"Mantap. Ini baru istri idaman" kataku
"Huuu boong. Kebanyakan air tau!" Indri cemberut
"Enggak kok, mie nya enak. Gak kebanyakan air. Cuma... perlu dikurangi aja dikit" kataku sambil nyengir kuda
"Iiiih dasar jahat" Indri memukul pundakku
Sekilas memori itu kembali ke otakku...
Chapter 20 : Inikah Mimpimu? Mana Mimpiku!
Hari ini, Pebruari 2006 hujan turun dengan derasnya. Aku sedang duduk di teras kost. Menikmati secangkir teh, ditemani bidadari berpipi tembem... Ya, Indri, eh Novi baru saja keluar dari dapur kost. Dia baru selesai memasak... mie instan persediaanku yang terakhir. Tiga bungkus pula! Buat cadangan nutrisi katanya. Mentang-mentang kuliah di kesehatan, melakukan segalanya begitu saja.
Sejak saat itu, kami : Aku dan Novi, memang sering "berkunjung" ke kostku. Anak-anak sudah paham hal itu, sesuatu yang mulai biasa, dan harus dibiasakan. Kadang kala kami bertemu dengan Lutfi bersama Dian, kadang bersama dengan Inul bersama Yaya, atau dengan Asep bersama.... kejombloannya!
Hari ini, entah kenapa kostku sepi. Tidak ada satupun penghuni blok belakang, kecuali aku, yang nongol disini. Kondisi ini membuat kami sedikit lebih leluasa melaksanakan aktivitas "bersama" seperti saat ini: Siang ini aku menjemput Novi di Rumah sakit tempat praktiknya. Pulangnya Novi gak mau pulang ke asrama, minta ke kostku katanya. Di tengah jalan, eee kehujanan. Karena cukup dekat dengan kost, aku memutuskan untuk tidak berteduh. Lebih baik langsung o t w ke kost. Sampai di kost, Novi yang tidak membawa pakaian ganti, pinjam pakaianku. Akibatnya seluruh pakaiannya kedodoran. Jelaslah, ukuran tubuh kami berbeda. Selesai berganti pakaian, Novi memutuskan pergi ke dapur, memasak mie instan -sisa persediaan terakhir untuk 2 bulan ini- untuk dimakan bersama. Dan inilah jadinya.
"Mantap. Ini baru istri idaman" kataku
"Huuu boong. Kebanyakan air tau!" Novi cemberut
Sepertinya aku pernah mengalami ini sebelumnya.
"Enggak kok, mie nya enak. Gak kebanyakan air. Cuma... perlu dikurangi aja dikit" kataku sambil nyengir kuda
"Iiiih dasar jahat" Novi memukul pundakku
Ya, aku ingat. Aku pernah mengalami sebelumnya. Dengan Indri...
Kembali aku melamun. Segalanya terbayang begitu saja. Saat-saat seperti ini, di masa lalu, senyumnya, manjanya, perlukannya, terbayang sangat jelas di otakku.
"Maaassss....!"
"MAS! Ngelamun mulu" suara Novi mengagetkanku
"Hihihi dasar" Novi menggelayut manja di pundakku.
Semakin hari memang kedekatan kami semakin menjadi. Sekarang Novi sudah berani memanja kepadaku. Mungkin dia menganggap aku sebagai kekasihnya. Akupun begitu, usahaku
move on sepenuhnya dari bayang-bayang masa lalu sepertinya mulaii membuahkan hasil. Paling tidak sampai dengan momen sebelum ini. Hal ini membuatku sedikit demi sedikit semakin menerima keberadaan Novi.
Akhirnya aku mengerti ternyata Novi orangnya posesif banget. Alias, Cemburuan! (bagi yang ingin tahu lebih rincinya, silahkan tanya mbah Gugel). Pernah suatu ketika aku bertemu dengan teman lamaku, ketika sedang menunggunya keluar dari Rumah Sakit, tiba-tiba dia nongol sambil sok mesra gitu kepadaku. Waktu aku kenalkanpun dia sok genit-genit gimanaa gitu kepada temanku, seolah menantangnya. Mengatakan lewat bahasa tubuhnya bahwa akulah yang telah memiliki mas Paidi, bukan kamu. Akhirnya temanku dengan tidak enak hati langsung pamit, mohon diri. Aku yang tidak enak hati buru-buru minta maaf kepada temanku itu.
Puncaknya adalah ketika Novi merengek minta ikut aku ke kampus buat bimbingan skripsi. Hari itu tak sengaja aku bertemu dengan Indri, yang akan masuk kelas. Hmmm..... bakalan ada perang dunia nih.
"Eh mas Pai" sahut Indri ketika dia melihatku.
"Eh, Ndri. Apa kabar?" kataku canggung
"Baik mas. Mas lagi ngapain?" katanya tak kalah canggung.
Kondisi yang berbahaya sodara. Sinyal-sinyal kecanggungan kami rupanya mulai terdeteksi oleh Novi.
"Ni mau menemui pak Felix. Mau bimbingan"
"Ooo sudah skripsi ya..."
"Hehe... iya"
"Mau lulus ya"
"Eh, masih lama kok. Ni juga Bab satu masih belum lulus juga"
Tiba-tiba Novi menempel di lenganku. Aku jadi tak enak banget.
"Eeh Nov" cegahku, canggung.
"Siapa mas?" kata Novi terlihat cemburu
"Oh iya, kenalkan. Ni Indri. Adik kelas" entah kenapa aku mengucapkan kata adik kelas.
"Indri-"
"-Novi" mereka saling berkenalan.
Suasana terasa lebih panas. Aroma persaingan semakin pekat. Aku harus segera mengambil sikap.
"Eh aku pamit dulu ya, mau bimbingan. Dah ditunggu dosen nih" kataku canggung
"I.. Iya. Aku juga ada kelas nih" katanya juga canggung
"Udah ya. Sampai jumpa lagi. dadah" aku buru-buru pergi meninggalkannya
Sejak saat itu posesifnya Novi semakin menjadi-jadi. Emang sih, dia tidak menunjukkan kemarahannya kepadaku. Tapi dari sikapnya, gesturenya, tatapannya, jelas memperlihatkan bahwa "seorang Novi sedang dilanda kekalutan luar biasa! Dia merasa tersaingi oleh orang lain! Dia merasa lawan yang sebenarnya adalah Indri! Masa laluku!"
Hari itu seluruh isi kamarku digeledahnya. Semua yang berhubungan dengan Indri dia buang begitu saja. Bahkan folder-folder, dan file komputerku juga tak luput dari razianya. Untungnya Novi belum mengetahui cara melihat hidden file, jadi aku masih aman. Yup, semua file yang berhubungan dengan indri, foto, video, semuanya aku simpan di sebuah folder, dan ku hiden. Bahkan untuk menghapusnya harus pake password dulu.
Dibalik itu aku juga tahu, Novi itu orangnya sabaaaaar banget. Buktinya sampai hari inipun dia juga masih setia menunggu aku siap menjadikan dia pacarku. Padahal sudah berbulan-bulan aku menggantung statusnya. Sepengamatanku, juga cerita teman-teman se-asramanya, dia gak pernah jalan sama pria lain selain aku. Yang mengunjungipun hanya teman-teman sekelasnya saja. Itupun masalah tugas kuliah. Dari situ dapat kusimpulkan bahwa Novi itu sabar, tapi cemburuan. Huuuh.... wanita yang rumit.
-o0o-
"Mas! Ngelamun lagi. Nih anak, kok ngelamun mulu? Awas kesambet loh ntar"
"E...eh iya. Maaf." Aku kembali tersadar dari lamunanku.
"Mikirin apa sih?"
"Ya mikir dirimu sayang, emang siapa lagi?"
"Emangnya kenapa diriku?"
"Dirimu itu... cantik"
"..." Novi memayunkan bibirnya
"Tuh kan... tambah cantik kalo manyun gitu"
"Iiiih.... mas Pai itu. Novi jadi gak bisa marah kan" katanya sambil memukul-mukul bahuku.
"Hehehe" aku cuman nyengir kuda
"Noh, abisin mie nya. Buruan mangkuknya mo Novi cuci nih"
"Iya, iya. Sabar napa sih" aku buru-buru menghabiskan mie ku.
"Diii.... Paidi" tiba-tiba Mbok Gat muncul dari dalam rumahnya. Tumben dia turun gunung.
"Ya bu, ada apa?"
"
Onok Ali tah le? Kos-kosane durung dibayar lho taun iki"
(Ada ali tah nak? Kost-kostannya belum dibayar lho tahun ini)
"
Nggak ada bu. Mungkin masih di kampus"
"
Omongono areke yo, lek wes teko, kongkon nang nggonanku"
(Bilang ke anaknya ya, kalo sudah datang, disuruh ke tempatku)
"
Lha lapo bu?"
(Lha kenapa bu?)
"
Duwike kost sik kurang telung atus"
(Uang kost masih kurang tiga ratus)
"
Oh inggih, sip thok wis"
(Oh iya, sip saja dah)
"
Oh iyo Di. Sing ngeresiki pawon sopo? Kok yo iso dadi resik ngene?"
(Oh iya Di. Yang membersihkan dapur siapa? Kok bisa jadi bersih gini?)
"
Oooh, niku Novi bu"
(Oooh, itu Novi bu)
"
Oalah, pantes. Jan pinter temenan awakmu golek kodew. Ndang terusno le. Tak restui dadi mantuku arek iku"
(Oalah, pantas. Bener-bener pinter kamu cari perempuan. Teruskan nak, Saya restui jadi menantuku anak itu)
"Lha yang mau jadikan Novi menantunya mbok gat siapa?"
"
Lha awakmu rak anak kostku toh le? Wis tak anggep anakku dewe"
(lha kamu kan anak kostku toh nak? Sudah saya anggap anak saya sendiri)
"Hahahah bisa saja njenengan bu. Be te we, emang boleh saya bawa Novi kesini terus-terusan?"
"
Pokoke pawone iso resik terus, karo gak mbok petengi ae gak popo le"
(Asalkan dapurnya bersih terus, dan gak kamu hamili saja gak apa-apa nak)
"
Oooo, sip lek ngono. Oyi thok wes buk. Novi aman karo ayas hehe"
(Oooo, sip kalo gitu. Iya saja dah buk. Novi aman sama saya hehe)
"
Iyo wes le, tak nutukno ndelok kamar ndik ngarep karo ndukur disik"
(Iya dah nak, mau neruskan melihat kamar yang di depan sama atas dulu)
"
Oyi buk!" senyumku lebar
Hahay.... akhirnya dapat password dari Mbok Gat. Rekor baru nih. Untuk pertama kalinya mbok gat memperbolehkan anak kostnya memasukkan perempuan berhari-hari di kamar kost, selain ibunya sendiri tentunya hehehe.
"Ngapain mas?" tiba-tiba Novi nongol dari balik pintu. Aku terkejut
"Eh itu Nov, Mbok Gat barusan sidak" ujarku pelan
"Oooo.... terus?"
"Denger sendiri kan?"
"Iya, tapi gak ngerti yang diomongin"
"Iyaaaaah, dasar anak jakarte, gak tau bahasa sini lu ye?" kataku dengan logat medok
"Hehe... dah tau, tapi gak semua. Banyak yang Novi gak ngerti"
"Iya dah, ntar Pai ajarin, bahasa Malang"
"Hahaha bukannya itu juga bahasa jawa?"
"Iya sih, cuman dialeknya aja ada yang beda"
"Emang bahasa jawa itu dialeknya beda-beda ya?"
"Ho oh. Bahasa yang digunakan sehari-hari di sini beda sama yang digunakan di Jogja. Beda lagi sama yang di Lumajang ato Jember, bahkan dengan yang di Surabaya, ada bedanya juga"
"Oooo... Kapan-kapan ajarin ya"
"Iya dah. Tapi sekarang aku mo ngasih sesuatu ke Novi"
"Hah? Apaan tuh?"
"Nih" Kukecup ringan pipi Novi
CUP...
"Iiiih Mas Pai mesum"
"Tapi suka kan"
Novi tersenyum malu. Pipinya merah merona. Manis...
Aku masuk ke kamar. Duduk di kasur, diikuti Novi.
"Nov, Maafkan aku ya" ujarku tiba-tiba
"Maaf kenapa mas?"
"Dah beberapa bulan ini Novi dekat denganku, tapi aku terus menggantungkan hubungan kita"
Aku diam sebentar, merebah di kasur, terakhir memeluk pinggang Novi.
"Novi ga papa mas. Novi ikhlas kok nungguin mas"
"Iya juga sih. Justru itu yang buatku semakin bersalah denganmu. Aku gak berani menghadapinya. Aku merasa lemah dihadapkan dengan komitmen. Aku merasa takut dengan masa laluku"
"Indri ya mas?"
DEG... tebakannya tepat sekali sodara!
Aku terdiam sebentar, Novi merebahkan diri di sampingku.
Kuhembuskan nafas dalam sebelum berkata "Iya. Dia yang melambungkan mimpiku, sebelum menghempaskan, bukan, menghancurkannya berkeping-keping. Membuatku jadi pesimis, seperti ini. Bahkan lebih buruk, sebelum bertemu denganmu"
"Kenapa mas terus mengingatnya?"
"Tidak. Aku tidak mengingatnya. Itu sudah terpatri di dalam hatiku. Di alam bawah sadarku. Rasa itu. Ketakutan itu. Segalanya. Aku bahkan tidak ingin mengingat itu lagi. Sedetikpun tidak. Hanya saja ketakutan itu terus menghantuiku"
"Terus, mas menganggap Novi apa?"
"Entahlah. Jujur aku menyukaimu. Aku nyaman denganmu. Aku juga ingin memilikimu seutuhnya. Tapi apa adil, jika aku bisa memilikimu sepenuhnya, sedangkan dirimu tidak? Kau tidak bisa memiliki hatiku seutuhnya, Nov"
Novi terdiam
"Nov, kau tahu. Sudah sejak dulu aku ingin mengatakan aku mencintaimu. Aku ingin menjadi pacarmu. Aku ingin membagi seluruh kehidupanku denganmu. Aku hanya ingin kau yang menjadi kekasihku. Tetapi bayangan itu, bagaikan tembok tebal nan tinggi, yang tak mampu kutembus, ataupun kulewati. Kurasa kau tahu apa yang kurasakan sekarang"
"Ya mas, Novi tau"
"Maafkan aku Nov..."
"Iya mas"
Kami terdiam. Aku merasa Novi kecewa dengan pernyataanku barusan.
"Kamu tau mas, bagaimana perasaan Novi selama ini?"
"Novi itu lho mas, nungguin mas Pai mulu selama ini"
"Gak siang gak malam, Novi terus ngimpiin bisa bersama denganmu"
"Novi sayaaaaang banget sama mas"
"Iya, aku juga..." sahutku
Aku berbohong.... tidak, aku juga sayang Novi. Aku mencintainya. Aku benar-benar mencintainya.
Entah kenapa, semakin besar rasa cinta itu, semakin aku mengingat Indri. Aku hanya tidak ingin mengecewakan Novi, seperti Indri mengecewakanku dulu.
"Kau tau mas..."
"Selama ini aku berkhayal menikah denganmu. Aku berkhayal memilih baju pengantin yang indah, duduk di teras masjid, sambil melirik dirimu yang sedang membacakan ijab qobul di hadapan penghulu, mempunyai anak yang lucu-lucu, hidup sampai tua dan mempunyai cucu, sampai akhir hayat. Sampai sekarangpun aku masih menjaga mimpi itu mas"
Aku merasa Novi mirip dengan seseorang....
Aku.
"Haha..." aku tertawa getir
"Kenapa mas?"
"Baru kali ini aku ketemu sama orang yang terus hidup dalam mimpi kayak kamu itu"
"Ada yang salah kalo Novi bermimpi mas?"
"Dulu aku terlalu banyak bermimpi"
Novi terdiam
"Kenyataan itu pahit, Nov"
Aku terdiam....lama...
Air mata mulai keluar dari kelopak mataku.
"Bangun dari mimpi itu perih Nov... kenyataan itu menyakitkan" berat hati aku mengatakannya.
"Apa salahnya aku punya mimpi" sanggah Novi
"Kita gak bisa terus-terusan hidup dalam mimpi Nov. Kita hidup di dunia nyata"
"Kalau gitu akan kubuat mimpi itu menjadi kenyataan" kata Novi mantap
"Akan kutunggu kau walaupun Novi harus sendiri sampai tua" terlihat mata Novi mulai lembab
Aku tersenyum pada permainan Sang Takdir. Dialog ini, aku yakin aku pernah mendengarnya, namun dengan pemeran yang berbeda.
"Gak usah!" tukasku
"Kenapa?" wajah Novi menjadi agak sedih.
"Aku akan berusaha mewujudkan mimpimu!" kataku pelan tetapi mantap.
Novi tersenyum, sambil menahan haru. Ia memelukku erat.
"Maaf, saat ini aku belum bisa menjadi pacarmu. Tapi aku janji suatu saat ketika hati ini sudah mantap, akan kulamar kau seperti seorang ksatria yang melamar putri raja"
"Hiks... terima kasih mas...." kata Novi sambil terisak
"Hanya satu tugas Novi kedepannya"
"Apa itu?"
"Ajari aku cara mencintaimu"
"Apapun itu, aku akan melakukannya untukmu, ksatriaku" air matanya menetes tak tertahankan lagi.
Aku mengecup kening Novi. Lama, dan penuh penghayatan. Aku pasrahkan nasib dan takdirku kepada Sang Maha Pencipta. Entah apapun yang akan terjadi nanti, terjadilah.
Bukan ku tak mau mengucap segala kelebihanmu
Bukannya aku tak harus menghujani kata setia padamu
Bukan karena jenuh atau telah berkurang kasih sayang ini
Yang terasa mengering tanpa bunga kata
Telah berulang kali kusiapkan waktu yang terbaik
Untukku akan memberi beribu kata mesra kepadamu
Juga seribu mimpi yang mungkin terwujud esok atau lusa
Datang menghampiri kita berdua
Dan bila waktunya tiba untuk memulainya pastilah ku ragu
Tak sanggup ku menyusun semua kata-kata ini
Ajarilah aku bahasa cintamu
Agar mudah kuucap kepadamu
Ajarilah aku cara mencintamu
Biar kita berdua sejalan selamanya