Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA TIARA... (No Sara)

Bimabet
hadeuh,... jadi keinget sama aisyah kirana,.. :semangat::semangat:

gimana kabarnya ya,..? ( colek ts ahh )
 
Deuh yang baper, wkkkk
Dasar buaya
 
Tiara.. kamu kemana dek?

Jangan bilang kamu lagi hujan-hujanan sambil nangis, trus muter lagu India...
 
CHAPTER 7 - B



Dan di sinilah aku berada....

Tanpa tujuan yang pasti. Tanpa kejelasan, yang sebenarnya, aku meninggalkan rumah atas dasar apa?

Di dalam mobil, tak dapat ku samarkan perasaan yang teramat cemas, khawatir pada sosok gadis itu. Bahkan, sesal yang mendalam pun hadir, karena aku tak memberanikan diri tadi meminta nomor ponsel Tiara, meski ku sadari, ponselnya pun sedang dalam kondisi tidak aktif.

Justru itulah.....

Ahhh, justru karena tidak aktif itulah, kecemasan dan kekhawatiranku semakin menjadi-jadi. Bagaimana jika Tiara sedang tidak bersama kawannya? Bagaimana jika gadis itu malah sedang tidak baik-baik saja, yang justru, sebab dari ia seperti itu, adalah aku sendiri?

Seiring semakin jauhnya posisi berkendaraku dari rumah, semakin deras hujan menerpa jalan, bahkan Toyota fortunerku yang memiliki pengedapan suara yang mumpuni, pun tak mampu lagi menahan kerasnya suara hujan dari luar sana.

Aku memutuskan untuk mencoba ke kampusnya terlebih dahulu.

Hasilnya nihil. Kondisi hujan seperti ini, suasana di luar sana semakin tak mengenakkan. Dinginnya udara ibu kota, tak seharusnya ku rasakan jam malam seperti ini, jika saja, lampu kamar di pojok tadi nyala, menandakan penghuninya baik-baik saja. Tapi sekarang? Hal itu tak terjadi.

Sekarang....

Justru aku berkeliaran tak tentu arah, di tengah derasnya hujan, gelegarnya suara guntur, pun semakin membuat perasaan ini semakin tak karuan.

Apakah mungkin, gadis itu malah masih berada di tempat yang sama, kali terakhir aku menurunkannya tadi?

Oh tidak....

Itu tidak mungkin.

Namun nyatanya, tetap saja ku putar balik arah mobilku. Tujuannya Cuma satu, hanya sekedar buat memastikan keinginan besar di dalam sana. Lebih ke bentuk sebuah doa, jika semoga saja, apa yang ku pikirkan tidak benar-benar terjadi. Pemikiran tentang, akulah penyebab gadis itu tadi bersedih dan memutuskan untuk keluar dari mobil, karena ketidak sanggupannya untuk berlama-lama berada di sisiku.

Itu artinya? Oh tidakkkk....

Aku benci. Amat sangat membenci pikiranku yang sekarang.

Ya Allah, semoga apa yang ku pikirkan ini tidak kejadian.

Yang itu artinya.....

Aku....

Dia....

Merasakan yang sama. Perasaan aneh yang tiba-tiba menyiksa, ternyata bukan hanya aku yang merasakannya, melainkan, terbalaskan. Mendapat balasan rasa yang sama, dari gadis itu.

Ya Allah....

Mohon, amat dengan sangat, kabulkan doa hambamu ini, agar apa yang hamba pikirkan ini salah.

...

...

...

...

...

Jangan tanyakan bagaimana perasaanku saat ini, di saat aku baru saja menghentikan mobilku di tempat – yang juga sama, saat ku turunkan gadis itu.

Ku hembuskan nafasku lega, karena nyatanya, di halte sana aku tak menemukan keberadaan sosok yang begitu amat sangat ku inginkan melihatnya. Namun nyatanya, kelegaan itu kembali hilang, musnah, tergantikan dengan kecemasan yang kembali menyiksa. Karena itu artinya, perjuanganku buat mencarinya masih belum usai.

Lantas dimanakah lagi, aku harus mencarinya?

Perasaan ini, perasaan yang amat sangat ku benci. Perasaan yang begitu memuakkan bagiku.

Dalam kabin mobil, yang kondisi kaca mulai berembun karena dinginnya malam, serta desakan air hujan yang menerpa body mobil, aku yang tak mampu lagi berfikir rasional, mencoba untuk menenangkan diri. Memejamkan kedua mata ini sejenak.



Justru, aku salah. Memejamkan mata, malah menambah keinginanku untuk nekad mencarinya di luar sana, menelusuri jalan, karena semakin ke sini, semakin besar keyakinan dalam diri ini, jika aku, posisiku masih berada dekat dengannya.

Tapi....

Dimana aku harus mencarinya?

Dimana dia sekarang, tuhannnn?

Apakah, hamba harus benar-benar mengikuti keinginan dalam sana, tuhan?

Apakah salah, jika hamba nekad untuk keluar sedangkan di luar sana, hujan semakin keras saja?

Yah,

Itulah yang kini ku lakukan. Keluar dari mobil, dan mulai berlari agar bisa mencapai halte bus di depan sana.

Rupanya, atap halte tak mampu menjadi penghalang rembesan air hujan yang mulai membasahi tempat duduknya. Dan hal itu pun yang membuat aku mulai membasah.

Tapi aku tak perduli....

Aku harus menelusuri jalan ini.

Aku harus berjalan beberapa meter lagi, agar aku, bisa menemukan apa yang seharusnya ku temukan. Meski, dalam sana, masih adanya secuil penolakan, sebagai bentuk, tak percaya jika memang – aku bisa menemukannya di tempat ini.

Karena jika aku benar-benar menemukannya di sini.

Itu artinya......................?

Ohhh tuhaaaannn, itu pasti tidak mungkin. Itu amat sangat tidak mungkin terjadi, kan?



Sejenak saja aku diam, lalu jenak beriikutnya aku bergerak. Bergerak buat melangkah ke segala arah, untuk sekedar mencari jawaban yang pasti.

Hingga...................



Samar.

Amat sangat samar, dari kejauhan, di bawah kanopi ruko yang telah menutup itu, aku pada akhirnya....

Mendapatkan jawaban atas pertanyaanku sejak tadi.

Dia....

Seorang gadis kecil.

Berdiri untuk berteduh di bawah kanopi itu, menjauhkan diri dari derasnya air hujan. Dua tangan terlipat di dada, yang menjadi bukti jika kondisinya mulai kedinginan. Belum lagi, tshirt panjangnya mulai membasah. Amat sangat membasah. Untung saja topinya masih berada di atas kepalanya.

Ya Allah....

Aku membeku. Perasaanku sungguh, amat sangat sulit buat ku ungkapkan lagi saat ini. Dinginnya malam ibu kota, seharusnya dapat ia hindarkan sejak tadi. Kerasnya hujan, seharusnya dapat ia hindari, dan bahkan telah beristirahat dengan nyaman di iringi suara air hujan dan gemuruh guntur, ketika ia berada di dalam kamarnya.

Tapi, semua ini terjadi karena kesalahanku.

Ku langkahkan kaki ku cepat untuk mendekat.

Begitu dekat, ku pelankan suara langkahku.

“Ra…”

Gadis mungil, lucu itu, rupanya tak menyadari keberadaanku yang semakin mendekat.

Hingga aku mengulang memanggil namanya, “Tiara.........”

Gadis itu, akhirnya membuka mata. Rupanya ia tengah terpejam sejak tadi.

Menatapku…

Pelahan…

Amat sangat perlahan…

Air mata yang terbendung oleh kelopak matanya, mulai tumpah. Mulai mengalir air mata membasahi wajah itu. Wajah yang seharusnya ceria, yang seharusnya tidak menciptakan kepedihan di sana, ingin sekali ku sentuh, dan ku usap dengan lembut.

“Bodoh.... kamu gadis yang bodoh.” Aku bergumam, menahan desakan gejolak rasa dari dalam sana.

“Pa... pak ayah.... hiks... hiks?”

“Ayo kita pulang...”

Dia tak jawab.

Jenak berikutnya, dia berlari dan membiarkan tubuhnya di terpa air hujan, untuk sekedar datang kepadaku.

Begitu telah dekat.



Bugh....




Ia....

Tiara, akhirnya memelukku....

Erat, amat sangat erat.

Di iringi suara merdu terisaknya, yang terdengar seperti membisik. “Hiks.... hiks.... maafkan Tiara. Maafkan Tiara yang bodoh....... hikssss”

“Maafkan Tiaraaaaaa...... huaaaaaaaaaaa.”



Bersambung Chapter 8
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd