Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Work is work, sex is sex [Tamat]

Saya ingin meng-explore cerita tentang rekan-rekan kerja Ted dan Nita, apakah tertarik?

  • Ya

  • Tidak


Hasil hanya dapat dilihat setelah memilih.
Ketauan si koko sering bolos kelas ke kantin nih ;)

Btw cepet lanjuttttt:pandajahat:

Ohh, sh*t Elly the dominatrix

Judul chapter berikutnya lumayan menarik juga. Ditunggu selalu suhu

Jadi....up 21

Elly ko kejam.... amik kesempatan atas cowok yg sedang dengkur....

Mantabbbn keren ceritanya

Astaga page 21 haha
Kayanya enakan diperkosa elly dah
Dominator ketemu dominatrix y hu haha

Lanjut sampe page 21

Gilaaaaa... Keren Abis Hu.

Cerita menarik, buat kita jadi terbawa dlm suasana Koko Tedy..

Musti d pantengin nh biar ga kelewatan updatenya...

Ijin pasang tenda..

sabar menanyi update, sangat seru nih ceritanya

ayo hu ditunggu hal 21 nya. lagi seru cerita nya.

21 ?? UPP huu

Terima kasih atas support dari suhu suhu sekalian, ane akan tetap update besok, walau ngak nyampe page 21.

Ane seneng juga ternyata ada yang baca juga list chapter yang ane masukin di index nya...
Makasih atas perhatiannya...

Chapter sehabis ini, mungkin tidak ada exe karena lebih berkenaan ke cerita masa lalu Tedy, dan rencana sekaligus multiple update hingga ane kehabisan bahan.
Jadi besok akan ada big update.
 
Gaassss.. Lanjut

wah besok bakalan ada update panjang nih.
ga semua cerita di sini harus ada exe di tiap update, suhu.
banyak cerita bagus juga panjang tapi SSnya cuman ada beberapa kali aja.







tetep semangat suhu :semangat:
semoga lancar jaya sampai tamat.
:jempol:

Ditunggu kelanjutannya

Siap gan, tak tunggu update ny..
Siap laksanakan...
Terima kasih dukungannya...
wah wah jangan sampe ke.gep.sama nita huu
Wah klo ke gep, Tedy dan Elly bisa di buang dari teras apartement, jadi berita pembunuhan...dari tema drama berubah jadi misteri dan crime...
 
Up..
Up..
Up..

Biar cepet ke page 21
btw, barusan maraton baca
.. dan memang
:mantap:
 
Chapter XII

I Will Take My Pride Back


Elly masih terus menindih tubuhku, dia bergerak dengan liar naik dan turun, gerakannya itu mengenai tulang pinggulku dengan cepat dan kencang. Aku merasa dia tidak bergerak dengan irama, gerakannya sangat kacau, membuatku merasa ngilu dan sakit, walau penisku tetap tegang tetap saja tidak nyaman sama sekali. Ku perhatikan dalam remangnya ruangan, Elly terlihat seperti sedang meringis mahan sakit, atau sedang menikmatinya, Elly dengan wajah yang sensual sedang memejamkan matanya dan menggigit kencang bibir bawahnya.


Aku berusaha melepaskan ikatan tanganku dari meja, aku tidak bisa berkonsentrasi dengan melepaskan ikatan dan benturan-benturan di pinggulku. Elly terlihat melambat, mencoba memperbaiki ritmenya, tubuhnya tidak kuat lagi sepertinya mempertahankan hentakan dengan kecepatan seperti tadi. Dia meletakkan tangannya di atas dadaku, Elly berhenti sejenak, berusaha menarik nafasnya berusaha mengatur nafas, suasana terasa hening walau tv tetap menyala, dia menatapku dengan sayu, aku membuang wajahku darinya, kesempatan ini pikirku untuk melepaskan ikatan tangan ini.


Setelah berselang beberapa saat, setelah nafasnya agak teratur dia mulai memperbaiki posisi tubuhnya, saat dia melakukan itu aku merasa di daerah penisku sudah terasa sangat basah dan hangat, tapi ada yang salah, saat memencium suatu aroma yang familiar, ini bau darah, tapi dari mana, mungkin bibir Elly berdarah karena dia dari tadi menggigit bagian bawah bibirnya. Peduli amet, yang jelas aku harus melepaskan diri dari ikatan ini, setelah itu baru kupikirkan apa selanjutnya.


Elly mulai bergerak naik turun lagi di atas tubuhku, kali ini Elly bergerak lebih berirama, tubuhku menjadi lebih rileks, dengan begitu aku tetap bisa konsentrasi melepaskan diri. Akhirnya tidak lama berhasil ku longgarkan ikatan ini.


“ARG….”, Aku telah berhasil melepaskan ikatan tanganku dan mencengkram pinggul Elly, dia menjerit ketika berhasil ku tangkap. Aku menahan pinggulnya, menahan gerakkannya, Elly berusaha melepaskan tanganku, dia memukul-mukul lenganku, dan juga dadaku. Dengan sigap segera ku balikkan tubuhnya berbaring di atas karpet, dan tubuhku sekarang yang menindihnya. Keadaan sekarang sudah berbalik, aku menekan tubuhnya, dan penisku terbenam semakin dalam, dia terdiam dan memejamkan matanya.


Sekarang Elly dan aku berhenti dalam posisi itu, aku menatap wajahnya, aku sangat berang telah diperlakukan seperti tadi, tapi dia terdiam sambil memejamkan mata. Mengapa sekarang dia pasrah, apakah ini yang dia inginkan, Elly ingin bersetubuh denganku, jika ku perkosa dia kembali dia akan senang, dia akan puas, tapi jika tidak ku lakukan aku sebagai seorang lelaki telah kehilangan harga diriku. Apa yang harus kulakukan!?


AKU TIDAK AKAN MEMBERIKAN APA YANG ELLY INGINKAN!!!


Aku menarik tubuhku, melepaskan penisku dari vaginanya, terdengar bunyil ‘plok’ saat penisku tercabut. Aku terduduh di depan tubuh Elly yang masih telanjang di hadapanku, aku sendiri masih mengenakkan kaos yang tadi aku kenakkan saat pulang gym, tanpa celana.

Ada sesuatu yang salah, mengapa aroma darah ini semakin pekat! Aku melihat arah penisku, penisku dipenuhi darah! Apakah Elly sedang haid, tapi tetap saja menyerangku, tunggu aroma darah haid tidak seperti ini (serius kalau kalian sudah pernah itu beda aroma, kalau rasa aku tidak berani coba), ini aroma darah segar, darah luka, APAKAH ELLY PERAWAN!?


“WHAT HAD YOU DONE!?” aku terkejut dan langsung memegangi tubuh Elly, menganggkatnya untuk duduk, matanya terbuka perlahan dan air matanya mengalir. Dia lalu bersandar pada tubuhku, dia menangis, menangis dalam diam, hanya terdengar suara isakkan, dan airmatanya terasa membasahi bahuku. Apa yang dipikirkan Elly? Mengapa dia memperkosaku tapi ini juga pertama kali baginya? This is crazy.

Aku membiarkannya menangis dalam pelukkanku, dia menangis cukup lama, dan akhirnya dia berhenti, sepertinya dia tertidur. Aku hanya bisa terus duduk, sambil menopang tubuhnya, tubuh mungilnya bersandar padaku, dalam udara malam ini, pasti dia akan kedinginan, terpaksa karena tidak bisa begerak, aku berusaha menarik karpetku. Dan karpet ini ku gunakan sebagai alas duduk, sebagian ku gunakan untuk menutupi tubuh tanjang ELly. Biarlah ruang tamuku menjadi berantakan, karena prabot-prabotku tergeser karena karpet yang kutarik.

***

Aku terbangun, tubuhku di tutupi oleh selimut, aku mendengar bunyi peralatan masak dan ada aroma wangi masakan dalam apartementku, Aku bangkit dari tidurku, karpetku sudah di rapikan kembali, prabotku sudah di kembalikan ke posisi semula. Aku melihat ada noda darah di atas karpetku, berceceran di beberapa titik, sepertinya yang pertama adalah ketika Elly menindihku dan yang kedua adalah ketika aku membalik tubuhnya.

Setelah mengenakkan celana, aku menuju dapurku.

“Ko, kamu sudah bangun”, Elly menyambutku dengan senyuman, seperti tidak terjadi apapun, dia sedang memasak sekarang, dia menyiapkan sarapan, telur mata sapi, sosis panggang, roti panggang, terlihat dia cukup cekatan bekerja di dapurku. Elly terlihat telah rapi, dia rambutnya terikat kebelakang, dia mengenakkan jaket abu-abu kemarin di gym, celana panjang training dengan baju kaos hitam di dalam jaketnya.

“Apakah kau tidak ingin mengatakan apapun?” aku bersandar pada meja mini barku dan menatapnya yang sedang memasak. Elly tetap diam tapi berusaha tersenyum dan melanjutkan menunggu masakan itu siap. Beberapa saat hanya terdengar bunyi alat masak yang bergerak-gerak dia tas kompor, dan kemudian Elly telah siap meniriskan dan menyajikannya.

“For you…”, Elly mengangkat piring itu ke atas mini barku dan meletakkannya tepat di hadapanku, lalu dia mulai mencuci peralatan masak yang telah dia gunakan. Dia hanya membuat satu porsi sarapan, hanya untukku.

“Kamu tidak makan?”, tanyaku padanya, sambil memindahkan piring ke meja makan.

“Aku tidak sarapan Ko, terbiasa seperti itu…” jawabnya sambil tetap mencuci di dapur.

“Kalau koko mau, aku bisa mencucikan karpetmu, bagaimanapun aku yang mengotorinya”, katanya sambil berjalan menuju meja makan dan duduk di sampingku, aku kembali teringat darah itu, aku teringat Elly yang semalam, tapi pagi ini dia telah kembali tersenyum.

“Ada apa dengan kejadian semalam?” aku menatapnya dengan serius, dan dia menatapku balik, dia melihatku dengan serius tapi masih merekah senyum di bibirnya.

“Don’t you remember anythink?” Elly bertanya sambil memiringkan kepalanya dan kedua tangannya bersandar pada meja makanku.

“Jelas aku mengingat kejadi semalam, kamu mencoba memperkosaku!” sambil mendekatkan wajahku padanya dan menatapnya serius.

“Bukan semalam, you didn’t remember me?” Elly bertanya padaku, sebelum semalam, sebelum bekerja di kantor kami, aku pernah bertemu dengannya? Aku tidak mengingatnya, aku tidak mengenalinya, apakah aku mengenal Elly sebelum dia muncul di kantor?

Elly lalu tersenyum dan beranjak dari meja makan, dia pergi menuju pintu, disana tasnya telah menunggu. Aku berjalan menuju arahnya, dan berdiri di belakanya. Dia membuka pintu, dan bersiap melangkah pergi, tapi dia berbalik dan menatapku.

“Ko, Kamu tetaplah seorang pria yang baik…Elly senang, Elly telah menyerahkannya kepada orang yang tepat!” sambil tersenyum, tapi matanya mulai berkaca-kaca, ada apa dengan semua ini, apa yang dia bicarakan, siapa ‘Elly’ sebenarnya?

“You toke my pride as a man! And I will take it back”, aku mengatakan itu dengan lantang kepada Elly, bagaimanapun ada rasa marah di dalam dadaku.

“You are not a man of pride, you are the man of honor”, lalu dia menutup pintu apartmentku.


Elly pergi meninggalkanku penuh dengan tanya, ada apa ini sebenarnya, siapa dia sebenarnya, apa hubungannya dengan ku, semua pikiran itu berputar di kepalaku. Aku merasa bodoh dan tidak berdaya, aku merasa terluka tapi tidak berdarah. Perasaan apa ini, rasanya aku merasa lemah hari ini.


Dalam diam aku merasakan sesuatu, wajah Elly yang berlinang air mata mengingatkanku akan seseorang, tapi itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Tapi tidak mungkin dia, itu mustahil, tapi apakah mungkin itu dia?

***​

“Bang Andre?”, aku menelfon nomor bang Andre yang masih tersimpan di ponselku, aku selalu menyimpan dengan baik semua kontak yang kumiliki karena relasi adalah aset yang sangat berharga, kau tidak akan tahu kapan kau akan membutuhkannya.

“Yo… Dengan siapa?” jawabnya cepat dan jelas serta tegas, dia selalu mejawab telfon dengan sedikit tegas, dia tidak ingin berbicara dengan sembarang orang.

“Ini Tedy, bang”, jawabku, bang Andre dari dulu adalah sahabat kakakku, dia adalah yang terbaik, dan paling tepat ku hubungi sekarang.

“Ada perlu apa Mr T?”, dia sangat senang memanggilku dengan itu, dia juga suka memanggil kakakku dengan itu, karena memang nama belakang kami sama, sudah pasti karena kami bersaudara.

“Apa kau masih bisa mencari orang?” aku bertanya langsung to the point, Bang Andre juga sudah tahu aku suka to the point tanpa basa basi.

“D.O.A?”, jawabnya dengan nada yang langsung serius dan singkat, bang Andre dari dulu paling ahli mencari orang, informasi, dan banyak hal, dia memiliki ‘kenalan’ di mana-mana, bisnis orang tuaku memerlukan orang seperti dia, dia dan kakakku adalah kombinasi yang luar biasa.

“Alive, just information, orangnya bekerja bersamaku”, jawabku dengan nada yang lebih ringan, karena ini bukan urusan yang seperti bang Andre duga.

“oh… kirain, give the name, picture, and other…” jawabnya langsung juga menjadi ringan, dan jika urusan informasi, dia tidak akan perlu tenaga lebih, hanya perlu sebentar.

“I will it send to you, WA?”, lebih mudah mengirimkannya memalui nomor handphone, tanpa perlu menanyakan ID Line.

“ok”, jawabnya singkat dan kami mengakhiri perbincangan kami, hanya bisnis.

***
 
Terakhir diubah:
Chapter XIII
Jinx

Sudah dari pagi aku menghindari Nita, tadi pun ketika dia datang ke apartementku, aku sudah menunggunya di luar, aku tidak ingin dia masuk ke apartementku, aku belum membereskan bekas darah dari karpetku, dan tidak mungkin ku minta orang apartement yang membersihkannya, aku perlu membersihkannya sendiri.

Aku merasa bersalah pada Nita, aku merasa kotor, telah menyentuh wanita lain dan bahkan tidak bisa melawannya. Aku harus menjadi pelindung Nita, aku bahkan tidak bisa melindungi diriku dari seorang wanita, aku lengah, aku harus lebih awas setiap saat.

Saat tiba di kantor Elly sudah duduk di mejanya, mulai mengerjakan pekerjaannya, dia terlihat sibuk hari ini, dan dia terlihat lebih tenang. Dia tidak secerewet biasanya dan hanya mengerjakan dan fokus dengan pekerjaannya. Aku malah yang tidak fokus dengan pekerjaanku, aku merasa tidak konsentrasi, aku merasa terganggu secara fisik dan mental hari ini. Apakah aku mengalami trauma? Yang benar saja, aku bisa membalikkan keadaan kemarin, tapi kenapa tidak ku lakukan, apakah aku lemah?

Aku menjadi lebih lambat dalam menyelesaikan pekerjaanku hari ini, aku tidak bisa berkonsentrasi. Saat semuanya sudah berbenah, pekerjaan yang lain sudah selesai, kini mereka sudah mulai berberes dan akan pulang, tapi aku masih harus menyelesaikan pekerjaanku. Elly harus menungguku karena dokumen tersebut harus segera di scan dan di simpan agar tidak tercecer.

Akhirnya semua pulang, Nita masih sempat menchatku, menanyakan ada apa denganku karena terlihat sangat uring-uringan, dia khawatir karena kejadian kemarin yang tidak selesai. Aku menjelaskan bahwa aku hanya kurang tidur saja dan agak lelah sehabis gym kemarin. Dan diapun pulang duluan, karena hari ini adalah jadwal Thaiboxingnya.

Saat semua dokumen telah selesai ku kerjakan aku masih harus menunggu Elly selesai, dan memastikan semua lemari terkunci dan pintu tertutup, kalau pintu ruangan kami, asalkan tertutup langsung secara otomatis akan terkunci, perlu sidik jari dan pin untuk membuka ruangan kami, karena cukup banyak dokumen rahasia yang tersimpan, tapi saat bekerja dan kami ada diruangan, pintu dibiarkan terbuka.

Akhirnya semua telah selesai di simpan dalam lemari dan aku dan Elly siap untuk pulang. Kami berdua berjalan menuju lift kantor, saat itu kantor juga sudah cukup sepi, karena lantai kami sangat cepat kosong.

“Ko, Elly minta maaf atas kejadi kemarin, Elly tidak bermaksud membuat ko Tedy seperti ini”, Elly tiba-tiba memelukku dari belakang, tubuhnya yang kecil membuat tangannya berada tepat di pertuku dan wajahnya berada di punggungku. Aku hanya bisa diam dan tidak tahu harus berkata apa padanya.

“Aku hanya bingung dengan sikapmu, Aku tidak tahu siapa kamu sebenarnya, dimana kita pernah bertemu sebelumnya?”, aku melepaskan tangannya dan berbalik melihat wajahnya. Dia hanya menunduk dan melepaskan tanganku.

“Koko suka misteri kan, koko akan tau pada waktunya”, lalu Elly masuk kedalam lift dan meninggalkan ku, dia turun duluan. Seriusly, she just left me.

***


Seperti biasa jadwalku di hari selasa adalah melatih beladiri di salah satu dojo di kota, dan biasanya dojo kami cukup rame dan terkenal. Aku telah selesai melatih, sekarang sudah sekitar pukul 2115, biasanya sehabis melatih, kami akan memberikan kesempatan pada para denshi(murid) untuk melakukan kumite (semacam duel) dan mereka berkesempatan untuk mengasah metode bertarung mereka. Setelah para denshi, selanjutnya giliran kami para sensei (guru/pelatih) yang akan melakukan jiyo kumite, biasanya kami para sensei tidak akan bertarung, tapi karena dalam minggu depan salah satu senpai-ku (senior/lebih tinggi sabuknya) akan ikut ujian kenaikan sabuk jadi dia memintaku bertarung melawannya.

Aku sudah beberapa kali tidak mengikuti ujian kenaikan sabuk, harus lagi mengeluarkan biaya untuk berangkat dan ujian, jadi aku tertinggal di tingkatku yang sekarang, walaupun para senpaiku tetap menganggap aku sanggup dan setara dengan mereka, makanya akulah yang paling sering di ajak kumite.

Para denshi harusnya sudah bisa berganti pakaian tapi mereka memilih untuk menonton kami, mereka duduk mengelilingi matras utama, dominan denshi kami adalah laki-laki, mahasiswa dan pelajar SMA, walau ada perempuan hanya beberapa.

Aku harus berhadapan dengan senpai Mail, dia sekarang satu tingkat di atasku, dan jika dia berhasil lulus ujian dia akan dua tingkat di atasku T_T. Wasit untuk kumite kami adalah teman se-sabukku Nono. Aku dan Mail telah memberi salam, seluruh konsentrasi kami tertuju pada satu sama lain.

“HAJIME!” terdengar teriakan Nono, kami berdua mengambil jarak dan mengambil jiu kamai (gaya bebas), kami saling menyerang dan menangkis, terdengar gemah suara kami meneriakkan “KIAI” dalam dojo, setiap serangan dan tangkisan yang berhasil memberikan poin tersendiri saat ujian. Kami cukup imbang dalam kumite ini.

Saat Mail akan melakukan Mae geri (tendangan lurus kedepan), aku dengan mudah dapat menghindarinya, dan aku menyerang dengan Tetsui uchi (hammer slam), seranganku ditangkis juji agi uke (tangkisan silang dua tangan atas), Mail menarik mundur tubuhnya dan menarikku dengan kedua tanganku dan bersiap melakukan mae tobi geri ( tendangan melompat kedepan), kondisiku terkunci aku hanya bisa menangkisnya dengan uchi uke (tangkisan bawah) dengan tangan kiriku.

“KO TEDY!” tiba-tiba ada sebuah teriakan dari jauh, teriakan itu membuyarkan konsentrasiku, aku terlambat menaikkan tanganku seper-sekian detik. Tendangan Mail mendarat tepat di perutku, tubuhku terpental lurus kebelakang, isi lambungku seperti akan keluar, untungnya Mail melepas cengkraman tangan kananku dan mengurangi kecepatan geri-nya sesaat sebelum mendarat, sepertinya dia juga terkejut dengan teriakan itu, dan aku masih sempat mengeraskan seluruh otot perutku sebelum tendangan itu mendarat.


“BAM…”, dentuman keras dan tubuhku mendarat di atas matras, aku terpental kurang lebih tiga meter, Nono langsung berlari dan memeriksa keadaanku, Mail juga langsung mendekat.

“Ted?” Nono memeriksaku, dan memastikan tidak ada cedera serius, tidak ada tulang yang patah atau pendaharahan dalam, dan aku tetap sadar. Aku masih tetap berbaring membiarkan Nono memeriksaku, Mail berjongkok di sampingku dan melihatku dan kemudian melihat asal suara tadi.

“Wanita mu Ted?”, sambil memainkan matanya padaku, memintaku untuk melihatnya, ku intip dari belakang punggung Nono, wanita itu adalah Elly, dia seperti shock dan menutup mulutnya sambil berjongkok di samping lapangan matras dan di tahan oleh beberapa denshi wanita agar tidak memasuki arena.

“I think she want to kill you…” sambung Mail dengan ringan, dan tersenyum padaku, dan melihat ke arah Nono, dan Nono memiringkan kepalanya, sambil tersenyum menatapku.

“What a jinx”, ku jawab Mail, dengan masih menahan sakit saat bernafas. Tendangan tadi cukup telak mengenai perut, rasanya sampai ke tulang belakang, bagaimana jika tendangan itu dengan tenaga penuh, bisa masuk UGD.

“Oke, semua aman, bisa berdiri?”, kata Nono padaku, alih-alih berdiri seperti biasa, aku langsung bersalto untuk berdiri.

Denshi!” teriakku ketika berdiri.

“HAI Sensei!”, serempak para murid berteriak membalasku.

“GUNAKAN PELINDUNG”, kataku lagi sambil berteriak dan menahan sakit di perutku. Melihat kelakuan dan teriakanku, Mail berdiri dan menepuk pundakku, sambil tertawa.

***


“Apa yang kamu lakukan di sini?”, aku berjalan mendekati Elly yang sedang duduk di tribun penonton. Tapi dia malah mengabaikan pertanyaan ku, dia mulai memeriksa tubuhku, apakah ada lecet atau cedera. Dia mengecek di bawah lengan kiriku, dia mungkin memastikan tidak ada rusukku yang patah.

“Ko, kamu tidak papa kan?”, terlihat wajahnya khawatir padaku, dan dia juga merasa bersalah, karena dia konsentrasiku buyar.

“Bagaimana kamu bisa di sini?”, tanyaku sambil aku duduk di sampingnya, walau masih terasa nyeri ini sudah terasa jauh lebih baik daripada ketika baru saja di tendang oleh Mail, rasanya hampir muntah darah.

“Aku bertanya kepada kak Boby, dimana tempat latihan beladiri yang bagus dikota, dan dia merekomendasikan tempat ini, dan dia mengatakan koko melatih di sini”, jawabnya dengan menatap kembali ke lapangan, walau lapangan sudah kosong, dan sebenarnya lampu sudah akan dimatikan, karena sekarang sudah pukul 2230.

***

Kami akhirnya memutuskan pergi ke salah satu café yang terbilang cukup rame, dan cukup dekat dengan dojo, Elly membawa motornya sendiri, dan aku juga membawa motor. Kami berbincang sejenak, walau sepertinya Elly berusaha menghindari pertanyaan-pertanyaan personal mengenai dirinya dan diriku, aku terkejut dia sangat mengetahui diriku, bahkan dia tahu siapa orang tuaku. Informasi itu sangat aku jaga, karena aku tidak ingin orang menilaiku karena orang tuaku, bukan karena usahaku.

Tapi dari setiap perkataan Elly, aku merasa bahwa dia tidak memandang orang tuaku, tapi dia hanya ingin dekat denganku, dia juga belum menjelaskan alasan kemarin malam.

“Elly hanya ingin menyerahkan sesuatu yang paling berharga dari diriku untuk Ko Tedy”, itu saja kalimat yang dia ucapkan ketika ku tanya mengapa dia melakukan itu. Aku biasanya sangat baik dalam menggali informasi, tapi kenapa tidak bisa kulakukan pada Elly.

Dia beralih bercerita mengenai kehidupan di kota ini, mengenai pekerjaan, dan tetap saja dia menghindari ketika ku bertanya dimana kita pernah bertemu, katanya aku harus menemukannya sendiri, dengan begitu katanya akan lebih senang.

Aku paling mati kutu jika dibuat penasaran, terlebih lagi sepertinya Elly tahu dengan jelas kelemahanku ini, dia hanya tersenyum, dia banyak tersenyum malam itu, bahkan aku sendiri tersenyum dengan lepas ketika bersamanya, nuansa yang sangat ceria ketika bersamanya. Aku gembira ketika bersama Elly. Aku telah merelakan kejadian kemarin malam, tapi bukan berarti aku melupakannya, aku masih kalah 0-1 dari Elly.

Aku merasa setiap perkataan, setiap tawa, dan air mata Elly itu terasa begitu tulus. Aku boleh dibilang cukup bagus dalam menilai orang, tapi entahlah, apakah kali ini aku salah atau benar. Dan aku harap aku benar kali ini. Aku tetap tidak akan menurunkan kewaspadaanku ketika bersama Elly, dia adalah orang yang sulit di tebak.

Orang tuanya dia ceritakan berbisnis barang kelontongan, dan sekarang lumayan maju, karena mereka sering memasok barang ke daerah dan sudah memiliki beberapa gudang juga di daerah, jadi orang tuanya sering ke daerah untuk mengecek barang dan pembukuan. Biasanya mereka hanya pergi satu dua hari, jadi besok ini orang tuanya sudah ada dirumah.

Elly mengunujungi dojo karena ingin belajar bela diri, aliran yang kupelajari, dia sudah memiliki dasar beladiri yang lain. Dia sudah belajar aikido, kempo, judo, dan pencak silat, tapi dia ingin dengan spesifik mepelajari teknikku. Elly mengatakan padaku bahwa teknik beladiri yang ku tekuni ini pernah digunakan oleh seseorang untuk menolongnya, tapi hanya sampai di sana saja ceritanya. Apakah dulu aku yang pernah menolongnya ataukah orang lain yang beraliran beladiri sama denganku.

Sebelum kami berpisah dari café, dia masih menggodaku untuk mencari tahu tentang dirinya. Dia semakin membuatku penasaran, apakah aku begitu berpengaruh dalam hidup orang lain.

“Ko Tedy, mungkin tidak ingat, tapi kau pernah berjanji untuk menjagaku”, lalu dia berlalu dengan motornya.

Elly, Who the hell are you.
***
 
Terakhir diubah:
Bimabet
Chapter XIV
The Past and the Presence

Rabu, 20 Mei 2015

Handphoneku berdering, nama Bang Andre muncul di layarku, sepertinya dia sudah menemukan informasi yang kuminta padanya. Aku memintanya menemukan informasi mengenai Elly, aku telah mengirimkan foto dan nama lengkapnya, dan sepertinya dia telah berhasil.

“Mr T, Aku sudah menemukan yang kau minta, kita ketemuan di café XxX bentar jam 1900”, jawabnya singkat dan jelas.

“Baik”, pembicaraan kami pun berakhir.

***

Kami duduk di sebuah pojok café, susana yang tenang, tidak banyak orang di sini. Aku dan Bang Andre telah memesan minuman kami, dan telah tersaji di hadapan kami. Bang Andre lalumengeluarkan sebuah amplop coklat besar berisi dokumen. Dia menyerahkannya kepadaku, aku segera membuka dokumen tersebut, aku ingin tahu dengan segera siapa Elly sebenarnya.

“Kau mungkin tidak akan percaya, siapa gadis itu sebenarnya!”, kata Bang Andre, dan dari raut wajahnya dia tampak gembira dan serperti tidak percaya juga, dia tersenyum melihatku.

Aku membaca dokumen-dokumen itu dengan seksama, semua dokumen yang ada di hadapanku ini adalah dokumen perubahan identitas dan dokumen penetapan perlindungan dari kepolisian, dan semua pemindahan rumah dan perubahan identitas ini di biayai oleh Ayahku!

Nama Asli Elly adalah Inggrid! Nama ini, nama ini begitu familiar, nama ini lah yang telah mengubah hidupku, dia adalah orang yang telah mengubah hidupku, dan aku adalah orang yang telah mengubah hidupnya.

***

Tahun 2006, malam pergantian tahun menuju 2007. Ketika itu aku baru saja kelas XI (2 SMA), suatu malam aku sedang berjalan sehabis pesta dengan teman-temanku, saat itu masa remajaku dipenuhi dengan foya-foya, aku tidak mempedulikan apapun, kerjaku hanya latihan bela diri dan pesta, awalnya aku latihan beladiripun hanya untuk berantem dengan orang yang berani melawanku. Tapi kejadian malam itulah yang mengubah seluruh hidupku.

Sejak SMP aku sudah terbiasa minum minuman keras, karena teman bergaulku ada yang memiliki club malam, walau usia kami belum cukup kami sudah bebas keluar masuk dari clubnya. Mengendarai mobil dengan kencang dan ugal-ugalan juga sudah menjadi hal biasa bagi ku. Malam itu, aku masih ingat adalah pesta pergantian tahun dari 2006 ke 2007, aku dan teman-temanku baru saja bubar pesta pukul 0300 dini hari.

Aku melewati suatu daerah perumahan, cukup sepi, daerah perumahan itu menengah ke ataslah. Aku melihat ada beberapa orang sedang berkumpul di depan jalan masuk kompleks, beberapa anak SMA, mungkin kelas 3 dan kelas 1 SMA dan ada beberapa yang lebih tua, mungkin seusia kuliahan. Terlihat mereka sedang cekcok, dan sepertinya saling dorong. Aku membawa mobilku cukup lambat karena aku merasa aku sudah cukup banyak minum, aku tidak ingin mati muda jika berkendara terlalu kencang.


Diantara mereka ada seorang gadis yang terlihat sudah di papah oleh seorang yang sepertinya anak kuliah tadi, dan kelompok anak kelas 1 itu sepertinya ingin meminta gadis itu. Aku menepi, karena aku merasa aku akan muntah. Saat aku menepi, aku sekitar 10 meter telah melewati mereka. Kepalaku terasa berat dan sempoyongan. Tiba-tiba perkelahian itu terjadi, dan anak-anak yang bertubuh kecil itu babak belur dan terkapar di aspal.


Kelompok yang satu kemudian membopong gadis itu menuju kedalam kompleks, sambil tertawa meninggalkan mereka yang telah terkapar. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka tapi ini bukan urusanku, gadis itu seperti berusaha melepaskan diri dan lari, tapi masih di pegangi oleh para lelaki itu. Aku tahu ini bukan urusanku, aku tahu aku tidak usah mencampuri urusan orang lain, tapi kaki ku malah melangkah mengikuti mereka.


Sampai disebuah rumah yang cukup mewah, mereka membawa gadis itu masuk, dan membaringkannya di taman rumah itu, gadis itu berusaha melawan dan berteriak, tapi dia di tampar dengan keras. Suaranya lalu menghilang dan dia terdiam sejenak, kulihat laki-laki itu mulai membuka baju mereka, aku tahu ini bukan hal yang bagus, dan seberengsek apapun diriku dulu, ini tetap salah!


“BRAK!!!” ku tendang pagar rumah itu, mereka semua lalu berbalik melihatku.

“LEPASKAN DIA!”, aku berjala mendekati mereka, deg deg deg deg, terasa detak jantungku bergemuruh di telingaku, pengaruh alkohol dan adrenalin membuatku tidak takut lagi pada mereka, walau mereka banya, aku tidak jelas berapa jumalah mereka, yang jelas aku kalah jumlah, dan itu tidak menyurutkan niatku, dan ini pun sudah terlambat.

“Ada yang sok jago”, salah satu dari mereka langsung berlari dengan mengayunkan kepalannya padaku, dengan mudah kuhindari, tapi tubuhku yang masih dalam pengaruh alkohol membuatku kesulita, kakiku sedikit tidak stabil dan aku harus mengambil beberapa langkah lebih untuk menghindar dan jarakku terlalu jauh untuk melayangkan pukulanku.

Seorang lagi telah datang padaku dengan melompat, dia berusah menendangku, dan berhasil ku hindari, aku sedikit sempoyongan berusaha menghindari serangan berturut-turut ini, orang ketiga datang dengan cepat dari depanku, dia memegang kerah bajuku, aku terlambat menghindarinya. Sebenarnya dengan dia memegangi baju tubuhku jadi lebih seimbang.

Aku lalu mengunci tubuhku, menarik nafas dengan cepat dan memasang sanchin-dachi, dan melontarkan pukulan lurus ke dagunya, menumbangkannya sekali pukul. Seorang datang dari kiri dengan cepat aku berganti menjadi shiko-dachi, aku menangkis serangannya di atas kepalaku, dan melayangkan kepalanku ke uluh hatinya.

Seorang datang dari belakangku, dia belum cukup dekat, aku memusatkan dachi-ku, pada kaki kanaku dan memutar tubuhku, mendaratkan satu tendangan tepat di wajahnnya dengan kaki kiriku, menerbangkannya.

Tubuhku telah penuh dengan adrenalin, rasa mabuk dari tubuhku seolah menghilang, tubuhku sudah dalam keadaan siap, dan siap untuk bertarung. Mereka menyerangku dari berbagai arah, kiri kanan dan depan. Aku harus mengambil jarak dari mereka, aku mundur kearah kanan, beberapa langkah, membuat jarak mereka berubah, sehingga yang menyerang dari kiriku akan terhalang oleh yang datang dari tengah, aku mengayunkan pukulan kanan pada lelaki sebelah kanan mendarat tepat di rahangnya, dan membuatnya langsung tersungkur, lengan kiriku dengan cepat melayang menghantam tenggorkan pria yang ditengah.

Belum sempat aku menarik lengan kiriku kembali, sebuah belati telah menancap masuk ke bawah lengan kiriku, diantara susunan tulang rusukku, belati itu sepertinya mengai rusukku dan berbelok ke bawah. Menembus cukup dalam, rasanya nafasku hilang, belati itu tembus hingga rongga dadaku, untung tidak cukup dalam untuk melukai paru-paruku.

Aku menarik lengan kiriku mengayunkannya, mengenai wajah si pria yang menikamku dan ku berikan dia tendangan tepat di wajahnya sekali lagi. Ku lihat di sekitarku tidak adalagi yang berdiri, semua telah jatuh tersungkur. Gadis itu masih menangis terduduk, dia meringkuk ketakutan. Aku mencabut belati itu dan mendekatinya, dia masih takut dan menepis tanganku.

Gadis itu sepertinya masih 15 atau 16 tahun, masih sangat belia, aku menggendong tubuhnya, dia ketakutan dan dia menangis terisak-isak, dia menatapku dan terus menangis.

“Jangan khawatir, aku akan menjagamu!”, kataku berusaha menyakinkannya, walaupun tubuhku sendiri mulai merasakan sakit, dan perih dari tikaman tadi. Aku akan membopongnya keluar hingga ke mobilku. Tubuhku terasa sangat sakit, rasa nyeri dan panas itu seoleh menyebar ke seluruh rongga dada kiriku, setiap tarikan nafsku, setiap langkah kakiku, terasa menyiksaku. Nafasku menjadi pendek dan terngah-engah.

Akhirnya kami tidak di mobil, teman-temannya yang tadi sudah tidak ada, apakah mereka lari untuk lapor polisi atau apa aku tidak tahu, yang pasti aku harus membawa gadis ini kerumah sakit dan aku juga harus segera kerumah sakit. Aku dudukkan dia di jok belakang dan aku segera memacu mobil ku menuju rumah sakit terdekat, aku sudah lupa rasanya berkendara sekencang itu, aku mendaratkan mobilku tepat di depan ugd, di atas trotoarnya, karena aku sendiri hampir kehilangan kesadaran, darahku begitu banyak yang keluar, telah membasahi baju, celana dan jok mobilku.

“Ko, kau tidak papa?”, dia ketakutan sekaligus khawatir ketika melihat begitu banyak darah yang keluar dariku. Aku membunyikan klakson panjang agar pertugas segera datang, aku juga membuka kunci pintu mobilku, dan jendela. Aku sudah di ambang daya tahanku, aku sudah tidak berkata-kata lagi, aku hanya bisa mengacungkan jempolku pada gadis itu memberikan tanda jempol, dan semuanya gelap.

***

Aku terbangun, di ranjang rumah sakit, Ayah ku dan Ibu ku sedang duduk menungguiku, mereka tampak sangat khawatir padaku. Mereka sangat sibuk dengan pekerjaan mereka, dengan bisnis mereka, tapi aku tahu mereka sangat menyayangi aku dan kakakku.

“Ni qi lai le? <kamu sudah bangun?>”, keluarga kami memang terbiasa menggunakan bahasa mandarin dan Indonesia untuk berbicara satu dan lainnya. Aku hanya bisa mengangguk, bibirku terasa kering dan mataku masih terasa berat.

“Wo men hen dan xin, dang shi ni juo de dui, ni jiu le na ge ni hai zi <kami sangat khawatir, tapi yang kau lakukan itu betul, kau telah menyelamatkan gadis itu>”, terlihat raut wajah bangga di wajah ayahku ketika mengucapkan hal itu, dan aku hanya bisa tersenyum bahagia melihatnya bangga padaku.

“Bagamana gadis itu?” tanyaku kepada ayahku, dia menahanku tetap untuk berbaring, sambil menepuk bahuku.

“Huang xin <tenang>, Papa sudah atur orang jaga dia di sana, sudah suruh orang juga untuk cari tau apa yang terjadi semalam”, dia berusaha menangkanku.

“Aku yang akan menginap, untuk menjaganya”, Kakakku, terlihat baru datang membawa sebuah tas penuh dengan pakaian. Dia sangat senang melihatku sudah sadar dan sudah terlihat lebih baik dari pada kemarin ketika dia pertama melihatku di rumah sakit.

***

Masalah ini ternyata melibatkan salah satu anak pejabat di daerah kami, keluarga Inggrid, gadis itu untuk sementara di ungsikan ke salah satu rumah kami dan terus di jaga oleh orang ayahku, mereka dipastikan aman oleh ayahku dan beberapa orang kepercayaan keluarga kami. Penangkapan bisa dilakukan dengan segera, tapi persidangan kami yang menjadi masalah.

Teman-teman Inggrid malam itu tidak ada yang mau menjadi saksi, mereka semua mengatakan tidak tahu apa yang terjadi dan mengatakan mereka tidak ada di sana saat kejadian, para pengecut itu tidak berani membela teman mereka. Kurangnya saksi dan tidak bisanya ayahku melakukan intervensi, membuat kondisi ini dead lock, ayah ku tidak bisa berbuat banyak karena kami melawan pejabat korup itu, dan dia juga tidak bisa terang-terangan mengusik ayahku, karena beliau cukup berpengaruh di kotaku.

Persidangan atas pemerkosaan dan penganiayaan ini berlangsung alot dan jelas memihak kepada para penyerang itu, mereka medapat dukungan politik dibelakangnya, susah bagi ayahku untuk mengintervensi hal ini, hakim, jaksa dan semuanya terlibat dalam hal ini, pengacara kami juga sepertinya tidak cukup handal mengobal bukti yang ada, hal ini juga cukup membuatku berang.

Aku yang saat itu hadir dipersidangan, dan harusnya bersaksi di ragukan kesaksiannya karena masiih di bawah umur dan terbukti di bawah pengaruh alkohol. Hal ini membuatku kecewa, aku marah dan geram, hasil visum telah membutikan bahwa belati itu milik mereka tapi di abaikan dalam persidangan, bahkan ketika pembacaan putusan alat bukti itu seolah hilang.

Para tersangka itu di bebaskan dari segala tuntutan karena kekurangan bukti dan saksi, hal ini membuat keluarga Inggrid takut. Aku jelas naik pitam di sana, aku mengamuk sejadi-jadinya di ruang persidangan, butuh empat petugas keamanan untuk membawaku keluar dari ruangan itu.

“AKU BERSUMPAH PADA LANGIT DAN BUMI, BAHWA AKU AKAN MENJADI PENEGAK HUKUM!!!”, aku berteriak dengan lantang, sebelum mereka melemparku keluar dari ruang persidangan.


Setelah persidangan dan putusan itu, keluarga Inggrid dan keluargaku mendapatkan terror, yang kami tahu jelas dari mana asalnya. Keluarga kami tidak takut menghadapi mereka tapi keluarga Inggrid, mereka tidak punya kekuatan untuk melawan. Sehingga Ayahku membantu keluarga Inggrid untuk pindah ke kota lain, memulai baru, dia bahkan menguruskan beberapa persuratan untuk mengganti identitas mereka dan merubah data-data mereka, ayah memiliki beberapa kenalan yang bisa membantunya melakukan hal itu, dia membantunya menjual rumahnya di sini dan memberinya rumah dan modal usaha baru untuk mereka di kota lain, dan sejak saat itu aku tidak pernah lagi bertemu dengan mereka.

Sejak saat itu pula, aku merubah seluruh kelakuanku, aku fokus belajar, berlatih dengan giat, aku harus memenuhi sumpahku, aku kan menjadi penegak hukum untuk mereka yang membutuhkan, membawa keadilan bagi semuanya dan membawa pedang dewi keadilan untuk memenggal para penjahat.

Aku sadar, kejadian yang telah mengubah hidupku, jika malam itu kami tidak bertemu, jika malam itu aku tidak menolongnya, jika persidangan ini tidak pernah terjadi.

***

Aku cukup puas walau bukan aku yang memenjarakan jaksa dan hakim busuk 9 tahun lalu, mereka sekarang sudah di tangkap KPK atas tuduhan korupsi, begitu pula dengan pejabat lalu, mereka semua.

***

2015

Malam sudah menjelang, lampu-lampu jalan menerangi langkahku, aku menyusuri jalan di sebuah komplek perumahan, mencari sebuah rumah, dari alamat yang di berikan Bang Andre, dan akhirnya aku tiba.

Aku berdiri di depan sebuah rumah, rumah yang sederhana tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil, berwarna biru muda, dengan taman kecil di depannya dan teras. Rumah ini begitu asrih, begitu tenang, sebuah mobil dan motor terparkir disana. Seorang pria paruh baya sedang duduk, menikmati secangkir teh di teras rumahnya.

Malam itu terasa dingin, tanganku terasa dingin, tidak percaya siapa yang akan ku temui malam ini, keluarga itu, mereka telah menjadi sebuah penanda, dan pembawa perubahan dalam hidupku, aku tidak tahu apakah mereka masih mengingatku atau tidak, apakah aku kehadiranku ini di harapkan.

Cahaya remang lampu tamannya cukup untuk menerangi wajahku, dan dengan jelas memperlihatkan wajah pria itu, iya pria itu familiar, Bapak Yacob, dia adalah ayah Inggrid, pria ini aku ingat, aku sering bertemu dengannya waktu itu. Dalam remangnya malam itu, pria itu melihatku, melihatku hanya berdiri depan rumahnya, dia menatapku dan aku tersenyum ragu padanya. Pria itu lalu berdiri, terdiam memandangi ku dan dia berlari menghampiriku, memelukku dengan tiba-tiba.

“NAK TEDY, Nak Tedy kan?”, sambil memegangi pundakku, matanya berkaca-kaca menatap mataku, begitu juga diriku. Aku memeluknya erat dan mengusap punggungnya, lelaki ini telah memperjuangkan haknya juga di pengadilan waktu itu, dia telah berjuang mati-matian, tapi sayang.

“Apa kabar Shu? Sehat kan?”, aku menghela nafas panjang, mengilangkan getaran pada suaraku.(Shu ; ShuShu adalah panggilan pengganti Om, Ai untuk Tante)

“Hao…heng hao! (baik, sangat baik!)” dia memberikan jawaban yang tegas padaku, dia terlihat sehat. Aku senang dia baik-baik saja selama ini, dia bisa aman bersama dengan keluarganya di tempat yang baru ini, dia bisa menjaga keluarganya.

“Kau sudah besar sekarang! Sudah lebih gagah dari waktu dulu! Sudah berapa tahun ya?” dia sangat bersemangat bertemu denganku.

“Sudah hampir 10 tahun Shu…” aku menjawabnya sambil sedikit mengelap airmata yang keluar dari pelupuk mataku.

“Ayo masuk, masuk!”, lalu dia menarikku masuk kerumahnya, mempersilahkanku duduk.

“Xing! Ling! Kalian tidak akan percaya siapa yang datang! Ayo segera kesini!”, di berteriak kedalam rumah. Tidak lama berselang Ai Xing-xing keluar, dia seperti tidak percaya dengan apa yang dia lihat, aku duduk di ruang tamunya tersenyum dan menyapanya. Ai Xing sama seperti suaminya seperti tidak percaya aku kini berada di rumahnya, seorang anak laki-laki yang dulu berjuang bersama mereka, menjaga martabat keluarga mereka, demi anak semata wayangnya.

Mereka menyambutku dengan sangat hangat, seperti keluarga jauh yang baru saja bertemu kembali, seperti kerabat yang baru saja pulang merantau, rasanya bahagia bisa melihat mereka seperti ini.

Tak lama kemudian Elly pun muncul, bukan, bukan Elly tapi Inggrid. Aku hanya bisa duduk tersenyum menatapnya. Inggrid tersenyum, aku bisa melihat airmatanya mengalir keluar dari matanya, aku berdiri, dia tersenyum lebar dan memelukku, menekapku begitu erat. Aku senang, aku bisa menemukannya lagi, tapi aku tidak menyangka pertemua kami harus seperti ini.

“Ni zhang da le <kamu sudah besar sekarang>, sampai aku tidak mengenali mu”, aku mendekapnya, memeluknya dengan erat, aku tidak bisa menahan air mataku, ku sandarkan kepalaku padanya, kuusap rambutnya, Inggridpun menyandarkan kepalanya ke dadaku dan menangis, airmata ini, airmata bahagia kami.

ShuShu Yocob dan Ai Xing hanya melihat kami dari samping, kami berdua seperti saudara yang terpisah begitu lama, dan baru bisa berkumpul kembali.

Malam itu kami ngobrol, mereka sekeluarga, aku dan mereka, banyak yang harus ku tanyakan, bagaimana mereka selama ini, bagaimana kehidupan disini, apakah semuanya baik-baik saja.

Aku menemukan mereka, keluarga yang berpengaruh dalam hidupku, mereka yang membuatku ingin menempuh jalan hukum ini, walau orang tuaku tidak setuju, tapi mereka tetap saja mendukungku, dan karena mengingat keluarga inilah ayahku merelakanku untuk menjadi sarjan hukum.

Mungkin ini juga cara Tuhan mengingatkan ku akan sumpah yang telah ku buat sembilan tahun lalu, mengingatkanku bahwa jalanku bukan menjadi seorang pegawai yang hanya duduk dan diam menerima gaji, tapi di luar sana membela mereka yang membutuhkan, menjadi penegak hukum dengan caraku sendiri.

***
bersambung Chapter XV
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd