Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Taman Sang Dewi

Status
Please reply by conversation.

willdick

The Will Of D
Staff member
Moderator
Daftar
22 Jan 2013
Post
seencrot
Like diterima
960
Lokasi
diantara puluhan gadis
Bimabet
Willdick Story Jump Mempersembahkan


*****Indeks*****​


Coming Soon

*****Indeks*****


Sound Track Taman Sang Dewi
[video=youtube;9a4izd3Rvdw]http://www.youtube.com/watch?v=9a4izd3Rvdw[/video]

Spesial Coming Soon
Surga Diandra


Sebuah kisah akhir lainnya
 
Terakhir diubah:


Piece 00 (Pembuka)

Aku hanya ingin menjadi sesuatu, yang dapat kau rindu, kau cium, serta kau peluk. Walaupun sesuatu itu hanya berwujud bayangan.

Khafi : Cinta ? entahlah apa nama rasa yang kurasakan ini. Tapi jika kamu belah dadaku, kamu akan mendapati desiran nafas yang memanggil namamu, dan jika kamu remukan tulang rusukku, kau akan temukan hati yang berdarah-darah mengukir namamu.

Dewi : Aku selalu terjebak dalam sebuah ruang hampa, ruang dimana aku tak ingin memasukinya, tapi kenyataannya aku ada disana. Dan sekarang, aku ingin menciptakan ilusi, dan memaksanya masuk ke dalam sebuah kenyataan indah.

Safira : Aku benci kenangan, karna kenyataan lebih baik dari kenangan. Kenyataan dimana aku ada dan kamu disini, disampingku.

Penulis : Aku rela menjadi batu nisanmu yang mengukir namamu serta menemani tidur panjangmu, walaupun aku harus menderita 500 tahun oleh angin, 500 tahun lagi oleh hujan, dan ditambah 500 tahun oleh panas matahari.

Ketika rangkaian bunga terbentuk,
Ketika embun pagi menerpa daunnya,
Ketika kupu-kupu menempel di kuncupnya,
Ketika matahari menarik arahnya.

Berdiri seorang wanita dengan mata indahnya,
Menyapu pandangan disebuah taman,
Dia meneteskan air cinta ke dalam cawan,
Dia alihkan udara wangi menuju tubuhnya.

Saat nafasku berpadu dalam nafasmu,
Maka kudapat bernafas kembali,
Roh telah menyentuh keharuman raga,
Saat kau datang mendekat.

Dan kita duduk berdua,
Di tengah himpunan bunga-bunga,
Yang beralaskan rumput halus nan hijau,
Sebuah taman impian,
Taman Sang Dewi.
 
Terakhir diubah:

Piece 1 (Bidadari Sunyi)

Wonosobo, September 2014

Seorang pria gagah bersorot mata tajam, menatap anggun wanita indah dihadapannya, wanita yang bagai sang Dewi dari khayangan, dengan gaun putih yang terjuntai memanjang hingga lantai, wanita itu tersenyum malu menatap pria yang sedang menggenggam sebuah kotak merah kecil, berisikan cincin berlian.

Tangan yang berhias ukiran pacar Arab saling genggam menyembunyikan getarannya. Hiasan make up sedikit luntur oleh air mata haru yang meleleh di kedua pipi wanita itu.

Kedua insan itu masih asik dalam pergulatan naruni di dalam dada mereka. Perasaan yang teraduk-aduk di hati, kini sedang mengenang masa-masa dimana mereka merangkai sebuah rasa.

Hati mereka terkekeh mengingat-ngingat rangkaian kejadian yang mereka alami bersama. Waktu selalu maju ke depan, tapi hati mereka sepakat untuk memundurkan waktu dan kembali ke masa itu.

Cibubur, Awal September 2009

Seorang pemuda dengan perawakan tinggi, besar, dan juga tegap menatap sebuah kertas kecil di depan sebuah rumah. Mata tajamnya sedang menyocokan antara alamat rumah yang ada di hadapannya dengan kertas kecil di tangannya. Sementara tangan kanannya nampak tidak terlihat lelah, walau tas besar yang dia bawa lumayan berat.

“Hhmm sepertinya ini rumah Pakde Turino,” gumam pemuda itu setelah yakin rumah yang di hadapannya sesuai dengan alamat yang di tuju.

Seketika pandangan pemuda itu tertuju pada sebuah tombol di tembok pagar. Pemuda itu pun menekan tombol itu, yang menghasilkan sebuah suara bel ke dalam rumah. Beberapa kali pemuda itu menekan, sampai seorang pria setengah baya keluar dan membukakan pagar.

“Khafi ya ?”

Pria itu nampak senang melihat kedatangan pemuda di hadapannya.

“Iya Pakde.”

“Oalah pangling aki, udah sampe sini toh, kok gak telpon pas sampe terminal, biar pakde jemput,” pria itu menepuk pundak si pemuda, tersenyum lebar menyambut kedatangannya.

“Wah takut ngerepotin pakde, lagian aku udah gak nyasar toh,” pemuda itu tersenyum seraya memanggutkan sedikit kepalanya tanda hormat kepada yang lebih tua.

“Yo wis, yuk masuk.”

Kedua orang itu memasuki rumah berlantai 2, nampak sebuah mobil Pajero dan sebuah VW safari berwarna hijau terparkir di halaman rumah, dan disalah satu sudut halaman rumah itu, juga ada sebuah kolam ikan dan taman di sekelilingnya. Pemuda itu begitu kagum melihat rumah yang cukup mewah di matanya, walaupun di Jakarta, rumah seperti ini tergolong biasa.

“Bu, Khafi sudah datang nih, minta tolong mbak Lastri bikinin minum ya,” suara Pakde Turino menggema seisi rumah.

Tak lama muncul seorang wanita yang umurnya tak jauh beda dengan pakde Turino. Menghampiri Khafi, si pemuda yang baru tiba, lalu menyalaminya.

“Apa kabar bapak sama ibumu ?”

“Baik Bude, oh iya salam dari mereka buat pakde Turino dan bude Mifta,” berkali-kali pemuda itu menganggukkan kepalanya sebagai penghormatan bagi kedua orang itu.

“Silahkan diunjuk mas,” seorang wanita dengan pakaian ala kadarnya tiba dan menaruh segelas teh manis di hadapan Khafi.

“Makasih Mbak, ngerepotin.”

Wanita itu hanya tersenyum lalu berjalan mundur beberapa langkah, kemudian berbalik dan kembali menuju dapur.

“Ayo di minum Khafi, gak usah malu-malu,” pakde Turino menepuk-nepuk pundak Khafi.

“Lagi musim apa di Wonosobo ?” tanya Bude Mifta.

“Gak musim apa-apa bude,” jawab Khafi seraya menyeruput teh hangatnya.

Mereka bertigapun larut dalam obrolan mengenai kampung halaman, bercerita tentang masa kecil Pakde Turino. Dia bukanlah saudara Khafi, dia hanya teman kecil ayahnya yang masih 1 kampung. Walaupun tidak ada ikatan saudara, tapi Pakde Turino menganggap Khafi seperti keponakannya sendiri.

Khafi sendiri datang ke Jakarta karna mendapat panggilan bekerja di salah satu pabrik penghasil susu, di daerah Kiwi. Sebenarnya Khafi memiliki saudara di Jakarta, tapi ada di daerah Grogol dan Plumpang, sehingga jauh dari tempat dia bekerja.

Karna itulah, ayahnya menghubungi sahabat kecilnya yang tinggal di Cibubur, tak jauh dari tempat Khafi bekerja.

Setengah jam lebih mereka berbincang-bincang, hingga mata Khafi terlihat sudah sayu, hampir menutup. Khafi sudah tidak terlalu fokus dengan apa yang di bicarakan lawan bicaranya.

“Kayaknya kamu udah ngantuk, yuk Bude anter ke kamar,” Bude Mifta mengusap-ngusap rambut ikal Khafi yang sedikit melewati alis.

Khafi menempati sebuah kamar yang telah disiapkan untuknya yang berada di lantai dua. Kamar minimalis dengan ranjang yang tidak terlalu lebar, tapi cukup untuk dia tiduri. Ada sebuah meja belajar dan sebuah lemari di sampingnya.

“Ini dulunya kamar anak Bude yang pertama, namanya Bima. Dia sekarang kerja di Kalimantan, di pertambangan, yang di depan kamar ini, itu kamar anak bude yang ke dua.”

Khafi hanya manggut-manggut saja, rasa lelah yang menggelayuti tubuhnya memaku bibirnya untuk bicara lebih banyak. Dia letakkan tas besar di samping tempat tidurnya. Sementara itu Bude Mifta keluar dan menutup pintu kamar Khafi, membiarkan agar Khafi bisa beristirahat setelah perjalanan panjang.

*****​

“Ayolah Dew, mau sampai kapan lo begini mulu, ikhlasin dialah.”

Seorang wanita sedang coba menenangkan sahabatnya yang sedang mabuk, rambutnya sangat berantakan. Wajahnya nampak luyuh berkeringat campur air beer yang tumpah hingga lehernya.

Dia adalah Dewi, wanita yang baru saja ditinggal mati tunangannya. Cincin pertunangan masih berhias indah di jemarinya yang kini menggenggam sebotol beer. Sementara Safira, sahabat yang selalu setia menemani Dewi saat senang ataupun sedih, sedang berusaha merayu Dewi agar berhenti dari kegiatan bodohnya itu.

“Gw gak bisa nerima semua ini, gw bener-bener gak bisa,” Dewi mengacak-ngacak rambutnya yang sudah acak-acakan.

“Bisa atau enggak, Kazam gak bakal hidup lagi, setiap orang memperingati peristiwa itu dengan berdoa, kok lo dengan mabok-mabokan sih,” Safira coba merapikan rambut sahabatnya itu.

“Tapi kenapa harus dengan cara seperti itu……praaaaannnnkkkkkk,” Dewi berteriak seraya menghantamkan botol minuman ke aspal hingga botol itu pecah berkeping-keping.

Saat ini pukul 12 malam, Safira menelepon orang tua Dewi dan memberitahu kalau Dewi malam ini menginap di rumahnya. Saat ini mereka berdua sedang berada di halaman belakang rumah Safira, menghabiskan waktu untuk sekedar menumpahkan segala kesedihan.

Safira hanya menatap iba kondisi lusuh sahabatnya, bagaimana tidak, Dewi yang hanya tinggal menunggu hari menuju pelaminan, harus kandas ketika sang tunangan pulang dalam keadaan tak bernyawa.

Aku jauh menatap,
Namun terlalu jauh,
Imajinasiku terberai,
Terdiam aku, beku tanpamu,
Dimanakah letak kasihmu.

Kazam adalah seorang perwira TNI, melamar Dewi yang masih berstatus mahasiswa psikologi semester 2 di perguruan tinggi negri di daerah Depok. Walaupun masih kuliah, tapi Dewi bersedia menerima lamaran Kazam dan dalam waktu dekat akan melangsungkan pernikahan.

Tapi takdir berbicara lain, Kazam meninggal saat bertugas menjalani misi perdamaian dunia di Palestina saat coba menghentikan baku tembak antara pihak yang bertikai. Semuanya sirna seketika saat itu juga, hingga kini Dewi masih belum bisa menerima kepergian kekasihnya itu.

“Gw yakin, pasti dia sedih banget disana Dew kalo ngeliat lo seperti ini. Dia itu seorang tentara, dan melihat wanita yang paling dicintainya itu selemah ini, dia pasti sedih Dew.”

Safira bersandar pada tembok rumahnya, menatap gugusan bintang yang membentuk seekor kalajengking. Dia sudah lelah coba menenangkan perasaan Dewi, kini dia biarkan Dewi asik dengan lamunan kosongnya. Safira hanya bisa menemaninya saja, inilah hal kecil yang mampu dia lakukan.

*****​

Seorang gadis tengah menggelayut mesra dada bidang seorang lelaki yang berbalut kaos putih bertuliskan ‘Call Of Duty’. Rambut indahnya dibelai mesra, sementara jemari mereka saling merengkuh. Malam itu hujan turun dengan derasnya,

“Tujuh hari lagi aku berangkat ke Palestina.”

Aroma wangi dari rambut gadis itu terasa menyejukan indra penciuman si pria. Dia menatap langit-langit rumah, meresapi keteduhan hati yang kini ia rasakan.

“Huummm, tapi pasti kembali kan dan menyempurnakan ikatan ini ?“

Gadis itu memperlihatkan jemari lentik kirinya, terlihat sebuah cincin berlian melingkar manis di jari manisnya.

“Ada yang pergi untuk kembali, ada yang pergi dan gak akan kembali, dan ada yang pergi lalu kembali, tapi seperti gak kembali.“

Mereka berdua terdiam sejenak, bergulat dalam lamunan tak bertepi. Memandang kelu hari-hari berikutnya dengan harapan yang sulit untuk terbaca.

“Tapi pasti kamu akan kembali kan.”

Gadis itu menggerak-gerakkan kepalanya di dada bidang si pria. Sementara tatapan pria masih ke arah langit-langit rumah, tatapannya seperti kosong.

“Aku sangat ingin kembali, semoga kenyataan berbanding lurus dengan keinginan.”

“Apa kamu kurang yakin dengan kenyataan ?”

Mata pria itu terpejam, coba mendengarkan irama jantung si gadis pujaannya.

“Kadang kenyataan itu pahit, makanya banyak orang yang menciptakan game, untuk melupakan kenyataan yang pahit ini.”

“Kamu kok ngomongnya makin ngelantur aja sih,” gadis itu mengembungkan pipinya, memanyunkan bibirnya, dia berusaha memeriahkan suasana yang terasa aneh.

“Kenyataan itu pahit, gak selamanya mimpi itu indah, hanya game yang sempurna.”

Pria itu mencium dalam-dalam kening si gadis, jemarinya rapat mengisi sela-sela jemari si gadis. Dan si gadis nampak larut dalam dekapan hangat si pria.

“Kenapa sih kamu mau di tugasin ke Palestina, kan tuh daerah konflik,” gadis itu merungut, seakan belum rela melepas kekasihnya yang akan betugas.

“Kenyataan itu pahit, makanya banyak orang-orang yang berselisih, banyak orang yang tak sependapat. Sebagai tentara, itu sudah tugasku.”

“Emang gak ada cara lain apa untuk meredam konflik,” gadis itu menghela nafas panjangnya.

“Cara lain hanya ada dalam game, karna game itu sempurna, setiap konflik yang ada di game, diatur agar mendapatkan akhir yang indah.”

Si gadis merangkul si pria erat, membenamkan wajahnya lebih dalam lagi ke dalam pelukan si pria. Tangan si pria membelai halus rambut kemerahan yang tergerai indah menutupi setengah punggung si gadis.

Dengan anggun si gadis mengangkat wajahnya dan menatap si pria, mereka tersenyum, memberi arti pada sebuah rasa yang bergejolak di dada. Bibir mereka saling memanggil walau tak nampak bergerak. Semili demi semili jarak antara kedua wajah mereka semakin menyempit.

“Cuuuppp…..“

Hingga kedua bibir mereka menyatu, membuat kedua mata mereka terpejam. Terdengar desiran nafas mereka saling bercampur dan saling menghirup.

“Hhhhmmmm….“

“Aku sayang kamu.“

Si pria berbisik di tengah kecupan lembut di bibir si gadis.

“Aku juga sayang kamu.“

Suara lembut si gadis begitu halus terdengar.

Bibir mereka mulai saling bergerak, memberi lumatan halus yang merambat hingga ke saraf-saraf nafsu mereka. Jari mereka sepakat untuk saling membelai mesra.

“Hhhmmmmmm.“

Jemari si pria mulai menyingkap kaos ketat tanpa lengan yang membungkus tubuh si gadis. Jemarinya mulai menjelajahi pinggang si gadis, lalu menelusup semakin ke atas, kemudian bermain-main di punggung si gadis yang berlekuk indah.

Harum wangi si gadis terus menerus di cumbui si pria, hingga dengan hasratnya mulai membalik tubuh si gadis, menidurinya lalu menindihnya dengan sangat lembut. Kecupan-kecupan lembut berubah menjadi kecupan-kecupan penuh nafsu.

Lidah si pria mulai menjulur lalu menerobos bibir si gadis yang sengaja di buka sedikit. Lalu disambut dengan sangat bergairah oleh lidah si gadis. Hingga terdengar decik-decik peraduan antara kedua lidah dan liur yang mengalir diantara lidah mereka.

Tangan si pria mulai mencari-cari kaitan bra yang melingkar di dada si gadis. Dengan sekali gerakan membuka, terlepaslah kaitan bra itu, membuat tangan si pria sangat mudah menelusup, menerkam bongkahan kenyal yang bertahtah rapi di dada si gadis.

“Sssshhhh.“

Gadis itu mulai mengerang, memejamkan matanya lebih dalam lagi, memfokuskan seluruh indranya untuk merengkuh nikmat yang menjalar ketika puting imutnya di plintir-plintir dengan perlahan, serta payudaranya di remas-remas dengan lembut.

“Aku selalu merindukan kelembutanmu sayang.“

Si pria melepas kulumannya, lalu mulai menjajah leher si gadis, tercium aroma parfum yang sangat menggairahkan tersimpat di balik lipatan-lipatan seksi di leher si gadis.

“Aku juga selalu merindukan sentuhanmu kasih.“

Kepala si gadis mendongak keatas, memberi ruang lebih kepada si pria agar lebih dalam mencumbui leher jenjangnya. Jemari lentiknya sangat lembut membelai mesra rambut cepak si pria.

Tangan si pria semakin kasar meremasi serta memelintir kedua payudara serta puting si gadis secara bergantian. Si gadis nampak semakin bernafsu merasakan remasan yang semakin lapar di gundukan indah yang menggelantung sangat menggoda di dadanya.

Jemari yang tadi hanya bermain di rambut si pria, kini mulai turun, semakin turun hingga kini mulai menarik-narik kaos si pria. Semakin ditarik hingga membuat si pria menghentikan sejenak cumbuan serta remasannya.

Diangkat kedua tangan si pria untuk meloloskan kaosnya, hingga nampak dada bidang serta perut yang berbentuk kotak-kotak. Daging-daging dikedua tangannya terlihat nampak kekar dipadu dengan urat yang menghiasi tangan tersebut. Lalu si gadis bangkit, dan kemudian mendorong tubuh si pria agar telentang.

“Cuppp.“

Bibir si gadis langsung bersemayam di dada si pria, jemarinya membelai lembut kedua lengan kekar si pria. Cumbuannya semakin turun diiringi lidah yang menjulur-julur memberi jejak-jejak birahi di dada sampai di pusar si pria.

“Aaahh, geli sayang.“

Si pria menggelinjang ketika bibir serta lidah si gadis bermain-main di perutnya, menjilati seluruh sisi perut si pria, hingga menggali-gali pusar si pria. Tangan si pria mulai membelai-belai rambut terurai si gadis, diiringi gerakan-gerakan tubuhnya yang tak menentu arah.

Kedua jemari si gadis mulai berjalan, menelusuri sisi-sisi samping tubuh si pria, berjalan menuju celana jeans yang masih membungkus bagian bawah si pria. Mencari kancing yang mengait celana si pria, lalu menurunkan sleting yang merapatkan celana si pria.

“Sloooopppp.“

Dengan sekali tarik celana serta celana dalam si pria terlepas dari tubuhnya. Hingga membebaskan penis yang telah tegak sempurna. Kedua tangan si gadis membelai nakal kedua paha si pria, memberi efek geli hingga kedua kaki si pria tak kuasa untuk tak bergerak.

Dipandanginya penis yang dikelilingi urat itu dengan tatapan binal, kemudian didekatkan wajahnya ke penis tersebut, dihirupnya dalam-dalam aroma kejantanan milik pria yang disayanginya.

“Sluruuuuupppphh.“

Dengan sakali jilat lidah si gadis melumuri penis si pria dengan liurnya dari ujung kepala penis sampai ujung pangkal penis.

“Aaaakkkhh.”

Si pria tersentak, merasakan ngilu yang sekejap tapi mampu menggetarkan sebatang penis miliknya. Dia menatap wajah si gadis yang nampak sumringah sehabis memberi sapuan binal kepada penisnya.

Si gadis tersenyum nakal menatap pria yang nampak terkejut dengan aksi kejutannya. Jemarinya lembut membelai-belai batang penis si pria, menggenggamnya dengan sangat halus lalu memberi kocokan-kocokan pelan namun menghanyutkan birahi.

Kepala si pria mendongak menatap langit-langit rumah, kelopak matanya semakin menyempit ketika kocokan si gadis mulai diiringi dengan jilatan-jilatan kasar di kepala penisnya, hingga membuat kepala penisnya mengkilap-kilap.

“Haappp……”

Dengan spartan mulut si gadis mencaplok batang penis yang mengangguk-angguk seoalah memanggilnya.

Lalu

“Plloooppp….ppllloooppp…plooopppp.”

Mulut si gadis mulai mengurut-ngurut batang ketanjatan yang semakin keras. Kedua kaki si pria kembali menggelinjang-gelinjang, seperti orang yang menendang-nendang, lalu merambat ke seluruh tubuhnya.

Mata si gadis mulai terpejam, menikmati daging berurat yang dapat membesar dan mengecil, serta mampu memuntahkan cairan kenikmatan serta memberi kenikmatan-kenikmatan lainnya.

Dia menaik turunkan mulutnya, mengulumnya dengan hati-hati agar tak terkena giginya. Jemarinya menggelitik kedua biji yang menggantung di bawah batang penis si pria. Memainkannya dengan lembut dan halus.

Kulumannya semakin cepat, hingga terdengar decik liur yang melumuri selonjor batang perkasa tersebut. Si pria nampak menggelinjang tak karuan, tangannya menelusup kebali kaos si gadis lalu meremas-remas dengan kasar kedua gundukan kenyal si gadis.

Si gadis menekan mulutnya hingga menenggelamkan seluruh penis si pria, dia diamkan sejenak kulumannya, seraya mulutnya menyedot-nyedot penis di dalam mulutnya. Lalu dengan sangat cepat si gadis menarik mulutnya seraya memberi sedotan kuat-kuat pada penis si pria.

“Pllluuuupppp..”

“Aaaakkkkhhh…”

Si gadis melepaskan kulumannya dengan sangat elegan, rambutnya meriap dari depan kebelakang, liur membasahi seluruh batang penis si pria dan juga membasahi dagu si gadis, terlihat seuntai benang liur yang menghubungkan penis si pria dan mulut si gadis.

Dengan sangat bernafsu si gadis, membuka kaosnya kemudian melemparkannya ke kanan. Lalu melepas bra yang telah mengendur karna tak terkait lagi, kemudian melemparnya kekiri. Lalu dengan sangat tergesa-gesa melepas rok serta celana dalamnya dan melemparkannya ke belakang.

Si pria bangkit hendak menerkam tubuh polos yang sangat menggoda birahi, tapi dengan buas si gadis mendorong tubuh si pria agar kembali tertidur.

Dengan tatapan binal, si gadis memposisikan penis si pria tepat di vaginanya, lalu mulai mengesek-gesekan penis tersebut. Jemarinya menggelitik tubuh si pria, pinggulnya bergerak maju mundur mencari-cari posisi yang pas untuk mulai berpenetrasi.

“Slleeeepppppp.”

Dengan sekali hentak penis si pria masuk menyeruak, membela himpitan daging vagina si gadis.

“Aaaaaakkkkkhhhh.”

Mereka mengerang berbarengan, dengan kepala menengadah ke atas, si gadis langsung menggoyang-goyangkan pinggulnya, maju-mundur, seraya menekan-nekan serta meremas-remas dada si pria.

Si pria tak mau kalah, dia juga ikut menggoyang-goyangkan pinggulnya, kedua tangannya langsung meluncur menuju dua bukit yang ikut bergoyang-goyang mengikuti irama birahi, dan langsung meremas-remasnya.

“SSshhhh….ooouuugggghhh.”

Si gadis menggerakkan pinggulnya memutar-mutar hingga terasa oleh si pria penisnya sedang di plintir-plintir. Membuat si pria ikut memelintir kedua putting merah kecoklatan si gadis yang telah mengeras.

“Ahhhh…oooohhhh… yeaaaahhhh…”

Si gadis mengangkat kedua tangannya, lalu mengacak-ngacak rambutnya sendiri, dia mengigit-gigit kecil bibir bawahnya, matanya mulai terpejam dan hanya sesekali sedikit terbuka. Goyangannya semakin tak beraturan dengan tempo yang tinggi, begitu pula si pria, mulai menggerakkan seluruh tubuhnya, serta meremas secara brutal kedua bongkah payudara yang mengenyal sangat nikmat untuk diremasi.

Si gadis dengan tiba-tiba melepas jepitan vaginanya, nampak rona kecewa terlihat dari wajah si pria. Tapi hanya sebentar karna si gadis langsung membelakangi si pria dan menungging.

Si pria paham, dia bangkit lalu mengenggam bongkahan pantat yang menonjol. Dengan penisnya yang masih tegang maksimal, dia hunuskan masuk ke dalam liang vagina yang telah sangat becek itu.

“Aaaaakkkkhhhh..”

Si gadis menjerit nikmat, kepalanya terdongak, jemarinya mencengkram kuat-kuat sprei ranjang. Lalu menggoyang-goyang pinggulnya memutar-mutar, si pria memaju-mundurkan pinggulnya, serta jemarinya bermain di punggung berlekuk indah si gadis.

Kemudian jemarinya mulai melingkar di pinggang si gadis lalu merayap menuju payudara si gadis yang menggelayut-gelayut indah. Hentakan-hentakan penis si pria semakin kuat merajam vagina si gadis yang semakin merah padam, serta semakin banyak memproduksi cairan pelicin.

Tangan si pria semakin kasar meremasi payudara si gadis, membuat si gadis semakin mengerang-ngerang serta semakin binal menggoyangkan pinggulnya. Si pria mengangkat tubuh si gadis hingga posisi mereka sejajar.

Lidah si pria menjilati tengkuk dan bagian belakang telinga si gadis, mengulum telinga mungil si gadis, jemarinya masih buas meremas-remas bongkahan indah yang menggantung binal di dada si gadis, penisnya masih dengan kasar menghujami vagina si gadis.

”Yeaaahhhhh,,,, ooouuuuggggghhh.”

Si gadis memalingkan wajahnya kebelakang, lidahnya menjulur-julur seolah memanggil lidah si pria yang masih asik di tengkuk serta punggung si gadis. Dengan sigap, si pria menyambut uluran lidah si gadis. Melumatnya, serta merogoh-rogoh rongga mulut si gadis.

“HHhhmmmmmm, SSsssshhhh.”

Si pria merasakan sebuah kedutan hebat dari penisnya, yang menjalar cepat merambat keseluruh tubuhnya. Dia mempercepat hujamannya, dia tarik penisnya hingga sampai kepangkal lalu dengan sporadis menghujam vagina si gadis.

“Oooouuuggghhhh..”

Si gadis juga merasakan getaran dahsyat yang mengelilingi vaginanya, terasa seluruh tubuhnya merinding hebat hingga membuatnya menggelinjang-gelinjang. Meliuk-liukkan tubuhnya ke segala arah. Semakin mempercepat putaran pinggulnya, mengulek-ngulek penis yang terus menerus menghujam vaginanya.

“AAAAaaaakkkkkkkhhhh,,, uuuuuuuhhhhhhhh,, sshhhhhhhhh…”

Jerit mereka berbarengan diiringi semburan dahsyat cairan dari kelamin mereka berdua, bercampur dan diaduk-aduk oleh gerakan-gerakan pinggul mereka. Serentak mereka mengejang hebat, seluruh otot di tubuhnya menegang setegang-tegangnya melepas cairan orgasme yang ada di kelamin mereka. Hingga melumer membasahai paha mereka berdua.

Mereka masih saling lumat, saling kecup, hingga badai orgasme semakin lama semakin reda, dan merekapun merebahkan tubuh mereka diatas ranjang.

Si gadis merangkut si pria, menggelendot manja, terlihat peluh yang membasahi tubuh mereka masih terus bercucuran. Si gadis membelai mesra lengan kekar si pria kemudian berkata :

“Kamu janji kan gak akan ninggalin aku.”

.Pria itu menatap tatapan penuh harap si gadis. Sebuah senyum kecil melengkuk di bibir si pria.

“Iya, aku gak akan ninggalin kamu, bahkan jika tubuh fanaku ini hancur lebur hingga menjadi debu. Maka debu itu akan selalu mengitarimu dan bercampur dengan udara yang kamu hirup, lalu masuk ke dalam sukmamu, menyatu dengan aliran darahmu, ikut bergetar dalam degupan jantungmu, dan melekat erat di sumsum tulangmu.”

Si gadis semakin dalam membenamkan wajahnya di dada bidang si pria, dia tersenyum manis.

“Aku sayang kamu, Kazam.”

Si pria menatap langit-langit kamar, membelai rambut indah yang terbasahi sedikit oleh keringan dan tersenyum getir.

“Aku juga sayang kamu, Diandra.“

Tak pernah kuragu dan selalu kuingat,
Kerlingan matamu dan sentuhan hangat,
Ku saat itu takut mencari makna,
Tumbuhkan rasa yang sesakkan dada.


*****​

Minggu pagi, disaat pemuda lainnya masih asik dengan mimpinya, Khafi sudah terbangun sejak subuh. Dia merapikan baju dalam tasnya ke lemari, karna kemarin dia sangat lelah, maka baru sempat pagi ini Khafi merapikannya. Setelah itu dia mandi serta mencuci pakaian yang baru saja dia kenakan.

Sehabis mandi, Khafi sempatkan diri untuk menyapu serta mengepel lantai rumah. Khafi sadar, dia hanya numpang di rumah sahabat ayahnya, dia sadar telah merepotkan Pakde Turino, maka dia berinisiatif membantu pekerjaan rumah selagi dia memiliki waktu.

Sebenarnya sudah ada Mbak Lastri yang akan membersihkan rumah, tapi dia datangnya jam 7 pagi. Apa salahnya membantu disini, toh ini hal yang biasa Khafi lakukan sewaktu di kampung, bahkan kehidupannya di kampung jauh lebih berat, karna dia sudah harus mandiri sejak SD.

Setelah mengepel lantai, Khafi bergegas menuju halaman depan, di lihat ada selang di salah satu sudut halaman, serta kran air di atasnya. Khafi memasang selang itu ke ujung kran, lalu memutar posisi kran hingga airnya keluar dan mengalir melalui selang itu.

Dengan bibir dimajukan yang menghasilkan suara siulan, Khafi mulai menyirami taman kecil yang ada di halaman depan. Matanya asik memperhatikan ikan-ikan yang berebut makanan.

Terdengar suara pagar terbuka, membuat Khafi mengalihkan pandangannya ke arah pagar. Seorang wanita hadir dari balik pagar, mereka bertemu pandang. Dia adalah Dewi, dengan wajah yang lusuh, rambut berantakan, serta pakaian yang terlihat asal.

Waktu seolah berhenti, yang juga ikut menghentikan gerakan mereka. Tapi tidak dengan hati mereka, walau dalam kondisi yang semerawut, kecantikan Dewi tetaplah terpancar dari wajah lusuhnya. Hati Khafi tergetar melihat wanita anggun nan cantik walau tanpa polesan make up dan tanpa pakaian sutra. Bidadari memang tak memerlukan semua itu, karna kecantikannya mengalahkan segala keindahan di dunia.

Hati Dewi juga ikut bergetar, tubuh Khafi yang tinggi, besar, dan tegap. Serta tatapan tajamnya yang seperti mata elang, benar-benar sebuah pandangan yang beberapa bulan ini dia rindukan.

“Siapa elo,” Dewi tersadar, waktu kembali berjalan.

“Aku Khafi, anaknya…..”

“Ooohhh, Khafi, gw udah di kasih tau, selamat datang ya,” Dewi mengalihkan pandangannya, berlagak setengah cuek dan berjalan melewati Khafi.

“Eh tunggu,” Khafi berbalik menatap rambut Dewi yang tergerai menutupi setengah punggungnya. “Mbak ini siapa ya ?”

“Heh,” Dewi tertunduk lemas, “Gw anaknya yang punya ini rumah,” kata Dewi tanpa menoleh.

“Ohhh, kamu Diandra Erlina Widya Indah ya.”

Dewi terkejut ada yang hafal dengan nama lengkapnya dan berbalik arah menatap Khafi, kembali dia menemukan tatapan tajam yang ia rindukan. “Disingkat Dewi, jadi panggil aja Dewi.“

Khafi menyodorkan tangannya dan dibalas dengan sodoran tangan Dewi.

“Kamu ?”

Dewi menutup mulutnya, matanya menatap dalam-dalam mata tajam Khafi. “Kamu kemana aja, aku yakin yang ditemukan itu bukan kamu, hanya mirip aja.”

Mendadak cara berbicara dewi berubah, matanya mulai berkaca-kaca, nafasnya mulai tersengal. Sebisa mungkin air di pelupuk mata ia tahan.

“Kamu datang untuk menepati janji kamu kan ?”

Semilir angin terderai melintas diantara kedua insan yang saling bertatapan tersebut. Sedikit rambut Dewi meriap tergerak oleh angin yang melintas.

“Mbak ?“

Khafi menatap heran gadis yang menatapnya sangat dalam, hatinya makin bergetar melihat bidadari menatapnya seperti itu. Wajahnya nampak kikuk dengan tatapan Dewi, tapi tak mengurangi ketajaman sorot matanya.

“Ah maaf.“

Dewi melepas jabatan tangan mereka, lalu berbalik dan masuk ke dalam rumah. Membiarkan Khafi menatap rambutnya yang meriap-riap di belakang punggungnya yang bergelombang dan memerah. Membiarkan Khafi menikmati sisa-sisa keindahan tubuhnya yang lusuh pagi ini.

Setelah Dewi hilang dari pandangannya, Khafi menyudahi aktifitasnya, karna dirasa sudah tidak ada yang perlu di kerjakan, dia kembali ke kamarnya. Membuka laptop yang dia bawa dari kampung halamannya. Diletakkannya pada sebuah meja, lalu Khafi duduk di bangku menghadap laptopnya.

Setelah laptop booting sempurna memasuki windows, dengan mouse wirelessnya dia klik dua kali sebuah icon game di layar destopnya. Terbuka jendela permainan berjenis Real Time Strategi, Khafi kemudian melanjutkan permainan yang telah tersimpan di harddisknya.

Sebuah game simulasi tentang sebuah negara dengan sistem monarki absoulute. Khafi sudah jauh dalam memainkan gamenya, dia sudah memiliki banyak tentara, ladangnya sudah menghasilkan berbagai macam pangan, dan tambangnya sudah mengeluarkan berbagai macam kebutuhan untuk pembangunan kerajaan. Pabrik-pabriknya sudah memproduksi berbagai macam alat kebutuhan penduduk.

“Lagi main game ya ?”

Tiba-tiba Dewi sudah hadir di kamar Khafi, dan mengagetnya dari belakang. Khafi terkejut dan menoleh kearah belakang, dengan wajah kikuk ia memanggut.

“Iya mbak, kaget aku.”

Dewi terkekeh melihat ekspresi kaget Khafi, rambutnya sudah rapi, pakaiannyapun sudah berganti, dan wajahnya sudah nampak lebih baik dari saat dia datang ke rumah.

“Lo suka game ?”

Dewi memperhatikan secara seksama game yang dimainkan Khafi. Dia tertarik dengan grafis game yang terlihat indah tapi lucu.

Khafi tersenyum tenang, rasa kikuk sudah teredam saat berhadapan dengan Dewi. Kembali ia memperhatikan gamenya, mulai mengatur tatanan negara fiksi dalam sebuah permainan.

“Karna game adalah satu-satunya cara untukku melupakan kenyataan yang pahit ini.”

Nafas Dewi menjadi tersengal, bibirnya bergetar, matanya kembali berkaca-kaca. Dengan kedua telapak tangan lembut, ia menyentuh kedua pipi Khafi, menatapnya lembut kemudian menempelkan keningnya.

“Kamu kemana aja, kamu datang untuk mengembalikan senyumku kan ?”

Getaran di bibir Dewi semakin kuat, air mata mulai pecah membasahi pipinya. Sementara Khafi hanya terpaku melihat Dewi yang seperti berbicara dengan orang lain.

“Cuupppp,” bibir manis Dewi menyentuh lembut bibir Khafi.

Mendadak jantung Khafi berdetak sangat kencang, bahkan suara detakannya dapat terdengar oleh Dewi. Tangannya bergetar mencengkram sprei kasurnya, mata tajamnya semakin tajam bertatapan sangat dengan dengan Dewi.

“Aku kangen kamu tau.”

Khafi semakin tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan Dewi. Tapi kelembutan serta aroma wangi dari sang bidadari membuat ia menikmati kecupan itu. Bibirnya bergerak perlahan, matanya mulai setengah terpejam.

Lama mereka dalam posisi saling kecup, hingga serempak mereka tersadar.

“Plakkkk.”

Sebuah tamparan telak hinggap di pipi Khafi. Khafi hanya tertunduk malu, menyesal atas apa yang telah ia lakukan, meski bukan dia yang memulai.

“…..”

“Maaf.”

Dewi sadar apa yang dilakukannya kepada Khafi, dia mundur beberapa langkah hingga pinggulnya terhempas di ranjang. Sedangkan Khafi hanya terdiam menatap rona sedih dari wajah Dewi.

“Kamu sebenernya kenapa si mbak ?”

Khafi mengklik tombol pause pada gamenya, lalu kembali memandang Dewi. Dapat dia rasakan jiwa sepi yang menggelayuti hati Dewi. Jiwa yang sedang meraung-raung mencari sesuatu yang dapat memupuskan kesepiannya.

“Jangan panggil mbak lah, Dewi aja, tuaan juga elo.” Dewi tersenyum, senyum yang nampak getir dengan bibir yang setengah bergetar.

Mereka terdiam untuk beberapa saat, Dewi tidak berani menatap Khafi, baginya tatapan mata dari pria yang ada di hadapannya seperti merobek-robek jantungnya. Dia hanya tertunduk, coba menerima kenyataan yang pahit ini.

Sementara Khafi bertanya-tanya dalam hatinya, tentang wanita yang bertingkah aneh di hadapannya. Bukan aneh, tapi ada sesuatu yang menyakitkan hingga dia seperti ini.

“Kamu udah makan ?” Khafi membuka pembicaraan setelah mereka beradu diam. Dewi hanya diam tak menjawab.

Apa debu itu telah berubah wujud kembali menjadi raga ?

“Ajarin gw main game donk.”

Wajah layu Dewi mendadak sumringah, kali ini dia berani membalas sorot mata tajam Khafi, mengambil sebuah kursi dan duduk di sampingnya, memandang game yang di hentikan sejenak oleh Khafi. Nampak senyum simpul di bibirnya, dagunya yang lancip membentuk garis segitiga, membuat senyumnya semakin manis.

“Ajarin gimana ya, aku aja belajar sendiri,” Khafi nampak bingung, dia klik tombol play, kembali game berjalan dan kembali ia mengatur negara fiksinya.

“Aduh bahasanya jangan terlalu formil lah, santai aja kayak gw,” Dewi memprotes, walaupun dia sangat suka dengan cara berbicara Khafi yang formil.

“Maksudnya, bahasa sini gitu.”

“Ho’o.”

“Oke, gw mulai dari mana ya.”

Mendadak bibir Dewi bergetar, wajahnya merah padam, bukan ingin marah ataupun ingin nangis.

“Hahahahahaha, lucu banget sih lo kalo gitu ngomongnya.”

Cara berbicara Khafi yang coba dirubah terdengar aneh, membuat Dewi tertawa terbahak-bahak. Dewi memegangi perutnya yang nampak sakit menahan tawanya.

“Udahlah, aku gak mau ganti cara ngomong deh,” Khafi setengah ngambek, dia sedikit cemberut dengan ledekan dari Dewi.

“Yah gitu aja ngambek, ayo donk kayak tadi aja, gw risih tau kalo ngobrol sama orang yang pake ‘aku-kamu’.”

“Yakin, kalo ngomong sama pacar gimana ?”

Deeeg........ kalimat yang terucap barusan membuat wajah Dewi mendadak sendu. Sebisa mungkin Dewi menahannya, kembali memperhatikan layar laptop dihadapannya.

“Khaf, kok gak perang-perang sih game lo, prajuritnya cuma muter-muter negara aja, lo cuma fokus di pertanian, tambang, dan pabrik aja.”

Dewi memperhatikan dengan antusias apa yang sedang dimainkan Khafi. Dengan lincah, jemari Khafi bergesek-gesek pada pad laptop, mengarahkan pointer untuk mengatur seluruh warga di dalam game.

“Konfliknya udah selesai.”

“Harusnya udah tamat donk ?”

“Tamat kalo aku berhasil menaklukan semua kerajaan yang ada disini.”

“Kenapa gak diserang kerjaan tetangga ?”

“Perdamaian

Khafi menjawab dengan suara yang pelan namun tegas, mata Khafi semakin tajam memandang layar laptopnya, di arahkan pointer ke arah kerajaan-kerajaan tetangga. Terlihat warga antar kerjaan bebas keluar masuk membawa hasil bumi masing-masing kerjaan. Terlihat aktifitas jual beli kebutuhan pokok antara kerajaan.

“Jadi ada cara lain untuk mewujudkan perdamaian tanpa perang ?”

“Cara lain hanya ada dalam game, kenyataan itu pahit, game itu sempurna. Setiap konflik diatur sedemikian rupa agar mendapatkan akhir yang indah.”

Lagi-lagi de ja vu, dan Dewi membiarkan sosok Khafi yang perlahan berubah dalam pandangannya, menjadi sosok yang di rindukannya.

Khafi mengklik tombol pause dan gerakan-gerakan dalam game pun terhenti, dia palingkan wajahnya kearah Dewi. Dia tersenyum, tapi terlihat wajah yang serius dengan tatapan yang menusuk.

“Aku udah muak dengan segala konflik di dunia ini yang gak ada selesainya. Perang…perang… dan perang. Kebencian yang dibalut dengan nama perdamaian, selalu menjadi pemicu perang. Kematian yang tak berarti, kebencian tanpa henti, rasa sakit yang tak pernah berakhir, itulah Perang.”

Dewi menatap kosong layar laptop milik Khafi, pandangannya jauh menerobos seluruh konflik yang ada.

"Kita semua senasib. Agama, ideologi, sumber daya, tanah, dendam, cinta, atau yang lain. Gak peduli betapa konyol alasannya, itu cukup untuk memulai perang. Perang gak akan pernah berhenti. Dalam dunia yang terkutuk ini, kedamaian dimana setiap orang saling mengerti hanyalah sebuah angan-angan semu.”

Khafi menghela nafas panjangnya, tangannya mengepal dan terlihat bergetar.

“Kalau begitu, aku akan menghancurkan kutukan itu, aku akan menjadi Dewa, aku akan menyatukan semua hal yang menjadi penyebab perang, aku akan buat sebuah dunia tanpa perang, dunia yang saling mengerti satu sama lain, walau itu hanya ada dalam sebuah game.”

Dewa dan Dewi.

Mendadak suasana kamar menjadi hening, mereka saling pandang, saling melihat bayangan masing-masing yang terbayang di pupil mata mereka. Udara sejuk pagi hari di Cibubur, merambat masuk melalui celah jendela kamar Khafi yang telah terbuka sejak ia bangun tidur.

“Lo selalu bilang kalo kenyataan itu pahit, apa lo pernah mengalami kepahitan itu ?”

“Setiap orang pasti mengalami rasa pahit, seperti kehilangan contohnya.”

Deeggg... jantung Dewi seperti menghentak 1 detakan kencang lalu berhenti. Dia sadar, cepat atau lambat yang namanya kehilangan pasti akan datang, termasuk kehilangan.......

“Lo pernah kehilangan orang yang lo sayangi ?”

“Pernah, kakek, nenek, dan beberapa sodara di kampung, semua orang yang aku sayangi. Dan salah satu sahabatku, harus kehilangan ayahnya karna sebuah konflik di negri ini.”

Dewi tersadar, kesadaran yang langsung merambat naik menuju otaknya. Tidak ada yang abadi, semua pasti akan pergi. Dia juga sadar, bahwa konflik di negri ini telah merenggut begitu banyak orang-orang yang sangat berharga bagi orang disekitarnya.

“Tapi bagi aku,” Khafi melanjutkan, “jasad yang terpendam pusara, dia akan hancur lebur menjadi debu, dan debu itu akan selalu mengitari orang yang disayanginya dan bercampur dengan udara yang dihirup, lalu masuk ke dalam sukma, menyatu dengan aliran darah, ikut bergetar dalam degupan jantung, dan melekat erat di sumsum tulang.”

Entah sudah berapa kali Dewi mengalami de ja vu. Tapi Dewi tetap membiarkan perulangan itu terus mengelilingi memorinya.

“Dengan begitu orang yang telah pergi tidaklah pergi, sebenarnya dia telah kembali tapi seperti gak kembali,” sahut Dewi.

Mereka berdua saling tatap, saling senyum………..

Bersambung
 
di ulang lagi yah? perasaan.kemarin udah.nyampe ilusi..
 
Pertama kaget,apa kmarin bc di forum laen gt.tp ternyata di ulang ya suhu..ikut menyimak..
 
wahh taman lawangnya muncul lagi
 
numpang tanya ane suhu...
crita nya baara sama vega kok ilang yak,
crita nya gin dengan indah juga g ada gan????
padahal bagus tu cerbung nya..
jd kangen.
:suhu:
 
Sempak lo will...
Emang paling bisa lo bikin cerita galau...

Ajarin lah... :konak:
 
mungkin trit yang teman2 baca kemarin hanyalah ilusi, atau memang itu adalah kenyataan ? silahkan kalian tentukan sendiri dan lihat perbedaan antara yang kemarin dan yang sekarang...... ini adalah cerita yang penuh dengan ilusi, hayalan yang terlihat nyata, karna kenyataan itu sendiri adalah sesuatu yang samar, bisa saja kenyataan ini adalah sebuah ilusi semata. nyata diawal belum tentu nyata diakhir, dan akhirpun adalah sesuatu yang tidak jelas untuk dianggap kenyataan.

nantikan piece selanjutnya Piece 2 (Ilusi)
 
numpang tanya ane suhu...
crita nya baara sama vega kok ilang yak,
crita nya gin dengan indah juga g ada gan????
padahal bagus tu cerbung nya..
jd kangen.
:suhu:
dihapus bro, gantinya ya ini

Sempak lo will...
Emang paling bisa lo bikin cerita galau...

Ajarin lah... :konak:
heh...... emang ini galau ? :bingung:
justru ane yang pengen belajar dari ente bro

gelar tiker dulu... :papi:

ini ada perubahan gak, brada, dgn ama yg kemaren sebelum remake? :ngupil:
ada beberapa perubahan brad :banzai:

mudahan cerita yg ini gak direq delete lg ya kyk yg lain....
gak kok gak akan req delete lagi kok. serius kali ini ;)
 
Galau bgt itu brooww... Gak abis pikir gw kalo ada di posisi cewenya.. Hadehhh gantung diri di dalem got bisa2 gue brooo
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd