SIDE QUEST FILE #02
Wednesday, 15 November
Case File : Sofi the Sniper
Satria
Tolong bantuin
seru seseorang. Dari suaranya, perempuan dan pernah kudengar. Aku melongok keluar dari jejeran mobil yang diparkir di depan toko ini.
Siapa? tanyaku karena kulihat hanya sebagian badannya yang terlihat, terhalang pintu belakang mobil sedannya yang terbuka. Ia seperti sedang berusaha untuk mengeluarkan atau memasukkan sesuatu ke mobilnya.
Aku Sofi
Ingat aku, kan? katanya masih berusaha. Suaranya menggema di dalam mobil.
Sofi? Teman Vita dan Shanti? Si Sniper itu?
Sofi the Sniper
Ada apa? tanyaku mendekat.
Ini
bantu aku ngeluarin oven ini, dong? katanya menoleh kebelakang. Ada apa dia di tempat ini saat jam kerja? Apa dia tidak masuk kerja? Kena PHK juga?
Aku meletakkan belanjaanku di atas atap mobilnya bersiap membantu.
Minggir
Biar aku aja yang ngeluarin ovennya
kataku agar ia menepi dan memberiku ruang gerak. Satu sisi oven itu tersangkut jahitan jok sandaran kursi belakang mobil ini. Sofi-pun minggir dan memberiku ruang. Ia berputar dan membuka pintu mobil sebelah kanan untuk membantu.
Kuangkat oven listrik yang berdimensi kurang lebih 40x30x40 cm. Lumayan berat. Eh?
Tunggu
tunggu! Kabelnya nyangkut juga
seru Sofi di sebelah sana. Ia berusaha melepaskan kabel stop kontak oven yang sepertinya tersangkut di bawah jok tempat duduk.
Woo
aku jadi kehilangan keseimbangan saat tiba-tiba kabel listrik oven itu terbebas dan aku limbung ke belakang. Punggungku membentur pintu lalu terduduk di aspal pelataran parkir dan tertekan oven itu.
Aww
kataku meringis. Pantatku terasa sakit. Lengan dan punggungku juga sakit.
Aduh-duh-duh
Sori
sori, Satria
seru Sofi memutari panjang mobil dan menghampiriku tergopoh-gopoh. Diambilnya oven dari tanganku dan meletakkannya di aspal dekat pintu mobil yang masih terbuka.
Yah
yah
keluhku dua kali.
Kenapa? Sakit, ya? bingungnya.
Bukan
Itu
tunjukku pada belanjaanku yang ikut jatuh dari atap mobil. Diinjak-injak Sofi lalu ditimpa oven pula. Apes
Sori lagi, Satria
Bunga mawarmu jadi rusak
Nanti kuganti, deh
sesalnya. Dipungutnya buket bunga mawar merah yang sudah hancur itu.
Lemas aku melihatnya. Bunga yang akan kuhadiahkan pada Nining besok saat ulang tahunnya nanti hancur berantakan. Sudah jadi kebiasaanku untuk menghadiahkan bunga mawar merah sejumlah dengan umur yang berulang tahun. 21 kuntum bunga mawar merah untuk Nining contohnya.
Sofi bangkit dan bergerak dengan cepat dan menuju toko bunga yang ada di deretan ruko-ruko ini.
Tak lama ia kembali lagi dengan tangan kosong dan muka yang sangat bersalah.
Toko itu sudah kehabisan mawar merah
Yang baru Satria beli tadi adalah stok terakhir mereka hari ini
Gimana, dong? katanya sedih dan bersalah.
Yah
Gimana lagi
Aku juga sudah keliling kota dan mendatangi semua toko bunga yang ada
Ke-21 mawar itu juga kukumpulkan dari 5 toko bunga
jelasku memilih-milih semua tangkai bunga itu. Tidak ada yang utuh. Ada yang tangkainya remuk, daunnya rontok, kelopaknya gugur, kuntumnya sobek.
Bunganya sangat penting, ya? tanya Sofi merasa sangat bersalah. Wajahnya yang cantik terlihat hampir menangis.
Ya, udah
Gak pa-pa
Besok kubeli lagi
kataku karena sebenarnya ke-21 mawar itu akan kuberikan besok. Ulang tahun Nining tanggal 16 November besok.
Aku yang harus menggantinya
Aku yang sudah merusak bunga-bunga ini
Aku janji aku akan menggantinya hari ini juga
katanya memelas.
Besok aja
Besok pagi pasti tidak sulit mencari bunga seperti ini
Sofi yang beli, deh
kataku mengabulkan permintaannya. Bagian dari permintaan maafnya.
Gak! Harus hari ini juga
Kalau nunggu besok
pasti Satria akan beli sendiri
katanya serius. Sepertinya cewek ini keras kepala banget.
Kalau harus beli hari ini
gak bakalan dapat juga, Sofi
Cuma dari 5 toko bunga aku baru bisa ngumpulin 21 mawar
Ukurannya-pun gak seragam... Sudah hampir semua toko bunga yang ada di buku telepon yang kudatangi
jelasku tentang apa yang sudah kulakukan sejak pulang sekolah tadi siang. Begitu selesai sekolah, aku langsung berburu 21 tangkai mawar sebagai hadiah ulang tahun Nining. Aku merasa kalau kali ini harus bunga mawar agar terasa lebih istimewa di hari ulang tahunnya.
Aku
aku akan cari di penanamnya langsung
Ya
ke petani bunganya
kata Sofi masih keras kepala.
Petani bunga? Dimana ada petani bunga di kota ini? heranku.
Tunggu
katanya lalu membuka pintu mobil di samping supir dan mengeluarkan tasnya. Dengan sigap ia mengeluarkan sebuah netbook dan mengaktifkannya. Mau apa dia pake ngeluarin benda itu segala? Dia meletakkan netbook itu di kap depan mobil Nissan Juke-nya.
Tak lama ia sudah klik sana dan ketik sini. Dari yang kulihat, ia sedang mencari lokasi petani bunga atau distributor bunga potong yang ada di sekitar kota ini.
Ternyata ada banyak juga mereka di kota ini. Khususnya distributor bunga potong segar. Tetapi para petani bunga kebanyakan berada di luar kota karena biasanya bunga menyukai tempat yang sejuk dan dingin seperti pegunungan.
Terdekat yang ada disekitar sini, hanya beberapa ratus meter jauhnya dari tempat kami berada sekarang.
Kita ke alamat ini
Mereka ini distributor bunga potong segar
Pasti mereka punya bunga untukmu
kata Sofi senang sekali.
Ng
Baiklah
Tapi
oven-mu ini mau diapakan? ingatku pada benda yang telah memicu semua kekacauan ini. Oven itu masih tergeletak begitu saja di atas aspal.
O iya
Aku mau mengembalikan oven ini ke toko itu
Baru dipake 2 hari udah rusak
jelasnya lalu beranjak hendak mengangkat oven itu dan menuju toko peralatan rumah tangga yang ada di depan kami.
Yah
Orang itu? Pikirannya dimana, ya? Netbook-nya ditinggal begitu saja di atas kap mobil dan masuk ke toko itu. Pintu mobilnya juga masih terbuka dengan AC menyala karena kunci kontaknya masih di tempatnya. Gimana kalau ada pencuri?
Aku berbaik hati memasukkan netbook-nya ke dalam mobil dan mengunci mobilnya lalu menyusulnya ke dalam toko. Buket bunga 21 kuntum mawar itu kumasukkan tempat sampah.
tapi ini, kan baru kupakai 2 hari, pak? sergah Sofi pada penjaga toko itu. Sepertinya ia minta perbaikan atau penggantian oven yang baru saja dibelinya.
Tapi kerusakan seperti ini tidak termasuk dalam garansi toko kami, bu
Masa selimut dan handuk ibu masukkan ke dalam oven ini?
Ini, kan oven
bukan pengering pakaian
kilah penjaga toko itu.
Wah
Orang ini sakit
--------
Sofi terus ngotot ingin minta penggantian tapi aku tidak mau ikut campur dan keluar dari toko itu sebelum dia melihatku lalu minta bantuan dariku.
Aku berdiri tidak jauh dari mobilnya dan menunggu ia keluar. Saat ia keluar ia masih menggerundel gak karuan dan menuding-nuding tempat itu. Tapi ia tidak membawa apa-apa alias tangan kosong.
Ia kebingungan meraba-raba seluruh kantong celananya mencari kunci mobilnya. Tentu saja kunci mobilnya ada padaku.
Sofi
Nih
kataku melempar kunci itu padanya. Ia masih kebingungan dan merogoh salah satu kantong celananya. Kedua tangannya sibuk bekerja. Wah! Kena, deh jidatnya!
Oo
Tepat pada waktunya
Ia menyambarmenangkap kunci itu yang beberapa cm lagi akan mengenai keningnya.
Wah
Makasih, ya? Kukira jatuh dimana
katanya tersenyum lebar dan membuka pintu mobil dengan remote control yang ada di kunci mobil itu. Kita naik mobilku aja
Lebih mudah pergi dengan satu mobil
katanya lalu masuk ke mobil dan duduk.
Aku masuk juga dan duduk di sampingnya. Sofi mengambil tas netbook yang ada di tempat duduk yang kududuki dan memindahkannya ke jok belakang.
Netbook-ku! serunya tiba-tiba teringat laptop mini-nya yang tadi ditinggalkannya di atas kap mobil. Ia memandangi jok dimana netbook itu terakhir kali dilihatnya dengan muka memelas, nelangsa.
Sudah kumasukkan ke dalam tas itu, Sof
kataku.
Benarkah? diambilnya kembali tas tadi dan memeriksa isinya. Syukurlah
Kukira hilang
Rupanya sudah kau masukkan ke tas ini
Banyak data penting di dalamnya
katanya lalu mengembalikan tas netbook itu kembali ke jok belakang.
Apa kau sering begini? Netbook kau tinggal begitu aja di kap depan
Pintu mobil kau biarkan terbuka dengan kunci kontak nempel
Kau ceroboh sekali, ya? kataku mengingatkannya.
Iya
aku sering lupa
dan meninggalkan hal-hal penting seperti itu
Ibuku sering menasehatiku supaya aku berhati-hati
Tapi
aku tidak bisa
katanya.
Oven-mu mana? Diperbaiki, ya? tanyaku tentang benda yang dibawanya masuk ke toko tadi. Apa ketinggalan juga di toko itu?
Iya
Mereka bilang kalau kerusakan jenis begitu tidak tercakup dalam garansi
Jadi aku harus membayar biaya servis-nya sendiri
jelasnya tanpa menyebutkan penyebab kerusakan oven itu karena kesalahan prosedur pakai yang wajar. Aku tidak mau tanya bahkan.
Eh
Kita mo ngapain, ya? tanyanya tiba-tiba.
Heeerrrgggg? Tiba-tiba kepalaku juga mendidih.
--------
Tiba di distributor bunga potong segar dalam 15 menit kami langsung memasuki kantor kecil yang juga merangkap sebagai tempat sortir bunga.
Pak
Ada bunga mawar? tanya Sofi pada seorang bapak-bapak yang sedang menghitung tumpukan bunga yang sudah dibungkus plastik untuk menjaga kesegaran bunga.
Perlu berapa ton? tanya bapak itu hanya melirik saja pada Sofi karena ia tidak mau lupa hitungannya.
Ng
Cuma 21 batang saja, pak
katanya.
Cuma 21 batang? bapak-bapak itu berhenti menghitung dan beralih pada Sofi yang menunggu penuh harap. Dipandanginya Sofi dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pandangannya gak enak kayak lagi sesak boker gitu jadinya.
Kami hanya melayani penjualan minimal 2 ton per hari
Kalau hanya 21 batang lebih baik kalian cari di tempat lain saja
Lagipula mawar sedang langka akhir-akhir ini
Cuma petani dengan Green House gede yang bisa panen di cuaca begini
jelas bapak itu lalu beralih kembali pada pekerjaannya.
Jadi tidak ada, pak? tanya Sofi lebih mirip desakan.
Kosong
jawabnya tak perduli lagi. Ia sama sekali mengacuhkan Sofi dan kembali ke pekerjaannya.
Gak ada, Satria
lemas Sofi mendapat jawaban akhir ini. Tapi kita cari di tempat lain
Yuk? ajaknya dan langsung keluar tempat ini. Semangatnya muncul kembali. Gampang jatuh
dan gampang pula bangkit kembali.
--------
Apa kau tau alamat ini? Sepertinya kita tersesat
kataku menyadari keadaan kami sekarang. Tempat ini melulu perumahan warga, sepi tanpa tanda-tanda ada tempat usaha distributor bunga potong segar.
Iya
Gak ada orang untuk dimintai informasi
katanya celingak-celinguk kanan kiri mencari orang yang bisa ditanya arah. Perumahan ini sepi karena sebagian besar penghuninya sedang bekerja atau setidaknya mengurung diri saja di dalam rumah karena cuaca panas.
Sofi memarkirkan mobilnya di belakang sebuah mobil boks yang juga parkir di tepi jalan. Ia bermaksud untuk memeriksa lagi alamat yang didapatnya dari internet.
DUNG!
Tiba-tiba pintu belakang mobil boks di depan kami terbuka dan berlompatan beberapa sosok tubuh bersenjata lengkap dan memakai penutup muka. Bergerak dengan cepat menuju sebuah bangunan rumah yang pagarnya terkunci. Beberapa kali sosok tubuh pasukan itu menendang bumper depan mobil Sofi yang memang menghalangi gerakan cepat mereka. Seorang polisi berseragam memberi tanda Sofi untuk memundurkan mobilnya.
Kejadian berlangsung dengan cepat karena terdengar beberapa kali tembakan dan teriakan kesakitan. Lalu yang lebih mengagetkan lagi adalah sebuah ledakan dari dalam rumah.
Sofi yang tidak terlalu jauh memundurkan mobilnya dari TKP menyaksikan jelas apa yang terjadi. Saat sebuah pecahan bangunan yang terdiri dari batu bata dan semen keras mendarat di kap depan mobilnya.
Suaranya cukup keras dan mobil berguncang karenanya. Cepat-cepat aku keluar dari mobil dan menyelamatkan diri. Tapi tidak dengan Sofi. Ia tetap di dalam mobilnya. Entah apa yang dilakukannya.
Kutarik dia keluar dari dalam mobil dan kuseret menjauh dari sana. Beberapa warga perumahan yang juga mendengar keributan ini juga keluar dari rumahnya untuk mencari tahu apa yang terjadi di lingkungan mereka.
Terdengar beberapa kali rentetan tembakan kembali lalu hening. Beberapa polisi bersenjata lengkap kemudian berlari masuk memberi bantuan pada regu sebelumnya.
semuanya memakai MP5 tanpa peredam suara dengan magasin berisi 12 peluru
rompi Kevlar dan radio komunikasi dua arah terenkripsi
gumam Sofi sambil terus menyaksikan kejadian langka ini. Sepertinya ini penggerebekan sarang tindak kejahatan yang cukup berat hingga perlu penanganan bersenjata seperti ini.
Berikutnya beberapa orang digelandang keluar dari dalam rumah dengan tangan terborgol dan wajah ditutupi sabo. Mereka dimasukkan kedalam beberapa mobil lalu pergi dengan cepat. TKP disegel dengan garis polisi dan dijaga ketat. Hanya orang-orang berwenang yang diperbolehkan masuk.
Sofi mendekat ke TKP. Dibalik garis polisi yang melintang menghalangi orang luar. Polisi mencegah siapapun melewati garis itu. Sofi sepertinya bukan tertarik dengan kejadian dan kerusakan yang dihasilkannya sepertinya hancurnya bagian depan rumah yang harus diledakkan polisi karena diblokir sedemikian rupa oleh penjahat yang bersembunyi di dalam rumah. Tapi ia lebih tertarik pada peralatan para personil polisi itu, seperti senjata api dan berbagai alat penunjang tugas lainnya.
Matanya jelalatan melihat semua peralatan itu. Memperhatikan tiap detil dan lekuknya. Sepertinya ia sangat suka dengan senjata
Bentar-bentar lagi mungkin dia bakalan orgasme, tuh.
Padahal yang harusnya dikhawatirkannya saat ini adalah mobilnya yang kini rusak terkena pecahan bangunan
Ini mobilmu? tanya seorang polisi yang mendekatiku.
Bukan, pak
Punya teman saya
Itu orangnya
tunjukku pada Sofi yang masih berdiri di belakang garis polisi. Ia memegangi pita kuning itu dan terus melihat aktifitas para petugas.
Kasih tahu temanmu itu
kerusakan mobilnya bisa di-klaim ke kantor polisi dengan menunjukkan surat-surat kepemilikan mobil ini
kata petugas itu dan menyerahkan selembar kertas Berita Acara serah terima ganti rugi.
Sofi sama sekali tidak memperdulikan kerusakan yang menimpa mobilnya. Ia terus berada di belakang garis polisi dan mengawasi pekerjaan mereka dengan penuh antusias.
Pecahan dinding bangunan yang menimpa kap depan mobil sedan ini ternyata tidak merusak mesin di bawahnya. Hanya menyebabkan penyok dalam dan cat yang terkelupas saja. Mesin bisa berfungsi dengan normal dan baik.
Hari-pun semakin sore
--------
Sof
Ini dah sore, loh
Nanti semuanya pada tutup
kataku mengajaknya untuk segera pergi. Kuhampiri dia yang masih asyik menonton TKP.
Eh-eh
Tim dobrak masuk ke dalam rumah dengan lebih dulu meledakkan pintu rumah agar tim serbu bisa masuk dengan mudah
Persis dengan taktikmu waktu itu
katanya dengan wajah yang berbinar-binar.
Kau menikmati ini semua? Kalau begitu aku pergi sendiri saja
Ini kunci mobilmu
Dag
kataku tak begitu ambil pusing lagi. Aku pergi saja. Tujuanku pulang
Sofi kutinggalkan masih di depan bangunan itu dengan segala kekagumannya akan prosedur kerja kepolisian tadi. Aku meninggalkan perumahan ini dengan berjalan kaki dan bermaksud menyetop angkot atau taksi nantinya.
Aku bukannya merajuk, tetapi aku sama sekali malas mengurusi hal-hal yang tidak penting seperti ini. Aku punya urusan sendiri. Tidak masalah kalau 21 mawar itu rusak karena aku tinggal membeli lagi yang baru besok pagi. Pagi-pagi sekali aku akan menyatroni toko bunga terdekat dari rumahku kalau perlu.
Tapi aku melihat mobil Sofi yang bagian depannya penyok itu merapat padaku yang sedang menunggu angkutan di pinggir jalan.
Sori
sori, Satria
Maafin aku, ya? Aku jadi malah melupakan beli mawar itu
Aku suka sekali melihat TKP penggerebekan seperti tadi
Kita cari mawar lagi, yah? katanya turun dengan cepat dan mendekatiku.
Sialan! Beberapa warga yang ada di sekitar sini melihat pada kami. Pasti mereka mengira kami pasangan yang sedang bertengkar. Sang wanita sedang merayu pacarnya yang sedang ngambek. Gila aja
Dunia dah kebalik aja.
Tanpa berkata apa-apa, aku langsung masuk ke dalam mobil dan duduk diam. Sofi masuk menyusul dengan wajah sumringah.
Itu
surat pengantar untuk kau klaim kerusakan mobilmu ini karena kejadian tadi
Jadi kau bisa minta ganti rugi sama kepolisian dengan membawa STNK atau BPKB mobil ini
tunjukku pada gulungan kertas yang kutaruh di atas dashboard mobil. Mobil melaju menuju tujuan berikutnya, distributor bunga potong segar.
Ya
Aku sudah liat
Di kompleks tadi distributor bunganya sudah tidak beroperasi lagi
Kata para tetangga sudah bangkrut
Orangnya juga udah pindah... kata Sofi tentang tujuan kami sebelumnya.
Mencapai tujuan kami berikutnya, toko dan kantornya sudah tutup baru saja. Hanya beberapa pekerja sedang beres-beres toko hendak pulang.
Dari mereka juga dapat informasi kalau mereka hanya menjual bunga dalam partai besar. Minimal 2 ton perhari dengan PO disertai DP minimal 30% dari pesanan. Bila tidak, tidak akan dilayani karena mereka sudah punya pelanggan tetap yang rutin mengambil bunga dari mereka.
Tapi mereka berbaik hati memberikan alamat dan nomor telepon seorang tengkulak dimana mereka biasa mendapatkan suplai bunga segar. Mungkin orang itu bisa membantu.
Sofi menelepon orang itu dan didapat kabar kalau ia sedang berada di desa para petani untuk mengumpulkan bunga yang akan dibawa ke kota pagi nanti. Sofi mendapat informasi kalau semua distributor bunga potong segar rata-rata memang begitu sistem kerjanya. Beberapa bahkan menerapkan standar tinggi bunga yang berorientasi ekspor.
Dia menyarankan kalau memang sangat perlu mendesak, sebaiknya mereka datang langsung ke desa tempatnya berada sekarang karena stoknya masih cukup banyak tersedia. Sofi mencatat lokasi persis desa itu. Desanya ada di kaki gunung yang berhawa sejuk. Cukup jauh dari kota.
Kita ke desa itu sekarang juga
OK? kata Sofi bersemangat sekali.
Kenapa harus jauh sekali kalau hanya mau beli 21 mawar? Aku lebih pilih beli besok saja di toko bunga
tolakku.
Tapi, kan ini sangat penting untuk Satria
Kita harus beli sekarang juga
desak Sofi ngotot. Tau dari mana dia kalau ini sangat penting untukku? Sepenting-pentingnya aku juga gak sampe niat nyari bunga sampe ke gunung.
Kalau kau mau beli ke desa itu
terserah padamu
Tapi kau pergi sendiri aja
Aku sudah capek
Mau istirahat
kataku tidak tahan dengan kekeras-kepalaannya. Aku meraih pintu dan membukanya.
Yah
Jangan pergi, dong? Masa Satria tega biarin aku pergi kesana sendirian aja
Kalau ada apa-apa? Siapa yang nolongin aku? katanya mencegahku pergi dengan memegangi tanganku.
Aku gak mau tau
Kau yang ambil keputusan sendiri
Aku tidak ikut campur
Terserah apa maumu
Kalau bunganya udah dapat... antar aja ke rumahku... Kalau gak dapat juga gak pa-pa... kataku sengit. Ini sudah melewati batas kesabaranku.
Hu hu hu
Satria tega
Hu hu hu
Gak disangka
keponakannya Elisa begini kejam
Aku kan niatnya baik
Ternyata perasaannya tidak serupa dengan waktu di kamar hotel dulu
Hu hu hu
rengeknya mulai menangis manja.
Eh
Jangan bawa-bawa tanteku
Aku, kan sudah bilang belinya besok saja
Tidak perlu harus ke gunung untuk beli bunga yang bisa dibeli
dibeli besok pagi
kataku mencoba bertahan.
Hu hu hu
Aku mau telpon tantemu dulu
kalau kau orangnya tegaan
Biar aku kenapa-kenapa di gunung sana sendirian
katanya mengancam akan menelepon tante Elisa segala. Dia dan Vita kenal baik dengan adik terkecil orang tuaku. Ia mencari-cari nomor telepon tante Elisa.
Ya, udah
Udah
Aku ikut
ujarku menyerah.
--------
Sepanjang jalan ia bernyanyi-nyanyi bergumam mengikuti alunan lagu dari sound system mobilnya. Aku duduk senyamannya di atas mobil ini. Padahal sudah tak rela. Tapi demi menghindari kena omelan tante Elisa
Terpaksa.
Skala prioritas Sofi memang sangat perlu dipertanyakan. Ia sempat-sempatnya singgah di pinggir jalan dan membeli souvenir. Lalu membeli jagung rebus. Bercanda ria dengan monyet-monyet yang turun sampai ke tepi jalan. Memberi kacang rebus pada hewan yang sangat menyebalkan sekali itu kurasa.
Hari sudah gelap ketika lampu-lampu jalan menerangi jalur jalan menuju pegunungan di depan sana. Beberapa tempat dikejauhan sudah mulai ditutupi kabut.
Pengen saja rasanya aku menggabungkan diri dengan tubuhku yang satunya dan otomatis menghilang dari mobil ini. Pasti akan lebih nyaman dan tentram di rumah saja. Bahkan bisa kelonan bareng Nining.
Dikejauhan sana terlihat antrian panjang mobil di kegelapan malam. Lampu-lampu rem terlihat memerahkan malam bercampur dengan suara klakson bersahut-sahutan.
Ada apa? heran Sofi celingak-celinguk mengeluarkan kepalanya dari kaca jendela.
Razia! Razia! seru seorang sopir mobil boks yang melaju kencang setelah melewati perangkap kemacetan di depan.
Razia? gumamku. Bakalan lama, nih. Semua kendaraan akan digeledah. Mungkin ini buntut penggerebekan tadi sore di perumahan tadi.
Ciiiittt!
Sofi dengan tangkas membanting setir dan berbalik arah dengan cepat. Lalu tancap gas ke arah balik ke kota. Untung aku dari tadi pake sabuk pengaman.
Ada apa? Gak jadi ke desa itu? tanyaku melihat aksinya barusan. Tetapi wajahnya tidak begitu jelas terlihat di suasana temaram mobil ini.
Saat ini mobilku tidak boleh digeledah polisi
Aku membawa senapan sniper air soft gun-ku di bagasi belakang
Kita ambil jalan pintas
katanya lalu berbelok mengambil jalan kecil yang kualitas jalannya masih berupa jalan batu yang dikeraskan.
Ng
Sofi
Apa kau yakin dengan jalan ini? Kau pernah lewat sini sebelumnya? tanyaku. Aku sampai berpegangan dengan pegangan disediakan di atas jendela. Jalannya tidak bisa dikatakan bagus karena sebagian berlumpur dan berlubang.
Tentu
Kau jangan khawatir
Jelek-jelek begini aku pernah ikut reli
Rutenya, ya lewat sini
Tapi itu sudah 5 tahun lalu
jadi jalannya sudah mulai rusak kembali
jelas Sofi terus berkonsentrasi dengan jalan yang ditempuhnya.
Itu, kan pake mobil reli
Apa kau yakin dengan mobilmu yang sekarang ini? kataku. Mobil terasa melayang karena melompati sebuah gundukan sebuah jembatan kecil. Lalu mendarat kasar dan terus melaju. Di kanan kiri kami merupakan perkebunan teh yang tidak terlihat keindahannya karena keadaannya yang gelap gulita. Hanya ada beberapa titik cahaya di kejauhan dari rumah petani desa.
Ini mobil bagus
Aku tidak pernah membeli mobil yang tidak bisa kupakai seperti ini
Liat saja
Sebentar lagi kita akan melewati razia tadi
Aku tau betul daerah sini
katanya begitu mobil mendarat kembali.
Ia terus dengan lincah melibas jalan-jalan perkebunan ini dengan gesit dan sigap. Tekniknya bagus sekali. Tidak salah kalau dia mengaku kalau pernah ikut reli. Tapi 5 tahun lalu
?
Aku hanya bisa mengencangkan sabuk pengamanku
O o? tiba-tiba Sofi membanting stir ke kiri dan menarik rem tangan hingga mobilnya ngepot berputar 90° sebelum melewati sebuah jembatan. Nissan Juke ini berhenti di depan sebuah sungai kecil yang jembatannya sudah rusak.
Jembatan kini hanya berupa beberapa buah batang pohon kelapa besar sebagai titian. Jembatan darurat!
Sial! Jembatannya rusak
Harus jalan pelan-pelan kalau mau lewat
umpat Sofi menendang tanah di depannya.
Jembatan ini cukup kuat
Kalau jalan pelan-pelan pasti bisa lewat
kataku yang ikut turun dan memeriksa keadaan batang-batang kelapa ini. Aku berdiri di atasnya.
Jadinya kami meniti jembatan darurat ini perlahan-lahan saja. Sofi tetap menyetir dan aku yang mengarahkan kayak tukang parkir dadakan. Tak lama mobil Sofi ini sudah melewati sungai kecil ini dan melaju kembali. Melahap beberapa tikungan layaknya profesional dan memacu kencang kala trek lurus.
Dan akhirnya kami keluar kembali di jalan raya seperti yang dijanjikannya setelah melewati beberapa buah perkampungan. Tidak ada tanda-tanda razia di sekitar kami dan aku bisa melihat senyum Sofi samar-samar diterangi lampu jalan.
--------
Dari alamat yang dikasih
desanya yang ini
kata Sofi berhenti di depan gapura desa. Sekarang sudah jam 20:12 malam. Hanya ada beberapa orang berkumpul di depan gapura, yaitu para ojek sepeda motor yang siap mengantar masuk ke dalam desa. Seluruhnya memakai pakaian hangat dan sarung.
Kami turun dan mencari informasi dari para tukang ojek ini tentang alamat yang kami cari. Mereka memberi arah agar kami tidak tersesat di desa ini. Kami berterima kasih pada mereka.
Desa ini sepi walau sudah dialiri listrik tetapi memang seperti itulah desa biasanya. Sederhana dan bersahaja.
Tanpa kesulitan kami berhasil menemukan tempat dimana sang tengkulak alias pengepul bunga-bunga potong segar hasil budidaya petani desa ini berada. Yaitu pada sebuah tempat semacam koperasi desa. Banyak petani yang sedang menyetorkan hasil kebun bunga-nya untuk disortir dan ditimbang atau dihitung.
Sepertinya ada di sana
kata Sofi menunjuk pada seorang bapak-bapak yang sedang mencatat hasil timbangan sebuah paket bunga yang dikemas dengan karung-karung plastik.
Pak Imran? sapa Sofi mencari perhatian orang tua separuh baya itu.
Ya? Oh
Yang nelpon tadi sore itu, ya? sahutnya langsung menyadari dengan tanggap. Cari bunga apa tadi? tanyanya.
Mawar, pak
jawab Sofi bersemangat.
Mawar
. Sudiyo?... Ada mawar, gak? tanya pak Imran pada salah satu petani bunga yang sedang menyusun hasil kebunnya.
Kosong
Mawarnya gak berbunga minggu ini
Hasilnya lagi jelek
jawab pak Sudiyo.
Wah
Kosong, nak
Akhir-akhir ini mawar memang sedang susah
Petani di desa ini menanam mawar begitu saja tanpa peneduh
Paling banter cuma pake Paranet sebagai penapis sinar matahari
Yang pake Green House gak ada
Mahal
jelas pak Imran lebih rinci.
Yah
Kosong
Padahal sudah jauh-jauh kemari
sesal Sofi.
Sudah jauh-jauh begini, bunga yang dicari tetap tidak dapat. Huh
Mau kesal
marah
sebal. Campur aduk semua jadi satu.
iya
Cuacanya sedang tidak menentu
Mawar itu paling seneng berbunga kalau matahari cukup dan tidak hujan
Air cukup disiramkan di bagian akarnya saja
Ini
Kadang hujan deras
mendung
gerimis
Mawar jadi malas berbunga
jelas pak Sudiyo pada Sofi yang mendekati petani bunga itu. Cuaca sekarang memang tak menentu. Di kota kami sedang cuaca panas seterik-teriknya. Sedang di sini bisa hujan seharian.
Sebatang dua batang-pun gak ada, pak? desak Sofi tak mau menyerah.
Kalau cuma sebatang dua batang ya
ada
Mau berapa banyak, nak? tanya pak Sudiyo balik.
Cuma 21 batang aja, pak
jawab Sofi mendapat angin.
Ya
Cobalah kita liat nanti
Mungkin ada
Kalau dikumpulin mungkin dapat 21 batang
kata pak Sudiyo.
Betul, pak? Wah
Terima kasih banyak, pak
Sofi senang sekali mendengarnya. Kami harus menunggu sampai pak Sudiyo selesai bertransaksi dengan pihak koperasi bunga yang menampung sebagian besar produksi bunga krisan miliknya.
--------
Di kegelapan malam, kami berempat ke kebun bunga milik pak Sudiyo. Pak Sudiyo dan seorang anak lelakinya, Sofi dan aku sendiri. Kebun bunga itu berada di belakang rumah petani bunga ini. Luasnya sekitar setengah hektar lebih dan ditanami berbagai jenis bunga. Dari mawar, krisan, anggrek dan lain-lain.
Dua buah lampu petromaks menjadi alat penerang kami saat mencari bunga mawar yang kami butuhkan. Luas lahan yang diperuntukkan untuk mawar sekitar 100 meter persegi lebih. Berjejer rapi dengan rumpun-rumpun besar.
Beberapa bunga mawar merah memang mekar malam ini tetapi jumlahnya tidak banyak. Setelah dikumpulkan paling cuma 10-12 batang saja. Selebihnya masih berupa kuntum yang akan mekar 2-3 hari mendatang. Memang jumlahnya banyak.
Cuma segini
Tidak sampai 21 batang, Satria
Gimana, dong? kata Sofi mendekatiku.
Yah
Mau bilang apa
Ini sudah lumayan daripada tidak ada sama sekali
Kita sudah berusaha, kan? kataku menghibur Sofi yang sepertinya sangat kecewa dengan perjuangannya.
Saat Sofi akan membayar bunga mawar itu, pak Sudiyo menolaknya karena ia hanya mau membantu saja karena ia kasihan pada kami yang sudah datang jauh-jauh dari kota dan ternyata tidak mendapat yang dicari.
Wah
Bapak petani ini baik sekali. Padahal Sofi menyodorinya uang yang cukup banyak
Pake
pake
Kembange mekar kabeh! teriak anak lelaki pak Sudiyo di kejauhan.
Wah
Cantik sekali
kagum Sofi melihat kuntum-kuntum bunga mawar yang seharusnya belum mekar, tiba-tiba mengembang dan mekar sempurna. Gerakan mekar bunga seyogyanya akan berlangsung perlahan-lahan. Dari kuncup sampai mekar sempurna bisa berlangsung sampai 6-8 jam. Tetapi ini bergerak cepat seperti menonton rekaman fast forward di layar televisi.
Wah
Ajaib ini
Belum waktunya mekar kok tiba-tiba mekar begini
Cepat banget lagi... kaget pak Sudiyo menyaksikan kejadian luar biasa ini. Pasti selama hidup dan kariernya sebagai petani bunga belum pernah menyaksikan kejadian ajaib seperti ini.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Aku menggunakan ROSE DROP dan merangsang pertumbuhan mawar-mawar ini hingga mekar lebih dini dari waktu yang seharusnya. Secara ROSE DROP mempunyai elemen mawar di dalamnya. Ini bukan hal sulit bagi ROSE DROP.
--------
Sofi memang selalu begitu
Sejak ia tidak bisa mengabulkan permintaan terakhir ayahnya agar segera lulus kuliah
Ayahnya keburu meninggal... Ia jadi terobsesi untuk menuntaskan apapun yang sedang dilakukannya walau sebagaimana sulitnya itu
Kau sudah mengalaminya sendiri, kan? kata tante Elisa saat aku menepi dari kebun bunga ini saat kami ikut membantu pak Sudiyo dan anaknya memanen mawar-mawar itu untuk dijual ke koperasi lagi.