Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Taman Sang Dewi

Status
Please reply by conversation.
Bimabet

Piece 2 (Ilusi)

"Paaakk....Pak Heru tunggu Pak."

Dewi berlari kecil sambil berteriak di koridor kampus, memanggil seorang dosen yang baru selesai mengajar. Dosen itu berhenti dan membalik badannya kearah suara yang memanggilnya.

"Ada apa Dew," Dosen itu terlihat tenang melihat Dewi terengah-engah setelah berlari kecil menghampirinya.

"Mau nanya aja."

"Oh, mau nanya apa ?" Pak Heru berbalik dan berjalan kembali, diikuti Dewi yang berjalan di sampingnya.

"Menurut bapak, apa ada 2 orang yang gak saling kenal, gak punya hubungan darah, pokoknya benar-benar beda deh secara latar belakang. Tapi memiliki kepribadian yang sama, dan yang lebih anehnya lagi mereka memiliki beberapa kemiripan di fisiknya."

"Hhmmmm," Pak Heru menghentikan langkahnya, memandang wajah Dewi yang penuh dengan harapan atas pertanyaannya.

"......"

"Mungkin beberapa kemiripan secara fisik itu membuat kamu terasa mereka itu memiliki kepribadian yang sama."

"Tapi menurut aku tuh mereka bener-bener mirip secara kepribadian."

Pak Heru berhenti, begitu pula dengan Dewi, lalu menoleh kearah Dewi dan tersenyum simpul.

"Gini lho Dew, ini seperti sebuah sindrom. Kita pernah kenal begitu dekat dengan seseorang, tapi dengan sangat tidak kita inginkan, orang itu menghilang dari hidup kita. Dan dikemudian hari, muncul seseorang yang memiliki beberapa kesamaan, entah fisik ataupun sifat dengan orang yang pernah begitu dekat dengan kita. Misal, ada beberapa orang yang memiliki kesamaan sifat, misal sama-sama suka dengan hal-hal berbau game, jadi jika kamu menemukan orang-orang seperti itu kamu merasa mereka mirip, di tambah apabila orang itu memiliki kesamaan secara fisik juga."

Dewi tercenung, hatinya mulai berdebar kencang. Tanpa diberi tahu seluruhnya, Pak Heru dapat menebak apa yang sedang bergejolak di pikiran Dewi. Pak Heru memperhatikan raut wajah Dewi dalam-dalam.

"...."

"Jadi, saat kita merasakan kehilangan, lalu muncul seseorang yang memiliki beberapa kemiripan, akhirnya kita memutuskan jika orang itu sama dengan orang yang telah pergi."

Pak heru menghela nafas sejenak, Dewi sedikit berfikir sebelum berucapi.

"Seperti ilusi gitu Pak ?"

"Yup," Pak Heru menjentikkan jari telunjuknya, menyetujui ucapan Dewi, "tepatnya sindrom ilusi. Beberapa psikolog malah justru mempergunakan sindrom ini untuk penyembuhan mental si pasien."

"Maksudnya ?"

Dewi mengkeritkan dahi.

"Untuk beberapa kasus, si psikolog malah lebih membuat ilusi itu semakin dalam, pasien dibuatnya semakin terjebak dalam ilusinya. Hingga si pasien sampai pada 1 titik nadir, titik dimana dia benar-benar depresi, benar-benar tidak mampu untuk bangkit."

"Lha kok gitu pak ?"

"Filosofinya, tanah yang lembek lebih mudah dibentuk daripada tanah yang keras."

"Jadi si psikolog membuat mental pasien benar-benar lemah, baru dia membentuk mental pasien sesuai kebutuhan si pasien."

"Betul sekali," mata Pak Heru nampak berbinar memiliki murid yang pandai, "Tapi persentase keberhasilannya sangatlah kecil, hanya sekitar 5 persen, dan resikonya sangat besar."

"Apa resikonya pak ?"

"Ilusi perulangan, jika gagal, si pasien akan mengalami ilusi yang sama setiap hari. Jadi pasien merasa jika dia selalu mengulangi hari yang sama, hari dimana dia mendapatkan penyebab depresinya. Seperti kayak tadi, misal dia depresi karna ditinggal orang yang disayangi, maka jika gagal, setiap hari si pasien akan mengalami ilusi hari dimana orang yang disayangi pergi."

"Jadi si pasien akan mengalami sakit yang berulang-ulang dan terjebak dalam dunia ilusi?"

"Ya, jika cara itu gagal, masih ada 1 cara lagi tapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh si psikolog."

"Cara apa itu pak ?"

"Ilusi nyata."

"Ilusi nyata ?" Dewi bergumam, coba memahami maksud dari perkataan Pak Heru.

"Semua orang hidup bergantung pada pengetahuan dan keyakinannya masing-masing, itu disebut kenyataan. Tapi pengetahuan dan keyakinan itu sendiri adalah sesuatu yang samar, bisa saja kenyataan itu hanya ilusi, bisa saja orang hanya hidup dalam dunia hayalannya yang berefleksi pada kenyataan hidup mereka."

Kening Dewi berkerut, coba menyerap setiap kata yang terucap dari mulut Pak Heru. Baginya kata-kata itu sangatlah berat untuk dipahami, berbeda dengan perkataan sebelumnya.

"Ilusi nyata membutuhkan sebuah pengorbanan, si psikolog akan mengorbankan kepribadiannya, dia akan menjadi bayang-bayang, dia tidak akan bisa lepas dari kehidupan si pasien."

"Aku makin gak ngerti pak."

Pak Heru tersenyum sebelum melanjutkan penjelasannya. "Tadi saya bilang, ada syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan ilusi nyata, si psikolog harus memiliki minimal 1 kesamaan dengan penyebab si pasien depresi."

"....."

"Misal, si pasien depresi karna di tinggal orang yang paling dia sayangi, si psikolog harus memiliki 1 saja persamaan dengan orang yang disayangi itu, apa saja, entah itu nama, atau sifat, atau fisik, atau lain-lainnya yang ada hubunganya dengan orang yang disayangi itu."

"Jadi si psikolog menjadi bayangan dari orang yang disayangi, dan itu mengorbankan kepribadian psikolog itu sendiri, dan juga dia gak akan bisa lepas dari kehidupan si pasien," Dewi menambahkan, kini dia mengerti maksud dari ucapan-ucapan pak Heru tadi.

"Yah betul, dengan sedikit kesamaan, si psikolog sedikit demi sedikit berubah menjadi bayangan orang yang disayangi. Dengan berubah menjadi bayangan orang yang disayang si pasien, si psikolog menyeret ilusi yang selama ini pasien rasakan kedalam kenyataan."

"Apa itu gak menyakitkan, hanya menjadi bayangan."

"Itu yang aku sebut pengorbanan, tapi dengan ketulusan, bayangan akan mertamorfosa menjadi cahaya."

Dewi terdiam sejenak menyadari satu hal.

'Khafi bayangan, apakah nanti dia akan bermetamorfosa menjadi cahaya'


"Jadi ilusi itu sebuah penyakit yang bisa disembuhkan dengan ilusi pula?"

"Ini bukan penyakit, ini sindrom. Dalam ilmu psikologi, sindrom yang menyerang kejiwaan, tidak akan berpengaruh secara langsung terhadap tubuh, tapi tetap berbahaya jika tidak diberi penanganan yang tepat. Misal kita depresi, dan tidak ketemu cara penyelesaiannya, maka itu bahaya bagi tubuh. Depresi tidak menyerang tubuh secara langsung, tapi efek dari depresi, seperti susah tidur, susah makan, itu akan berakibat buruk bagi tubuh."

"Oh iya ya, tapi ada juga lho orang depresi malah doyan makan, hehehehe."

"Makanya jadi obesitas, diabetes dan lain-lain."

Mereka berdua tertawa bersama, lalu kembali melangkah. Setelah tidak ada hal yang ingin di tanyakannya lagi, Dewi pamit dan pergi menuju tempat teman-temannya berkumpul, menunggu kelas yang akan segera di mulai.

"Tapi," Pak Heru melanjutkan sebelum Dewi sempat melangkah pergi, "ilusi nyata juga memiliki resiko yang lebih besar."

"Resiko ?"

Dewi mengerenyitkan keningnya.

"Ilusi tak berhingga, si psikolog akan terjebak dalam karakter ilusi yang dia bayangi, dan si pasien akan terjebak dalam ilusi yang diciptakan psikolog."

"....."

Dewi nampak berfikir sejenak tentang yang sejak tadi Pak Heru jelaskan. Sementara Pak Heru nampak serius memperhatikan wajah muridnya yang mulai menampakan ekspresi berfikir keras.

"Nampaknya kamu lagi mengalami trauma ya Dew ?"

Dewi sedikit terkejut, dia menatap wajah dosennya itu.

"Sepertinya."

"Kamu bisa menggunakan ilusi untuk menghilangkan trauma itu, dan dari pertanyaan yang kamu ajukan barusan, sepertinya kamu terbawa ilusi."

"Persis seperti penjelasan bapak tadi," Dewi menghela nafas panjangnya, menatap kosong tembok ruangan disampingnya, "tapi, apa aku bisa menghilangkan trauma ini ?"

"Bisa, kamu bisa menciptakan ilusi kamu sendiri, yang penting ada medium atau seseorang yang memiliki kemiripan walau sedikit dengan......."

Pak Heru merentangkan kedua tangannya sedikit tanpa meneruskan kata-katanya.

".....Orang yang menghilang dari hidupku, dan membuat aku trauma," Dewi melanjutkan, Pak Heru sudah mengira Dewi paham dengan maksudnya.

*****​

Sore hari

Dewi memasuki halaman rumahnya setelah pulang kuliah, dilihatnya Khafi sedang asik dengan laptopnya di pinggir kolam sambil memberi makan ikan koi yang ada di dalam kolam.

"Lha, kok udah pulang kerja Khaf ?"

"Aku pulang jam 4 sore," Khafi menjawab tanpa menoleh Dewi yang ada di belakangnya.

Dewi duduk di samping Khafi, jemarinya meraik pakan ikan di dalam plastik lalu menghamburkannya ke kolam.

"Emang gak lembur ?"

"Aku kan office, jadi gak ada lembur."

"Bagian apa ?"

"Staff IT."

"Wah jago komputer donk, asik nih kalo komputer gw rusak, gak perlu nenteng ke depok buat servis, hehehehe."

"Tenang Dew, master telah hadir disini, gak perlu ada bayaran juga, semua gratis..tis...tisss."

Khafi terlihat pongah dan bangga, dia senang karna memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi keluarga pakde Turino, terutama bagi sang bidadari sunyi... Dewi.

"Termasuk kalo ada komponen yang perlu diganti, itu gratis donk," Dewi tersenyum tengil memandang riang wajah Khafi yang nampak tenang dalam bermain game.

"Oalahh, kalo itu ya ndak lah, bangkrut aku nanti."

Tawa mereka berduapun pecah, suasana diantara mereka berdua nampak riang, lebih riang dari ikan-ikan koi yang berebut makanan di kolam.

"Eh bapak, ibumu kok belum pulang Dew ?"

"Biasanya sih tutup toko abis maghrib, nyampe rumah sekitar jam 7 malem lah."

Kedua orang tua Dewi membuka sebuah toko di daerah cijantung. Sebuah toko penyedia alat tulis kantor, dan juga foto copy. Usahanya cukup maju, karna ada beberapa sekolah yang tak jauh dari lokasi tokonya.

Merekapun larut dalam obrolan tentang kehidupan di kota dan di desa, Khafi menceritakan betapa sejuknya kampung halaman dia, pemandangan yang indah, udara yang masih segar, sungai yang jernih, sangat berbeda dengan suasana di ibu kota yang juga di ceritakan Dewi.

"Wah ternyata Wonosobo enak juga ya."

"Emang kamu belum pernah ke kampung halaman bapakmu ?"

"Setiap lebaran keluarga gw selalu ke kampung nyokap di Pacitan, bokap gw juga udah 10 tahun gak balik ke kampungnya."

"Wah betah deh dijamin kalo ke Wonosobo, hehehehe."

Khafi melirik sebentar ke arah Dewi lalu memalingkan kembali wajahnya, menghadap laptop. Ah kecantikan Dewi membuatnya sulit untuk memandang berlama-lama. Mereka berbicara banyak hal, sesekali saling lirik, membuat keduanya salah tingkah ketika bertemu pandang.

"Ya udah gw mandi dulu ya."

Dewi berdiri lalu berjalan masuk ke dalam rumahnya. Khafi memperhatikan dari belakang setiap langkah Dewi yang nampak anggun. Ketika sampai di pintu rumah, Dewi membalikkan tubuhnya dan menatap Khafi yang juga sedang menatapnya.

Keduanya tersenyum kikuk, lalu menunduk dan meneruskan aktifitasnya kembali. Khafi meneruskan bermain game di pinggir kolam ikan, namun wajahnya nampak sumringah, senyumnya masih tergores di bibirnya, senyum Dewi, suara Dewi, cara Dewi berbicara, serta derap langkahnya, masih terekam jelas di memori Khafi dan memutarnya berulang-ulang.

*****​

Dewi memasuki kamar mandi, dibuka pakaian yang membungkus tubuhnya satu persatu. Hingga tubuh sekal berwarna kuning langsat terpampang jelas di depan cermin besar yang ada di kamar mandi. Dewi tersenyum memandang tubuh indahnya, leher jenjangnya yang memperlihatkan garis-garis seksi, bibir sensualnya yang tak terlalu tipis dan juga tak terlalu tebal, pipinya yang merona, dagunya yang lancip yang membentuk garis segitiga ketika tersenyum atau berbicara.

Kedua bukit indah payudaranya yang membulat dengan putting merah muda. Perutnya yang berbentuk persegi, vagina yang nampak tembab dan berwarna merah muda, tanpa ada sedikit bulu yang menghiasi.

Sayang, andai kamu masih ada, tubuh ini milikmu.

Dewi berjalan beberapa langkah, menuju sudut lainnya di kamar mandi. Dia putar kran shower yang ada di hadapannya, hingga tubuh indahnya terjatuhi siraman air dari lubang-lubang shower.

Dewi membelai-belai rambutnya sendiri, meratakan air agar membasahi seluruh rambutnya. Dia mengambil sampo di kotak tak jauh dari jangkauannya, dia tuangkan beberapa mililiter sampo ke tangan kirinya, lalu menggosok-gosoknya dengan kedua tangannya.

Setelah menghasilkan cukup banyak busa, kedua tangannya mengusap-ngusap rambut panjang nan bergelombang dari atas ke bawah. Dengan sangat perlahan, Dewi memberi setiap nutrisi dari sampo ke setiap helai rambutnya.

Rambut ini, selalu aku rawat agar kamu nyaman membelainya.

Setelah rambutnya rata dengan busa sampo, Dewi mengambil sebotol pembersih muka. Dia usapi merata di kedua pipinya, kemudian keningnya, lalu hidungnya, dan terakhir dagunya.

Wajah ini selalu aku hiasi, agar kamu gak pernah bosan memandangnya.

Dia ambil sebotol sabun cair, di tuangkan ke sebuah spons sabun. Dengan lembut, dia usapi setiap mili bagian tubuhnya. Mulai dari leher, menuju lengan-lengannya, lalu turun menuju ke dada hingga payudaranya. Dibagian ini Dewi sedikit berlama-lama membersihkan kedua bongkahan indah itu, seolah tak ingin ada setitik kotoranpun nempel di bukit yang membulat kenyal itu.

Setelah dirasa telah bersih, Dewi menurunkan usapannya menuju perutnya, kemudian ke arah selangkangannya. Dibagian itu pula dia melamakan aktifitas bersih-bersihnya.

Aku selalu memperhatikan setiap mili tubuh ini, agar kamu selalu ingin menikmatinya.

*****​

Matahari sudah hampir tenggelam, dan menyingsingkan cahaya jingga dari ufuk barat. Khafi menyudahi permainannya, dia tutup laptopnya, lalu berdiri dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Dengan siul-siul riang, Khafi berjalan menelusuri rumah berlantai dua. Dengan langkah ceria, Khafi menaiki tangga menuju lantai dua.

Terdengar siul yang tak kalah riang, dan alangkah terkejutnya Khafi saat kakinya berada di anak tangga paling atas, ketika kedua bola matanya menangkap pemandangan yang istimewa sedang menuju sebuah kamar.

Dewi, dengan berbalut handuk yang tak mampu menutupi seluruh tubuhnya, dia berjalan riang dengan siul-siul kecilnya, sama dengan yang di lakukan Khafi. Terlihat gundukan payudaranya menyembul dari balik anduk yang melilit tubuhnya. Setengah bagian pahanyapun terlihat jelas, membuat mata Khafi semakin tajam menatap.

Dewi tersenyum nakal melihat Khafi terpaku di pinggir tangga. Bukannya buru-buru memasuki kamar, Dewi justru memperlambat langkahnya. Dirinya sangat menikmati ditatap seperti itu oleh Khafi.

"Hai Khaf."

Dengan sedikit mendesah, Dewi menyapa Khafi yang masih membeku. Dewi membuka pintu kamarnya, dengan anggun dia melangkah masuk ke dalam kamar. Pintu ditutup tapi tak rapat, menyisahkan beberapa centi celah di pintu.

Dengan langkah sedikit gemetar, kami berjalan menuju kamarnya. Nafasnya terdengar memburu, jantungnya memainkan tempo sedikit cepat ketika Khafi sampai di depan kamarnya, kamar yang saling berhadapan dengan kamar Dewi.

Hansrat coba menuntun wajahnya untuk menoleh sebentar kearah pintu kamar Dewi. Dari celah kecil yang dibiarkan terbuka oleh Dewi, dapat dia lihat sang bidadari sedang berganti pakai.

Dewi membuka handuknya dengan melepas ujung handuk yang terkait, lalu dibiarkannya handuk itu terjatuh kelantai, hingga bagian belakang tubuhnya terekspos jelas. Punggungnya yang halus, telihat 1 garis yang membelah punggungnya yang berlekuk indah, dan bokongnya yang membulat serta berisi.

Khafi berusaha memalingkan wajahnya, tetapi hasrat tetap mengarahkan matanya pada celah kecil di pintu kamar Dewi.

Dewi menoleh kebelakang dengan sangat anggun, rambut bergelombang yang basah tergerai lurus meriap ketika Dewi menggerakkan kepalanya. Dia tersenyum nakal kearah Khafi, seolah berucap 'nikmati saja dengan kedua matamu'.

Dewi berjalan menuju lemari pakaiannya, membuat Khafi sudah tak dapat melihat dari celah pintu yang terbuka. Khafi menghela nafas panjangnya, detak jantungnya mulai normal kembali. Penisnya yang telah tegang, dia pegang dari luar celana, coba menidurkannya kembali.

"Fiuuuhhh."

Mata Khafi masih tertuju pada celah kecil di pintu kamar Dewi, hatinya masih berharap sebuah keindahan kembali hadir dari balik celah tersebut.

"Kreeekkk."

Pintu kamar Dewi terbuka, munculah sosok bidadari anggun, dengan dress warna hitam tanpa lengan, hanya tali pengait yang menyilang dada serta melingkar di lehernya. Dress yang hanya menutupi sampai setengah pahanya.

Dia melangkah dengan sangat dramatis, pelan, penuh pesona, dengan kaki jenjang yang menderap lantai. Khafi semakin bergidik, aliran darahnya yang semula normal, kembali mengalir dengan deras.

Semakin lama semakin dekat Dewi melangkah menuju kamar Khafi. Dengan gaya layaknya yang putri kerajaan, dia menatap Khafi dengan anggunnya. Sementara Khafi hanya diam membeku duduk di bangkunya.

"Kreeeekk......" pintu kamar Khafi bergerak menutup.

"D...Dew."

Khafi terbata, udara yang masuk ke paru-parunya seolah memberondong hingga membuat dadanya kembang kempis tak beraturan.

Sebuah lekukan manis tergaris di bibir Dewi, dia angkat tangan kanannya dengan sangat anggun. Jemarinya melangkah diatas kulit tengkuknya, diraihnya tali dress yang mengikat, dengan sekali tarik.

"Phiuusss."

Kain yang membalut tubuh Dewi terhempas kelantai dengan perlahan, sempat tersangkut di kedua bongkah payudaranya sebelum meluncur bebas menuju lantai. Cahaya lampu memantul ke tubuh polos Dewi, hingga memancarkan cahaya yang memperindah tubuh kuning langsat itu.

Dewi melangkahkan kakinya dengan sedikit berjinjit, tak ada suara yang dihasilkan dari langkahnya, tapi begitu tapak kakinya menyentuh lantai, seolah debu-debu tipis dilantai menghindari, tak ingin mengotori keindahan kaki indahnya.

Mata Khafi membesar, pupilnya tak berhenti untuk bergetar serta membesar lalu mengecil secara berulang-ulang. Terlihat refleksi bayangan Dewi yang melangkah begitu mempesona menghampirinya.

"D...."

Khafi membisu, hanya 1 huruf yang mampu ia keluarkan dari bibirnya yang terbuka lebar. Dewi sudah berada di hadapan Khafi, berjarak kurang dari setengah meter.

Dewi menundukkan tubuhnya, mendekatkan wajahnya dengan wajah Khafi, semakin dekat hingga kening mereka bertemu.

"Aku adalah wanita yang sangat kamu cintai."

Bisikan Dewi terdengar lembut, merambat naik menyelimuti gendang telinganya. Harum nafas Dewi menjalar masuk ke hidungnya, lalu menyapa kerongkongannya, sebelum mengitari paru-parunya. Kembali Dewi berbisik sangat lembut namun begitu menggairahkan.

"Apa kamu pernah melakukan ini sebelumnya ?"

Khafi mengangguk.

"Sama pacar ?"

Khafi mengangguk.

"Kangen ?"

Khafi menggeleng, "Sudah menikah dengan lelaki lain."

"Lupakan...lupakan setiap wanita yang pernah dekat denganmu, akulah satu-satunya yang kamu cintai."

Udara yang terhembus dari mulut Dewi menggetarkan dada Khafi. Dia menatap wajah indah itu dalam-dalam, memaknai setiap ekspresi yang hadir dari wajah Dewi. Mata mereka beradu pandang, mencari setiap hasrat yang terpendam.

Jemari Dewi mulai merayap di paha Khafi yang di penuhi bulu-bulu, membelai lembut, berjalan menggerayangi titik-titik geli.

"Hhhmmmmm."

Mata Khafi memejam, udara disekitar seolah berhenti berhembus, berganti dengan udara yang dihembuskan dari paru-paru Dewi.

"Lekatkanlah perasaanmu ini, sandarkanlah hasratmu."

Tangan kanan Dewi memasuki celah celana pendek Khafi, dia gelitik sampai pangkal paha Khafi. Seluruh bulu di paha Khafi berdiri menyambut kedatangan jemari lembut sang Dewi dari khayangan.

"SSshhhhhh."

Khafi mendesah pelan, jemari Dewi semakin lincah memainkan hasratnya diantara paha Khafi, sesekali menari nakal di lonjoran batang penis Khafi yang masih terbungkus celana dalam.

Tangan kiri Dewi mengusap rambut Khafi, dia belai dengan lembut, lalu menekannya hingga bibir mereka bertemu.

"Lembut."

Kelembutan yang sama yang kemarin Khafi rasakan. Kali ini sensasi yang dirasakan lebih dari hari kemarin. Ujung jari Dewi mencolek-colek ujung penis Khafi yang masih terbungkus rapat celana dalam, menimbulkan sensasi geli.

Kedua bibir mereka saling bergerak pelan-pelan, saling kecupi setiap mili kelembutan bibir mereka. Khafi sedikit menganggat pinggulnya, Dewi mulai menurunkan celana Khafi beserta dalamannya, hingga mengacung penis berurat milik Khafi.

"Hhhhmmmm."

Dewi sedikit terkejut saat jemarinya menyentuh penis panjang dan besar milik Khafi. Perlahan dia belai penis Khafi dari ujung kepala hingga pangkal, di usap-usapi kepala penis Khafi, di sentuh pelan-pelan lubang kencingnya, hingga tubuh Khafi serasa merinding.

"SSsshhhhh."

Rasa nikmat mulai menjalar kesekujur tubuh, Khafi mulai membuka mulutnya, dia julurkan lidah masuk ke dalam mulut Dewi. Dewi membalas, menyapa dengan lidahnya, lidah Khafi yang berhasil masuk ke dalam rongga mulutnya. Tangan Khafi mulai bergerak, merayap menjelajahi payudara Dewi yang menggantung indah.

Dibelai payudara Dewi dengan sangat lembut dan perlahan, diremas pelan-pelan. Diklitik putting merah mudanya, kedua mulut mereka saling hisap, saling berbagi liur. Jemari Dewi semakin intens memberi pijatan pada penis Khafi.

Khafi tidak mau kalah, dia remasi payudara yang bergelayut menggoda di hadapannya, semakin memberi tekanan pada bongkahan indah milik sang Dewi khayangan.

"Plluuupp."

Dewi menarik mulutnya, terlepas dari mulut Khafi, terlihat benang liur yang menghubungkan bibirnya dan bibir Khafi, hingga terputus. Khafi membuka matanya, Dewi tersenyum lalu meraih kedua tangan Khafi yang masih asik meremasi.

Dia membantu tangan Khafi meremas payudaranya sendiri menuntun tangan Khafi untuk lebih kencang meremasi payudaranya. Tatapan mata Dewi sangat mengundang nafsunya, senyumannya sangat menggairahkan.

Dewi menarik tangan Khafi, melepaskannya dari kedua bongkah indah yang menggelantung. Dewi menurunkan tubuhnya, menggesekkan payudaranya pada paha Khafi.

"Sluuuurruuupp."

Sapuan lidah Dewi menjelajahi batang kekar Khafi, tubuh Khafi menegang seketika. Dia pandangi wajah binal Dewi yang juga menatapnya. Nampak senyum nakal menghias bibirnya.

Tanpa memalingkan tatapannya, lidah Dewi menjulur menuju menuju kepala penis Khafi.

"LLLLLLLLL."

Lidah Dewi menampar-nampar kepala penis Khafi hingga terlumuri liur dan terlihat mengkilap.

"Hap."

Mulutnya mengulum kepala penis Khafi, lalu disedot-sedot, membuat kedua kaki Khafi menggelinjang menahan geli campur linu yang menimbulkan rasa nikmat hingga menjalar keseluruh tubuhnya.

Perlahan Dewi menenggelamkan seluruh batang penis Khafi ke dalam mulutnya. Ditariknya pelan-pelan disertai sedotan-sedotan yang membuat penis Khafi berdenyut-denyut.

Jemari Dewi mulai menjamah kedua biji penis Khafi, disentuhnya perlahan lalu di gelitiknya pelan-pelan. Mulut Dewi naik turun memompa penis yang semakin tegang dan berdenyut.

"Ssshhhhhh."

Khafi mendongakan kepalanya, jemarinya mulai memainkan rambut bergelombang Dewi, meremas-remas pelan, lalu turun menuju punggung mulus Dewi. Dibelainya perlahan, dirasakannya kelembutan kulit punggung Dewi.

Sementara Dewi semakin memberi tekanan pada kulumannya, diiringi sedotan-sedotan disetiap mili batang penis yang tersapu oleh bibirnya. Jemari Dewi lincah memainkan perannya di kedua paha Khafi, kedua jemarinya dilangkahkan menelusuri setiap inchi paha Khafi.

"Aaakkkhhhhh."

Khafi terus merancau, tubuhnya menggelinjang-gelinjang merasakan nikmat yang semakin mencengkram tubuhnya. Dewi merengkuh kedua bongkah payudaranya, dinaikan sedikit tubuhnya. Dewi tersenyum menatap Khafi yang sedang dimabuk birahi.

Khafi balas menatap Dewi, seolah bertanya 'kenapa berhenti'

Dengan kedua payudaranya yang membulat indah, Dewi menjepit batang penis Khafi yang masih tegak berurat, dengan kepala penis mengkilap. Digesek-gesekan penis itu diantara jepitan dua gundukan kembar tersebut.

Sesekali dikulum serta disedot ujung penis Khafi saat penisnya sampai di ujung atas payudara Dewi. Khafi memperlebar kedua selangkangannya, agar Dewi lebih intens memberi pijatan sensual kepada penisnya.

"Ooouuggghhhhh."

"Hhhhmmmmmm."

Pijatan payudara Dewi semakin kencang, dengan kedua tangannya Dewi menekan kedua payudaranya agar lebih ketat lagi menjepit penis Khafi. Terlihat dari ujung penis Khafi berdenyut-denyut, seakan ingin memuntahkan sesautu.

Erangan Khafi semakin mengeras, gerakan jemarinya semakin kuat meremas rambut indah Dewi. Pinggul Khafi ikut naik turun membantu kedua payudara Dewi menggesek penisnya.

"Aaaaaakkkkkhhhhh.....ssssssshhhhhh."

Semburan sperma Khafi muncrat hingga membasahi wajah Dewi, entah sudah berapa kali semburan, membuat wajah Dewi basah dengan cairan orgasme Khafi. Dewi tersenyum binal, menjilati sperma yang membasahi sekitar bibirnya. Khafi menatap sayu wajah Dewi yang sangat menggoda karna terlumuri lendir kenikmatan.

"Khaf, anterin gw ke ultah temen gw yuk."

Sebuah suara mengagetkan Khafi yang sedang menikmati sisa-sisa orgasmenya, Khafi langsung menatap tajam ke arah suara tersebut.

"Dewi ?"

Dilihatnya Dewi masih tertutupi dress warna hitam tanpa lengan, dengan tali yang menyilang dadanya serta melingkar di lehernya.

"Lo bisa kan nyetir ?"

Khafi masih terkejut dengan sosok Dewi yang ada di hadapannya.

"B...bisa."

Dewi tersenyum simpul, melihat Khafi yang nampak gugup. Disilangkan kedua tangan di dadanya seraya bersandar di pintu kamar Khafi.

"Ya udah, tutupin lah titit lo tuh, terus bersihin tuh sperma lo."

Khafi semakin terkejut, dilirik arah selangkangannya, terlihat tangannya sedang menggenggam kuat penis yang telah menyembur sperma itu.

"Maaf."

Khafi langsung menaikan celananya, dan merapatkan kedua pahanya.

"Ganti baju gih yang rapi, gw tunggu di depan ya."

Dewi melangkah keluar, dengan wajah yang terlihat senang dan senyum yang selalu menyeringai.

Ilusi

Bersambung

Yang akan datang Piece 3 (Aku Adalah Mimpi-Mimpi) 10 Agustus 2014
 
Terakhir diubah:
Ferutaamakasu! :haha:

Landing dulu baru :baca:
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Ngelamun apa ngak tuh ssnya brooww... Hmmm jadi penasaran... Ilusikah?
 
knapa ya crita bang will malah ngajakin ngegalau mulu , tema cerita beda tp ujung2nya berhubungan sama kegalauan ,kematian dan cinta,

gapapa sih , tpi sayang critanya bang will dah banyak tpi cma berpusat di satu arah, >.<

cma pendapat lo ya, maafkan nubi yang hina ini sudah banyak bicara..
 
Bang will :marah: ,, katanya 3 bulan ,, ni udh di update aja ,, ngga ngabarin lg :devil: ,,


ok ak ketinggalan ,, py ngga papa deh ,, semangat ya bang will :semangat: ditnggu part" selanjutnya ,, :)
 
gan/sis updatenya jangan telat yah, samain ama timeline. keren nih...
 
“Semua orang hidup bergantung pada pengetahuan dan keyakinannya masing-masing, itu disebut kenyataan. Tapi pengetahuan dan keyakinan itu sendiri adalah sesuatu yang samar, bisa saja kenyataan itu hanya ilusi, bisa saja orang hanya hidup dalam dunia hayalannya yang berefleksi pada kenyataan hidup mereka.”


kayaknya tau bagian ini
ini perkataan itachi ke sasuke waktu final battle mereka
:haha:

ilusi perulangan = izanami
ilusi nyata = izanagi
ilusi tak berhingga = mugen tsukuyomi

om will sepertinya penggemar uchiha ichizoku nih
 
knapa ya crita bang will malah ngajakin ngegalau mulu , tema cerita beda tp ujung2nya berhubungan sama kegalauan ,kematian dan cinta,

gapapa sih , tpi sayang critanya bang will dah banyak tpi cma berpusat di satu arah, >.<

cma pendapat lo ya, maafkan nubi yang hina ini sudah banyak bicara..

karna aku menulis hanya untuk diriku sendiri, bukan untuk siapa atau untuk apapun. aku menulis tentang apa yang aku alami, rasakan, dan juga saksikan. aku menulis tentang segala hal yang aku lihat, aku dengar, dan aku pikirkan.

aku hanya ingin menulis tentang kenyataan yang pahit ini, kenyataan dimana semua orang, gak peduli itu yang penting atau yang tidak penting dalam hidup seseorang, pasti akan berakhir pada 1 muara yang disebut kematian, yang dikarenakan oleh 1 sebab yaitu takdir.

aku juga sudah bosen dengan kenyataan seperti ini, kenyataan dimana aku sering mengalami kehilangan,...... kenyataan itu pahit, hanya game yang sempurna, hanya di dalam game kita dapat membuat kehidupan tanpa kematian, kehidupan yang indah tanpa akhir yang menyedihkan, setiap konflik diatur untuk akhir yang indah.

kenyataan itu pahit, karna kehilangan membuat cinta melahirkan kebencian, kebencian menimbulkan perang, dan perang menghasilkan kematian.
 
karna aku menulis hanya untuk diriku sendiri, bukan untuk siapa atau untuk apapun. aku menulis tentang apa yang aku alami, rasakan, dan juga saksikan. aku menulis tentang segala hal yang aku lihat, aku dengar, dan aku pikirkan.

aku hanya ingin menulis tentang kenyataan yang pahit ini, kenyataan dimana semua orang, gak peduli itu yang penting atau yang tidak penting dalam hidup seseorang, pasti akan berakhir pada 1 muara yang disebut kematian, yang dikarenakan oleh 1 sebab yaitu takdir.

aku juga sudah bosen dengan kenyataan seperti ini, kenyataan dimana aku sering mengalami kehilangan,...... kenyataan itu pahit, hanya game yang sempurna, hanya di dalam game kita dapat membuat kehidupan tanpa kematian, kehidupan yang indah tanpa akhir yang menyedihkan, setiap konflik diatur untuk akhir yang indah.

kenyataan itu pahit, karna kehilangan membuat cinta melahirkan kebencian, kebencian menimbulkan perang, dan perang menghasilkan kematian.

oh yaudah kalo mau nulis buat diri sendiri mah, jadi malu udah komen wkwk
 
Ngelamun apa ngak tuh ssnya brooww... Hmmm jadi penasaran... Ilusikah?
hhmm mungkin itu hanya ilusi, atau memang kenyataan yang dibuat seperti ilusi

Bang will :marah: ,, katanya 3 bulan ,, ni udh di update aja ,, ngga ngabarin lg :devil: ,,


ok ak ketinggalan ,, py ngga papa deh ,, semangat ya bang will :semangat: ditnggu part" selanjutnya ,, :)
tadinya niatnya begitu, tapi...... gitu deh.

gan/sis updatenya jangan telat yah, samain ama timeline. keren nih...
ho'o cuma tinggal posting doank kok. udah selesai ditulis

kayaknya tau bagian ini
ini perkataan itachi ke sasuke waktu final battle mereka
:haha:

ilusi perulangan = izanami
ilusi nyata = izanagi
ilusi tak berhingga = mugen tsukuyomi

om will sepertinya penggemar uchiha ichizoku nih
wow wow wow, kayaknya ente juga penggemar uchiha ya. tebskan ente bener benget brur, hahahaha
 
alamakkk..... penggemar uchiha ya... hmmm

kalogitu ane kasi saran nih broo...
cukup seru kalo dikasi selipan 'koto amatsukami'
mungkin pelakunya bisa diperankan sama si psikolog ntu.... hahaha cuma biar lengkap aja jutsunya :haha:

kepp posting brada... ane setia menunggu updatenya, skalian cari inspirasi :konak:
 
pertama kali baca judul di bab 1,ane kira ini klanjutan crita antara andra dan vika bang will.
eh... g tau nya crita baru..

ini yg ane demen dr stiap crita ente bang,alur jelas g terkesan buru2 malah kerasa soft banget,waktu adegan ss nya juga,g asal maen semprot aja,seprti nya menjiwai betul dalam per adegan nya.

:jempol: ane slalu salut ma ente bang will.

bisa speechless ane.
 
hhmm mungkin itu hanya ilusi, atau memang kenyataan yang dibuat seperti ilusi


tadinya niatnya begitu, tapi...... gitu deh.


ho'o cuma tinggal posting doank kok. udah selesai ditulis


wow wow wow, kayaknya ente juga penggemar uchiha ya. tebskan ente bener benget brur, hahahaha

ane sebetulnya adalah uchiha shisui yang telah dibangkitkan dengan gedou rinne tensei no jutsu
haha

setubruk sama om megatron, kurang koto amatsukami, yang swring disebut sebagai genjutsu terjuat, jutsu yg mengendalikan korban tanpa disadari
:haha:
 
Bimabet
Harus nunggu seminggu lagi -_- gak bisa di percepat ya rilisnya ?
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd