pendakijompo
Suka Semprot
- Daftar
- 31 Mar 2014
- Post
- 22
- Like diterima
- 8
Lanjut lagi Adelaidenya huuu
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
-
Alamat alternatif sudah baru gan.
Bookmark alamat ini gan : https://bit.ly/ceksemprot
Atau buka dengan VPNIkuti alamat terbaru dari forum di : Follow Twitter @SemprotCom
CERBUNG - TAMAT True Story of Adelaide (Indo-Australi)
- Thread starter ratata7gh
- Start date
-
- Tags
- true story
daddydarling
Semprot Lover
- Daftar
- 22 Jun 2016
- Post
- 233
- Like diterima
- 99
Ditunggu cerita selanjutnya adell, aku padamu
dongopongo
Semprot Lover
- Daftar
- 14 Apr 2012
- Post
- 244
- Like diterima
- 87
Ditambah foto adelnya hu
Buat suhu2 yang minta mulustrasi, mohon maap sekali ane ga bisa menuhin rekuesnya. Istri ane hapus foto dia yang di hp ane dan fb ane sudah non aktif.
Sebelum dirazia ane sempet save foto Teh L, Hana sama Mega, tapi sekarang pun foto2 itu sudah disita. Hiks.
Tapi saya usahakan hu. Kalo ada ane share dengan sensor ya.
17-Pilihan
Kami akur lagi habis itu. Adelaide jadi lebih hati-hati kalau bicara soal kerjaan. Tapi jadinya bahan obrolan kita jadi jauh berkurang lagi. Makin awkward lah kami.
Terus saya mulai apply-apply kerja dan dapat panggilan di Ibukota. Iseng-iseng saya interview di sana dan ternyata diterima. Separuh hati senang, separuhnya bete karena harus pindah ke Ibukota.
Saya diskusikan ini dengan Adelaide. Sebelum dilanjut, akan ada 2 versi dari hasil diskusi ini, 1: dari memori otak saya yang RAMnya cuma 1,44MB, 2: dari kutipan diary Adelaide jilid 2 yang saya pegang.
Versi saya.
Saya: "Saya dapet kerja di Ibukota, nih. Enggak apa-apa, ya."
Adelaide: "Kenapa enggak cari yang di sini aja, sih?"
S: "Dapetnya di Ibukota. Lagian buat saya yang lulusan bahasa, loker-loker banyaknya di Ibukota, kalo di sini sedikit. Enggak ada malah."
A: "Oh. Jadi mau kos di sana?"
S: "Iya."
A: "Ya, udah terserah. Gimana bagusnya aja."
S: "Tapi nanti tiap minggu pulang, kok."
A: "Enggak usah. Capek. Sayang ongkos juga."
S: "Iya, sih. Ya, udah. Oke."
Kira-kira begitu.
Habis diskusi selesai, Adelaide cemberut parah. Saya mengerti dan membiarkannya cemberut saja. Siapa yang mau ditinggal pacar? Saya saja kalau ada pilihan bakal memilih tetap tinggal di kota kelahiran.
Besoknya, Adelaide tidak bisa dihubungi. Sampai ke waktu saya sudah harus pindah ke Ibukota, Adelaide tetap tidak berkomunikasi. Satu hari sebelum saya pergi, saya mampir ke rumah Adelaide. Dia ada di rumah waktu itu.
"Iya, sengaja enggak ngabarin lu emang," katanya santai.
"Kenapa?"
"Lah, kan, kita udah bukan apa-apa. Ngapain ngabarin lu?"
Jreng.
Sejak kapan kami putus? Di situ saya sempat berdebat tapi lupa tepatnya bagaimana. Yang jelas, saya pindah kota ke Ibukota sebagai jomblo.
Versi diary Adelaide.
Saya: "Saya dapet kerja di Ibukota, nih. Enggak apa-apa, ya."
Adelaide: "Kenapa enggak cari yang di sini aja, sih? Emang bisa tinggal jauh-jauhan dari gue?"
S: "Dapetnya di Ibukota. Lagian buat saya yang lulusan bahasa, loker-loker banyaknya di Ibukota, kalo di sini sedikit. Enggak ada malah."
A: "Oh. Jadi mau kos di sana? Emang mau LDR-an sama gue?"
S: "Iya."
A: "Ya, udah terserah. Gimana bagusnya aja. Tapi lu harusnya tetep milih tinggal di sini kalo mau sama gue."
S: "Tapi nanti tiap minggu pulang, kok."
A: "Enggak usah. Capek. Sayang ongkos juga. Yang gue omongin ini sarkasme. Lu mestinya tanpa gue bilangin begini tetep pulang tiap minggu. Teleponan enggak boleh absen. Malah kalo bisa enggak usah pindah sekalian."
S: "Iya, sih. Ya, udah. Oke."
A: "Lu sebagai cowok mestinya memperjuangkan gue, dong. Masa langsung bilang iya? Gue kalah penting daripada kerjaan nih? Kenapa, sih, lu enggak bisa ngerti apa yang gue mau? Gue enggak mau diginiin. LDR itu bikin gue insecure. Enggak dikontak seminggu aja gue udah takut lu punya pacar lagi, apalagi ditinggal ke Ibukota. Gue males pacaran sama lu."
Semua perkataan Adelaide yang tidak ada di memori saya itu dia katakan dalam hati dan berharap kalau saya mengerti tanpa mendengarnya. Mana bisaaa? Dikira saya RomI Rafael yang bisa baca pikiran orang? Dan saya baru tahu soal itu pas baca diary punya Adelaide bertahun-tahun setelah kejadian ini. Cewek memang membingungkan.
Jadi, waktu saya datang ke rumahnya sebelum ke Ibukota, yang dia harapkan adalah saya minta maaf dan berjanji kalau di kota lain nanti saya tidak akan macam-macam. Bahkan kalau saya sayang sama dia, dia maunya saya tidak pindah. Tapi saya tahu semua itu lewat diary. Mana saya tahuuu?
Eniwei, setelah saya baca lagi diary jilid 2 Adelaide sampai habis, saya baru tahu kalau waktu itu, Adelaide sudah sangat serius menanggapi hubungan kami.
Kutipan langsungnya:
"Diary, gue sama (nama saya) tuh banyak pertamanya. Pertama suka betulan sampe suka engap sendiri. Pertama ngerasa kalau pertahanan gue enggak ada artinya. Di Australia gue enggak pernah ngelirik cowok. Dulu masih bocah emang jadi enggak ada kepikiran buat dating. Tapi di sini gue belum pernah sekali pun gue suka. Karena semua cowok itu enggak worth my time. Ingat nih. Semua.
Tapi (nama saya) beda. Enggak tahu kenapa gue kalau depan dia kaya es krim kepanasan. Meler-meler enggak jelas. Dia mau apa gue iyain. Dia marah dikit gue jadi uring-uringan. Bahkan gue rela dia buat jadi my first blood. Dan kita hampir ML loh. Sakit ya ML btw.
Tapi ternyata dia enggak mikir yang sama sama gue. Dia malah mau pindah. Kampret. Emang bener kata orang. Kita enggak boleh sayang-sayang banget sama orang. Buktinya....
Ketimbang kita lama-lama jadi jauh terus putus terus gue sedih. Atau dia di sana kepincut cewek lain yang lebih aduhai. Mending gue putusin dia duluan.
Gue enggak mau sakit. Gue maunya nyakitin. Disakitin itu enggak enak banget."
Semprul, kan, Adelaide. Dia memutuskan hubungan kami karena alasan yang tidak jelas. Tapi tentu waktu itu kami baru berumur 21 sama 22. Masih tanggung lah kondisi mentalnya.
Dari sini cerita kami terpisah-pisah. Saya di Ibukota dan Adelaide di kota kelahiran kami. Kami tidak bertemu selama kurang lebih 3 tahun dan saya punya pacar lagi.
Di sini saya mau minta pendapat para pembaca sekalian. Soal cerita panasnya bakal berkurang banyak karena saya di Ibukota cuma pernah ML sama pacar dan beberapa kali ke spa plus-plus. Yang kalau diceritakan pasti tidak ada Adelaidenya. Tapi, saya bisa ceritain perjalanan cintanya Adelaide yang saya sadur dari diary jilid 3.
Mana yang para pembaca terhormat ini mau simak:
1. Apakah kisah saya di Ibukota?
2. Cerita soal Adelaide mencari jati diri?
Kalau pilih 1 bakal ada cerita panasnya. Ada kisah orgy juga di situ.
Kalau pilih 2, bakal tanpa cerita panas kisahnya, tapi perjalanan hidup Adelaide menurut saya menarik sekali buat disimak.
Jadi, silakan pilih di komen, ya. Thanks in advance hehe.
Sebelum dirazia ane sempet save foto Teh L, Hana sama Mega, tapi sekarang pun foto2 itu sudah disita. Hiks.
Tapi saya usahakan hu. Kalo ada ane share dengan sensor ya.
17-Pilihan
Kami akur lagi habis itu. Adelaide jadi lebih hati-hati kalau bicara soal kerjaan. Tapi jadinya bahan obrolan kita jadi jauh berkurang lagi. Makin awkward lah kami.
Terus saya mulai apply-apply kerja dan dapat panggilan di Ibukota. Iseng-iseng saya interview di sana dan ternyata diterima. Separuh hati senang, separuhnya bete karena harus pindah ke Ibukota.
Saya diskusikan ini dengan Adelaide. Sebelum dilanjut, akan ada 2 versi dari hasil diskusi ini, 1: dari memori otak saya yang RAMnya cuma 1,44MB, 2: dari kutipan diary Adelaide jilid 2 yang saya pegang.
Versi saya.
Saya: "Saya dapet kerja di Ibukota, nih. Enggak apa-apa, ya."
Adelaide: "Kenapa enggak cari yang di sini aja, sih?"
S: "Dapetnya di Ibukota. Lagian buat saya yang lulusan bahasa, loker-loker banyaknya di Ibukota, kalo di sini sedikit. Enggak ada malah."
A: "Oh. Jadi mau kos di sana?"
S: "Iya."
A: "Ya, udah terserah. Gimana bagusnya aja."
S: "Tapi nanti tiap minggu pulang, kok."
A: "Enggak usah. Capek. Sayang ongkos juga."
S: "Iya, sih. Ya, udah. Oke."
Kira-kira begitu.
Habis diskusi selesai, Adelaide cemberut parah. Saya mengerti dan membiarkannya cemberut saja. Siapa yang mau ditinggal pacar? Saya saja kalau ada pilihan bakal memilih tetap tinggal di kota kelahiran.
Besoknya, Adelaide tidak bisa dihubungi. Sampai ke waktu saya sudah harus pindah ke Ibukota, Adelaide tetap tidak berkomunikasi. Satu hari sebelum saya pergi, saya mampir ke rumah Adelaide. Dia ada di rumah waktu itu.
"Iya, sengaja enggak ngabarin lu emang," katanya santai.
"Kenapa?"
"Lah, kan, kita udah bukan apa-apa. Ngapain ngabarin lu?"
Jreng.
Sejak kapan kami putus? Di situ saya sempat berdebat tapi lupa tepatnya bagaimana. Yang jelas, saya pindah kota ke Ibukota sebagai jomblo.
Versi diary Adelaide.
Saya: "Saya dapet kerja di Ibukota, nih. Enggak apa-apa, ya."
Adelaide: "Kenapa enggak cari yang di sini aja, sih? Emang bisa tinggal jauh-jauhan dari gue?"
S: "Dapetnya di Ibukota. Lagian buat saya yang lulusan bahasa, loker-loker banyaknya di Ibukota, kalo di sini sedikit. Enggak ada malah."
A: "Oh. Jadi mau kos di sana? Emang mau LDR-an sama gue?"
S: "Iya."
A: "Ya, udah terserah. Gimana bagusnya aja. Tapi lu harusnya tetep milih tinggal di sini kalo mau sama gue."
S: "Tapi nanti tiap minggu pulang, kok."
A: "Enggak usah. Capek. Sayang ongkos juga. Yang gue omongin ini sarkasme. Lu mestinya tanpa gue bilangin begini tetep pulang tiap minggu. Teleponan enggak boleh absen. Malah kalo bisa enggak usah pindah sekalian."
S: "Iya, sih. Ya, udah. Oke."
A: "Lu sebagai cowok mestinya memperjuangkan gue, dong. Masa langsung bilang iya? Gue kalah penting daripada kerjaan nih? Kenapa, sih, lu enggak bisa ngerti apa yang gue mau? Gue enggak mau diginiin. LDR itu bikin gue insecure. Enggak dikontak seminggu aja gue udah takut lu punya pacar lagi, apalagi ditinggal ke Ibukota. Gue males pacaran sama lu."
Semua perkataan Adelaide yang tidak ada di memori saya itu dia katakan dalam hati dan berharap kalau saya mengerti tanpa mendengarnya. Mana bisaaa? Dikira saya RomI Rafael yang bisa baca pikiran orang? Dan saya baru tahu soal itu pas baca diary punya Adelaide bertahun-tahun setelah kejadian ini. Cewek memang membingungkan.
Jadi, waktu saya datang ke rumahnya sebelum ke Ibukota, yang dia harapkan adalah saya minta maaf dan berjanji kalau di kota lain nanti saya tidak akan macam-macam. Bahkan kalau saya sayang sama dia, dia maunya saya tidak pindah. Tapi saya tahu semua itu lewat diary. Mana saya tahuuu?
Eniwei, setelah saya baca lagi diary jilid 2 Adelaide sampai habis, saya baru tahu kalau waktu itu, Adelaide sudah sangat serius menanggapi hubungan kami.
Kutipan langsungnya:
"Diary, gue sama (nama saya) tuh banyak pertamanya. Pertama suka betulan sampe suka engap sendiri. Pertama ngerasa kalau pertahanan gue enggak ada artinya. Di Australia gue enggak pernah ngelirik cowok. Dulu masih bocah emang jadi enggak ada kepikiran buat dating. Tapi di sini gue belum pernah sekali pun gue suka. Karena semua cowok itu enggak worth my time. Ingat nih. Semua.
Tapi (nama saya) beda. Enggak tahu kenapa gue kalau depan dia kaya es krim kepanasan. Meler-meler enggak jelas. Dia mau apa gue iyain. Dia marah dikit gue jadi uring-uringan. Bahkan gue rela dia buat jadi my first blood. Dan kita hampir ML loh. Sakit ya ML btw.
Tapi ternyata dia enggak mikir yang sama sama gue. Dia malah mau pindah. Kampret. Emang bener kata orang. Kita enggak boleh sayang-sayang banget sama orang. Buktinya....
Ketimbang kita lama-lama jadi jauh terus putus terus gue sedih. Atau dia di sana kepincut cewek lain yang lebih aduhai. Mending gue putusin dia duluan.
Gue enggak mau sakit. Gue maunya nyakitin. Disakitin itu enggak enak banget."
Semprul, kan, Adelaide. Dia memutuskan hubungan kami karena alasan yang tidak jelas. Tapi tentu waktu itu kami baru berumur 21 sama 22. Masih tanggung lah kondisi mentalnya.
Dari sini cerita kami terpisah-pisah. Saya di Ibukota dan Adelaide di kota kelahiran kami. Kami tidak bertemu selama kurang lebih 3 tahun dan saya punya pacar lagi.
Di sini saya mau minta pendapat para pembaca sekalian. Soal cerita panasnya bakal berkurang banyak karena saya di Ibukota cuma pernah ML sama pacar dan beberapa kali ke spa plus-plus. Yang kalau diceritakan pasti tidak ada Adelaidenya. Tapi, saya bisa ceritain perjalanan cintanya Adelaide yang saya sadur dari diary jilid 3.
Mana yang para pembaca terhormat ini mau simak:
1. Apakah kisah saya di Ibukota?
2. Cerita soal Adelaide mencari jati diri?
Kalau pilih 1 bakal ada cerita panasnya. Ada kisah orgy juga di situ.
Kalau pilih 2, bakal tanpa cerita panas kisahnya, tapi perjalanan hidup Adelaide menurut saya menarik sekali buat disimak.
Jadi, silakan pilih di komen, ya. Thanks in advance hehe.
saru_pisan
Senpai Semprot
- Daftar
- 2 Apr 2014
- Post
- 831
- Like diterima
- 305
Kl memang nggak ada adel, mending bikin cerita baru aja. Jangan campur adel sm salon plus2 ah.
Buat istri suhu, kata 23761, mencintai itu yg di masa depan, bukan di masa lalu. Semoga dia baik2 saja, bung.
Buat istri suhu, kata 23761, mencintai itu yg di masa depan, bukan di masa lalu. Semoga dia baik2 saja, bung.
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
User is banned, content is deleted automatically.
Taiossas10
Semprot Kecil
- Daftar
- 28 Dec 2016
- Post
- 52
- Like diterima
- 17
gua pilih yg kedua hu, kalo mau nyampurin kisah adelaide sama salon plus2 mending bikin thread baru jangan dicampur hu,
sekedar masukan aja
sekedar masukan aja
BoloBolo9825
Suka Semprot
- Daftar
- 30 May 2017
- Post
- 4
- Like diterima
- 5
2. Adelaide Hu....
TigerWhite
Suka Semprot
- Daftar
- 21 Jul 2014
- Post
- 4
- Like diterima
- 0
duaaaaaa......
#voteforadel
#voteforadel
Similar threads
- Locked
CERBUNG - TAMAT
Kisah Hidup Dokter Anak dan Sopir Ojol (True Story)
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
