dia bilang mau dikasih lotion
biar tidur enak dan tambah segar.
"Marvin, saya ini orang baik-baik dan
bersuami, kamu tidak akan macam-
macam kan?" tanya saya.
"Tidak dong Lin," katanya.
Dia membantu membuka baju saya, dan
eehh celana saya dijambretnya sekalian.
Saya tinggal ber-BH dan CD. Sementara
dia masih berjas. Terakhir baru dia
melepas jasnya, tapi tetap berkemeja
dan celana panjang. Dia melumuri
bagian belakang tubuh saya dengan
lotion yang enak baunya. Saya tambah
keenakan dipijit begitu. Hilang rasanya
semua stres. Saya diminta berbalik/
baring. Nach, ini masalahnya. Dia
senyum seperti cuek, memijit kening
dan kepala, leher, dada (ough tidak
menyangka termasuk kedua payudara
saya (yang masih ber-BH) diputar-
putarnya. Saya kaget, tapi belum
sempat protes dia telah pindah ke perut
dan pinggang, seolah itulah
prosedurnya. Kembali saya terdiam, dan
sekarang sampai ke paha, dia juga
memijit-mijit CD saya.
"Stop Marvin..!"
Tapi dia diam, terus pindah ke kaki.
"You are so beautiful Linda," katanya
sambil menduduki betis saya.
"Oh God, help me please.." dalam hati.
Tapi dia tidak memaksa, lembut, sopan,
dia buka kemeja dan kaos dalam. Wow,
sangat menggiurkan, kokoh, atletis, otot-
ototnya terlihat, bulu dadanya itu, seksi
sekali. Kelihatannya dia orang yang
peduli dengan keindahan tubuhnya.
Mirip binaragawan. Ah, saya tersadar
saya bersuami.
"Marvin jangan..!" teriak saya.
"Apa Babe..? katanya sambil kedua
tangannya menggenggam kedua tangan
saya.
Oh, dia mulai mengecup mata saya (saya
dipaksa), pipi saya, bibir saya, tapi saya
tutup mulut saya rapat-rapat, saya
tersinggung, saya tak rela lidahnya
menjilat-jilat lidah saya. Agak kesal dia
turun ke leher, dan tampaknya siap
mencupang.
"Ohh jangan Marvin, nanti kelihatan
orang, pleasee.."
Dia berhenti.
"Kalau gitu yang tidak terlihat ini dong.."
katanya.
Dia membuka BH saya, dan mulai
menghisap puting kiri saya. "Ooughh.."
mendesir sekujur tubuh saya sampai ke
kemaluan saya. Tangan saya melemas
tak berdaya, apalagi jemari kirinya yang
kokoh memilin-milin puting kanan,
tangan kanannya meremas-remas pantat
saya.
Mulutnya kemudian saling berpindah
dari puting kiri ke kanan dan sebaliknya.
"Payudaramu indah sekali Lin, I like it,
not too big. Yes, it's really an asian
taste," katanya. Tak tahan saya
menerima permainannya, sangat lain,
beda, pintar sekali. Payudara saya
langsung mengeras. Kedua puting saya
kontan meruncing, tegak. Kombinasi
antara lembut dan terkadang agak kasar
ini, belum pernah saya rasakan
sebelumnya. Saya sering dihisap begini
oleh suami tapi tak pernah senikmat ini.
Apakah karena sudah terlalu lama
menganggur? Terbengkalai? Gersang?
Perlu siraman? atau birahi saya yang
memang terlampau besar? Tak terasa
tahu-tahu dia telah meninggalkan
beberapa cap merah di sekeliling kedua
payudara saya yang telah kencang.
Jemarinya mulai merasuk ke belahan
kemaluan saya, tangan satunya
meremas-remas pantat saya. Ogh! dia
menggesek-gesek liang kemaluan saya
dengan jemarinya. Ooouuww, serangan
bersamaan di lubang kemaluan dan
hisapan puting menyebabkan saya
orgasme, yang pertama setelah 4 bulan
lebih libur panjang. Tanpa sadar mulut
saya terbuka menahan nikmat. Dasar dia
canggih, tahu kesempatan, mulutnya
menyumpal mulut saya, dan lidahnya
saat ini berkesempatan menari-nari
mencari lidah saya. Saat ini tak sanggup
saya menolaknya. Oouuh, enak sekali.
Saya tanpa sadar membalas jilatannya.
Sementara kemaluan saya membanjir
dengan CD yang telah terlepas entah
kapan. Jari tengahnya mulai menusuk-
nusuk perlahan ke dalam lubang
kemaluan saya. Ouugh, semakin dalam,
dalam sekali, belum pernah saya ditusuk
sedalam ini, oouugh nikmatnya. Jarinya
saja panjang begini apalagi "burung"-
nya. Sejenak saya tersentak,
"Marvin, cukup.. saya tidak mau kamu
melakukan itu," kata saya.
"Itu apa?" katanya.
"Itumu jangan dimasukkan, Marvin."
"Why?" tanyanya.
"Your thing is too big," jawab saya.
"Ahh, ini cuma jari," katanya lagi.
"Janji ya.. Marvin, dan tolong pintunya
dikunci dulu nanti ada yang masuk."
Dia malah menyahut, "Tidak ada yang
berani ganggu saya, kamu aman sama
saya," kata Marvin meyakinkan.
Saya agak tenang, untuk selanjutnya
kembali menikmati permainannya yang
sangat spektakuler. Saya lupa bahwa
telah bersuami. Marvin mulai membuka
celana panjangnya. Belum sempat
protes, dia telah menyergap mulut saya
lagi, yang sekarang sudah hilang
kekuatan untuk menghindarnya. Saya
jelas saat ini telah telanjang bulat, dia
tinggal ber-CD. Mulut dia kembali
menghisap puting saya terus ke pusar,
dan serta merta dia menjilati lubang
kemaluan saya dengan kecepatan tinggi.
Wooww, nikmat. Seolah dia menemukan
permainan baru tangan dan mulutnya
berkecimpung di sana. Saya hanya bisa
mendesah, mendesis, melenguh.
"Uuueehhggh.. Oh! Oh! Oh! Oouughh.."
Selagi asyik begitu dia langsung stop!
dan mendekap saya, seraya berbisik di
telinga,
"Enak tidak Babe," saya mengangguk.
"Mau lagi?" katanya. Saya mengangguk.
"Kalau mau lebih enak, dimasukin ya?"
"I'm afraid Martin, please.. help me.
Ooogghh.."
Bersambung ...
Silakan menikmati .....
Nama saya, sebut saja Linda, married,
belum punya anak. Saya dan suami
kebetulan keturunan Chinese. Bedanya
saya lahir di salah satu kota di Jawa,
sedangkan suami saya lahir China sana.
Cerita ini terjadi saat misoa saya sehabis
bulan madu 3 bulan, langsung tugas ke
Abroad (sampai saat itu sudah hampir 4
bulan) jadi total 7 bulan after married
kejadiannya. Tidak ada dia puyeng
rasanya kepala (biasa bermesraan,
maklum baru).
Di suatu siang saat saya naik taksi ke
arah Senen dari Megaria tiba-tiba di
radio terdengar Jakarta rusuh. Sopir
panik, akhirnya setelah di pertigaan
Salemba tidak jadi ke kiri langsung ke
arah perempatan Matraman. Tanpa pikir
lagi taksi dibelokkan ke arah Pramuka.
Untungnya saat itu terdengar di radio
bahwa perempatan Rawamangun (by
pass) terjadi pembakaran. Akhirnya taksi
dibelokkan ke satu hotel besar di Jl.
Pramuka (Hotel S). Sesampai di sana
sopir minta maaf dan lapor satpam, saya
diturunkan di situ, satpam marah.
Namun seseorang menghampiri,
orangnya gagah, necis, berjas, hitam
tinggi besar, educated, sopan. Dia bilang
sesuatu ke satpam akhirnya satpam
membolehkan saya sementara waktu
beristirahat sambil memantau keadaan
lalu lintas.
Saya diberikan tempat/kamar di lantai
10, bersih. Ngeri juga, mana sendirian
lagi. Tapi mendingan daripada di luar.
Tak terasa sudah sore, ada yang
mengetuk, pelayan menanyakan mau
makan apa? Saya bilang tidak usah, mau
pulang saja. "Di luar masih rusuh Bu,
tuan bilang tinggal aja dulu di sini,
sampai keadaan aman," sahut pelayan.
Dalam hati, tuan siapa? Saya diberi
handuk dan peralatan mandi. Ragu juga
mau mandi, takut ada yang mengintip.
Ah ada akal, saya matikan lampu kamar
mandi terus mandi buru-buru yang
penting bersih plus gosok gigi. Tak lama
hari mulai gelap, makanan datang
disertai pelayan dan lelaki hitam yang
simpatik itu. Dia tersenyum mensilakan
saya mencicipi hidangan bersamanya,
pelayan disuruh pergi. Karena memang
sudah lapar saya makan, sambil sesekali
menjawab beberapa pertanyaannya.
Mukanya berubah saat saya menjawab
bahwa sudah bersuami dan sedang
ditinggal tugas hampir 4 bulan. Selesai
makan kami tetap ngobrol kesana
kemari, sampai pelayan datang lagi
membersihkan meja, dan pergi lagi
dengan meninggalkan kami berdua.
Saya ingin cepat-cepat keluar dan tiba di
rumah.
Seperti mengetahui jalan pikiran saya
dia menghampiri dan mencoba
menenangkan, "Tenang saja dulu di sini,
kalau perlu nginap semalam, lebih
aman." Tangannya menggenggam
jemari saya. Besar sekali dan terkesan
kuat/kekar.
Dia bilang, "Panggil saya Marvin saja!"
"Bolehkah saya panggil Linda saja? Biar
akrab?" tanyanya.
Terpaksa saya mengangguk. Merinding
tubuh saya disentuh lelaki lain selain
suami. Dia mengelus-elus lembut tangan
saya. Mendesir seluruh peredaran darah
saya. Antara ingin menepiskan dan
keterpesonaan pada penampilan fisiknya
yang sangat seksi menurut penilaian
saya. Ah, tapi sepertinya dia orangnya
baik juga, mungkin dia turut prihatin
atas keadaan saya. Dilihat dari
pakaiannya dan bau parfumnya jelas pria
asing ini dari kalangan berduit.
Tampangnya perpaduan orang India,
Arab, Afrika, atau Negro Amerika.
Rambutnya agak plontos. Giginya putih.
Tingginya antara 185 sampai 190 cm.
Lebih mirip bodyguard.
Tiba-tiba saya merasakan agak pening,
tanpa sadar saya memijit-mijit kening
sendiri. "Are you Ok?" katanya, sesekali
memang dia bicara Inggris, meskipun
telah fasih bahasa Indonesia (sudah 10
tahun katanya di Jakarta). Saya tak bisa
menolak saat, dia membantu memijit-
mijit kening saya, lumayan juga agak
mendingan. Saya disuruh istirahat dulu
dan dibimbingnya ke kamar tidur.
Spreinya warna biru muda polos, tembok
kamar kuning muda, sangat kontras.
"Tiduran dulu aja," katanya. Saya takut.
Tapi demi menyadari bahwa itu
percuma, saya hanya berharap semoga
tak terjadi apa-apa. Saya berbaring,
sementara dia duduk di pinggir tempat
tidur. Sangat riskan karena sewaktu-
waktu dia dapat menyergap dengan
mudah.
"Lin, telungkup aja!" katanya.
Yach, untunglah agak mendingan,
begini.
"Biar lebih enakan, saya pijitin punggung
kamu yach," katanya.
"Tidak usah Mister, eh Marvin.." kata
saya.
Tapi dia telah mulai memijit tengkuk
saya, bahu, oouhh enak sekali, pintar
juga dia. Punggung saya mendapat
giliran. Saking enaknya tak terasa dia
juga memijit bokong saya, paha, betis
sampai mata kaki dan telapak kaki.
Segar rasanya tubuh ini.
Dia minta saya buka baju (kurang ajar
orang ini!). Dia bilang mau dikasih lotion
biar tidur enak dan tambah segar.
"Marvin, saya ini orang baik-baik dan
bersuami, kamu tidak akan macam-
macam kan?" tanya saya.
"Tidak dong Lin," katanya.
Dia membantu membuka baju saya, dan
eehh celana saya dijambretnya sekalian.
Saya tinggal ber-BH dan CD. Sementara
dia masih berjas. Terakhir baru dia
melepas jasnya, tapi tetap berkemeja
dan celana panjang. Dia melumuri
bagian belakang tubuh saya dengan
lotion yang enak baunya. Saya tambah
keenakan dipijit begitu. Hilang rasanya
semua stres. Saya diminta berbalik/
baring. Nach, ini masalahnya. Dia
senyum seperti cuek, memijit kening
dan kepala, leher, dada (ough tidak
menyangka termasuk kedua payudara
saya (yang masih ber-BH) diputar-
putarnya. Saya kaget, tapi belum
sempat protes dia telah pindah ke perut
dan pinggang, seolah itulah
prosedurnya. Kembali saya terdiam, dan
sekarang sampai ke paha, dia juga
memijit-mijit CD saya.
"Stop Marvin..!"
Tapi dia diam, terus pindah ke kaki.
"You are so beautiful Linda," katanya
sambil menduduki betis saya.
"Oh God, help me please.." dalam hati.
Tapi dia tidak memaksa, lembut, sopan,
dia buka kemeja dan kaos dalam. Wow,
sangat menggiurkan, kokoh, atletis, otot-
ototnya terlihat, bulu dadanya itu, seksi
sekali. Kelihatannya dia orang yang
peduli dengan keindahan tubuhnya.
Mirip binaragawan. Ah, saya tersadar
saya bersuami.
"Marvin jangan..!" teriak saya.
"Apa Babe..? katanya sambil kedua
tangannya menggenggam kedua tangan
saya.
Oh, dia mulai mengecup mata saya (saya
dipaksa), pipi saya, bibir saya, tapi saya
tutup mulut saya rapat-rapat, saya
tersinggung, saya tak rela lidahnya
menjilat-jilat lidah saya. Agak kesal dia
turun ke leher, dan tampaknya siap
mencupang.
"Ohh jangan Marvin, nanti kelihatan
orang, pleasee.."
Dia berhenti.
"Kalau gitu yang tidak terlihat ini dong.."
katanya.
Dia membuka BH saya, dan mulai
menghisap puting kiri saya. "Ooughh.."
mendesir sekujur tubuh saya sampai ke
kemaluan saya. Tangan saya melemas
tak berdaya, apalagi jemari kirinya yang
kokoh memilin-milin puting kanan,
tangan kanannya meremas-remas pantat
saya.
Mulutnya kemudian saling berpindah
dari puting kiri ke kanan dan sebaliknya.
"Payudaramu indah sekali Lin, I like it,
not too big. Yes, it's really an asian
taste," katanya. Tak tahan saya
menerima permainannya, sangat lain,
beda, pintar sekali. Payudara saya
langsung mengeras. Kedua puting saya
kontan meruncing, tegak. Kombinasi
antara lembut dan terkadang agak kasar
ini, belum pernah saya rasakan
sebelumnya. Saya sering dihisap begini
oleh suami tapi tak pernah senikmat ini.
Apakah karena sudah terlalu lama
menganggur? Terbengkalai? Gersang?
Perlu siraman? atau birahi saya yang
memang terlampau besar? Tak terasa
tahu-tahu dia telah meninggalkan
beberapa cap merah di sekeliling kedua
payudara saya yang telah kencang.
Jemarinya mulai merasuk ke belahan
kemaluan saya, tangan satunya
meremas-remas pantat saya. Ogh! dia
menggesek-gesek liang kemaluan saya
dengan jemarinya. Ooouuww, serangan
bersamaan di lubang kemaluan dan
hisapan puting menyebabkan saya
orgasme, yang pertama setelah 4 bulan
lebih libur panjang. Tanpa sadar mulut
saya terbuka menahan nikmat. Dasar dia
canggih, tahu kesempatan, mulutnya
menyumpal mulut saya, dan lidahnya
saat ini berkesempatan menari-nari
mencari lidah saya. Saat ini tak sanggup
saya menolaknya. Oouuh, enak sekali.
Saya tanpa sadar membalas jilatannya.
Sementara kemaluan saya membanjir
dengan CD yang telah terlepas entah
kapan. Jari tengahnya mulai menusuk-
nusuk perlahan ke dalam lubang
kemaluan saya. Ouugh, semakin dalam,
dalam sekali, belum pernah saya ditusuk
sedalam ini, oouugh nikmatnya. Jarinya
saja panjang begini apalagi "burung"-
nya. Sejenak saya tersentak,
"Marvin, cukup.. saya tidak mau kamu
melakukan itu," kata saya.
"Itu apa?" katanya.
"Itumu jangan dimasukkan, Marvin."
"Why?" tanyanya.
"Your thing is too big," jawab saya.
"Ahh, ini cuma jari," katanya lagi.
"Janji ya.. Marvin, dan tolong pintunya
dikunci dulu nanti ada yang masuk."
Dia malah menyahut, "Tidak ada yang
berani ganggu saya, kamu aman sama
saya," kata Marvin meyakinkan.
Saya agak tenang, untuk selanjutnya
kembali menikmati permainannya yang
sangat spektakuler. Saya lupa bahwa
telah bersuami. Marvin mulai membuka
celana panjangnya. Belum sempat
protes, dia telah menyergap mulut saya
lagi, yang sekarang sudah hilang
kekuatan untuk menghindarnya. Saya
jelas saat ini telah telanjang bulat, dia
tinggal ber-CD. Mulut dia kembali
menghisap puting saya terus ke pusar,
dan serta merta dia menjilati lubang
kemaluan saya dengan kecepatan tinggi.
Wooww, nikmat. Seolah dia menemukan
permainan baru tangan dan mulutnya
berkecimpung di sana. Saya hanya bisa
mendesah, mendesis, melenguh.
"Uuueehhggh.. Oh! Oh! Oh! Oouughh.."
Selagi asyik begitu dia langsung stop!
dan mendekap saya, seraya berbisik di
telinga,
"Enak tidak Babe," saya mengangguk.
"Mau lagi?" katanya. Saya mengangguk.
"Kalau mau lebih enak, dimasukin ya?"
"I'm afraid Martin, please.. help me.
Ooogghh.."
Bersambung ...