Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG The Journey Of Leo

Part XIX

Kali Kedua

Inda Puty, Ida Ayu


Dina, Ida Ayu


Setiap manusia berhak memiliki kesempatan, namun tak semua manusia memiliki kesempatan kedua dalam hidupnya.

Manusia yang beruntung adalah manusia yang masih diberikan kesempatan kedua, tinggal sekarang bagaimana ia memanfaatkan kesempatan itu. Menjadikannya lebih baik atau malah semakin menghancurkannya.

~~~~O~~~~​

Aku kini sudah naik ke kelas 2, bisa dikatakan momen-momen terseru dan terbejad atau pencapaian tertinggi dari anak SMA adalah kelas 2 SMA. Tidak senior dan tidak junior.

Jika di kelas satu kita masih ragu-ragu untuk mengeluarkan potensi kenakalan dan kelas tiga waktu untuk bermain-main terasa lebih singkat karena sudah disibukkan dengan serangkain tes dan try out menjelang ujian akhir.

Lain halnya dengan kelas dua, bagiku anak kelas dua itu sedikit tidak diperhatikan oleh guru. Ada yang sepaham?

Di sekolahku waktu itu penjurusan kelas baru dimulai pada kelas 3, jadi kelas 2 kita masih dengan kawan-kawan yang sama. Hanya berpindah ruang kelasnya saja.

Aku duduk di baku paling kiri deret ketiga dari depan, teman dudukku tetap Eka. Dia orangnya agak jarang bergaul jadi ngotot maunya duduk sebangku sama aku aja. Aku sih selow, lagian Eka pintar di ilmu eksak dan aku ahlinya ilmu hitam, bukan, ilmu sosial.

Karena Eka ini memang kuat di hitung-hitungan dan hapalan rumus serta teori. Sedangkan aku lebih suka sesuatu yang abstrak dan lebih menggunakan imajinasi. Jadi kami duet yang golden combi lah.

Hari ini wali kelas kami yang baru mulai memperkenalkan diri, beliau guru yang mengajar Kimia juga di lelas kami, namanya Ibu Rosmiati, atau Ibu Ros. Ibu Ros bertanya pada kami siapa yang sebelumnya menjadi perangkat kelas. Mulailah satu persatu memperkenalkan diri beserta job desc-nya.

Tapi setelah ketua kelas kami yang lama Gede Widi protes karena dia sudah pengen diganti, Ibu Ros memutuskan untuk merombak total susunan kabinet waktu itu. Dari wakil, sekretaris dan bendahara sudah diperoleh nama-nama yang akan menjabat.

Tiba di jabatan tertinggi di kelas, suasana makin seru dan penuh intrik sampai akhirnya seluruh kelas menunjuk salah seorang kawan kami bernama Broery.

Iya namanya memang Gede Broery, asli dan orijinal tanpa pengawet. Mungkin ortunya si Broery ini memang ngefans berat sama penyanyi legendaris Broery Marantika. Siapa yang tahu?

Gede Broery ini anaknya luar biasa kuper, cupu dan benar-benar bahan bullyan di kelas. Tapi ngga parah sampai ada kekerasan fisik. Cuman sering jadi bahan kerjaan temen-temen. Sorry my old friend.

Aku sih jarang ikut ngerjain langsung karena ngga tega, tapi aku selalu jadi konseptornya, lebih jahat lagi pastinya.

Sudah bisa dipastikan Broery yang ngga pernah mimpi jadi ketua kelas langsung kaget dan menolak mentah-mentah permintaan temen-temen.

Kelas jadi gaduh, ribut-ribut maksa Broery jadi ketua kelas. Bahkan banyak yang ngirimin gestur intimidasi ke dia, kalau nolak awas.

Ibu Ros dibuat pusing oleh kelakuan kelas barunya yang mendadak liar bagai kumpulan kera di film Planet Of Apes. Ada yang gebug-gebug meja, ada yang teriak bakar-bakar, ada yang sok menenangkan suasana tapi malah bikin gaduh, ada yang nyanyi gugur bunga dan ada komat-kamit baca mantra. Ini benar adanya.

Akhirnya daripada semakin gaduh Ibu Ros memutuskan untuk mengadakan voting, agar lebih demokratis pikir beliau. Padahal beliau tidak menyadari bahayanya sistem demokrasi yang kebablasan, semua jadi bebas bicara dan bertindak sesuka hatinya karena merasa punya porsi yang sama, seperti situasi jaman now.

Diputuskan tiga kandidat akan maju sebagai bakal calon ketua kelas. Yang pertama sudah pasti dan tidak asing lagi Gede Broery.

Yang kedua incumben yang mukanya udah males banget nolak keras tapi dipaksa Ibu Ros Gede Widi. Dan yang terakhir pendatang baru di perpetaan politik kelas 2-6 SMA Melati Season 2002 adalah Eka.

Iya, Eka tan dudukku. Tadinya dia nunjuk-nunjuk aku ke Ibu Ros buat jadi bakal calon. Aku yang masang muka tenang tapi sebenernya malah pengen putus sekolah malah dibelain Ibu Ros.

"Kamu, daripada nunjuk temen kamu aja yang Ibu jadiin calon"

Begitu kata Ibu Ros yang disambut gegap gempita seluruh kelas. Bukan tanpa alasan, kami punya rencana yang setan banget kenapa memilih teman-teman yang notabene dianggep culun dan cupu di kelas. Agar bisa sesuka hati mengatur mereka, hahahaha (Evil Laugh).

Kalau aku sudsh pasti males diatur dan mereka sudah paham banget, makanya aku termasuk kelompok mafia kelas yang paking dimalesin temen-temen, bukan ditakuti.

Jadi sistemnya adalah seperti pemilihan-pemilihan pada umumnya di negeri ini, yang bernafaskan demokrasi, yaitu sistem voting. Setiap murid, mempunyai satu kesempatan suara. Jadi tiap murid menuliskan nama siapa yang mereka pilih menjadi Ketua Kelas untuk satu tahun ke depan.

Pemilihan berlangsung LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rusuh), meriah.

Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, yaitu pengumunan hasil pemilihan, yang membacakan kertas suara satu adalah Ibu Ros sendiri dan temanku Fuad ditugasi mencatat di papan tulis.

Awal-awal nama Eka mulai muncul, Eka mesam-mesem, Broery girang, Gede Widi tenang-tenang saja. Selanjutnya Eka lagi, Eka mulai panik, Broery nyengir ke arah Eka dan sedikit mengejeknya. Aku yang sebangku dengan Eka bisa melihat jelas cahaya kemenangan di wajah Broery.

Tapi itu tak berlangsung lama, selanjutnya hanya nama Broery yang disebut. Wajah Broery yang tadinya antusias jadi bermuram durja. Akhirnya kemenangan telak diraih oleh Broery dengan 39 suara. Eka 2 suara dan Widi 0.

Baru ini dalam sejarah Indonesia kemenangan telak dengan hampir 96 % suara. Broery melenggang menjadi pemimpin, seisi kelas menyalaminya, bahkan ada yang nyanyi "Campeone" segala. Broery makin pucat dan ingin menangis.

Tak banyak yah tahu bahwa pergerakanku di bawah tanah yang menyebabkan kemenangan telak Broery. Iya aku sang tim sukses yang tidak dibayar.

Caranya cukup sederhana, dengan secarik kertas yang aku tuliskan "pilih broery", ku oper ke belakang ke arah Jay, Jay membaca dan segera paham dan pesan itu menjadi pesan berantai. Sisanya dua suara? Sudah kuperhitungkan, Gede Widi ku kirimkan sms untuk memilih Eka agar Broery tidak curiga.

Satu lagi sudah jelas milik Broery yang memang berharap Eka yang jadi pemenang.

Sebenarnya aku sedikit was-was dari awal bakal mencurigakan Broery, maka dengan cepat kami mengirimkan delegasi yaitu Fuad untuk menandai kertas suara milik Gede Widi dan Broery dan diletakkan di spot yang memudahkan Ibu Ros mengambil duluan.

Dan rencana berjalan lancar, kami mafia-mafia tersenyum girang.

Kinerja pertama Broery adalah menerima mandat dari Ibu guru Bahasa Indonesia yang hari itu tidak bisa mengajar untuk menginformasikan kami untuk mengerjakan tugas, mengisi LKS, semacam lembar kerja gitu.

Kami semua kompak mengikuti perintah Broery. Sekilas tampak wajah-wajah kepuasan di dirinya, sepertinya dia mulai nyaman punya power dikelas.

Tapi itu hanya harapan palsu sesaat. Tidak sampai 10 menit kelas sudah sangat gaduh dan segaduh acara summer festival. Tak ada satupun dari kami yang mengerjakan tugas itu, kecuali Broery.

"Kerjain eee tugasnya, gitu kata Ibu guru." Tak ada yang menanggapi.

"Oke dah nanti kalian yang pasti dihukum, biar yang penting aku udah bikin" dia ngomong sendiri.

Seminggu kemudian guru masuk dan menanyakan PR, kami serempak menjawab tidak tahu, guru bilang sudah memerintahkan Ketua Kelas untuk menginformasikan di kelas. Kami jawab kompak tidak ada, kami bebas ketua kelas yang dihukum.

~~~O~~~
Hubunganku dengan Inda masih berjalan, namun jauh berbeda dsn semakin hambar, kami semakin jarang berkabar. Aku tak paham, apa itu yang namanya break?

Dia malah lebih sering menemani kawan Papanya itu yang sekarang makin rutin ke Bali, iya hampir setiap week end. Siapa yang tak sakit hati?

Aku sendiri ?, Iya kembali ke biasaan lamaku kumpul-kumpul dan minum arak. Sesekali biasa ke klub malam biasanya markas kami Bounty club atau Paddy's Club legian. Itu sebelum tragedi Bom Bali I. Sesekali juga di Double Six.

Saking rumitnya permasalahanku dengan Inda aku rasa saat itu sampai-sampai aku mulai mencari pelarian semu, yaitu dengan narkoba, macam Ineks, ***** dan Sabu. Sebuah langkah yang salah dan tidak patut ditiru. Tapi beruntung saja aku bukan tipe orang yang mudah kecanduan karena memang secara ekonomi sulit buatku membelo, itu karena aku kenal beberapa bandar saja jadi bisa dapat free.

Beberapa kali one night stand juga pernah aku lakukan, dengan beberapa wanita bule, terus gadis-gadis yang aku kenal di klub dan seorang wanita Jepang, yang nanti punya edisi khusus di cerita ini.

Segalanya jadi mudah berkat narkoba saat itu, tinggal bisikin ke cewek-cewek tadi aku punya "barang" mereka pasti mau ngajak aku ke hotelnya. Aku bukan pengedar hanya user saja.

Setelahnya ya segalanya dijamin ngalir dengan sendirinya, Alcohol, drugs and sex. Masa muda yang rusak dan sangat buruk.

Tanpa sadar aku sudah mengkhianati hubunganku dengan Inda, saat itu pikiranku sudah terlalu menanggap buruk Inda dan cowok kenalan Papanya itu. Jadi aku melampiaskan kekesalanku. Ego.

Aku benar-benar jadi manusia yang tidak peduli dan kebal rasa. Sex jadi semakin mudah sekalipun tidak dengan pacar. Aku malah jadi manusia yang benci berkomitmen, buat apa pikirku, cuman nambah sakit hati saja.

Tapi selepas peristiwa Bom Bali I pariwisata Bali lumpuh total, travel warning dari sejumlah negara untuk berkunjung ke Bali berkumandang. Para pelaku wisata mati kutu, termasuk guide dadakan dan drug dealer kelas kroco yang suka nipu bule pake tawas yang dibilangnya sabu. Benar-benar suram.

Aku dan kawan-kawanku juga masih sangat trauma dengan kejadian yang sangat di luar dugaan dan benar-benar tidak manusiawi itu. Sehingga kami tidak berani datang ke tempat-tempat hiburan lagi.

Jadilah aku kembali ke habitatku sebagai anak rumahan yang taat ngegame dan rajin menabung dosa. Kerjaanku game,game dan game. Atau terkadang bisa iseng buat ke wartel, semacam tempat yang menyediakan jasa telpon. Jadi kita masuk ke dalam semacam bilik-bilik tersendiri untuk menelpon.

Dari wartel ini aku sering iseng dan dapat kenalan cewek baru, salah satunya dengan nekat menghubungi nomer telpon yang ditulis orang di tembok bilik wartel.

Minim hiburan dan kegiatan bikin aku jadi sangat mudah bosan, sehingga aku mulai berpikir untuk memperbaiki hubunganku dengan pacarku Inda.

Bak gayung bersambut Inda pun sepemikiran denganku, aku terus terang sangat merindukannya dan masih sayang sebenarnya. Tapi keadaan memperburuk kami. Dan aku bisa paham karena Inda sangat menghormati orang tuanya.

Kami mulai bertemu lagi, hanya bisa sepulang sekolah saja. Itupun dia yang mesti kerumahku. Karena setiap week end ortunya seperti "sengaja" mencari cara agar kami tidak bisa jalan bareng.

Ada saja acara yang mesti dihadiri Inda dan tidak mungkin mengajakku. Atau dia harus menemani cowok itu lagi.

Aku sempat sangat meradang karena mesti merelakan pacarku untuk jalan dengan cowok lain. Pasti kalian yang mengalami posisi sepertiku pasti akan berpikir yang macam-macam.

Tapi Inda meyakiniku kalau aku satu-satunya yang memiliki dia. Sampai-sampai dia nekad menyuruhku menghamilinya kemudian segera menikahinya bagaimanapun resikonya. Sebuah pemikiran anak-anak remaja yang masih labil.

Jelas aku tidak mau, aku tidak mau merusak masa depannya. Inda punya hak untuk menjalani hidup lebih baik lagi. Semua itu aku pelajari dari seorang malaikat bernama Mbak Shanty.

Aku juga berpikir jika memang aku jodohnya akan aku lamar dia disaat aku sudah meraih kesuksesan. Sekaligus membungkam orangtuanya yang menganggapku sebelah mata. Aku harus sukses.

~~~O~~~
Jika aku sudah kelas 2 SMA berarti ada junior di bawahku. Iya, anak-anak kelas satu tahun ini banyak yang cantik-cantik. Hampir rata-rata cantik, angkatan itu terbaik di jamanku.

Banyak adik kelasku di SMP yang bersekolah di SMA ku kini. Beberapa saudaraku juga ada yang sekolah di sana. Jadi aku cukup cepat untuk mengenal dan dikenal adik-adik kelasku ini.

Beberapa kaki sih aku mencoba peruntungan buat deketin salah satu dari mereka, tapi lagi-lagi inget kalau aku masih punya pacar. Ahh nyesek. Ada beberapa yang memang jadi incaranku salah satunya Yuliandari, Putri dan Kencana. Kencana ini memang top target satu sekolah, idola para siswa satu sekolah.

Tapi semua pada gigit jari saat dia pacaran dengan teman seangkatannya bernama Ngurah.

Akhirnya di kelas dua ini aku memutuskan hubungan dengan hapeku si 3310 itu karena terakhir waktu aku berantem sama Inda, saking emosinya hapeku aku banting, sungguh sebuah kebodohan.

Sebagai gantinya aku membeli hape nokia lainnya yang sudah mulai berteknologi. Nokia 3530, layarnya sudsh berwarna dan ringtonenya polyphonic. Dan ada satu fitur menarik dari hape-hape nokia terbaru saat itu yaitu MMS.

Dengan fitur itu kita bisa mengirim gambar, yang paling sering ngirimin aku foto si Paramitha dan Retno, Retno yang wow banget, kadang masih handukan udah ngirimin aku foto.

Dengan hape baru ini pula perbendaharaan phone bookku makin banyak, termasuk cewek-cewek kelas satu.

Beberapa hari lagi aku akan menghadapi ulangan umum Cawu III yang berarti aku akan segera naik kelas.

Di sekolahku sering ada sistem untuk ulangan umum dimana kelas tiga akan digabung dengan kelas dua. Dan kelas ku kali ini seruangan dengan kelas 2-2.

Kelas dibagi menjadi dua, masing-masing berkisar antara dua puluh orang murid kelas dua dan dua puluh orang murid kelas satu.

Aku duduk dengan anak kelas satu yang lumayan cantik namanya Clara. Anaknya ramah tapi sedikit agak oon. Yang bikin aku kaget ternyata aku satu kelas dengan gebetanku masa SMP, Dina. Iya bodohnya aku hampir setahun sudah berjalan aku tak pernah tahu dia sekolah disini juga.

Dina tumbuh menjadi gadis yang cantik, putih dan tinggi bak model. Dia juga langsung heboh menyapaku sampe meluk-meluk yang sukses bikin cowok-cowok di kelasku nelen pensil 2B.

"Kaaaakkk Yooooo..."

"Eeehh Dina, kamu sekolah di sini?"

"Yeeeee baru tau ? Kok ngga perhatian banget sih?"

"Maaf maaf, abisnya aku jarang keliaran juga ni di sekolah" aku garuk-garuk kepala.

"Aku dsri waktu ini nyariin Kak Yo tauu, tapi Kak Yo tu sering bolos !!! Bandelnya sekarang?"

"Eee ituuu anuu"

Iya, aku memang seringkali bolos, karena teler sehabis pulang dari klub, tapi di Cawu terakhir ini aku fokus sekolah. Karena khawatir juga ortuku jantungan dapet panggilan sekolah.

Setelah ulangan umum aku jadi lebih sering ketemu Dina. Kadang suka makan baremg di kantin, bikin beberapa cowok kelas satu yang mungkin naksir Dina pada mandangin aku sinis. Terus bikin Retno juga jutekin aku. Lha ? Salahku apa ?

Aku juga tahu kalau Dina sudah putus sama Anggoro baru-baru ini. Langgeng juga mereka ya ? Karena beda sekolah juga jadi mereka susah ketemu.

Dina juga tahu kalau aku sudah punya pacar, dia memberiku selamat, tapi sekilas mukanya agak gimana gitu. Bukan kege-eran sih.

~~~O~~~
Di suatu malam minggu sebelum kenaikan kelas, aku berniat kencan dengan Inda. Aku sangat antusias, ini malam minggu pertama kami setelah sekian lama selalu dirusak ortunya.

Aku mengajaknya makan di suatu tempat yang cukup cozzy dan nyaman favorit para abg saat itu. Menu andalannya Nasi Goreng Keju dan Milkshake.

Dia tampak cantik sekali malam itu, aku tak sadar selalu memandanginya.

"Iiihh apaan sih yang ngeliatinnya gitu banget, ada yang aneh ya?"

"Eehh ngga kok, tapi apa ya yang tambah cantik?"

"Ihhh gombal, rambut aku kali, aku baru potong ni, kamu suka?"

"Suka banget, beruntung deh cowok kucel gini punya cewek secantik kamu"

"Iihh gombal lagi, thanks anyway sayang"

Inda kemudian meninggalkanku pergi ke toilet dan dia meninggalkan hapenya di atas meja. Tak lama kemudian sebuah sms masuk ke hapenya. Awalnya aku tak peduli, tapi entah kenapa semacem ada dorongan yang memaksaku untuk membaca sms itu.

Kuraih nokia 7650 itu dan ku slide ke atas untuk membuka kuncinya, sms kubaca, alangkah kagetnya aku membaca pesan singkat tersebut.

Tommy said:
Happy week end Honey, see you soon.

Hatiku mendadak terasa panas, hancur rasanya, aku merasa dikhianati. Hape kukembalikan lagi ke posisi semula. Inda datang dengan senyum mengembang di wajahnya. Aku melanjutkan makan dan tanpa bicara, selanjutnya segera mengajaknya pulang.

"Kamu kenapa sayang?" Tanyanya padaku saat diperjalanan pulang.

"Jawab dong yang, jangan diemin aku? Kasi tau salah aku yang"

Aku tak menjawab, sampai di depan rumahnya aku tidak singgah dan tak berkata sepatah katapun, segera balik dan berlalu.

Setelah aku sampai di rumah Inda yang mungkin sudah menyadari sesuatu yang salah itu mulai meminta maaf dan memohon padaku untuk mendengar penjelasanku.

Tapi aku sudah terlalu terbakar cemburu, aku sudah lelah dengan semua ini hingga akhirnya aku harus membuat keputusan yang menguras air mata kami berdua, kami putus.

Setelah hampir dua tahun bersama.
Aku butuh tempat bersandar di saat rapuh begini. Hani dan Jan entah ke mana mereka menghilang. Aku bingung mesti sharing ke mana tentang perasaanku ini. Akhirnya aku punya satu jawaban, Dina. Aku bisa meminta bantuannya, seperti yang dulu sering aku lakukan.

"Dina, lagi ngapain?"

"Ngga ngapain kok Kak Yo, liburan gini ya ngga ngapain, untung bentar lagi sekolah"

"Aku boleh cerita?"

"Eh kenapa ini hayo? Bisa galau juga Kak Leo ini?"

Akhirnya aku cerita semuanya ke Dina, dia sabar banget dengerin semua cerita aku yang mungkin ngga penting banget itu.

Makin hari kami makin dekat lagi, aku sudah tidak galau lagi. Inda seolah-olah sudah aku buang dari pikiranku. Dan perlahan ada seseorang yang dulu pernah jadi cerita lamaku perlahan muncul lagi.

Di suatu malam minggu Dina tak keberatan kuajak untuk dinner di sebuah restaurant di Sanur. Sebenarnya ini salah satu tempat favoritku dengan Inda. Lokasinya dipinggir pantai Sindu Sanur. Dengan sisa tabungan liburan cukuplah untuk sekedar memesan spring roll dan teh camomile untuk relaksasi pikiran.

Suasananya tenang sekali, alunan musik latin menambah romansa tersendiri. Kami asyik membicarakan kenangan masa SMP yang selalu mampu membuat kami senyum-senyum berdua. Hari makin malam, kuputuskan untuk duduk di pinggir pantai, menikmati deru ombak dan angin pantai.

Dina duduk disebelahku, lama kami tak bicara apapun, hanya diam memandangi lautan. Sampai akhirnya tubuh Dina makin mendekat, dan kepalanya rebah di bahu kananku. Perasaan hangat menyelimutiku, nyaman sekali, kuberanikan diri memeluk pinggangnya, dia tak menolak, suasana ini? Aku terhanyut.

Jika wanginya saja bisa memindahkan duniaku, maka cintanya pasti bisa mengubah jalan hidupku. Pegang tanganku bersama jatuh cinta, Kali Kedua pada yang sama, sama indahnya.
 
Part XIX

Kali Kedua

Inda Puty, Ida Ayu


Dina, Ida Ayu


Setiap manusia berhak memiliki kesempatan, namun tak semua manusia memiliki kesempatan kedua dalam hidupnya.

Manusia yang beruntung adalah manusia yang masih diberikan kesempatan kedua, tinggal sekarang bagaimana ia memanfaatkan kesempatan itu. Menjadikannya lebih baik atau malah semakin menghancurkannya.

~~~~O~~~~​

Aku kini sudah naik ke kelas 2, bisa dikatakan momen-momen terseru dan terbejad atau pencapaian tertinggi dari anak SMA adalah kelas 2 SMA. Tidak senior dan tidak junior.

Jika di kelas satu kita masih ragu-ragu untuk mengeluarkan potensi kenakalan dan kelas tiga waktu untuk bermain-main terasa lebih singkat karena sudah disibukkan dengan serangkain tes dan try out menjelang ujian akhir.

Lain halnya dengan kelas dua, bagiku anak kelas dua itu sedikit tidak diperhatikan oleh guru. Ada yang sepaham?

Di sekolahku waktu itu penjurusan kelas baru dimulai pada kelas 3, jadi kelas 2 kita masih dengan kawan-kawan yang sama. Hanya berpindah ruang kelasnya saja.

Aku duduk di baku paling kiri deret ketiga dari depan, teman dudukku tetap Eka. Dia orangnya agak jarang bergaul jadi ngotot maunya duduk sebangku sama aku aja. Aku sih selow, lagian Eka pintar di ilmu eksak dan aku ahlinya ilmu hitam, bukan, ilmu sosial.

Karena Eka ini memang kuat di hitung-hitungan dan hapalan rumus serta teori. Sedangkan aku lebih suka sesuatu yang abstrak dan lebih menggunakan imajinasi. Jadi kami duet yang golden combi lah.

Hari ini wali kelas kami yang baru mulai memperkenalkan diri, beliau guru yang mengajar Kimia juga di lelas kami, namanya Ibu Rosmiati, atau Ibu Ros. Ibu Ros bertanya pada kami siapa yang sebelumnya menjadi perangkat kelas. Mulailah satu persatu memperkenalkan diri beserta job desc-nya.

Tapi setelah ketua kelas kami yang lama Gede Widi protes karena dia sudah pengen diganti, Ibu Ros memutuskan untuk merombak total susunan kabinet waktu itu. Dari wakil, sekretaris dan bendahara sudah diperoleh nama-nama yang akan menjabat.

Tiba di jabatan tertinggi di kelas, suasana makin seru dan penuh intrik sampai akhirnya seluruh kelas menunjuk salah seorang kawan kami bernama Broery.

Iya namanya memang Gede Broery, asli dan orijinal tanpa pengawet. Mungkin ortunya si Broery ini memang ngefans berat sama penyanyi legendaris Broery Marantika. Siapa yang tahu?

Gede Broery ini anaknya luar biasa kuper, cupu dan benar-benar bahan bullyan di kelas. Tapi ngga parah sampai ada kekerasan fisik. Cuman sering jadi bahan kerjaan temen-temen. Sorry my old friend.

Aku sih jarang ikut ngerjain langsung karena ngga tega, tapi aku selalu jadi konseptornya, lebih jahat lagi pastinya.

Sudah bisa dipastikan Broery yang ngga pernah mimpi jadi ketua kelas langsung kaget dan menolak mentah-mentah permintaan temen-temen.

Kelas jadi gaduh, ribut-ribut maksa Broery jadi ketua kelas. Bahkan banyak yang ngirimin gestur intimidasi ke dia, kalau nolak awas.

Ibu Ros dibuat pusing oleh kelakuan kelas barunya yang mendadak liar bagai kumpulan kera di film Planet Of Apes. Ada yang gebug-gebug meja, ada yang teriak bakar-bakar, ada yang sok menenangkan suasana tapi malah bikin gaduh, ada yang nyanyi gugur bunga dan ada komat-kamit baca mantra. Ini benar adanya.

Akhirnya daripada semakin gaduh Ibu Ros memutuskan untuk mengadakan voting, agar lebih demokratis pikir beliau. Padahal beliau tidak menyadari bahayanya sistem demokrasi yang kebablasan, semua jadi bebas bicara dan bertindak sesuka hatinya karena merasa punya porsi yang sama, seperti situasi jaman now.

Diputuskan tiga kandidat akan maju sebagai bakal calon ketua kelas. Yang pertama sudah pasti dan tidak asing lagi Gede Broery.

Yang kedua incumben yang mukanya udah males banget nolak keras tapi dipaksa Ibu Ros Gede Widi. Dan yang terakhir pendatang baru di perpetaan politik kelas 2-6 SMA Melati Season 2002 adalah Eka.

Iya, Eka tan dudukku. Tadinya dia nunjuk-nunjuk aku ke Ibu Ros buat jadi bakal calon. Aku yang masang muka tenang tapi sebenernya malah pengen putus sekolah malah dibelain Ibu Ros.

"Kamu, daripada nunjuk temen kamu aja yang Ibu jadiin calon"

Begitu kata Ibu Ros yang disambut gegap gempita seluruh kelas. Bukan tanpa alasan, kami punya rencana yang setan banget kenapa memilih teman-teman yang notabene dianggep culun dan cupu di kelas. Agar bisa sesuka hati mengatur mereka, hahahaha (Evil Laugh).

Kalau aku sudsh pasti males diatur dan mereka sudah paham banget, makanya aku termasuk kelompok mafia kelas yang paking dimalesin temen-temen, bukan ditakuti.

Jadi sistemnya adalah seperti pemilihan-pemilihan pada umumnya di negeri ini, yang bernafaskan demokrasi, yaitu sistem voting. Setiap murid, mempunyai satu kesempatan suara. Jadi tiap murid menuliskan nama siapa yang mereka pilih menjadi Ketua Kelas untuk satu tahun ke depan.

Pemilihan berlangsung LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rusuh), meriah.

Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, yaitu pengumunan hasil pemilihan, yang membacakan kertas suara satu adalah Ibu Ros sendiri dan temanku Fuad ditugasi mencatat di papan tulis.

Awal-awal nama Eka mulai muncul, Eka mesam-mesem, Broery girang, Gede Widi tenang-tenang saja. Selanjutnya Eka lagi, Eka mulai panik, Broery nyengir ke arah Eka dan sedikit mengejeknya. Aku yang sebangku dengan Eka bisa melihat jelas cahaya kemenangan di wajah Broery.

Tapi itu tak berlangsung lama, selanjutnya hanya nama Broery yang disebut. Wajah Broery yang tadinya antusias jadi bermuram durja. Akhirnya kemenangan telak diraih oleh Broery dengan 39 suara. Eka 2 suara dan Widi 0.

Baru ini dalam sejarah Indonesia kemenangan telak dengan hampir 96 % suara. Broery melenggang menjadi pemimpin, seisi kelas menyalaminya, bahkan ada yang nyanyi "Campeone" segala. Broery makin pucat dan ingin menangis.

Tak banyak yah tahu bahwa pergerakanku di bawah tanah yang menyebabkan kemenangan telak Broery. Iya aku sang tim sukses yang tidak dibayar.

Caranya cukup sederhana, dengan secarik kertas yang aku tuliskan "pilih broery", ku oper ke belakang ke arah Jay, Jay membaca dan segera paham dan pesan itu menjadi pesan berantai. Sisanya dua suara? Sudah kuperhitungkan, Gede Widi ku kirimkan sms untuk memilih Eka agar Broery tidak curiga.

Satu lagi sudah jelas milik Broery yang memang berharap Eka yang jadi pemenang.

Sebenarnya aku sedikit was-was dari awal bakal mencurigakan Broery, maka dengan cepat kami mengirimkan delegasi yaitu Fuad untuk menandai kertas suara milik Gede Widi dan Broery dan diletakkan di spot yang memudahkan Ibu Ros mengambil duluan.

Dan rencana berjalan lancar, kami mafia-mafia tersenyum girang.

Kinerja pertama Broery adalah menerima mandat dari Ibu guru Bahasa Indonesia yang hari itu tidak bisa mengajar untuk menginformasikan kami untuk mengerjakan tugas, mengisi LKS, semacam lembar kerja gitu.

Kami semua kompak mengikuti perintah Broery. Sekilas tampak wajah-wajah kepuasan di dirinya, sepertinya dia mulai nyaman punya power dikelas.

Tapi itu hanya harapan palsu sesaat. Tidak sampai 10 menit kelas sudah sangat gaduh dan segaduh acara summer festival. Tak ada satupun dari kami yang mengerjakan tugas itu, kecuali Broery.

"Kerjain eee tugasnya, gitu kata Ibu guru." Tak ada yang menanggapi.

"Oke dah nanti kalian yang pasti dihukum, biar yang penting aku udah bikin" dia ngomong sendiri.

Seminggu kemudian guru masuk dan menanyakan PR, kami serempak menjawab tidak tahu, guru bilang sudah memerintahkan Ketua Kelas untuk menginformasikan di kelas. Kami jawab kompak tidak ada, kami bebas ketua kelas yang dihukum.

~~~O~~~
Hubunganku dengan Inda masih berjalan, namun jauh berbeda dsn semakin hambar, kami semakin jarang berkabar. Aku tak paham, apa itu yang namanya break?

Dia malah lebih sering menemani kawan Papanya itu yang sekarang makin rutin ke Bali, iya hampir setiap week end. Siapa yang tak sakit hati?

Aku sendiri ?, Iya kembali ke biasaan lamaku kumpul-kumpul dan minum arak. Sesekali biasa ke klub malam biasanya markas kami Bounty club atau Paddy's Club legian. Itu sebelum tragedi Bom Bali I. Sesekali juga di Double Six.

Saking rumitnya permasalahanku dengan Inda aku rasa saat itu sampai-sampai aku mulai mencari pelarian semu, yaitu dengan narkoba, macam Ineks, ***** dan Sabu. Sebuah langkah yang salah dan tidak patut ditiru. Tapi beruntung saja aku bukan tipe orang yang mudah kecanduan karena memang secara ekonomi sulit buatku membelo, itu karena aku kenal beberapa bandar saja jadi bisa dapat free.

Beberapa kali one night stand juga pernah aku lakukan, dengan beberapa wanita bule, terus gadis-gadis yang aku kenal di klub dan seorang wanita Jepang, yang nanti punya edisi khusus di cerita ini.

Segalanya jadi mudah berkat narkoba saat itu, tinggal bisikin ke cewek-cewek tadi aku punya "barang" mereka pasti mau ngajak aku ke hotelnya. Aku bukan pengedar hanya user saja.

Setelahnya ya segalanya dijamin ngalir dengan sendirinya, Alcohol, drugs and sex. Masa muda yang rusak dan sangat buruk.

Tanpa sadar aku sudah mengkhianati hubunganku dengan Inda, saat itu pikiranku sudah terlalu menanggap buruk Inda dan cowok kenalan Papanya itu. Jadi aku melampiaskan kekesalanku. Ego.

Aku benar-benar jadi manusia yang tidak peduli dan kebal rasa. Sex jadi semakin mudah sekalipun tidak dengan pacar. Aku malah jadi manusia yang benci berkomitmen, buat apa pikirku, cuman nambah sakit hati saja.

Tapi selepas peristiwa Bom Bali I pariwisata Bali lumpuh total, travel warning dari sejumlah negara untuk berkunjung ke Bali berkumandang. Para pelaku wisata mati kutu, termasuk guide dadakan dan drug dealer kelas kroco yang suka nipu bule pake tawas yang dibilangnya sabu. Benar-benar suram.

Aku dan kawan-kawanku juga masih sangat trauma dengan kejadian yang sangat di luar dugaan dan benar-benar tidak manusiawi itu. Sehingga kami tidak berani datang ke tempat-tempat hiburan lagi.

Jadilah aku kembali ke habitatku sebagai anak rumahan yang taat ngegame dan rajin menabung dosa. Kerjaanku game,game dan game. Atau terkadang bisa iseng buat ke wartel, semacam tempat yang menyediakan jasa telpon. Jadi kita masuk ke dalam semacam bilik-bilik tersendiri untuk menelpon.

Dari wartel ini aku sering iseng dan dapat kenalan cewek baru, salah satunya dengan nekat menghubungi nomer telpon yang ditulis orang di tembok bilik wartel.

Minim hiburan dan kegiatan bikin aku jadi sangat mudah bosan, sehingga aku mulai berpikir untuk memperbaiki hubunganku dengan pacarku Inda.

Bak gayung bersambut Inda pun sepemikiran denganku, aku terus terang sangat merindukannya dan masih sayang sebenarnya. Tapi keadaan memperburuk kami. Dan aku bisa paham karena Inda sangat menghormati orang tuanya.

Kami mulai bertemu lagi, hanya bisa sepulang sekolah saja. Itupun dia yang mesti kerumahku. Karena setiap week end ortunya seperti "sengaja" mencari cara agar kami tidak bisa jalan bareng.

Ada saja acara yang mesti dihadiri Inda dan tidak mungkin mengajakku. Atau dia harus menemani cowok itu lagi.

Aku sempat sangat meradang karena mesti merelakan pacarku untuk jalan dengan cowok lain. Pasti kalian yang mengalami posisi sepertiku pasti akan berpikir yang macam-macam.

Tapi Inda meyakiniku kalau aku satu-satunya yang memiliki dia. Sampai-sampai dia nekad menyuruhku menghamilinya kemudian segera menikahinya bagaimanapun resikonya. Sebuah pemikiran anak-anak remaja yang masih labil.

Jelas aku tidak mau, aku tidak mau merusak masa depannya. Inda punya hak untuk menjalani hidup lebih baik lagi. Semua itu aku pelajari dari seorang malaikat bernama Mbak Shanty.

Aku juga berpikir jika memang aku jodohnya akan aku lamar dia disaat aku sudah meraih kesuksesan. Sekaligus membungkam orangtuanya yang menganggapku sebelah mata. Aku harus sukses.

~~~O~~~
Jika aku sudah kelas 2 SMA berarti ada junior di bawahku. Iya, anak-anak kelas satu tahun ini banyak yang cantik-cantik. Hampir rata-rata cantik, angkatan itu terbaik di jamanku.

Banyak adik kelasku di SMP yang bersekolah di SMA ku kini. Beberapa saudaraku juga ada yang sekolah di sana. Jadi aku cukup cepat untuk mengenal dan dikenal adik-adik kelasku ini.

Beberapa kaki sih aku mencoba peruntungan buat deketin salah satu dari mereka, tapi lagi-lagi inget kalau aku masih punya pacar. Ahh nyesek. Ada beberapa yang memang jadi incaranku salah satunya Yuliandari, Putri dan Kencana. Kencana ini memang top target satu sekolah, idola para siswa satu sekolah.

Tapi semua pada gigit jari saat dia pacaran dengan teman seangkatannya bernama Ngurah.

Akhirnya di kelas dua ini aku memutuskan hubungan dengan hapeku si 3310 itu karena terakhir waktu aku berantem sama Inda, saking emosinya hapeku aku banting, sungguh sebuah kebodohan.

Sebagai gantinya aku membeli hape nokia lainnya yang sudah mulai berteknologi. Nokia 3530, layarnya sudsh berwarna dan ringtonenya polyphonic. Dan ada satu fitur menarik dari hape-hape nokia terbaru saat itu yaitu MMS.

Dengan fitur itu kita bisa mengirim gambar, yang paling sering ngirimin aku foto si Paramitha dan Retno, Retno yang wow banget, kadang masih handukan udah ngirimin aku foto.

Dengan hape baru ini pula perbendaharaan phone bookku makin banyak, termasuk cewek-cewek kelas satu.

Beberapa hari lagi aku akan menghadapi ulangan umum Cawu III yang berarti aku akan segera naik kelas.

Di sekolahku sering ada sistem untuk ulangan umum dimana kelas tiga akan digabung dengan kelas dua. Dan kelas ku kali ini seruangan dengan kelas 2-2.

Kelas dibagi menjadi dua, masing-masing berkisar antara dua puluh orang murid kelas dua dan dua puluh orang murid kelas satu.

Aku duduk dengan anak kelas satu yang lumayan cantik namanya Clara. Anaknya ramah tapi sedikit agak oon. Yang bikin aku kaget ternyata aku satu kelas dengan gebetanku masa SMP, Dina. Iya bodohnya aku hampir setahun sudah berjalan aku tak pernah tahu dia sekolah disini juga.

Dina tumbuh menjadi gadis yang cantik, putih dan tinggi bak model. Dia juga langsung heboh menyapaku sampe meluk-meluk yang sukses bikin cowok-cowok di kelasku nelen pensil 2B.

"Kaaaakkk Yooooo..."

"Eeehh Dina, kamu sekolah di sini?"

"Yeeeee baru tau ? Kok ngga perhatian banget sih?"

"Maaf maaf, abisnya aku jarang keliaran juga ni di sekolah" aku garuk-garuk kepala.

"Aku dsri waktu ini nyariin Kak Yo tauu, tapi Kak Yo tu sering bolos !!! Bandelnya sekarang?"

"Eee ituuu anuu"

Iya, aku memang seringkali bolos, karena teler sehabis pulang dari klub, tapi di Cawu terakhir ini aku fokus sekolah. Karena khawatir juga ortuku jantungan dapet panggilan sekolah.

Setelah ulangan umum aku jadi lebih sering ketemu Dina. Kadang suka makan baremg di kantin, bikin beberapa cowok kelas satu yang mungkin naksir Dina pada mandangin aku sinis. Terus bikin Retno juga jutekin aku. Lha ? Salahku apa ?

Aku juga tahu kalau Dina sudah putus sama Anggoro baru-baru ini. Langgeng juga mereka ya ? Karena beda sekolah juga jadi mereka susah ketemu.

Dina juga tahu kalau aku sudah punya pacar, dia memberiku selamat, tapi sekilas mukanya agak gimana gitu. Bukan kege-eran sih.

~~~O~~~
Di suatu malam minggu sebelum kenaikan kelas, aku berniat kencan dengan Inda. Aku sangat antusias, ini malam minggu pertama kami setelah sekian lama selalu dirusak ortunya.

Aku mengajaknya makan di suatu tempat yang cukup cozzy dan nyaman favorit para abg saat itu. Menu andalannya Nasi Goreng Keju dan Milkshake.

Dia tampak cantik sekali malam itu, aku tak sadar selalu memandanginya.

"Iiihh apaan sih yang ngeliatinnya gitu banget, ada yang aneh ya?"

"Eehh ngga kok, tapi apa ya yang tambah cantik?"

"Ihhh gombal, rambut aku kali, aku baru potong ni, kamu suka?"

"Suka banget, beruntung deh cowok kucel gini punya cewek secantik kamu"

"Iihh gombal lagi, thanks anyway sayang"

Inda kemudian meninggalkanku pergi ke toilet dan dia meninggalkan hapenya di atas meja. Tak lama kemudian sebuah sms masuk ke hapenya. Awalnya aku tak peduli, tapi entah kenapa semacem ada dorongan yang memaksaku untuk membaca sms itu.

Kuraih nokia 7650 itu dan ku slide ke atas untuk membuka kuncinya, sms kubaca, alangkah kagetnya aku membaca pesan singkat tersebut.



Hatiku mendadak terasa panas, hancur rasanya, aku merasa dikhianati. Hape kukembalikan lagi ke posisi semula. Inda datang dengan senyum mengembang di wajahnya. Aku melanjutkan makan dan tanpa bicara, selanjutnya segera mengajaknya pulang.

"Kamu kenapa sayang?" Tanyanya padaku saat diperjalanan pulang.

"Jawab dong yang, jangan diemin aku? Kasi tau salah aku yang"

Aku tak menjawab, sampai di depan rumahnya aku tidak singgah dan tak berkata sepatah katapun, segera balik dan berlalu.

Setelah aku sampai di rumah Inda yang mungkin sudah menyadari sesuatu yang salah itu mulai meminta maaf dan memohon padaku untuk mendengar penjelasanku.

Tapi aku sudah terlalu terbakar cemburu, aku sudah lelah dengan semua ini hingga akhirnya aku harus membuat keputusan yang menguras air mata kami berdua, kami putus.

Setelah hampir dua tahun bersama.
Aku butuh tempat bersandar di saat rapuh begini. Hani dan Jan entah ke mana mereka menghilang. Aku bingung mesti sharing ke mana tentang perasaanku ini. Akhirnya aku punya satu jawaban, Dina. Aku bisa meminta bantuannya, seperti yang dulu sering aku lakukan.

"Dina, lagi ngapain?"

"Ngga ngapain kok Kak Yo, liburan gini ya ngga ngapain, untung bentar lagi sekolah"

"Aku boleh cerita?"

"Eh kenapa ini hayo? Bisa galau juga Kak Leo ini?"

Akhirnya aku cerita semuanya ke Dina, dia sabar banget dengerin semua cerita aku yang mungkin ngga penting banget itu.

Makin hari kami makin dekat lagi, aku sudah tidak galau lagi. Inda seolah-olah sudah aku buang dari pikiranku. Dan perlahan ada seseorang yang dulu pernah jadi cerita lamaku perlahan muncul lagi.

Di suatu malam minggu Dina tak keberatan kuajak untuk dinner di sebuah restaurant di Sanur. Sebenarnya ini salah satu tempat favoritku dengan Inda. Lokasinya dipinggir pantai Sindu Sanur. Dengan sisa tabungan liburan cukuplah untuk sekedar memesan spring roll dan teh camomile untuk relaksasi pikiran.

Suasananya tenang sekali, alunan musik latin menambah romansa tersendiri. Kami asyik membicarakan kenangan masa SMP yang selalu mampu membuat kami senyum-senyum berdua. Hari makin malam, kuputuskan untuk duduk di pinggir pantai, menikmati deru ombak dan angin pantai.

Dina duduk disebelahku, lama kami tak bicara apapun, hanya diam memandangi lautan. Sampai akhirnya tubuh Dina makin mendekat, dan kepalanya rebah di bahu kananku. Perasaan hangat menyelimutiku, nyaman sekali, kuberanikan diri memeluk pinggangnya, dia tak menolak, suasana ini? Aku terhanyut.

Jika wanginya saja bisa memindahkan duniaku, maka cintanya pasti bisa mengubah jalan hidupku. Pegang tanganku bersama jatuh cinta, Kali Kedua pada yang sama, sama indahnya.
Part ini mantap bli suhu...
Ngiri eee jadi nya..
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Baru beres baca maraton sampe 2 kali, jadi keinget masa keemasan pas SMA dlu hu wkwkwk, klo dilihat ceritanya kemungkinan kita seangkatan beda sekolah & beda propinsi wkwkwk
Lanjutkan hu
 
Meskipun dialognya dikit tp sukses bikin ngerti dgn perasaan galaunya Leo. Narasi yg dominan, tanpa drama yg berisikan dialog2 penghanyut suasana, langsung to the point, overall bagus... lanjut yaa... semangat....


Thanks buat updatenya
 
Nice....btw boleh lebih di ceritakan dengan detail gak cerita putusnya dengan inda, setelah putus gmn, ekspresi perasaanmu, cerita2 yg ada, karena untuk hub 2 tahun gak mungkin segampang itu putusnya, mau tau jg bgmn keadaan inda ^^ kereen banget ceritanya
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd