Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Yang Terlupakan

Bimabet
Sepasang mata itu kini kembali berada dihadapanku, sepasang mata yg sungguh tak asing lagi bagiku, sepasang mata yg sekitar 12 tahun lalu begitu akrab denganku, sepasang mata yg dulu begitu menaruh harapan besar bagiku, sepasang mata yg dulu begitu berbinar.

Tapi tidak dengan yg ada dihadapanku saat ini, sepasang mata yg sama, namun dengan tatapan yg berbeda. tatapan yg menggambarkan suatu kepasrahan, keletihan dan kekecewaan. Sorot mata yg dulu selalu membuatku berbunga-bunga, kini justru membuatku gelisah. sorotan mata itu kini seolah sedang menghakimiku.

“ Mengapa dulu kamu menolak permintaanku hen? Mengapa kamu justru menghindar..? ” mulai berkata bibirnya, bibir yg dulu selalu membuatku gemas untuk melumatnya, kini dibaluri dengan lipstick, walaupun tidak terlalu tebal, mungkin hanya sekedar untuk membuatnya agar tidak terlihat terlalu pucat.

“ Waktu itu aku masih terlalu muda win, aku samasekali belum memiliki keberanian untuk itu..apalagi waktu itu aku harus menyelesaikan kuliahku di jogja ” jawabku. sebuah jawaban yg egois, dan seolah ingin lepas tangan.

“ Aku paham hen, dan alasanmu itu memang bisa dimaklumi, dan akupun bisa menebak, pasti alasan itu yg akan terlontar dari mulutmu..” ucapnya, sebuah ucapan yg aku rasakan bagaikan sebuah cibiran.

Kursi-kursi kosong di Kafe dikawasan selatan kota Jakarta itu berangsur-angsur mulai diisi pengunjung, alunan musik lembut yg terdengar dari sound system tak mampu menghanyutkan aku kedalam suasana yg rilek, perasaanku masih seperti tadi, gundah.



********
12 tahun lalu,

Seperti biasa, dalam 4 bulan belakangan ini, semenjak Winda menjadi pacarku, kami selalu pulang bersamaan, dan dengan setia aku selalu mengantarnya pulang dengan sepeda motorku.

Winda memang cantik, walaupun bukanlah gadis tercantik di SMU tempatku itu, masih ada beberapa gadis lain yg lebih cantik dari winda. Namun entah mengapa, winda lebih menarik perhatianku, untuk alasan yg akupun tidak bisa menjelaskannya. Terlepas winda memang memiliki wajah yg manis, imut, hidung mancung dengan kulitnya yg putih bersih. Dan yg membuat aku selalu gemas, bila aku melihat bibirnya yg mungil yg selalu tampak basah berkilat oleh sapuan lidahnya. Namun itupun bukanlah alasan yg paling utama sehingga aku memutuskan untuk memacari winda, banyak juga gadis-gadis lain yg memliki kriteria seperti winda, bahkan lebih.

“ Woooii… kemana aja ditungguin dari tadi..” protesku pada winda, karena aku harus menunggunya hampir setengah jam.

“ Sory ya cayaaang… tadi ada urusan sedikit dikantor guru BP..” jawab winda, sebuah perkataan sayang yg selalu membuatku berbunga-bunga, sepertinya kata-kata winda yg seperti itu selalu mampu mencairkan perasaanku yg dalam kondisi yg marah sekalipun.

“ Hen, ngomong-ngomong selama ini aku belum pernah kerumah kamu, dan aku juga belum tau rumahmu itu dimana, sebaliknya tiap malem minggu kamu selalu apel kerumahku… gimana kalau sekarang aku main kerumah kamu..” ujar winda memberi usul.

Memang selama 4 bulan kami berhubungan, belum pernah sekalipun winda berkunjung kerumahku, dan memang sudah sewajarnya jika winda sesekali ingin berkunjung.

“ Tumben, baru ngomong sekarang… kirain enggak sudi main kerumahku..” ujarku menggoda.

“ Iiihh, suka gitu deh… abis kamu sendiri enggak pernah nawarin sih..” rajuknya sambil mencubit lenganku.

“ Oke deh, ayo..” ajakku, seraya winda membonceng dibelakangku.

Dan tak berapa lama sepeda motorku meluncur melintasi lalu-lintas Jakarta yg padat.

*******

“ Assalamualaikuuuuummm… ma..mama… ini winda datang ma..” teriakku, memanggil ibuku.

Aku memang sangat dekat dengan ibuku, sering aku curhat dengan ibu, termasuk tentang kedekatanku dengan winda, sehingga ingin sekali aku memperkenalkannya pada winda.

“ Wah… ibu baru keluar tuh mas hendra, katanya sih mau kondangan ke bogor gitu…” yg menjawab adalah mbok surti, wanita setengah baya yg semenjak aku lahir sudah bekerja dirumahku.

“ Ya udah lah kalo begitu mbok.. oh iya win, ini kenalin mbok surti, dia sudah lama bekerja dirumahku, bahkan sebelum aku lahir, mbok surti walaupun cuma pembantu disini tapi udah kita anggap seperti keluarga sendiri lho win..” terangku.

“ Saya winda, apa kabar mbok? “ sapa winda dengan ramah, sambil mencium tangan mbok surti, yg justru membuat mbok surti menjadi salah tingkah karna sadar akan posisinya sebagai pembantu.

Inilah salah satu yg membuatku kagum dengan winda, sikapnya yg sopan, ramah, dan selalu menghormati orang yg lebih tua, serta tak pernah memandang seseorang dari setatus sosialnya, walau dengan seorang pembantu sekalipun.

“ Ya udah win, kita langsung masuk aja.. “ ajakku kepada winda yg masih berdiri dibelakangku.

“ Tolong siapin makan buat kami berdua ya bi…” ujarku, pada bi surti.


Selesai makan siang kami duduk diruang santai sambil menyaksikan acara tv, setengah jam sudah kami duduk berdampingan disofa.

Sebenarnya kami sudah sering duduk berdampingan berdua seperti sekarang ini, terutama setiap sabtu malam yg biasanya aku ngapel kerumah winda, dan itupun kami hanya sekedar ngobrol atau sesekali bercanda, senggol-senggolan, tak lebih dari itu. Sebenarnya ada keinginanku untuk mencium bibirnya yg menggemaskan itu, tapi aku tak memiliki keberanian untuk itu, karna memang disaat aku ngapel kerumahnya, selalu saja kedua orang tuanya ada disana.

Berbeda dengan yg saat itu, saat dirumahku. Saat itu rumahku sepi, seperti biasa ayahku sedang berada dikantornya, dan hingga menjelang malam baru tiba dirumah. Dan ibuku seperti yg dikatakan mbok surti, sedang pergi kondangan diBogor bersama dengan adikku. Dan mbok surti, sekitar lima menit yg lalu keluar untuk menengok familinya yg sakit, katanya sebelum mahgrib baru dia akan pulang, begitu katanya.

Suasana yg seperti itu membuatku terpancing untuk melakukan sesuatu yg selama ini kuhayalkan, ya.. ingin sekali kukecup bibir yg ranum berwarna merah jambu alami tanpa polesan lipstick itu, dan yg selalu basah berkilat oleh sapuan lidahnya.

Kurapatkan tubuhku pada tubuhnya, winda hanya melirik sesaat untuk kemudian perhatiannya kembali tertuju pada pesawat tv. Wajahku mulai mengarah pada lehernya, yg saat itu rambutnya dijepit dengan hairclip, sehingga memperlihatkan lehernya yg jenjang dan putih. Harum kurasakan aroma tubuhnya, sehingga merangsangku untuk menghirupnya lebih dalam sambil memejamkan mataku, disaat aku menghembuskan udara dari tarikan nafasku yg panjang kelehernya itu, winda sedikit kaget.

“Aww… apaan nih.. panas banget nafasmu, geli ih..” ujarnya manja.

Tak kuberikan jawaban dari ucapannya itu, kecuali tanganku yg meremas tangannya, winda hanya terdiam. Kini hidungku mulai menyentuh dan menyusuri sekujur lehernya. Kulihat matanya terpejam, tanpa berkata-kata.

“ Win, kita ciuman yuk..” ujarku polos

“ Tapi aku belum pernah..” ujarnya, tak kalah polosnya


“ Aku juga belum pernah, kita coba aja, kita kan sering lihat difilm-film..” ujarku, sambil tanganku masih menggenggam tangannya yg lembut.

Winda hanya diam dengan ajakanku itu, namun bahasa tubuhnya mengisyaratkatkan bahwa ia menyetujuinya. Pandangannya yg sebelumnya terarah pada pesawat tv, kini beralih kehadapanku, kami saling bertatapan. Kudekatkan wajahku pada wajahnya, hingga tinggal menyisakan sekitar sepuluh sentimeter saja jarak yg membatasi, pada saat itu pula winda memejamkan matanya, namun kini mulutnya setengah terbuka.

Sejenak kunikmati wajahnya dari jarak yg sedemikian dekat itu, dan bibir itu, bibir yg selama ini menggodaku untuk ingin mengecupnya, bibir yg ranum berwarna merah jambu alami tanpa polesan lipstick, bibir yg selalu basah oleh sapuan lidahnya.

Hup.. kutempelkan kini bibirku pada bibirnya, kurasakan bibirnya yg dingin, kontras dengan hembusan nafas yg kurasakan keluar dari mulutnya yg begitu hangat. Ada sensasi yg berbeda saat bibir kami saling berpagutan, walaupun secara harfiah tak ada nikmat yg dapat dirasakan saat bibirku mengecup bibirnya itu, tak ada rasa manis,rasa gurih atau apapun, hanya hambar, atau istilahnya anyep.
Namun ada nikmat yg berbeda yg aku rasakan, nikmat yg tidak dapat aku terjemahkan dalam kata-kata, entah apa rasanya itu, yg pasti nikmat yg semakin membuatku keranjingan untuk terus memagut bibirnya itu. kini bibirku mulai merangsak, mengulum-ngulum dengan gerakan kasar dan tidak beraturan, yg hanya mengikuti naluri dari gairahku belaka, mungkin karna “jam terbangku” memang masih nol untuk urusan yg satu ini. Namun tak ada protes atau isyarat dari winda yg menunjukan ketidak sukaan atas yg aksi yg aku lakukan, sebaliknya diapun melakukan aksi yg sama seperti yg aku lakukan. Bahkan kurasakan kini winda memainkan lidahnya, yg membuatku juga melakukan hal yg sama, hingga kami saling berpilin lidah, walaupun dengan cara yg kasar dan tak beraturan.

Nafas kami semakin memburu, kini kedua tanganku memeluk tubuhnya, begitupun dia. hingga beberapa menit kami saling berpagutan, sampai akhirnya kulepaskan ciumanku dari mulutnya sekedar untuk mengambil nafas, kulihat winda memajukan wajahnya kearahku dengan mulut agak terbuka, seolah tak rela bila aku melepaskan pagutannya, namun beberapa saat kemudian ia tersenyum malu, lalu dengan rela menarik kembali wajahnya menjauh dariku.
Kutarik nafas dengan terengah-engah hingga beberapa saat, lalu kami saling bertatapan, saling tersenyum, lalu tumpahlah tawa dari mulut kami, walaupun kamipun tak tau apa yg sesungguhnya kami tertawakan.

Tak lama kemudian kami ulangi hal yg sama, kali ini kami lebih rilek dan lebih percaya diri, mungkin setelah kami saling mengetahui bahwa kami memang menyukainya, sehingga tak ada lagi perasaan kawatir bahwa winda tak menyukai dengan cara yg kulakukan, begitu juga sebaliknya dengan yg dirasakan winda.
Kami lakukan itu beberapa kali dengan tak sedikitpun rasa bosan, sepertinya itu bagaikan candu yg membuat kami terus menagih dengan tanpa kunjung datangnya rasa puas. Untuk yg kesekian kalinya kami melakukannya sudah semakin rilek, bahkan sesekali diselingi oleh canda dan beberapa “eksperimen” yg kami lakukan.
Windapun semakin manja padaku. Kini tak lagi dia duduk disampingku, melainkan selalu berada dipangkuanku. Dan tak sedetikpun rela untuk menjauhkan bokongnya yg padat dari kedua pahaku yg ditindihinya.

“ Eh, yang… lidah kamu dikeluarin dong.. dijulurin,…. nah iya begitu…” pintanya padaku, yg segera aku turuti permintaannya untuk menjulurkan lidahku. Lalu dengan lembut dikulumnya lidahku dan digerakannya maju mundur sehingga lidahku seperti berpenetrasi didalam mulutnya yg hangat. Yg setelah itu kumintanya untuk melakukan hal sama, dan kini sekarang aku yg mengulum lidah winda yg terjulur.

Dalam jiwa kami yg masih muda, yg selalu ingin tau, hingga selalu kami ingin mencoba sesuatu yg baru, dan semakin banyak kami mencoba, semakin ingin pula untuk mencobanya yg lain, dan semakin lagi ingin yg lebih jauh, begitulah yg ada pada diri kami saat itu.

“ Eh, yang.. sekarang buka susu kamu dong, aku pingin liat nih..” pintaku pada winda

“ Ah, enggak usah dulu deh, aku malu nih.. “ ujarnya

“ Dikiiiiittt… aja yang, enggak usah kamu buka bajunya, cukup buka kancingnya aja..” rayuku

Rayuanku akhirnya dapat meluluhkan hatinya, dibukanya kancing seragam putih yg dikenakannya, sehingga memperlihatkan dua buah gunung kembar yg masih terbungkus oleh bh. Walaupun masih terbungkus dengan bh namun cukup terlihat ukuran dan bentuk payudara winda yg lumayan besar untuk ukuran gadis abg seperti dirinya. Seperti biasa segala yg ada pada diri winda selalu membuatku penasaran, selalu membuatku ingin mengetahuinya lebih jauh, hingga tanpa meminta ijin pada empunya gunung kembar itu, kutariknya kebawah bh yg membungkusnya, dan tersembulah buah dada yg bulat,putih tanpa cacat, dan putingnya itu, yg berwarna merah jambu, membuatku tergoda untuk melumatnya, ingin kukulumnya.

Posisi winda yg duduk mengangkang dipahaku, membuat buah dadanya yg terbuka itu tepat berada didepan wajahku. Hingga diri ini yg sudah dilanda oleh birahi yg begitu tinggi, membuatku langsung membenamkan wajahku pada dua gunung kembar itu, dan akhirnya kukulum putingnya yg merah jambu itu, kulihat winda tak protes sedikitpun, kecuali matanya yg kini terpejam dengan sesekali terdengar desahan lembut dari bibir indahnya itu.

Melihat reaksi winda yg seperti itu, seolah bagaikan isyarat yg diberikannya padaku untuk terus mengulum dan melumat puting susunya. Puas aku dengan yg sebelah kanan, beralih yg kiri, sesekali kuremas buah dadanya yg besar dan bulat itu, kulihat ekspresi winda yg tampak begitu menikmati dengan apa yg aku lakukan, kini dari mulutnya mulai berani mengungkapkan apa yg dia rasakan.

“ Zzzzzzzz…aaaaaahhhhhhh…. Terus yang, enak yang… terus isepin tetek aku yang, aaaahhhh…” gumamnya, sambil kedua tangannya kini memeluk kepalaku, sehingga wajahku semakin terbenam didalam buah dadanya.

Cukup lama aku mengoral buah dadanya, kini tanganku beralih pada pahanya yg putih mulus yg nangkring diatas pahaku. Tanganku merayap memasuki rok abu-abunya, terus menjelajah hingga kecelana dalamnya,kuusap-usap memeknya yg masih terbungkus oleh celana dalam itu.

Nafsu birahiku semakin tinggi, sepertinya aku ingin lebih dan lebih lagi dari hanya sekedar cium dan raba. Hingga kubisikan sesuatu ditelinga winda.

“ Yang… kita ML yuk…” bisikku dengan lembut, sepertinya dia agak terkejut dengan permintaanku yg satu itu, untuk beberapa saat dia tidak memberikan jawaban, hanya terdiam, entah apa yg dipikirkannya. Hingga..

“ Aku enggak bisa hen… kita enggak harus yg sejauh itu..” ujarnya

“ Kenapa sayang…?” tanyaku

“ Aku hanya akan melakukannya pada saat menikah..” jawabnya.

“ Enggak apa-apa sayang, toh nanti juga kita pasti akan menikah juga..” ujarku

Kali ini dia menatapku, seolah ragu, apakah perkataan terakhirku tadi bisa dijadikan pegangan baginya, sehingga sepertinya dia ingin aku memberikan penegasan yg bisa ia pegang sebagai sebuah janji.

“ Kamu janji hen..? janji akan terus bersamaku sampai kita menikah nanti..? “ ujarnya

“ Aku janji win.. setelah aku lulus kuliah, lalu bekerja, pasti aku akan menikahimu.. aku janji.. karna aku mencintaimu.” Jawabku dengan penuh keyakinan, dan memang yg kukatakan saat itu betul-betul tulus dan jujur sebagai suatu keinginanku, bukan sekedar rayuan kosong agar mendapatkan apa yg kuinginkan darinya.

Winda memejamkan matanya sambil menarik nafas panjang, seolah puas dengan jawaban yg aku berikan.

“ Gimana yang…? “ tanyaku

“ Apanya yg gimana..? jawabnya

“ M…L.. kamu mau enggak ? ” ujarku.

Winda hanya menjawab dengan tersenyum, seraya menganggukan kepalanya perlahan. Yg segera aku kecup bibirnya dengan mesra.
Bagaikan kisah adam dan hawa, dimana hawa berhasil merayu adam untuk memakan buah kholdi, itulah yg terjadi pada kami, hanya kini akulah yg berperan sebagai hawa, bukan sebaliknya.

“ Dikamarku aja yuk.. biar leluasa..” ajakku

“ Terserah kamu deh..” jawabnya

“ Iya, tapi kamu bangun dong..” pintaku, karna winda yg masih berada dipangkuanku.

“ Gendong…” ujarnya manja, yg langsung ku kecup lagi bibirnya dengan gemas.

Karna posisinya yg berhadapan denganku, sehingga hanya tinggal aku berdiri, praktis winda berada dalam gendonganku dengan kedua tangannya yg melingkari leherku, sementara kedua kakinya dijepitkannya pada pinggulku. Aku berjalan menuju kamarku sambil menggendong winda yg tak henti-hentinya tertawa.


Kuhempaskan tubuh winda diatas ranjang tidurku, hingga posisinya kini telentang. Saat itu nafsu birahi telah menguasai diriku sepenuhnya, hingga kutarik lepas celana dalam yg membungkus memeknya, namun begitu celana dalamnya berhasil kulepas, ditutupinya selangkangannya dengan kedua telapak tangannya.

“ Buka dong sayaaaang… masa’ ditutupin sih..” rayuku

“ Aeeeng… aku malu yang..” jawabnya manja, yg segera kukecup bibirnya dengan lembut.

“ Buka ya sayang… oke deh, biar kamu enggak malu, aku juga juga buka celanaku, biar kita sama-sama telanjang “ rayuku, yg dengan segera kulepas celana seragam abu-abuku sekaligus juga dengan t-shirt yg kukenakan, sehingga menyisakan sempak yg tampak menonjol karna desakan batang jakarku yg sudah full ereksi. Yang akhirnya kulepas juga sempakku, hingga aku bugil. Kulihat winda seperti terkejut melihat kearah batang kontolku yg cukup besar itu.

“ Nih, sekarang aku telanjang bulet, kamu juga dong..” ujarku.

Akhirnya winda melepaskan kedua tangannya yg menutupi selangkangannya, tampaklah memeknya yg masih ditumbuhi bulu-bulu halus, dengan bibir vaginanya yg tidak terlalu tebal. Kudekatkan wajahku pada selangkangannya, kupertegas apa yg ada dihadapanku itu, seumur hidup baru kali ini aku melihat alat kelamin wanita, kecuali difilm porno. Sehingga cukup terpana aku saat itu, untuk beberapa saat aku tak melakukan apapun kecuali menatap sekerat daging yg berbentuk unik yg berada tepat didepanku itu, sesekali jakunku turun naik karna menelan ludah.

Dengan agak gugup kuayunkan juga tanganku kearah memek winda, kuraba sejenak, lalu kuusap-usap beberapa saat. Kulihat winda hanya menyaksikan apa yg aku perbuat, dengan sesekali memejamkan matanya saat tanganku mengusap-usap dengan lembut diarea memeknya.

Akhirnya ku sibak kedua bibir vagina yg saling merapat itu, sehingga memperlihatkan “jeroannya”nya yg berwarna agak kemerahan. Kutatap sesaat, nafsuku semakin berkobar saat menatap keratan daging yg telah kusibak itu.

Terinspirasi oleh tayangan film porno yg sering aku tonton, kudekatkan mulutku hingga menyentuh memeknya. Sementara winda masih memperhatikan dengan apa yg aku perbuat saat itu. kuhirup aroma memek itu dalam-dalam, aromanya wangi, mungkin aroma sabun atau memang pewangi vagina, atau apalah akupun tak begitu paham, yg pasti membuatku terangsang untuk melakukan hal yg lebih dari sekedar mencium aromanya saja.
Kujulurkan lidahku, kulihat winda agak melotot, sepertinya agak kaget dengan apa yg akan aku lakukan.

“ Mau diapain hen..” tanyanya

Yg aku jawab dengan menjilat-jilatkan lidahku pada memeknya. Kulihat winda merintih menahan geli yg dirasakan untuk pertama kalinya itu.

Semakin lama semakin liar lidahku bergerilya keseluruh area memeknya, hingga sisi-sisi bagian dalamnyapun tak terlewatkan oleh sapuan lidahku. Kulihat winda semakin belingsatan, tangannya kini menjambak-jambak rambutku dengan mata yg terpejam, sementara mulutnya bergumam tak jelas.

“ Uuuuuuuuuuuuuuuuuuhhhhh…..zzzzzzzzzzzzzzzz…..aaaaaaaahhhhhh..” gumamnya.

Semakin bersemangat lidahku melancarkan agresi didalam memeknya yg kusibak dengan kedua ibu jariku itu, sesekali kuemut dan kuhisap klitorisnya, bahkan kugigit-gigit dengan lembut, sehingga winda sedikit menggelinjang.

Hampir lima menit aku mengoral memek winda, untuk pertama kalinya dalam hidupku, setelah sebelumnya hanya bisa aku saksikan diflm porno. Sebetulnya tak ada rasa yg istimewa pada memek winda, kecuali sedikit asin dari cairan birahi yg keluar dari memeknya, selebihnya hanya hambar. Namun entah mengapa aku begitu menikmatinya, aku begitu terbius oleh sensasinya.

Hingga beberapa saat kemudian aku berhenti, aku berbaring disamping winda, kucoba mencium bibirnya.

“ Ih, enggak mau ah… jorok bekas dari itu aku…” tolaknya manja, sambil memalingkan wajahnya kearah berlawanan, namun tetap kuburu, kutindihi tubuhnya dan kukecup mulutnya dengan rakus, kali ini dia tidak menolaknya, bahkan justru meladeni kecupanku dengan tak kalah rakusnya.

“ Kamu koq enggak jijik jitanin itu aku yang…? ” tanyanya, sambil membelai rambutku yg kini berada diatas tubuhnya.

“ Kenapa jijik, kan aku sayang kamu.. bagiku semua yg ada pada diri kamu gak ada yg menjijikkan..” jawabku. Seraya dikecupnya kembali bibirku.

Kini aku kembali berbaring disampingnya sambil tanganku dengan iseng memuntir-muntir puting susunya, sementara winda memain-mainkan batang kontolku bagai seorang anak yg dapat mainan baru. Kadang batang kontolku di usap-usapnya, dikocok-kocoknya, bahkan diremasnya hingga aku berteriak.

“ Aaaawww… sakit tau “ pekikku, saat winda dengan gemas meremas batang kontolku.

“ Aduh, maaf deh yang.. emang sakit ya? Ma-ap deeehh..” ujarnya, seraya dikecupnya batang kontolku dengan mesra.

“ Maaf ya om titit.. tadi udah aku pencet..” ujarnya, yg membuat aku tersenyum dengan ulahnya itu.

“ Yang aku boleh, emut-emut titit kamu enggak..? “ ujarnya polos

“ Boleh dong sayang.. emang kamu enggak jijik..”

“ Enggak lah, kamu aja enggak jijik jilatin ini aku tadi..” jawabnya, sambil menunjuk kerah selangkangannya.

Kini winda dalam posisi berjongkok, lalu ditundukannya kepalanya untuk mengoral batang kontolku. Terpejam mataku menikmati kulumamnya, kurasakan sesuatu yg lembut mengulum-ngulum kontolku, rasanya jauh lebih nikmat dari pada saat aku onani. Sambil terus mengoral matanya terarah padaku, seolah ingin mengetahui reaksiku saat merasakan aksi yg diberikannya itu.

“ Aaaaaaaaaahhhhhh….enak yang, aaaahhh.. enak banget..uuuuhhhh “ erangku. Yg membuatnya semakin bersemangat melanjutkan aksinya.

Sengaja di ulang.
Biar enak bacanya .....
 
Kereeeeennn brooo..
Alur sama konsep yang luar biasa, baru kali ini ketemu cerita panas yang sprti ini.. Mantap, luar biasa..
 
Ada rencana bikin cerita lanjutannya gak mas blackmore?
Kalo ada pasti tambah seru deh
 
cerita nya... Jangan jangan memang novelis ni penulisnya... Bikin versi bersambungnya dong...
 
cerita nya... Jangan jangan memang novelis ni penulisnya... Bikin versi bersambungnya dong...

Bisa aj ente, Gak bro.. justru pekerjaan sy gak ad hubungannya samasekali dgn dunia tulis menulis, kyknya utk cerita yg ini ckp sampai dsini aja, kl maksain disambung, malah akan ngelantur dan justru akn menghilangkan maknanya
 
╔══╦═╦═╦══╦═╦═╦╦╦╗
║║║║║║║╠╗╔╣║║║║║║║
║║║║╦║║║║║║╦║╔╬╬╬╣
╚╩╩╩╩╩╩╝╚╝╚╩╩╝╚╩╩╝
 
this is best adult story ever
sumpah, dalam banget ceritanya seakan gue juga ikut dalam cerita tersebut ..
 
Bimabet
Kyknya enggak bro, kl dilanjut kesannya mlh maksain...

Nah kalo gitu bikin sidestory aja, atau bikin cerita dari pov winda..
Tapi yang pasti harus terus nulis cerita berkualitas kayak gini mas
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd