Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Coba si koko bilang
"Aku ingin merasakannya Ling. Biarlah kmu lebih dahulu dari pada Nita"
 
Chapter XXXIII
Moon in the Sky




Aku berusaha menghubungi Inggrid, tapi dia tidak juga mengangkat telponku, dan akhirnya aku mendatangi rumahnya. Pintunya tertutup rapat, walau mobilnya telah terparkir di depan rumahnya. Berkali-kali ku ketuk pintu itu, berkali kali aku berusaha menelponnya tidak ada juga reaksinya, hingga satpam perumahan itu mendatangiku dan memintaku meninggalkan rumah Inggrid.

Aku hanya bisa berjalan gontai kembali ke apartementku, tapi rasanya aku tidak ingin pulang. Aku mengalihkan motorku menuju dojo. Mencari ketenangan di sana dengan berlatih.

***

Terasa berat mataku terbuka, tubuhku juga terasa berat karena ku gunakan untuk latihan kemarin sepenuh tenaga. Kalau tidak mungkin aku tidak akan bisa tidur memikirkan Inggrid. Aku tidak mampu mengusir banyang Inggrid dari pikiranku, perasaan bersalah ini, rasa sakit melihat dia menangis, rasa perih saat dia marah marahku, rasa yang bercampur aduk melihatnya meninggalkanku.

Aku harus bersiap menuju kantor, hanya di sana kesempatanku bertemu dengan Inggrid, hanya di sana aku mungkin bisa berbicara dengannya. Tapi aku sendiri tidak tahu apakah aku bisa terlihat normal di hadapan rekan-rekan lain.

Seperti biasanya Nita datang ke apartementku pagi ini, dia terlihat sangat ceria, dia mengecup bibirku dengan semangatnya, dan aku hanya membalasnya alakadarnya. Nita dengan cepat menyadarinya.

“Kenapa Ted? Kok tidak bergairah?”, sambil sedikit membuka kancing kemejanya, memperlihatkan dadanya yang putih padaku, Nita mungkin sengaja menggodaku.

“Maaf ya sayang, kemarin kamu nanggung ya pasti, makanya sekarnag ngak mood gitu”, katanya sambil memeluk lenganku, bermanja-manja padu, entah kenapa pikiranku tidak pada wanita canti di sisiku ini, tapi pada Inggrid.

“Iya, habis olahraga juga kurang tersalurkan”, jawabku bohong pada Nita, tapi benar juga aku memang belum tuntas sejak sabtu kemarin hingga senin ini, tapi aku sudah tidak memikirkan syahwatku, aku lebih memikirkan Inggrid sekarang.

“Ayo berangkat sayang, nanti malah ngak jadi kekantor kalau kamu lama-lama di sini”, kataku balik menggoda Nita, yang tentunya membuat kami langsung bergerak dari apartementku menuju kantor.

***

Inggrid tampak dingin padaku, dan pada semua orang hari ini, jelas terlihat dia sedang tidak mood pada siapun juga hari ini. Inggrid terlihat diam saja dari pagi tiba di kantor.

“Ada apa mei-mei ku yang cantik?”, tiba-tiba saja Nita yang bertanya pada Inggrid dari bothnya. Belakangan ini di kantor Inggrid dan Nita sudah cukup mengakrabkan dari satu dan lainnya, membuat mereka terkesan lebih dekat, tapi entah lah, wanita memang kadang terlihat dekat tapi sebenarnya tidak.

“Ngak papa kok Ce…”, jawabnya sedikit ketus, tapi berusaha untuk tidak ketus pada Nita. Nita sepertinya tidak ingin memperburuk mood dari Inggrid, dia membiarkannya lebih dulu, tapi saat Inggrid beranjak dari kursinya, seperti akan ke toilet, Nita mengikutinya dari belakang. Mereka menghilang sekitar 20 menitan, dan saat kembali, sepertinya Inggrid baru saja merapikan make-up, mungkin mereka dandan di toilet makanya lama, atau mungkin mereka sempat bercerita.

Saat makan siang, Inggrid tidak meninggalkan mejanya untuk makan siang, aku berusaha untuk mencari kesempatan agar bisa berbicara berdua dengannya, tapi tentunya Nita memanggilku naik untuk makan bersama. Sedangkan rekan-rekan lain makan di sekitar kantor saja. Aku juga tidak tega meninggalkan Inggird sendiri di ruangan. Akhirnya malah Nita yang menemani Inggrid, mereka sekarang malah menjadi lebih dekat dari sebelumnya.

Akhirnya aku makan siang di atas, dan setengah melamun memikirkan kapan dan apa yang harus ku katakan pada Inggrid. Dalam lamunanku aku malah sulit makan, dan lama makannya, tidak seperti biasanya aku selalu cepat menghabiskan makananku. Saat aku turun, Nita dan Inggrid sudah tidak ada di ruangan. Aku melihat sebuah memo di menjaku, Nita menemani Inggrid makan di luar katanya.

Aku hanya bisa menunggu mereka kembali kalau seperti ini. Rekan-rekan yang lain sudah kembali karena memang hanya makan di sekitaran kantor, biasanya hanya bakso atau lalapan dekat kawasan perkantoran ini. Tapi Nita dan Inggrid belum juga kembali, mungkin mereka ketempat yang lebih jauh. Tidak lama juga akhirnya mereka kembali, paling tidak aku agak tenang mereka sudah kembali dengan selamat ke kantor. Entah mengapa pikiranku memang tidak konsentrasi sejak kemarin, aku terus memikirkan Inggrid.

***

Waktu kini menunjukkan pukul 1700, sudah waktunya rekan-rekan lain yang menyelesiakan pekerjaannya untuk pulang. Aku sendiri hari ini agak lelet, dan alhasil pekerjaanku belum selesai. Begitu juga dengan Inggrid yang memang dari tadi juga tidak konsentrasi mengerjakan pekerjaannya. Nita sendiri sudah menyelesaikan pekerjaanya, tapi dia masih menemani Inggrid untuk membantunya menyelesaikan pekerjaannya, tapi diapun tidak bisa lama, karena sudah berjanji pada ibunya untuk menemaninya ke ondangan.

Hingga pukul 1810 pekerjaanku dan pekerjaan Inggrid belum ada yang selesai, sedangkan Mbak Claudia dan Pak Stanly sepertinya baru saja menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka berdua sekarnag sedang berkemas, Mbak Claudia menyempatkan diri mengecek pekerjaan Inggrid, dan Pak Stanly mampir di belakangku memperhatikan pekerjaanku.

“Eh kalian berdua ini kok hari ini lamban kali kerjanya?”, tanya Pak Stanly nyeletuk. Aku hanya bisa tersemum masam padanya dan tetap berusaha menyelesaikan pekerjaanku.

“Kalau sudah, ingat kunci ruanga ya, kamu saja yang pegang Ted, tapi ingat besok cepat datangnya”, sambil pak Stanly menepuk pundakku dan berlalu bersama mbak Claudia.

Aku perhatikan Inggrid sepertinya berusaha juga segera menyelesaikan pekerjaannya ini, aku bisa melihat dia masih tidak nyaman berdua bersamaku.inggrid menghindari tatapan mata denganku, dia masih marah padku sepertinya, aku juga tidak bisa menyalahkannya untuk itu. Perbuatanku kemarin tidak seharusnya, aku harusnya menjaganya menyayanginya bukan melukai dan menyakitinya.

Setelah 15 menit akhirnya aku berhasil menyelesaikan dokumen terakhirku, dan ku perhatikan Inggrid dia masih belum juga selesai sepertinya. Aku mulai merapikan berkas-berkasku dan meletakkannya di filing cabinet. Aku melihat Inggrid sedang memperhatikanku, tapi dia segera mengalihkan pandangannya keperkerjaannya kembali.

Aku menghampiri Inggrid, melihat apa yang sedang dia kerjakan, aku hanya berdiri di belakangnya tidak berkata-kata. Aku tidak tahu harus berkata apa, aku hanya membantunya merapikan beberapa file yang sudah dia tidak gunakan, dalam diam.

“Ling, apa yang bisa ku bantu?”, sambil aku menepuk pundaknya, tapi dia segera menggerakkan pundaknya menepis tanganku. Akupun hanya bisa menarik kembali tanganku, aku tidak ingin membuatnya lebih marah lagi.

“Elly sudah hampir selesai”, jawabannya sedikit ketus padaku, aku masih merasakan itu dalam suaranya. Rasanya sakit ketika Inggrid ketus padaku, rasanya terluka, hatiku sepertinya bergetar. Aku hanya duduk di sampingnya, memperhatikan dia bekerja. Inggrid tetap berkonsentrasi menyelesaikan pekerjaannya. Walaupun aku sadar beberapa kali ekor matanya melirik kepadaku, entah dia tidak nyaman atau memang mencuri pandang padaku.

Pukul 1900, akrhinya pekerjaan terakhirnya selesai, aku membantunya beberes, mengangkat dokumen-dokumen kembali ke tempatnya dan merapikan mejanya. Kami masih berada dalam keheningan kami. Rasanya menyiknya, rasanya tidak tahu harus berbuat apa. Setelah semuanya beres, Inggrid mengangkat tasnya dan berjalan meninggalkan ruangan kami. Aku segera mengunci pintu di belakang kami dan berusaha mengejarnya ke lift.

“Ling!”, aku meraih pergelangan tangannya, dan menggenggamnya. Tapi dengan sigap Inggrid kembali menepis tanganku.

“Aku ingin bicara Ling”, kataku padanya ketika pandangan kami bertemu. Tapi dia memalingkan wajahnya, membelakangiku.

“Your action speak for you!”, sambil dia berlalu, dia turun menggunakan tangga. Rasanya sakit ketika Inggrid melakukan itu. Tapi aku tidak bisa berkata lagi, aku memang telah menyakitinya, aku tahu ini pasti mengorek kejadian yang lalu, kejadian waktu itu. Aku tidak ada apapun untuk membela diriku. Aku hanya terpatung dalam sunyi melihat Inggrid pergi.

***

Aku berada di atap kompleks apartementku, di atap ini aku bisa melihat langit dengan jelas. Rasa dingin dari beton yang menutupi seluruh permukaan Atap ini terasa dingin di punggungku. Walau langin malam ini tak berawan, tidak ada satu bintangpun yang dapat ku lihat. Bulan malam ini terlihat indah, walau belum purnama. Mungkin itulah yang membuatnya indah, bukan karena kesempurnaan tapi karena kekurangan itu sendiri yang membuatnya istimewa.

Aku tersentak bangun! Aku akan ke rumah Inggrid lagi. Aku sadar aku telah melakukan kesalahan, aku tidak akan pernah menjadi seorang yang sempurna, tapi aku akan selalu berusaha memberikan yang terbaik. Aku akan selalu berusaha melindungi Inggrid, berusaha menjadi penjaganya bahkan jika itu dari diriku sendiri. Bagaimanapun aku harus bertemu dengannya malam ini.

***

Aku telah berdiri di pelataran rumah Inggrid, lagi tidak ada yang membukakanku pintu. Selama apapun aku mengetuk, tak ada yang keluar. Kembali si security telah berkeliaran memperhatikanku.

“Ling, aku tahu kamu di dalam…”, seruku dari pintu yang tertutup rapat itu. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Aku hanya bisa menunggunya, aku hanya bisa berusaha.

“Pak, sebaiknya anda berhenti, karena Anda mengganggu penguni lain”, security itu kembali menghampirku, sambil dia mengusap pundakku. Mungkin dia mengerti bahwa ini masalah kami berdua, dia hanya menjalankan tugasnya juga.

Akupun berhenti mengetuk dan berteriak, aku hanya duduk menunggu di teras rumah Inggrid.

“Bapak mau tetap menunggu di sini?”, tanya si security padaku, sambil menemaniku duduk di teras itu.

“Ya…”, aku hanya tertunduk lesu, dan aku sudah membulatkan tekad kalau aku akan menunggu Inggrid di sini. Menunggu disini tidak akan seberapa jika dibandingkan dengan perjuangan Inggrid, pengorbanan perasaannya dan semua yang telah dia berikan padaku. Aku akan menunggu di sini.

“Saya tinggal dulu ya pak, mesti patroli”, kemudian si securty berjalan meninggalkanku, menghilang dalam remangnya lampu kompleks. Aku pun bersandar pada tiang teras ini, menunggu dan berharap agar Inggrid mau menemuiku. Aku tidak lagi mengetuk, aku tidak lagi berteriak, aku tidak lagi menelpon, aku hanya menunggu dalam malam, bersama suara jangkrik di kejauhan.

***

Entah sudah berapa lama aku duduk, suara deru kendaraan tidak terdengar lagi, suara anginpun seolah tak terdengar, malam ini terasa lebih sunyi. Hanya ada suara jangkrik yang menemaniku. Deru udara dingin ini terasa di kulitku, walau tidak seberapa menyerang tubuhku, tapi hatiku yang merasa dingin. Mataku mulai terasa sayu, dan berat, tapi aku tidak boleh menyerah, aku tetap harus menunggunya.

***

Mataku terbuka, aku telah terlelap dalam tidurku. Ada sebuah selimut tebal yang telah melingkar di tubuhku, selimut yang menjagaku hangat dalam malam ini. Tercium aroma dari selimut itu, aroma tubuh Inggrid, ini selimutnya, dia keluar memberikanku ini, dan aku terlelap. Selain itu, punggung tangank, kini telah ada plester luka yang melekat. Mungkin karena latihan kemarin di dojo, atau aku terlalu berkali-kali menggedor pintu itu hingga akupun tidak sadar ada lecet di tanganku itu.

Aku tidak tahu harus berbuat apa, pintu di hadapanku telah tertutup rapat. Walau aku tahu Inggrid masih peduli padaku, masih memperhatikanku, tapi aku tetap kecewa pada diriku mengapa aku terlelap.

***
bersambung
 
Terakhir diubah:
Chapter XXXIV
Good Morning


“BRUG” Aku tersungkur di lantai, terbaring di pintu rumah Inggrid ketika dia membuka pintunya. Aku memastikan kali ini tidak akan melewatkan Inggrid yang membuka pintu dengan tidur bersandarkan pintu rumahnya, jadi ketika dia membukanya aku akan tahu. Aku menatap Inggrid yang kini berdiri di atasku, sepertinya dia sedikit terkejut melihatku yang terjatuh saat ia membuka pintunya. Terlihat senyuman kecil di bibirnya, mungkin dia sudah tidak marah.

“BUK” sebuah, dengan cepat tubuh Inggrid menukik dan memukul, memungkul perutku. Aku yang belum sadar sepuhnya hanya bisa terkejut dan menahan sakit di perutku. Apa itu barusan, kenapa Inggrid memukulku, rasanya cukup sakit karena aku tidak siap, dan seperti tembus ke punggungku.

“Itu karena koko mencoba menyodomiku”, lalu dengan kedua tangannya memegang pundakku, memegangi baju dan selimut yang ku gunakan, dan menyeret tubuhku masuk ke dalam rumahnya lebih dalam, dan mengunci pintu rumahnya. Apakah aku akan di hajar oleh Inggird dalam kondisi tidak siap seperti ini. Aku berusaha berdiri dengan cepat, namun tubuh Inggrid sudah duduk di atas perutku dan kedua tangannya memegangi kerah bajuku.

Bibir kami bertemu, Inggrid mengecupku, mengecupku dalam. “CUP”. Inggrid mengecupku dengan kencang hingga berbunyi seperti itu.

“Itu karena telah berusaha meminta maaf”, lalu kembali Inggrid mengecup bibirku. Aku hanya bisa memejamkan mata lega. Inggrid tidak lagi marah madaku, amarahnya sudah reda. Aku merangkul tubuhnya, dan memeluknya erat.

“Maafkan Aku Ling…”, ku bisikkan lirih padanya, mata Inggrid hanya menatapku, dan tersenyum. Lalu bibir kami kembali bertautan. Paling tidak Inggrid telah memaafkan ku, tapi walau seorang wanita memaafkan seorang pria, dia tidak akan melupakannya.

***

“huam…” aku menguap saaat mengerjakan pekerjaan kantorku hari ini. Rasanya tidurku tidak banyak hari ini. Dini hari tadi aku terbangun sekitar pukul 0300 di pintu rumah Inggrid, dan setelah meminta maaf dengan lebih formal kepada Inggrid, kami melanjutkan sedikit obrolan kami. Rupaya dia sudah tidak marah padaku sejak sehabis makan siang sehabis mengobrol dengan Nita.

Tapi dia ingin melihat usaha ku dulu untuk meminta maaf padanya, itupun rupanya adalah saran dari Nita. Katanya lelaki itu harus di lihat dari usahanya bukan hanya sekedar omongan, jadi sebenarnya kalimat Inggrid sore kmarin sebelum pulang adalah ingin melihat usahaku, dan juga menegur perbuatanku.

Tapi rasanya mengantuk banget, karena aku sudah tidur lagi lagi sejak tadi. Beberapa kali juga aku melihat Inggrid menguap, tapi dia berusaha menutupinya agar tidak ada yang melihat kami berdua mengantuk. Tapi walau mengantuk paling tidak pekerjaanku lebih teratur dan lebih cepat selesai hari ini.

Terlebih lagi hari ini 30 Juni, penuh dengan teror marketing untuk melakukan pencairan kredit. Kalau ngejar target jangan cuman di akhir bulan, dari awal bulan dong. Terlebih lagi ini tutup semester, jadi semakin banyak lah marketing yang berusaha ngejar target kaya setan.

***

Pekerjaan hari ini telah lebih cepat ku kerjakan dari pada kemarin, tapi tetap saja lambat selesaikan karena masih banyak yang harus di kerjakan hari ini. Akhirnya akulah yang tertinggal di kantor cukup lama. Hari ini Nita menemaniku hingga pekerjaanku selesai. Sehabis dari kantor aku akan langsung ke dojo lagi hari ini.

Inggrid bahkan sudah akan pulang lebih dulu, tapi aku mengejarnya dulu sebelum dia turun menggunakan lift, dengan alasan aku akan ke toilet. Aku meminta tolong padanya untuk mengambilka gi ku di apartementku sebelum ke dojo malam ini, dan tentunya dia mengiyakan ku. Sebelum Inggrid turun menggunakan lift, dia mengatakan sesuatu padaku dengan wajah seriusnya.

“jangan macam-macam sama Ce Anita di kantor ya!”, sambil melambai ketika pintu lift menutup.

***

“Jadikanlah aku pacarmu… Milikilah s’lalu indahku… Jadikanlah aku pacarmu… Milikilah kisahku…” terdengar lagu So7 itu bergemah di seluruh dojo saat aku tiba. Entah kelakuan siapa ini yang membawa speaker portable ke dojo. Aku dengan langkah ngantuk dan gontai memasuki dojo, aku berencana tidur sejenak dulu sebelum memulai latihanku.

Ada ribut-ribut ini di tengah dojo rasanya tidak akan bisa tidur. Harusnya tidak ada yang membuat kegaduhan seperti ini, rupanya ada seseorang yang sedang nembak, menurut anak-anak yang mulai berkerumun itu. Aku melihat ada salah satu didikan senpai Mail yang sedang berdiri dengan seorang wanita.

“Wah dia menyet sama si Elly”, terdengar suara dari kerumunan itu. Eh… dia nembak Inggrid, mataku langsung terbelalak. Aku kemudian meletakkan tasku dan berjalan menuju kerumunan itu, belum sampai masuk ke kerumunan itu, senpai Mail sudah membubarkan kerumunan itu.

“BUBAR-BUBAR, DOJO BUAT LATIHAN!!!”, sambil melambai-lambaikan tangannya seperti sedang mengusir kucing. Sambil kemudian merangkulkan tangannya pada pria yang menembak Inggrid itu.

“Kalau mau deketin anak gadis orang tanya-tanya dulu…”, kata Mail di samping pria itu. Sambil dia menatapku.

“Noh yang sudah pasang patok duluan!”, sambil Mail menggerakkan dagunya merah padaku, lalu si pria itu menatapku. Aku hanya membungkukkan diriku sedikit ketika di tegur oleh senpai Mail. Walau bukan aku yang melatihanya tentu dia tahu kalau aku ini termasuk pelatih di sini. Mail sendiri memang bertanggung jawab melatih yang baru sabuk putih hingga biru, sedangkan aku sendiri di percayakan memegang biru hingga coklat.

Inggrid yang melihatku sudah tiba langsung mengambil tempat di belakangku, dia memasang wajah inocentnya dan berlindung di belakangku. Sebenarnya dia tidak memerlukan perlidungan seperti ini, dia saja yang sedang acting. Kalau aku spar dengan Inggridpun dia tidak beda jauh dari kecepatanku.

“Maaf Sensai, aku tidak tahu”, jawabnya sambil membungkukkan tubuhnya di hadapanku, tentunya sebagai sopan santun aku perlu membalasnya, makanya aku juga membungkuk.

“Tidak apa-apa, kamu tidak tahu…”, sambil tersenyum aku menjawabnya, dia memang baru bergabung bersama kami di sini. Mungkin sekitar sebulananlah, apakah dia sudah pernah mengobrol bersama Inggrid atau bertukar pesan singkat baru berani menembak Inggrid, atau sekedar modal nekad dulu, nanti saja ku tanyakan pada Inggrid.

“Ayo siap-siap latihan…”, kataku lagi padanya dan semuanya. Tentu saja mereka segera ngibrit berganti pakian. Begitu juga Inggrid yang berjalan menuju kamar ganti, sambil melambaikan tangannya. Mungkin juga dia tidak tahu karena aku dan Inggrid memang tidak pernah benar-benar berdampingan pada saat di dojo. Ya tentu saja, karena dojo itu tempat latihan bukan tempat buat ngapelin pacar.

Mail kemudian merapat padaku, sambil merangkul leherku, dengan wajah cengengesan.

“Maaf senpai… aku ngak tahu…” kemudian dia tertawa diikuti olehku.

“Ah sudah… ganti gi sanah…”, sambil ku pukul perutnya pelan. Lalu kemudian Mail berlari meninggalkanku. Aduh aku lupa, gi ku masih di Inggrid aku belum mengambilnya. Ah sebaiknya aku tidur saja dulu di sekertariat, aku masih punya kurang lebih 30 menit menunggu mereka berganti pakaian dan pemanasan.

***

Aku di bangunkan oleh Inggrid, yang sudah berganti gi dan dia juga membawakan gi ku ke sekretariat. Posisi tidurku tidak seperti orang sedang tidur sih, aku dalam posisi half-lotus biar kelihatan sedang meditasi, tapi sebenarnya tidur. Dari jarak dekat saja orang akan sadar kalau aku sedang tidur.

Inggrid tampak ceria, dan cantik dengan gi yang dia kenakkan, berwarna putih bersih dengan tanktop sedada berwarna putih juga. Sabuknya yang masih berwarna putih sebentar lagi akan berganti, karena minggu depan sebelum lebaran akan dilakukan ujian turun kyu, aku rasa untuk Inggrid dia akan bisa langsung dari Kyu 10 ke kyu 8 atau bahkan 7.

Aku langsung saja berganti pakaian di sana, ruangan ini memang dari kaca tapi ada juga tempat yang sedikit tertutup, lagipula aku juga sudah menggunakan celana tight pendek di bawah celana kerjaku. Plus Inggrid juga sudah pernah melihatku telanjang, jadi tidak ada masalah lah.

Setelah selesai mengenakkan celanaku dan mengikat ikatannya, Inggrid membantuku menggunakan baju gi ku, bagi yang tahu cara mengenakkan gi, di sisi kanan ki ada sebuah ikatan tali kecil agar baju itu tidak kemana-mana sebelum di ikat lagi dengan sabuk. Ikatan kecil itu yang di bantu oleh Inggrid.

Aku senang mengenakkan gi ku lebih kencang terlebih dulu, lalu menghentakkan seluruh tubuhku untuk melonggarkannya dari badanku. Hal ini tentunya membuat bunyi-bunyi dari hentakan gi ku sendiri. Inggrid mencoba mengimitasi gerakan itu agar menimbulkan bunyi, dan tidak sekencang bunyi bajuku. Tentu saja karena jenis kainnya berbeda.

“Aku juga ingin gi seperti itu…”, sambil tanganya menarik-narik baju yang ku kenakkan, aku hanya tersenyum melihat kelakuannya yang seperti anak-anak.

“Nanti nitip ke senpai yang berangkat ujian kenaikan sabuk ke jepang, karena gi dengan bahan ini cuman dari jepang”, sambil aku mencubit pipinya. Kamipun kembali ke tengah dojo untuk memulai latihan malam ini.

***

“Eh kunyuk… Kamu ngak ujian kenaikan sabuk lagi?”, tiba-tiba senpai Mail menghampiriku, sambil memukul lenganku. Iya memang aku tidak mendaftar untuk ujian kenaikan sabuk lagi kali ini. Biarlah toh sabuk hanya apa yang ku kenakkan, tapi pengakuan dair para senpai sudah cukup untukku.

“Setahuku ini tahun ke 5 mu di DAN 2... Sihan (DAN 5 sertifikasi Jepang) juga sudah menanyakan tentangmu…”, nadanya mulai menjadi serius. Aku hanya berpikir jika naik lagi, berarti aku akan disuruh ikut kompetisi, dan aku akan di minta untuk melatih yang lebih banyak karena sertifikasiku sudah memadai. Mengapa harus mengambil tanggung jawab ekstra itu.

“Biarlah dulu senpai… aku belum siap dengan komitmennya”, sambil tersenyum kepada Mail, dan dia memukul lenganku.

Senpai kepalamu, kalau kamu ujian dari dulu, mungkin sekarang malah sudah bisa Sihan…” lalu dia tertawa, kami tertawa bersama.

***

Rabu, 1 Juli 2015

Akhirnya memasuki bulan baru lagi, kami semua lebih tenang di bulan baru. Giliran Pak Stanly dan Mbak Claudia yang repot karena laporan kami dan cabang tentunya harus mereka selesaikan. Damai rasanya di awal bulan seperti ini. Tapi dalam kondisi santai seperti ini aku tiba-tiba teringat sesuatu, mobil yang di titip Jie Crystal masih ada padaku, dan lupa ku panaskan tiap hari. Bisa gawat kalau bermasalah, darimana uangku untuk service mobil itu.

Aku jadinya kepikiran mobil itu, gimana mau di kembalikannya, tapi kenapa juga dia punya mobil di kota ini, toh dia tidak sering kesinikan. Atau mungkin ini malah punya Ko Alex, dia lebih sering ke daerah sini, karena cakupan kerjanya lebih sering di sini. Tapi belakanganpun dia sudah jarang kemari. Bikin repot saja mobil itu, harus segera ku akali agar tidak menjadi bebanku.

Tapi setelah ku pikir-pikir sepertinya aku akan membutuhkan mobil nanti saat aku kuliah, tapi tentu saja tidak akan ku gunakan mobil Jie Crys. Biaya perawatan dan operasional mobil itu jelas akan mahal. Mobil dengan mesin 3.8 L dan V-6, aku pasti akan meringis membeli pertamax turbo untuk mobil itu. Aku butuh sebuah mobil keluarga, mungkin minibus sejuta umat itu bisa menjadi pilihanku. Aku bisa meletakkan perlengkapan kuliah, dojo, gym dan kantor di mobil itu, jadi rumah kedua. Kalau seperti itu aku harus mengecek tabunganku dulu, dan harus menghitung ulang semuanya.

***
bersambung
 
Terakhir diubah:
Harapan ane sihh jadiin dua" nya suhu..
Poligami aje hhe
Kasihan kalo salah satu dilepas wkwk
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd