Disclaimer
Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Segala kesamaan nama, tempat dan kejadian hanyalah kebetulan semata. Penulis tidak bertanggungjawab terhadap perbedaan penafsiran mengenai cerita ini.
Part 74
Placebo (Part 1)
By: Trickst∆r
Kamar mandi itu berlantai granit dengan dua bidang dinding tembus pandang. Satu menghadap ruang tengah. Satu menghadap ke arah lanskap kota yang terbentang dari ketinggian. saya bisa melihat langit yang beranjak jingga dari kejauhan. Juga uap-uap panas yang mengembun pada permukaan kaca
tempered.
Ada rumpun-rumpun tanaman sintetis dalam ruang. Ada batu-batu kecil yang bertebaran di lantai sebagai ornamen bersama lukisan sensual bergaya Bali.
Bath tub berukuran besar tertanam pada lantai beton dan sudah terisi sepenuhnya. Tubuh mungilmu terbenam dalam pangkuannya. Saya sudah puas digumuli. Jadi kali ini saya biarkan kamu yang menikmati otot-ototnya yang liat. Karena saya tahu, kamu juga ingin diciuminya. Kali ini, penuh kasih...
Tangannya melingkar di atas perutmu, dan kamu merasakan rambut-rambut dadanya menempel di punggungmu yang telanjang. Bibirnya terbenam di atas pundakmu dan mendaratkan kecupan-kecupan erotis yang membuatmu menggelinjang kecil dan menimbulkan riak-riak keruh di permukaan air hangat yang merendam tubuh kita.
Ada keintiman yang terpancar dari caranya memeluk tubuhmu. Saya tak tahu apa. Yang pasti bukan cinta. Karena orang-orang sepertinya ─seperti kita─ hanya bisa mencintai diri sendiri. Mungkin afeksi. Mirip seperti cara Babe Piscok memperhatikanmu selama ini.
Kamu mendesah pelan. Membiarkan orang itu bermain-bermain dengan buah dada mungil dan belahan lembut yang meremang di bawah sana. Kamu mengerang manja, balik menggoda dengan menggesekkan bongkahan pantat ke atas kejantanannya yang mulai mengeras. Nakalnya.
Ia tersenyum, lalu mengecupmu pada pipi. Digamitnya tanganmu mesra lalu diciuminya ujung jarimu. Lalu kalian pun berciuman. ─kurang baik apa saya? saya biarkan kamu yang menikmati ciuman itu. Karena saya lebih menyukai A-J yang kasar ketimbang Piscok yang lembut.
─mungkin suatu saat kita harus merencanakan kencan ganda berempat.
"Dan
ending apa yang kamu rencanakan,
sayang?" bisikmu ketika ciuman yang bergairah itu terlepas dan menyisakan seutas benang saliva tipis.
"Lihatlah sendiri" Ia menggamit tanganmu. Tangannya kembali melingkar di pinggang dan membimbingmu keluar dari dalam
bath tub. Dikeringkannya bulir-bulir air dengan selembar handuk kering sambil sesekali dikecupnya keningmu. Lembut. Kamu bahkan tak merasa sebagai sandera. Diperlakukannya dirimu bagai seorang puteri.
Ada sebuah gaun berwarna merah darah dari bahan satin yang tergeletak di atas ranjang. Satu kotak alat rias. Beserta beberapa pasang sepatu dan perhiasan. Ia berjalan ke belakangmu, dan mengalungkan sebuah kalung emas bertahtakan
ruby di atas dadamu yang telanjang.
Jantungmu berdegup tanpa bisa menyembunyikan rona-rona merah muda yang bermunculan pada kedua pipi.
"Kamu mau apa?" bisikmu, nyaris tak bersuara.
"Malam ini,
darling," dikecupnya pundakmu. "Kamu harus terlihat cantik."
●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●
Wajahmu sedikit merona mendapati pantulan tubuhmu sendiri dalam balutan gaun selutut. Rambutmu digelung ke atas dan menampakkan tengkukmu yang putih. Kalung indah di leher, sepasang anting berbentuk giwang yang manis. Wajahmu dipulas bedak tipis dan perona pipi, dan matamu yang indah dipertegas dengan celak dan pensil alis. Gincu berwarna senada dan sepasang lensa kontak yang menggantikan kacamata menyembunyikan kenyataan bahwa pernah ada seorang kutu buku di balik fasad yang menipu.
Kamu terlihat dewasa kali ini. Orang itu sendiri yang meriasmu, karena saya tahu kamu tidak pandai mempercantik diri. Saya tidak tahu mana yang lebih lucu ketika melihatnya berubah menjadi lelaki setengah banci ataukah kamu yang tidak menyadari tubuhmu berubah kaku ketika dia memulas bibirmu dengan gincu....
Dan saya tidak percaya kamu menatapnya dengan tatapan itu, ─tatapan orang yang sedang jatuh cinta.
'
Diam!' hardikmu dengan wajah tersipu.
Jangan kau tertipu. Karena apapun yang dia rencanakan pasti melibatkan kita sebagai salah satu kartunya. Saya hanya berharap kita bukan selembar kartu Jack yang bisa dihabiskan dalam satu kali taruhan.
Maafkan. Tapi saya belum bisa percaya kepada orang itu. Saya adalah dorongan dasar dari dalam alam bawah sadarmu yang hanya punya satu tujuan: bertahan hidup. Dan saya tetap berpegang pada misi yang kamu berikan, melarikan diri dari tempat ini.
Orang ini tampan, saya akui. Dia juga sinting, ─saya menyukai personanya sebagai A-J yang psikopat. Dan yang paling penting orang ini bisa menggantikan sosok ayah yang tidak pernah kau miliki. Berbeda dengan Jo yang dingin dan acuh tak acuh, orang itu selalu meladeni sampah hatimu dalam chat-chat tak penting itu tiap malam. Ketimbang si cantik, saya lebih mendukung kalian berdua. Lagipula dia bisa diajak berkembang biak.
Tapi, Starla Sayang, prioritas saya kali ini adalah menyelamatkanmu, menyelamatkan nyawa kita berdua. Saya tentu tidak akan cerewet seperti ini jika kita tidak berada dalam bahaya. Jangan hanya karena disetubuhi dan sedikit drama stockholm syndrome membuatmu lupa bahwa kita sedang diculik.
Jadi tolonglah. Karena kita berbagi kepala, saya tidak ingin berbagi fantasi roman penculikan yang biasa kau baca. Bagus. Fokus. Karena satu-satunya alasan yang saya pikirkan kenapa dia sampai repot-repot mendandanimu seperti ini adalah dia berencana menggorokmu pelan-pelan di depan kamera dan rekaman video tubuhmu yang dimutilasi diposting di deepweb atau dikirimkan kepada ayahmu.
Orang itu berada di ujung ruang yang satunya, memakai krim pelembab dan mematut-matut diri di depan cermin sambil mengagumi wajahnya sendiri. Kalau mau, kamu bisa menghantamkan lampu duduk besar di dekatnya, atau kamu bisa menusuknya dengan pisau dapur dan menggorok tepat pada pembuluh karotis, tapi saya kira kamu tidak akan tega, lagipula orang itu bertubuh kekar layaknya anggota pasukan khusus seperti kakakmu. Saya tidak akan mengambil resiko berakhir sebagai potongan-potongan daging segar yang disimpan dalam lemari pendingin.
Lalu saya pun memikirkan opsi kedua.
Ponselmu berada di dalam ransel yang kau letakkan di ruang tamu. Kamu matikan sejak dua hari yang lalu ketika kamu bertengkar hebat dengan si cantik. Sekarang barulah kamu merasa menyesal, bukan? Kalau saja ponsel itu aktif, kakakmu, kasat Intel Detasemen Sandiyuda pasti bisa dengan mudah melacak sinyalnya.
Matamu lalu bergerak ke sekeliling. Komputer jinjingmu masih di posisinya ketika kamu tinggalkan semalam, tertutup dan terhubung dengan pengisi daya di atas meja makan. Semalam saya sengaja menggunakannya untuk meninggalkan pesan tersembunyi di postingan
Gathering Nasional untuk berjaga-jaga. Kamu tahu moderator bisa melacak alamat IP, bukan? Dan kamu punya teman-teman si Kanjeng Distro dan Redho si moderator yang bisa melihat lokasi
log in terakhir.
Jo. Sekarang nyawamu berada pada selapis kulit tipis orang yang kau harapkan mati. Ironis. Kalian pernah saling mencintai, tapi juga saling mengkhianati. Jangan pernah kau menyesali. Lagipula seharusnya kamu sudah tahu, sejak awal kalian tidak akan bisa jadi satu....
Tiba-tiba kamu terdiam. Suara langkahnya yang mendekat memupusmu dari melankoli. Lelaki maskulin itu tersenyum hangat sambil melingkarkan tangannya pada perutmu. Bisikannya terdengar menyusul bersama pelukannya yang posesif.
"
The time has come...."
●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●
Awan hitam dan garis-garis cahaya kilat keunguan bergerak di kejauhan ketika lift dalam dinding transparan itu bergerak menuju lantai dasar. Hujan belum juga selesai, dan tetes-tetes air terlihat saling kejar-mengejar di atas permukaan kaca tebal yang berembun.
Pantulannya terlihat dalam balutan jins dan kemeja lengan panjang ketat yang digulung dan dibuka dua kancing atasnya, terpantul di sampingmu yang mengenakan dress indah selutut.
Ponselnya bergetar untuk kesekian kalinya sore ini. Kamu tak tahu dari siapa. Tapi melihat bahwa ia sedikit terburu-buru memindahkan lokasi persembunyian, kamu tahu ada slip dalam rencananya. Perannya sebagai '
Sang Mastermind' tak mengizinkan terjadinya satu galat sekalipun. Ia memang berusaha bersembunyi di balik kata-katanya yang penuh Enigma, tapi kali ini, Sang Penjudi mulai kehabisan kartu bagus di tangannya.
Terdengar suara berdenting ketika di lift tiba lantai satu. Beberapa orang tegap dengan setelan hitam-hitam bergerak menyambut, mengawal kalian ke dalam mobil Rover hitam metalik yang berhenti di depan
lobby.
Kamu hanya membiarkan lenganmu digamit memasuki mobil yang segera melaju membelah kabut tirai hujan yang meliputi jalan kota.
"
Sorry, kalau membuat kamu tidak nyaman.
But i have to do this," bisiknya mesra sambil mengecup bibirmu. Tangan kekarnya melingkar di pundak dan menutupkan syal hitam di kedua matamu.
Kamu tersenyum kecil untuk menyembunyikan rasa takut, dan membiarkan saja bibirmu dipagut.
"Kita mau ke mana?" kamu berkata, sebisa mungkin mengulur waktu.
"Untuk menutup sebuah cerita,
darling.... kamu harus tahu bagaimana cara membereskan
loose end...." bisiknya di telingamu.
─nada suaranya seakan ikut membekukan udara.
●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●
Saya tidak tahu yang mana lebih membutakan, syal hitam yang melingkar di matamu, ataukah cinta. Seharusnya kamu merasa terancam, tapi saya tidak mengerti kenapa kamu membiarkan saja pundakmu dirangkul dan kepalamu dibelai mesra, bahkan kau tak menolak ketika bibirmu dipagut lembut di sepanjang perjalanan.
Satu jam saya kira. Kamu merasakan laju mobil yang belum juga melambat. Rintik hujan masih terdengar diselingi suara musik Acid Jazz yang diputar perlahan. Kamu tidak tahu ke mana dirimu dibawa. Sepasang matamu yang dibebat kain hitam membuatmu kehilangan persepsi akan arah dan waktu. Kamu hanya merasakan bahwa mobil si kampret bergerak dalam kecepatan tinggi. Jalan antar kota saya kira, karena lebar jalanan seperti ini hanya mengarah ke Solo atau Purworejo, tapi saya tidak tahu pasti, karena beberapa kali bajingan itu memutar, sebelum melambat, lalu tiba-tiba mempercepat laju kendaraannya seolah ingin mengecoh siapapun yang berniat membuntuti.
Orang ini, ─Starla sayang, menyimpan satu tipuan lagi di balik lengannya, tapi saya belum tahu apa. Sama seperti seorang ilusionis yang mengelabui penontonnya, kamu harus melihat lebih dekat untuk mengetahui rahasia di balik tipuan sulapnya, ─tapi tentu saja─ semakin dekat kamu melihat, ─semakin sedikit yang kamu ketahui.
"Kita mau kemana? Bukan mau membuang mayat saya, kan?"
"Ahahaha, kamu lucu sekali cinta."
"Saya cuma mengingatkan, kalau saya sampai menghilang, kalian akan kesulitan. Kamu tidak tahu dengan siapa kamu berurusan." ─maafkan, tapi saya terpaksa menyabotase bibir dan pita suaramu, dorongan hormon berkembang biak agaknya menumpulkan nalarmu kali ini.
"Kamu terlalu banyak berpikir sayang.
Just relax,
and enjoy the show," bisiknya sambil dengan bibir yang terbenam di pangkal lehermu.
"Kenapa harus saya? Kenapa tidak dari dulu? Saya tidak akan berhenti bertanya sebelum mengetahui semua koefisiennya."
"Kamu pintar, saya tahu itu. Tapi kenyataaannya jauh lebih sederhana dari yang kamu kira. Serius ini. Saya bahkan tidak tahu kamu anaknya si jendral kampret kalau Flo tidak memposting foto kalian bersama Meiji."
Cuping telingamu bergerak menajam.
"Kamu mungkin lupa, tapi kita pernah bertemu. Lama sekali."
"Kapan?"
"Di acara pernikahan Arga."
"Kamu kenal kakak saya?"
Dia terdiam sejenak.
"Benar. Kamu kenal kakak saya," saya mengambil kesimpulan.
"Hanya kenal nama, tapi saya kenal baik si jendral kampret."
"Bohong."
"Bisa jadi. Tapi saya pun tidak meminta kamu untuk percaya."
Mobil yang kalian tumpangi sedikit melambat. Kereta api yang melintas membuat kalian harus berhenti sesaat. Kamu bisa mendengar suara sirine peringatan. Kamu bisa mendengar suara lokomotif dan gemeretak roda pada bantalan besi yang mendekat dari kejauhan.
"Kamu tahu? Kalau tidak ada ayahmu,
1000 Kertas™ sudah diberangus sejak lama. Iko sendiri yang meminta saya secara pribadi untuk melobi sang iblis."
Rangkaian gerbong kereta terdengar melintas. Hujan di luar turun semakin deras. Perlahan kamu mulai mengetahui satu persatu sisi gelap dari orang yang selama ini kita panggil dengan sebutan bapak. Dan orang ini, menceritakan semuanya tanpa terkecuali....
Ada imbalan yang harus kau bayarkan jika kau hendak bersekutu dengan iblis, Piscok berkata.
1000 Kertas™ adalah komunitas yang digagas Iko dan teman-teman nongkrongnya, tak ada yang salah kecuali sebuah komunitas virtual yang diimpi-impikannya suatu hari bisa menjadi sebesar Kaskus.
2008. Kaskus menutup subforum khusus dewasa, dan satu tahun berselang Menkominfo yang baru menggulung situs-situs bawah tanah, membuat eksodus besar-besaran anggotanya menuju
1000 Kertas™. Anggota kami bertambah dalam deret eksponensial, terutama subforum cerita panas yang menjadikan
1000 Kertas™ sebagai portal cerita erotis terbesar di Asia tenggara.
But you know, tak ada berkah yang datang tanpa imbalan. Menjadi peng-
hosting material pornografi membuatmu memerlukan perlindungan dari petinggi-petinggi negara hanya agar situsmu tidak digulung dengan UU ITE.
─
and thus. Sang Iblis menampakkan diri di depan mereka.
Kalian tahu, tak ada yang cuma-cuma ketika kalian memutuskan untuk bersekutu dengan penguasa Dunia Hitam. Cepat atau lambat,
the bill comes due.
●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●