Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kopi

Ehem ehem....

Woi TSnya kemana ini!

Tritnya sampe bulukan gak diapdet apdet!

Gw potong ntar kontie lu TS!

:galak:
 
Nitip sendal sama pesen kopi ah..mantap ceritanya alur nya bagus suhu ga tergesa2 bikin penasaran...
 
Bab 4


Hari baru semangat baru badan baru. Yup, ternyata hasil pijetan mbak Marlena kemarin tok cer juga. Kaki dan tanganku sekarang sudah tidak sakit lagi. Bahkan badanku pun terasa jauh lebih ringan. Semoga berat badan di timbangan juga ngikuti hehehe.

Oke, bangun pagi, kaget juga kok bisa kasurku jadi aneh. Selama ini aku gak pernah pake selimut, malah lebih sering setengah telanjang, kok tiba-tiba aja ada selimut di sini. Meraba-raba kiri kanan sambil orientasi diri, malah jadinya disorientasi. Look like something different. Empuk, kenyal, hangat, dan...

"Aaaaargh!"

Aku terkejut, tiba-tiba saja sosok gajah berjenis kelamin perempuan nongol di sebelahku, di kasurku, di kamar kostku. Tertidur dengan posisi duduk, kepalanya merebah ke arahku, dan itunya... Akhirnya untuk pertama kalinya aku menyentuh itunya perempuan... Uhuiii...

"Emmmh..." yang punya badan terbangun.

"Sudah bangun ya mas? Syukurlah," ujarnya.

"Eh, di mana ini?" aku mulai menyadari kalau aku salah. Ini bukan kamarku.

"Mas pingsan kemarin. Kubangunkan gak bangun-bangun."

"Eh?"

"Kuberi minyak kayu putih sampai minyak nyongnyong juga gak mempan. Akhirnya aku tertidur di sini jagain mas."

Waduh, aku merasa bersalah. Ingatanku kembali ke sore itu. Keterkejutan akan khayalan dan kenyataan mengalahkan rasa sakitku. Membiusku. Membuatku pingsan begini. Walah. Aku kan jadi gak enak. Sekelebat bayangan itu membuat wajahku tampak seperti ekspresi di kartun jepang yang seperti ini:
:kacau:

"M.. Maaf mbak," ucapku pelan.

"E.. Enggak pa pa mas," balasnya awkward.

Tangannya yang halus perlahan bergerak perlahan menuju tanganku yang... Baru kusadari ternyata tanganku masih belum bergerak dari tadi. Membuatku merasa keki pada diri sendiri. Malu. Entah apa sebutan lainnya.

Tangannya yang halus memegang lembut tanganku yang masih menempel di lengannya, membelainya perlahan, mencoba memberiku ketenangan, sekaligus kekuatan.

"Mas gak perlu ngerasa gak enak gitu. Justru aku yang salah. Mijetnya terlalu keras kemarin. Aku yang harusnya meminta maaf kepadamu," ucapnya lembut.

Andai dia tau kenapa aku pingsan, mungkin gak akan gitu juga sikapnya kepadaku. Ah sudahlah, toh aku juga gak akan mengungkapkan hal itu kepadanya.

"Sudahlah mbak, gak perlu minta maaf. Toh bukan salah mbak juga."

"Tidak, tidak. Aku yang menyebabkan mas pingsan. Aku yang bertanggungjawab atas kejadian kemarin."

"Ya sudah kalo gitu. Trus aku harus ngapain? Dan mbak mau ngapain?"

Dia tersenyum. Kali ini terlihat manis. Gak kayak kemarin.

"Sebentar ya mas," ujarnya sambil memegang tanganku. Diarahkan tanganku ke bibirnya. Dikecupnya lembut tanganku.

Wooowww...... Waaaauuuuwwww yuhuuuuuu.... Akhirnya setelah sekian lama, ada juga perempuan yang mengecup diriku! Meskipun cuma tangan, tapi... Tapi... Tapi itu sudah... Woooowwww... Uhuuuuuiiiiiyyyyy.

Lha, kok cuma sebentar. Lagi mbak... Lagi lagi lagi lagi... Yah, malah diturunin. Yah, dilepas di kasur. Yah, dianya pergi... Yah...

"Bajunya mas masih ada di gantungan di belakang pintu," ucapnya singkat, tepat sebelum dia meninggalkan kamar.

Aku yang ditinggal hanya melongo sendirian di kasur. Mendengar itu akupun bergegas bangkit. Kuambil pakaian di sana, kupakai satu persatu, dan keluar menuju ruang tamu sesudahnya. Lha kok, eh, ruang tamu di mana ya? Kok jadi beda dengan yang kemarin.

"Mas ganteng, nyari siapa?"

"Ruang tamu di mana ya?"

"Ini dapur mas. Ruang tamu harusnya mas tadi keluar kamar langsung belok kanan. Bukannya lurus," jawabnya sambil tersenyum manis.

"Hehehe maaf."

Sambil nyengir-nyengir gimana gitu aku langsung balik kanan menuju ke ruang tamu. Duduk di sana, sambil menikmati pemandangan yang kemarin. Masa lalu mbak Marlena. Uuuhhh seksinya...

Agak lama kemudian mbak Marlena datang, mempersilahlan aku masuk ke ruang tengah. Sekali lagi bagai kerbau dicokok hidungnya, aku manut saja. Di sana sudah tersedia nasi, lauk tempe, tahu, ati, ayam, sayur bening, jangan asem, jangan lodeh, gudeg, lumpia, kastengel, bakpao, coto makassar, conro, karedok, pecel, rawon, sambel terong, rendang, gulai belacan, pendap, pempek, ayam taliwang, gohu ikan, cakalang asap, papeda, dan...

"Stop stop stop... Ini rumah apa warung? Banyak amat yang disediain?"

"Suka suka gw dong, kan gw yang bikin cerita."

"Iya, tapi gimana masaknya. Bikinnya aja pada ribet semua."

"Gampang itu mah, kan ada 'Magic cook'. Hanya sepuluh menit saja, maka makanan apa saja sudah bisa matang dengan sempurna. Gak pake ribet gak pake bau. Hanya sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan rupiah saja. Anda bisa mendapatkan dari kami. Lupakan masak ribet, lupakan tangan teriris. Kini 'Magic Cook' hanya sembilan ratus sembilan puluh sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan rupiah sudah bisa anda gunakan."

"Dasar tukang promo."

"Biarin. Week."

"Udah udah. Lanjut gih ceritanya."

"Iya, iya. Bawel."

Baiklah kita lanjutkan. Alkisah makanan sudah tersedia di ruang tengah. Berhubung tidak ada tempat duduk di situ, terpaksa kami lesehan dengan dialasi karpet tebal. Nah, ceritanya kan si mbak Marlena dari tadi hanya pakai daster. Selutut pula. Secara dia kan ndut. Jadi kalau mau duduk ya harus diangkat dulu sedikit dasternya, terus kakinya dibuka juga sedikit, membungkuk, baru bisa duduk. Posisinya juga menghadap ke aku. Lha diriku yang sudah duduk duluan otomatis lihat dong, perabotannya. Bagaimana teteknya yang besar itu bergelantungan tanpa beha, bagaimana pahanya yang mulus itu tersingkap, bahkan pangkalnya pun ikut terlihat, walau masih samar.

Entah gak tau atau memang sengaja, si mbak diem aja pas tak liatin gitu. Padahal aku yang lihat sampai melongo. Tapi si mbak tetep aja cuek. Ah.... Rejeki memang gak bakal kemana. Satu dua tiga empat lima detik aku melihat seperti lima menit aku merasalan. Tanpa sadar si otong bangun. Si mbak yang sedang mengambil nasi ke piringnya pun tanpa sengaja melihat gundukan di selangkanganku hanya tersenyum, melirik nakal padaku, terus bersikap biasa saja. Dan parahnya, aku sama sekali gak bisa nangkap apa maksudnya.

Sarapan yang spesial. Bukan hanya banyak menu dan gratis semua, tetapi keberadaan mbak Marlena lah yang membuat makan pagi hari ini begitu berasa. Rasanya pagi ini aku seperti melihat si mbak dari sudut pandang yang berbeda. Tidak lagi seperti monster raksasa myenyeramkan seperti kemarin, tetapi terlihat seperri boneka teddy bear dalam ukuran besar. Lucu menggemaskan. Selama makan, percakapan kami berkisar pada hal-hal yang ringan saja. Kondisi surabaya keseluruhan, gosip-gosip terbaru, aktivitas kemi sehari-hari, dan hal-hal ringan lainnya. Tidak ada lagi pemandangan erotis seperti tadi. But its oke lah. Yang penting nyaman aja sama dia hehehe.

Dan pemandangan yang sama tersaji sekali lagi di akhir acara. Badannya membungkuk ketika mengambil piring-piring sisa. Hanya beberapa detik saja sih. Tapi sensasinya itu lho... Ooooh indahnya. Tau gini aku ke sini aja tiap hari dari dulu hahai.

Beberapa saat kemudian mbak Marlena kembali lagi untuk mengambil piring lainnya. Aku yang masih bersantai di tempat semula kembali terpaku melihatnya. Sekali lagi, hanya dalam hitungan detik, dan sekali lagi surga buat mata ini.

Beberapa saat kemudian si mbak datang kepadaku, membawa handuk. Menawarkannya kepadaku.

"Mas mandi dulu, biar nanti kalo balik sudah segar."

"I.. Iya mbak," balasku gugup. Sementara mbaknya senyam senyum saja.

Dengan ragu aku masuk ke kamar mandinya. Bersih dan wangi di sini. Kelihatan sekali orangnya bersihan. Aku mulai membuka pakaianku, satu persatu. Menjadikan tubuhku telanjang. Kulihat di salah satu sudut kamar mandi ada setumpuk pakaian kotor. Aku tertarik menjamahnya. Kuangkat satu demi satu pakaian yang ada di sana. Kuambil cdnya, kuhirup aromanya. Bau khas kewanitaan, entah bagaimana menggambarkannya, tercium tipis oleh hidungku. Entah bagaimana aku bisa menyimpulkan hal ini, padahal baru sekali ini aku mencium pakaian dalam wanita.

Tanganku merayap ke bawah. Menjangkau pelir tegangku. Menggenggamnya lembut, sebelum memulai gerakan maju-mundur secara perlahan. Sangat kunikmati sensasi ini. Anganku kembali ke angan-angan.

Mataku memejam, menghisap kesadaranku, menggantikannya dengan khayalan. Kurasakan empuk tubuhnya bersatu denganku. Kenyal payudaranya menggoda kulitku. Menggelitik setiap syaraf perangsang dalam tubuhku. Menghantarkanku pada keindahan surgawi. Perlahan dia masukkan batangku pada lubangnya. Menaik-turunkan tubuh kenyalnya di pangkuanku. Kuremas gemas kedua bukit... Gunung itu bersamaan. Kucium, kujilat keduanya bergantian. Kemudian kubenamkan wajahku di tengahnya, untuk mendengarkan detak jantungku, untuk merasakan bau tubuhnya.

"Oooh," aku meracau tak terkendali.

Kuhirup kuat-kuat baunya. Mempercepat pendakian kenikmatan yang telah kulakukan. Tubuhku menegang, menggeliat nikmat. Mataku terbuka, membelalak seiring dengan keluarnya sperma dariku.

"Emmmph...."

Aku terpekik tertahan. Seluruh bebanku terasa lepas. Pikiranku terasa ringan. Tubuhku terasa lemas. Aku tersenyum sendiri melihat bercak putih di dinding bak mandi mbak Marlena. Kumasukkan lagi celana dalam itu dengan hati-hati di keranjangnya. Kemudian kusiram bercak itu.

Segera kuguyur tubuhku dengan air. Segar rasanya. Kubersihkan tubuhku dengan sabun, dan kubilas cepat-cepat. Hanya biar mbak Marlena tidak curiga.

Setelah selesai mandi, aku disambut si mbak. Diantarnya aku menuju ke ruang tamu. Dia pun senyam senyum. Aku yang tidak enak sendiri hanya nyengir kuda sambil garuk-garuk kepala.

Setelah agak lama saling diam, aku pun memulai pembicaraan.

"Terima kasih mbak."

"Sama-sama mas. Sering-sering ya ke sini."

"Iya. Berapa aku harus membayar mbak?"

"Gak usah mas."

"Lho kok," aku jadi gak enak.

"Gak papa mas. Anggap saja itu permintaan maafku atas kejadian kemarin."

"Eh, itu..."

"Lagipula aku senang masnya ke sini. Masnya sopan. Aku juga nyaman denganmu."

Nah, ini dia nih yang bikin aku ge er.

"Aku senang mas ke sini. Baru sekali ini aku melihat orang sepertimu. Yang sebelumnya genit-genit. Mereka hanya mau tubuhku saja. Mereka hanya ingin meniduriku, terus pergi meninggalkan aku begitu saja."

Lha, ini nih. Aku jadi tambah gak enak ini. Si mbak mulai curhat lagi.

"Tapi kamu enggak mas. Kamu berusaha menahan diri untuk tidak menyentuhku. Kamu berusaha tidak meniduriku."

Aku terdiam menyimaknya.

"Kamu bahkan tidak bereaksi ketika kugoda pas makan tadi. Padahal aku tahu, kamu pasti bernafsu melihat belahan dadaku."

Deg.... Ketahuan deh.

"Dan mas hanya melampiaskan dengan mengocok punya mas sendiri, walaupun mungkin kamu tadi mengkhayalkanku pas di kamar mandi. Aku bisa menduga itu dari lamanya mas diam di kamar mandi."

Duh... Kenapa bisa tahu sih apa yang kulakukan. Aku jadi gak enak sama dia.

"M.. Maaf."

"Gak papa mas. Aku suka kamu begitu. Artinya kamu masih menghormatiku. Walaupun aku hanya orang hina. Direndahkan di masyarakat. Dianggap seperti pelacur."

Mukaku merah mendengar penuturannya. Jujur aku merasa ikut terhina, meskipun bukan aku yang direndahkan.

"Kamulah salah satu di antara sedikit orang yang menghargaiku. Paling tidak itu yang kurasakan."

Lidahku kelu. Aku hanya bisa memandang ke bawah tanpa bisa berkata apa-apa lagi. Dia benar.

Kami berdua saling diam. Larut dalam khayalan masing-masing.

"Maaf mbak. Aku memang gak menidurimu. Aku hanya memandangmu, dan tertahan tidak bergerak menyentuhmu. Aku hanya bisa coli mengkhayalkanmu. Tapi bukan karena aku menghormatimu. Aku hanya gak berani menyentuh perempuan. Itu sebabnya aku masih belum punya pacar sampai sekarang. Aku gak berani sama kamu. Juga perempuan-perempuan lain. Itu saja. Gak lebih. Sekarang tau kan alasanku tidak melakukan itu?" kalimat-kalimat seperti itulah yang ingin kukatakan kepadanya. Tapi entahlah, kenapa lidahku terasa kaku. Tenggorokanku seakan tercekat. Tubuhku entah kemana kok bisa paralyzed begini.

Dan akhirnya akupun hanya bisa diam terpaku. Tanpa ada sepatah kata pun keluar dari mulutku.

Entah berapa lama aku baru bisa menguasai keadaan. Kini tiba waktuku untuk berpamitan.

"Mbak, aku pulang dulu ya," ucapku sambil berdiri.

"Iya mas. Terima kasih banyak. Sekali lagi maaf," balasnya juga sambil berdiri.

Aku pun beranjak dari kursi menuju tamu. Tepat ketika hendak membuka pintu, tiba-tiba aku dikejutkan oleh sebuah pelukan dari belakang.

"Eh?"

"Makasih banyak mas. Jaga dirimu baik-baik. Hanya orang baik saja yang berhak mendapatkanmu," ucapnya sambil tetap memelukku.

Aku terdiam sesaat, menarik nafas panjang, dan menghembuskan perlahan. Kemudian berkata.

"Mbak Marlena juga. Jaga kesehatan. Semoga kehidupan mbak jadi lebih baik kedepannya."

Mbak marlena tidak berkata apa-apa lagi. Pelukannya terasa semakin erat. Kepalanya dibenamkan ke leherku. Aku hanya diam dan mengelus punggung tangannya. Entah kenapa aku jadi suka begini.

Perlahan mbak Marlena melepas pelukannya. Aku membalikkan badan. Memandang raut wajahnya. Dianya tersenyum, manis. Kugenggam tangannya. Kuberikan dia semangat. Hingga akhirnya dia bisa merelakan kepergianku.

Pagi ini aku merasa berada di awang-awang. Kini aku lebih siap melanjutkan tantangan pekerjaan dan petualangan hidupku. Seperti yang kukatakan tadi. Hari baru semangat baru badan baru. Yup, ternyata hasil pijetan mbak Marlena kemarin tok cer juga. Kaki dan tanganku sekarang sudah tidak sakit lagi. Bahkan badanku pun terasa jauh lebih ringan. Semoga berat badan di timbangan juga ngikuti hehehe.
 
Terakhir diubah:
Pertamax.

Ceritanya pendek. Ngetiknya bentaran tadi. Baru dirilis abis jumatan. Selamat menikmati :panlok3:
 
Terakhir diubah:
Bimabet
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd