Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Siapakah Fatimah Az-zahra...?

  • Sosok wanita baru dalam cerita ini

    Votes: 62 23,7%
  • Sosok wanita yang menyamar dalam cerita ini

    Votes: 200 76,3%

  • Total voters
    262
Chapter 19. Paris in Love



Cuplikan chapter sebelumnya....


Tiga jam kemudian....


"Siapa kalian? Mau apa kalian?", ucap pemuda itu berusaha menghidari pukulan kedua pria berbadan tegap berpakaian serba hitam.

Tanpa mereka jawab kedua pria berbadan tegap seketika menyerang tanpa memberi kesempatan pada pemuda itu hingga membuat tubuhnya terjengkang ke belakang saat tendangan salah satu pria berbaju hitam itu masuk tepat menghantam perut Robi.

Buuuggghhh.... Buuugggghhh.... Buuuggghhh....

Aakhhh...",

Tubuhnya bertubi-tubi dipukul ditendang bahkan kepalanya diinjak, dua orang berpakaian hitam itu terus memukuli tanpa henti, hingga membuat lelaki tampan itu mengalami luka yang cukup serius.

Tidak hanya memukuli, pria bertubuh tegap menelanjangi Robi dan menyuntikkan sebuah cairan yang sudah mereka persiapkan ke kelamin pemuda itu.

"Ayo tinggalkan saja pria pecundang ini! biar ia merasakan akibatnya, tidak bisa ereksi lagi, hahahaha".
.
.
.
Keesokan harinya....


"Robi... Robi...",

Seorang ibu setengah baya berusia sekitar 45 tahun memanggil-manggil Robi di ruang tamu.

"Kemana tuh anak? Kok pintu nggak dikunci begini!", gerutunya dalam hati.

Ia lalu melangkah ke kamar Robi dan di dapatinya kamar Robi terbuka dengan perabotan di dalamnya yang berantakan.

Semakin menambah rasa panik dan takutnya ibu itu terus melangkah masuk ke kamar Robi.

Dan.....

"Robi....! Anakku....!", seru nya.

Ia langsung memburu mendekati putranya yang masih tergolek lemah tak berdaya di lantai kamarnya dengan luka-luka yang cukup banyak di wajahnya, dan celana jeans dan cd nya melorot sampai ke pahanya, hingga kemaluan Robi terpampang jelas dimatanya walau dalam keadaan layu dan tertidur.

"Apa yang terjadi padamu nak? Siapa yang melakukan ini?", tanya mama Robi setengah berteriak.

Robi diam tak bersuara, tetapi matanya mulai terbuka dan nafasnya terdengar tersengal-sengal, ternyata ia sudah sadar tetapi keadaannya begitu memprihatinkan.

Ibu itu sambil segera menelepon seseorang untuk membantu mereka, terdengar dari suaranya ia bicara dengan lantang dan panik meminta orang itu untuk segera datang memberi bantuan dan pertolongan.

Setelah ia menutup sambungan teleponnya, seketika tangisan ibu itu menggema di ruang kamar robi, ia tidak menyangka putra bungsunya mengalami peristiwa tragis seperti ini.

30 menit kemudian....

Ronald datang bersama ambulan, dan beberapa petugas dari kepolisian pun ikut datang untuk melihat tempat kerjadian perkara dan mulai melakukan penelusuran.

Pihak kepolisian mendapatkan laporan langsung dari ibu kandung korban dan segera meluncur ke TKP.

Robi segera dilarikan ke rumah sakit dengan menggunakan mobil ambulan, sementara kamar tidur Robi sudah dipasangi garis polisi sebagai tanda sedang dilakukan proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.

Sempat seorang petugas kepolisian sektor setempat menayakan beberapa pertanyaan kepada ibu dan kakak Robi sebagai saksi yang pertama kali melihat kondisi Robi.

Ibu itu memberikan keterangan sesuai dengan yang ia lihat sambil sesekali menangis sedih.

Setelah merasa cukup informasi yang diperoleh dari saksi petugas kepolisian memperbolehkan ibu dan kakak Robi untuk menyusul ke rumah sakit dimana Robi sedang dibawa.

Pihak wartawan dari media cetak dan elektronik sudah terlihat berkumpul di rumah kediaman Robi, bahkan ada yang sempat mengabadikan keadaan Robi pada saat diangkut ke dalam mobil ambulan, keadaan yang benar-benar memprihatinkan.

Suasana di sebuah rumah sakit swasta ternama di Jakarta.....

Jam 8.00 wib, mobil ambulance yang membawa Robi telah sampai di rumah sakit xxx, petugas tersebut langsung bergegas menurunkan ranjang yang membawa Robi dibantu oleh petugas lainnya mereka dengan cepat membawa Robi yang telah dibantu oleh alat pernafasan selama di dalam mobil ambulance.

Setelah berada di depan ruangan IGD (Instalasi Gawat Darurat) langsung di sambut oleh dua orang perawat wanita dan dua orang perawat pria.

Mereka melakukan pertolongan dengan cepat karena sebelumnya seorang wanita yang bernama Dr. Marieska Febrianty, SH yang merupakan orang tua atau ibunya pasien yang menghubungi dr. Heriansyah Syahputra, DSOG.

dr. Heriansyah Syahputra, DSOG sendiri adalah salah satu dokter yang mempunyai jabatan tertinggi di rumah sakit ini, ia adalah adik kandung Marieska Febrianty atau om nya Robi.

Robi di bawa masuk ke ruangan IGD (Instalasi Gawat Darurat) untuk mendapatkan penanganan serius berdasarkan instruksi dari dr. Heriansyah Syahputra, DSOG sebelum nantinya akan dilakukan tindakan medis selanjutnya jika memang memerlukan penanganan lebih instensif.

dr. Untung Prabowo, DSpd, salah satu dokter terbaik di rumah sakit ini yang sedang menangani Robi dibantu dua orang suster yang sudah berpengalaman, dr. Heriansyah sendiri yang meminta untuk menangani keponakannya.

Sementara itu mama Robi, Marieska Febrianty dan Ronald Adi Utama kakak pertama sedang dalam perjalanan menuju rumah sakit Robi sedang di tangani serius.

Mereka datang 30 menit sesudah Robi sampai ke rumah sakit, mereka disambut langsung oleh dr. Heriansyah Syahputra, DSOG.

"Dik Heri, dimana Robi sekarang?", tanya Marieska cemas dan panik.

"Tapi Robi...! Bisa selamat kan Her. Mbak selama ini terlalu sibuk dengan kerjaan jadi lupa memberikan perhatian dan kasih sayang padanya", ratap Marieska pada dr. Heriansah adiknya.

"Berdoa mbak, percaya sama kekuasaan-Nya. Nald kamu temanin mamamu ya. Om mau melihat keadaan Robi, nanti om kabari lagi pada kalian perkembangan kesehatannya", ujarnya lalu ia pergi menuju ke ruangan IGD tempat Robi sedang menjalani perawatan dan pertolongan medis.

Begitu dr. Heriansyah masuk ke dalam ruangan IGD ia melihat dr. Untung selesai melakukan tindakan medis, dengan sedikit wajah yang menyiratkan kelelahan dan sesuatu yang membuatnya risau.

"dok, gimana perkembangan Robi ponakan saya, apa tindakan medis lain yang mesti kita lakukan untuk membantu memulihkan kondisinya", ucap dr. Heri pada dr. Untung sahabat se-profesinya.

"Ayo kita obrolin serius ke ruangan yang lebih privat! Karena ini menyangkut hal penting", kata dr. Untung serius dengan sedikit ada ketegangan di wajahnya.

"Ok kalau begitu ke ruanganku saja dok", jawab dr. Heri cepat.

"Keluarga ponakan mu ada yang datang kah?", tanya dr. Untung selanjutnya.

"Mama dan kakaknya Robi, sedang di sini dok, apa mereka perlu tau ya kondisi terakhir Robi", sahut dr. Heri.

"Iya biar bisa cepat ditangani karena ini penting dan juga nanti berkaitan dengan keilmuan dokter Heri juga", ucap dr. Untung menjelaskan.

"Baik dok, dokter duluan saja ke ruangan saya, saya mau panggilin mama dan kakaknya Robi", sahut dr. Heri cepat dan sigap.

"Ok dok, saya duluan ya, saya tunggu disana!", ucap dr. Untung lalu ia melangkah menuju ruangan dr. Heriansyah.

Beberapa menit kemudian....

"Baiklah semua sudah kumpul", ucap dr. Heri membuka pembicaraan mereka dengan santai tetapi serius.

"Mbak Marieska, Ronald, di samping om ini adalah dr. Untung Prabowo, DSPd adalah dokter Specialis Penyakit Dalam, beliau yang tadi menangani dan melakukan tindakan medis pada Robi", kata dr. Heriansyah memperkenalkan serta menjelaskan temannya aaat ini.

"dr. Untung, bu, dik", ucapnya memperkenalkan diri.

"Biar nanti dr. Untung yang menjelaskan pada kita semua di sini", sambung dr. Heriansyah.

"Baiklah supaya saya akan jelaskan semua secara medis dan semua perkataan saya di dasari sumpah dan janji sesuai kode etik profesi kami sebagai dokter, saya sampaikan bahwa secara fisik luar luka pasien atas nama Robi itu tidak terlalu memprihatinkan dan bisa diaembuhkan dalam waktu satu bulan ke depannya. Tetapi....", ucap dr. Untung sempat berhenti sejenak lalu ia menoleh ke arah dr. Heriansyah.

dr. Heriansyah yang secara naluri kedokteran mengerti tatapan dr. Untung kemudian menganggukkan kepala seakan memberi ijin untuk melanjutkan perkataannya karena ia juga sebagai keluarga dari pasien, Robi adalah keponakannya.

Mereka diam sambil menunggu penjelasan lebih lanjut dari dr. Untung, Marieska sesikit gelisah berita apa yang akan disampaikan dr Untung selanjutnya, Ronald hanya diam sambil menghela nafas, sementara dr. Heriansyah mencoba untuk tersenyum walau ada sedikit keresahan salam hatinya atas apa yang ingin disampaikan sahabatnya.

"Saya harap ibu, adik dan dr. Heri bisa menerima ini dengan sabar, dan masih ada peluang atau harapan Robi nantinya bisa sembuh.....", ucapnya kembali sambil menghela nafas mengumpulkan keberaniannya untuk menceritakan yang sebenarnya.

"Memang penyakit Robi parah ya dok", potong Ronald gelisah dan panik.

Sementara Marieska mamanya Robi matanya mulai berembun, asa sesuatu yang berat ingin ia tumpahkan tetapi ia tahan karena belum ada kepastian informasi dari dr. Untung.

"Dibilang berat, ini memang sangat berat tetapi secara medis ini bukan termasuk penyakit berbahaya dan ini terjadi karena faktor kesengajaan atau ada orang yang melakukan penganiayaan pada Robi, sebelumnya saya mohon maaf apakah Robi pernah menyakiti hati perempuan, misalnya pernah menyetubuhi seseorang tetapi orang itu tidak terima, lebih gampangnya lagi bahasanya pernahkah Robi berbuat zinah di rumah, atau di tempat lain dengan seorang wanita?".

"Saya tidak tau dok, karena saya jarang di rumah". jawab Marieska.

"Apalagi saya dok, kerja saya di diskotik, pulang kerumah bisa 6 bulan atau bahkan tidak sama sekali", sahut Ronald.

"Memangnya apa kaitannya dengan masalah ini dok?", tanya dr. Heri bingung.

"Sangat berkaitan dan saya yakin itu karena balas dendam seseorang karena perbuatan Robi juga", jawab dr. Untung tenang.

"Memangnya ada gangguan apa dok jadi bingung nih ada kaitan hukum juga kayaknya".

"Disfungsi ereksi atau impoten permanen, karena sel syaraf di kemaluan dan testis Robi telah mati rasa dan kemungkinan Robi di kebiri secara kimiawi dengan cara menyuntikkan obat antiandrogen, seperti medroxyprogesterone acetate atau cyproterone. Obat-obatan itu menekan fungsi hormon testosteron, sehingga libido akan sulit membangkitkan gairah dan membuat orang yang mengkonsumsi obat ini akan mengalami disfungsi ereksi atau impotensi".

"Astaga Robi", teriak Marieska kencang.

"Astarfirullah hal adziim", sambung dr. Heri.

"Kok bisa dok adik saya itu jago beladiri kok bisa kalah.

"Semua bisa terjadi. Dan kejadian ini sepertinya balas dendam seseorang pada Robi melihat dari kondisi luka penganiayaan para pelaku.

"Apakah Robi masih ada harapan untuk sembuh dok?", tanya Marieska cemas.

"Kalo itu bisa saja terjadi bu, tetapi juga tergantung mukzizat dari sang Maha Kuasa, kita hanya beriktiar dan berusaha", jawab dr. Untung.

"Mbak tenang saja nanti Heri akan bantu cari informasi rumah sakit yang sudah berhasil membantu mengobati keluhan seperti Robi, yang penting sekarang kita kuatkan Robi supaya psikisnya kuat bila mengetahui keadaannya yang sebenarnya", kata dr. Heri mencoba menenangkan Marieska.
.
.
.
Di tempat lain, di rumah Adit....


Jam 7.00 wib Tasya sudah sampai ke rumah Adit, ia disambut oleh bi Minah, yang tergopoh-gopoh menyambut sang puteri pemilik hotel ternama di Indonesia.

Sementara mang Ujang sedikit gelisah dengan kedatangan Tasya yang sejak awal menatapnya dengan tajam dan dingin.

Ia langsung nyelonong masuk tanpa canggung dan malu ke rumah Adit yang ia anggap sebagai calon suaminya kelak dan duduk santai di ruang keluarga.

"Non Tasya mau bibi bikinin sarapan pagi?", ucap bi Minah ramah sambil sedikit membungkukkan badan pada Tasya.

"Boleh bi, kebetulan Tasya belum sarapan", sahut Tasya cepat.

Setelah kepergian bi Minah, Tasya langsung memanggil mang Ujang sesuai rencananya semalam yang ingin menginterigasi mang Ujang untuk memperoleh informasi dimana keberadaan Adit atau minimal ia mendapat informasi tentang Adit.

"Mang Ujang, Sini Mang!", panggil Tasya lantang.

Mang Ujang pun mendekat dan berdiri menghadap gadis itu.

"Eeee...Iyyyaa... Non, ada apa ya...?", ucap mang Ujang gugup.

"Duduk mang, kok gugup gitu sama saya mang, santai saja mang!", ucap Tasya mencoba membuat mang Ujang santai.

Mang Ujang pun duduk sesuai perintah Tasya, tetapi ia selalu menunduk dan tak berani menatap wajah Tasya.

"Tasya mau nanya mang, tolong mamang jawab dengan jujur!", ucap Tasya mulai memancing mang Ujang dengan suara yang lebih lembut.

Mang Ujang mengangguk lalu ia menjawab, "apa yang mau non Tasya tanyakan?", kata mang Ujang bertanya balik.

"Mamang tau dimana Adit berada?", ucap Tasya langsung ke pokok masalahnya.

Mang Ujang hanya menggelengkan kepala.

"Mungkin salah ya pertanyaan Tasya. Mang Ujang tau kenapa Adit jarang pulang?", sambung Tasya mengulang pertanyaannya.

Mang Ujang mengangkat kepalanya melihat ke arah Tasya yang menunjukkan mimik wajah yang serius.

"Maaf non, kalo itu mamang nggak tau non", jawab mang Ujang tegas walau terlihat ada kecemasan di wajahnya.

"Hahahaha", tawa Tasya meledak.

Mang Ujang kembali menundukkan kepala.

"Mamang... Mamang... Tasya bukan baru kenal sama mamang, sejak Adit belu rumah ini Tasya sudah mengenal mang Ujang, itupun karena Tasya yang membawa mamang dan bibi untuk kerja di sini kan. Mau jujur atau tidak Tasya sudah bisa menilai kok, mending mamang cerita daripada nanti Tasya bilangin ke Adit bahwa mamang dan bibi kerjanya nggak benar. Ayo sekarang mamang katakan yang mamang ketahui sebelum saya berubah pikiran!".

"Mamang beneran nggak tau non. Den Adit kalo pulang sebentar terus pergi lagi dan mamang tidak berani nanya ke den Adit kenapa jarang pulang ke rumah", jawab mang ujang.

"Benarkah itu mang. Tasya hitung sampe tiga jika mamang masih nggak mau jujur, silahkan angkat kaki dari rumah ini, banyak kok yang mau kerja di rumah ini", ancam Tasya tegas.

Mang Ujang diam, ia berpikir sejenak satu sisi ia takut dengan ancaman Tasya yang serius di satu sisi lainnya ia sudah berjanji dengan Adit majikannya untuk merahasiakan pernikahannya.

"Bagaimana mang Ujang? Tinggal pilih saja mudah kok, dan perlu mamang ingat jika mamang pilih yang pertama Tasya pastikan kehidupan mamang akan lebih sulit. Tasya tidak segan-segan menghancurkan kehidupan kalian. Ingat itu mang".

Pucat pasi wajah mang Ujang setelah mendengar ancaman dari Tasya, ia sadar omongan Tasya barusan bukan sekedar gertakan semata, dulu sewaktu ia dan istri kerja di rumahnya tasya tidak segan-segan memecat dan memenjarakan desi yang ketauan mencuri waktu itu.

Sebelum mang Ujang menjawab, tiba-tiba dari luar terdengar suara bunyi motor yang memasuki perkarangan rumah Adit.

"Non Tasya, itu sepertinya motor den Adit", kata mang Ujang yang mengenali suara motor bebek yang kemaren sempat ia test drive.

"Yaudah sana! temui majikanmu dulu, tapi awas mamang jangan bilang saya ada di sini", ucap Tasya tegas mengingatkan mang Ujang.

"Iya non", sahutnya lalu pergi meninggalkan gadis itu menuju pintu depan.

Terdengar pembicaraan singkat antara mang ujang dengan Adit, obrolan santai antara majikan dan pengurus rumahnya.

Ketika Adit melangkah masuk ke dalam rumahnya, ia sempat kaget saat melihat Tasya sudah menunggu disana. Entah sudah berapa lama gadis itu duduk di ruang keluarga. Gerak geriknya demikian gelisah. sesaat menyilangkan kaki sesaat kemudian melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Begitu mendengar bunyi ketukan sepatu mendekat kearahnya, serentak Tasya menoleh dan berdiri tegak dari sofa. Ia menyambut Adit dengan wajah kesal.

"Darimana saja kamu, Dit?", sembur Tasya tidak tahan lagi, menuntut penjelasan.

"Hai, Sya", sapa Adit basa-basi dengan ekspresi tanpa dosa, seolah tidak menyadari kesalahannya. "Sudah lama di sini?".

"Sudah jangan banyak basa-basi Dit! Kamu tuh ya!", ketus Tasya geram pada Adit.

"Sejak kemarin-kemarin, aku mencarimu kemana-mana, Dit! Teleponku tak pernah kamu jawab! Bahkan papa dan mama kamu ikutan khawatir sampe neleponku semalam! Kamu kemana saja sih menghilang beberapa hari ini tanpa jejak!".

"Lho, sejak kapan aku jadi buronan?", sahut Adit cuek.

Adit melenggang meninggalkan Tasya yang tampak marah dan kesal, menuju ruang makan. Ia membuka lemari es, mengeluarkan jus jeruk, lalu menuangkannya ke dalam gelas.

"Kamu tau bagaimana rasanya menunggu-nunggu tanpa kepastian?", balas Tasya makin jengekel melihat sikap Adit yang cuek dan seperti tidak peduli.

"Aku tidak pernah memintamu menunggu, kan?".

Adit meneguk gelas munumannya tanpa menoleh Tasya sama sekali.

"Nikmat sekali, minuman ini", gumamnya sedikit keras.

Adit seolah tidak menganggap keberadaan Tasya, ia kelihatan begitu haus dan harus membasahi tenggorokannya yang kering.

Tasya langsung beranjak mendekat, Sebelum Adit sempat mereguk kembali jus jeruknya, dengan kasar Tasya menyambar gelas itu dari genggaman tangan Adit.

"Dengar, Dit", kata Tasya mengancam.

Wajahnya semakin dekat dengan wajah Adit, hampir tanpa jarak, lalu ia mencium bibir pemuda itu dengan penuh nafsu dan gejolak dalam dirinya.

Adit diam saja, bibirnya pasif tak merespon ciuman penuh nafsu Tasya, entah apa yang membuat Adit semakin tidak respek pada Tasya yang dulu sempat akrab bahkan intim dengannya.

Setelah ciuman yang seperti memaksa dan tanpa respon itu, Tasya makin merasakan perubahan dari Adit, ia melanjutkan ancamannya sama pemuda itu.

"Kalau kamu berpikir bisa bersembuyi dan menjauh dariku, kamu salah besar Dit. Sampai kapan pun kamu tidak akan bisa lari dariku. Suatu saat nanti kamu pasti menyerah, dan mengakui bahwa akulah yang pantas memilikimu!".

Di puncak kekesalannya, Tasya langsung menenggak habis jus jeruk dalam gelas yang di pegangnya. Langsung tuntas tak bersisa sama sekali. Gelas yang telah kosong itu diletakkannya dengan keras di atas meja, seperti ingin mengisyaratkan bahwa ia bersungguh-sungguh dengan ancamannya.

Lalu ia memutar tubuhnya dan berlalu dari ruangan itu tanpa menoleh lagi. Meninggalkan Adit yang terpana bingung.

"Ada den Adit, lho kemana non Tasya, padahal tadi katanya mau sarapan", kata bik Minah bingung ketika ia tidak melihat Tasya.

"Sudah balik dia bik", sahut Adit cepat.

"Padahal sudah bibik siapin sarapannya dimeja makan, kenapa tadi ribut-ribut den? Den Adit dan non Tasya sedang ada masalah? Maaf kalau bibik tadi sempat dengar den!".

"Gitu deh bik, sikapnya Tasya bikin Adit seperti bocah yang diatur mamanya, Adit jadi ilfil dan nggak nyaman dengan sikapnya seperti itu".

"Iya den, bibik faham aden kurang suka sikapnya non Tasya, tapi bibik juga lihat aden sebenarnya sayang kan sama non Tasya?".

"Dulu sih bik Adit suka dengannya tetapi makin kesini makin bikin Adit semakin terkekang, ini nggak boleh, itu nggak boleh, harus kasih laporan sedang dimana dan bla...bla..bla... Memangnya Adit ini robot yang mesti nurut sama dia", jawab Adit kesal.

"Non Tasya itu sebenarnya baik den, cuma sikapnya yang seperti itu karena ia anak tunggal bibik sudah lama kerja sama keluarga non Tasya dari ia usia 10 tahun jadi tau sifat dan kerasnya non Tasya".

"Dah bik nggak usah bahas dialah lagian sekarang Adit nggak peduli kok maunya dia gimana? Adit minta bibik dan mamang tolong urus rumah ini selagi Adit jarang ke sini ya!".

"Kalo itu pasti den, sudah kewajiban kami untuk menjaga rumah aden apalagi setelah aden bicara sama kang Ujang kemaren bibik jadi faham dengan sikap aden".

"Makasih bik sudah ngerti kondisi Adit, eh iya bik bisa minta tolong buatin kopi untuk Adit!".

"Siap kalo itu mah, aden mending sekalian saja ke meja makan sudah ada beberapa masakan bibik siapin di sana! Siapa tau aden mau sarapan?", kata bik Minah.

"Oh iya, boleh bik", sahut Adit.




Lanjutannya dibawah....
 
Terakhir diubah:
Lanjutannya....


Pov Adit


Aku duduk santai di meja makan, dihadapanku ada nasi goreng, beberapa gorengan dan kue bolu tersaji di atas meja, sempat tadi pagi sebelum berangkat dari rumah kontrakan aku sempat sarapan terlebih dulu.

Sarapan yang dibuat oleh Cinta sang istri penuh rasa cinta hingga aku seakan segan dan malas untuk pergi dari sana tetapi karena aku mesti menyelesaikan beberapa tugas penting membuat aku harus berangkat pergi meninggalkan istriku di sana.

Tetapi saat ia bertemu dengan Tasya ia seakan menyesal kenapa ia mampir dulu ke rumah, tidak langsung saja pergi ke kantor, ini gara-gara gengsiku dihadapan anak buahku hingga aku mesti ketemu Tasya.

"Kenapa Tasya ke sini tanpa bawa kendaraannya? Dimana mobilnya kok tadi aku tidak melihat mobilnya?", pikirku dalam hati.

Lamunanku semakin jauh teringat beberapa kejadian bersama Tasya tiga tahun lalu, saat ultahnya yang memintaku menemaninya ke eropa.

flasback 3 tahun lalu...

Travelling ke Paris, Prancis...

Sejak kejadian di bandara itu, hubungan kami semakin akrab dan intim, walau aku sama sekali menganggapnya seperti adik sendiri tetapi tidak bagi Tasya, ia sangat senang dengan kedekatan kami, bahkan ia tanpa malu memperkenalkan ke teman-temannya bahwa aku ini kekasihnya.

Aku sebenarnya nggak mempermasalahkan soal status kami, toh itu sekedar ucapan sepihak darinya.

Tanggal 5 Januari 2014, saat itu usianya 21 tahun dan seminggu lagi tanggal 12 Januari 2014 ia genap berusia 22 tahun. Ia menemuiku di kantor untuk mengajak liburan ke Paris, Prancis selama tujuh hari sekaligus merayakan ultah ke-22 nya bersamaku. Semua telah ia persiapkan, aku hanya dimintanya menyiapkan paspor untuk keberangkatan kami ke Paris, Prancis.

"Dit...! Temenin Tasya ke Paris ya, awas kalo nolak, Tasya bakalan benci seumur hidup", ucapnya mengancam.

"Lho kok, pake ngancem segala Sya, memangnya ke sananya ngapain?", sahutku enggan dan malas untuk berpergian jauh.

"Ih... Dasar cowok tidak peka. Kamu lupakan kalo seminggu lagi aku ultah", ucapnya kesal dan wajahnya berubah jadi cemberut.

"Oh iya, hehehe... Oke deh Adit ikut saja, tapi Adit mesti ijin dulu sama papa, siapa nanti yang urusin kantor?", jawab ku.

"Om dan tante sudah kasih ijin kok, nanti om Gunawan, papamu yang akan gantiin kamu selama kamu ikut aku ke Paris", sahut Tasya senang.

"Wah... Wah... Hebat benar nih kamu Sya. Bisa-bisanya kamu ngerayu Presdir PT. RWG (Persero), padahal aku saja susah lho minta ijin ninggalin kantor begitu lama". kataku memuji Tasya.

"Siapa dulu Tasya? Itu mah gampang buat aku Dit!", katanya membanggakan dirinya.

"Kamu siapin paspor nya, Dit! Pokoknya 5 hari lagi kita sudah berangkat ke sana".

"Siap non", sahut Adit cepat.

Lima hari kemudian atau tanggal 10 Januari 2014, perjalanan ke Paris Prancis dimulai.

Take off dari Bandara internasional Soekarno-Hatta pukul 08:55 wib dan saat ini sudah berada di dalam pesawat yang akan membawa kami menuju ke Bandara Hamad Doha, Qatar. Dan tiba di Bandara Hamad Doha, Qatar pukul 14:05 wib atau 02:05 pm waktu Qatar.

Saat transit di Doha Qatar sambil menunggu pesawat menuju ke Bandara Charles de Gaulle Paris kami sempat memanfaatkan waktu berjalan-jalan di kota Qatar selama lebih kurang dua jam sebelum nanti satu jam berikutnya mesti sudah ada untuk boarding pesawat di Bandara Hamad Doha Qatar.

Kemudian pukul 17:05 wib atau 05:05 pm waktu Qatar, pesawat terbang Qatar Airways A330 take off dari Bandara Hamad Doha, Qatar, membawa kami terbang di udara menuju Bandara udara Charles de Gaulle atau dikenal juga dengan Bandara Roissy, kota Paris Prancis.

Dan setelah menempuh perjalanan sekitar 5 jam 20 menit, pesawat terbang Qatar Airways A330 yang kami tumpangi tiba di Bandara Charles de Gaulle pada pukul 22:25 wib atau 10:25 pm waktu Paris, France.

Begitu keluar dari pintu kedatangan di Bandara Charles de Gaulle, ternyata kami telah di tunggu, disambut serta dijemput oleh pihak hotel tempat kami menginap.

Shangri-La Hotel Paris adalah nama hotel yang telah di booking oleh Tasya selama 6 malam ternyata adalah salah satu hotel yang kepemilikan sahamnya di miliki oleh keluarga Widjaja atau opa Widjaja, kakek atau opanya Tasya.

Shangri-La Hotel Paris adalah satu hotel mewah dan mahal, terletak di sepanjang Avenue de Iena. Biaya menginapnya sangat fantastik yaitu sekitar $1400 per malam. Jika di kurs dalam rupiah dg harga 1$= Rp. 12.000,- = Rp. 16.800.000,- per malam.

"Sya, kok nginepnya di hotel ini, gila kamu ya, harga nginepnya permalam itu $1400", kata ku kaget.

"Tenang Dit! Kita nginapnya gratis kok, opa ku adalah salah satu pemegang saham terbesar di hotel ini, dah akh jangan pikirin biayanya, kita nikmati saja. Aku pengen merayakan ultahku cuma berdua dengan kamu", jawab Tasya santai.

Jetlag istilah orang yang sedang menjalani penerbangan pesawat jarak jauh, selain karena perbedaan waktu juga perubahan cuaca dan antara siang dan malam Indonesia dan eropa (Paris).

"Sya aku tidur di bawah saja ya", ucap ku bingung.

Ini pengalaman kami pertama kali tidur berdua sekamar dan selama ini jika pergi jalan-jalan kami menginap pun berbeda kamar.

"Jangan Dit! Mosok kamu tidur dibawah sih, sini aja di ranjang, gede juga ranjang ini extra king size ukuran ranjangnya", ucap Tasya beralasan.

"Tapi.... Ah gimana nih kok aku satu ranjang sama Tasya", pikirku sejenak.

"Dah ah, mosok dengan Tasya kamu takut-takut Dit. Sini dong tidur nya!", katanya ketika melihatku tak bergeming dari tempatku berdiri.

Terpaksa aku menuruti keinginannya tidur di ranjang hotel yang sangat mewah ini.

Malam itu karena begitu lelah dan capek akhirnya kami tertidur sangat nyenyak sekali, dan terbangun sudah cukup siang yakni pukul 11:00 am, waktu Paris Prancis atau jam 11:00 wib.

11 Januari 2014....

Adalah hari pertama kami melihat matahari di kota Paris, karena saat kami sampai di kota ini sudah malam pukul 10:25pm waktu setempat.

Aku segera mandi sementara Tasya memesan makanan untuk kami berdua melalui line telepon hotel menggunakan bahasa inggris.

Pukul 11:30am pesanan kami telah berada di kamar hotel, Tasya masih mandi, emang seperti itulah ia kalau mandi lama banget tidak seperti ak yang mandi antara 10 s.d 15 menit itu sudah termasuk lama buat ku.

Saat ia keluar dari kamar mandi aku sempat terpana melihat ia hanya menggunakan handuk tanpa ada apa-apa dibalik nya.

Sempat aku mengalihkan pandangan ku ke samping karena takut aku tidak bisa mengendalikan syahwatku yang kini mulai bangkit karena melihat kemulusan tubuhnya.

"Dit! Kata opa belum lengkap liburan di Paris jika kita tidak mengunjungi Seine River, makannya nanti sore kita kesana ya di dampingi oleh guide dari fihak hotel, Dit!", kata Tasya menjelaskan rencana kami hari ini.

Aku hanya mengangguk.

Pukul 04:00 pm waktu Paris, kami mulai berangkat dari hotel di pandu seorang guide dari fihak hotel untuk berwisata mengarungi sungai Seine.

Seine-River.jpg

Panorama sungai Seine Paris​

Dari sungai inilah kami bisa berlayar dan mengelilingi kota Paris berikut seluruh pesonanya, dengan naik kapal pesiar. Kami bisa menikmati segala keindahannya, bahkan di dalam kapal pun kami bisa memandangi indahnya kota Paris sambil makan malam romantis.

Khusus untuk pelayaran Seine River untuk menikmati pemandangan, kami dikenakan biaya mulai dari GBP 24 atau sekitar Rp 445 ribu, sementara untuk paket dinner-nya dikenakan mulai dari GBP 55 atau sekitar Rp 1 jutaan.

Setelah menjelajahi Seine River menikmati kota Paris dengan kapal pesiar selama satu jam, aku bisa melihat kepuasan dan kebahagiaan di wajah Tasya, dia terus menyenderkan tubuhnya di bahuku selama pelayaran tadi, memang benar-benar kota yang penuh romantisme.

Setelah turun dari kapal pesiar pada pukul 05:30pm kami lalu melanjutkan perjalanan menuju objek wisata lain yang berdekatam dengan sungai Siena tentunya dipandu oleh tur guide yang disediakan pihak hotel.

Jembatan-_Pont-des-_Arts-atau-_Jembatan-_Gembok-_Cinta.png

ilustrasi
Jembatan Pont des Arts atau Jembatan Gembok Cinta, itu artinya kita yang sudah punya pasangan wajib hukumnya untuk datang ke Pont des Arts yang merupakan jembatan yang mengoleksi gembok cinta setiap pasangan yang datang ke tempat ini. Jembatan di atas Seine River yang menghubungkan antara Louvre Museum dan Institute de France ini sebetulnya adalah jembatan yang dibangun khusus untuk para pejalan kaki.

Dibangun pada tahun 1981-1984, jembatan ini memiliki lebar 11 meter dan panjang 155 meter dan dulunya dibangun sebagai pengganti dari jembatan lama yang mengalami kerusakan. Mengaitkan simbol cinta demi cinta yang abadi di tempat ini sudah seperti tradisi. Hanya dengan menulis inisial nama atau nama Anda bersama pasangan di sebuah gembok, lalu menguncikannya di pagar jembatan, setelah itu kuncinya bisa langsung dibuang saja ke sungai. Selain itu, yang menarik dari lokasi ini adalah biasanya jembatan ini digunakan untuk pameran seni dan rekreasi pada musim panas.

"Dit...! Ini gembok ku, sudah ada namanya di dalam sini, kamu jangan kepo ya, hahaha... Hanya aku dan tuhan yang tau siapa yang aku tulis?", kata Tasya senang.

"Palingan juga namaku yang kamu tulis, kan", sahutku iseng asal nebak.

Seketika wajah Tasya tersipu malu, ia menutupi kegrogiannya dengan mengalihkan pembicaraan dengan memancingku.

"Kamu juga kan, nulis namaku. Siapa yang nggak tertarik sama Tasya yang cantik dan seksi ini?", katanya jumawa memuji dirinya sendiri.

"Ye pede benar non....! Kalo kasih tau bukan rahasia lagi", kilah ku menghindar.

"Dah ah bercandanya, Yuk kita taruh dulu gemboknya lalu kuncinya kita simpan masing-masing! Siapa tau besok-besok kalau kembali ke sini bersama pasangan itulah nama orang di dalam gembok ini? hehehe", kata ku sambil tertawa kecil.

Kemudian aku dan Tasya menaruh gembok bersama gembok-gembok lainnya yang sudah ada disana, dan melanjutkan perjalanan wisata kami menuju Museum Louvre, sambil bergandengan tangan.

Karena sudah agak malam akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke hotel di pandu oleh tur guide yang sejak tadi menemani perjalanan wisata kami.

Sesampainya di hotel waktu menunjukkan pukul 08:00pm, rasa letih dan lelah membuatku seakan malas untuk bergerak. Segera aku berbaring di ranjang, tetapi Tasya buru-buru menarikku dan mengatakan, "jorok kamu Dit! kalo mau tidur mandi dulu sana!".

"Iya...Iya", kata ku singkat.

Lalu aku beranjak menuju kamar mandi untuk mandi, ku nyalakan air hangat supaya rasa dingin cuaca malam kota Paris tidak membuatku sakit.

15 menit kemudian aku keluar dari kamar mandi sudah lengkap dengan pakaian santai kaos dan celana boxer dan tentunya pakai cd didalam celana boxer tersebut.

Giliran Tasya yang mandi ia membawa perlengkapannya yang lumayan banyak, aku lalu menyalakan televisi di kamar hotel itu, bingung juga acara televisinya menggunakan bahasa France, sambil terus mengganti saluran channel TV akhirnya ada juga saluran TV yang menggunakan bahasa Inggris, MTV Music yang aku tonton saat itu.

30 menit kemudian Tasya keluar dengan pakaian yang seksi, berwarna hitam sangat kontras dengan kulitnya yang putih mulus.

"Dit kamu lapar nggak?", tanya Tasya setelah ia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih melilit rambutnya.

"Iya laper, memangnya mau makan dimana kita, Sya?", sahut ku jujur dan bertanya balik padanya.

"Kita makan di sini saja, tapi nanti aku pesan wine juga Dit, kan nanti malam hari specialku, awas kalo kamu nggak kasih hadiah".

"Beres itu, hadiah kamu sudah aku siapin sebelum kita berangkat surprise buat kamu", sahutku.

"Terima kasih ya Dit, kamu tetap mau dekat dengan aku walaupun aku sering membuatku kesal, dan sering direpotin aku".

"Iya, santai aja Sya", jawab ku.

Tasya segera memesan beberapa menu makan malam untuk kami ditambah dua botol wine untuk merayakan ultahnya nanti malam pukul 00:01am waktu Paris.

Semua menu sudah siap disajikan oleh bellroom hotel, beserta lilin dan kue ultah yang ia pesan, setelah 30 menit saat Tasya menelepon.

"Ayo kita makan dulu! Kue ultah dan wine nya nanti kita buka untuk merayakan ultahku ya Dit", kata Tasya.

Kami segera menyantap makanan yang tersaji, karena lapar membuat menu makanan yang dipesan Tasya habis tak bersisa,

"Kenyang dan masakan hotel ini benar-benar nikmat", gumam ku membatin.

Sambil menunggu hari bersejarah Tasya kami bercanda, bercerita masa kecil kami, pertemuan di bandara yang membuatnya jengkel dan terakhir ia meminta maaf padaku tetapi ia tidak berani mengatakan apa kesalahan yang telah ia lakukan hingga ia mengucapkan kata maafin aku, aku tidak begitu mengerti dan tetap berpikiran positif kala itu.

Waktu pun terus berjalan dan kini waktu sudah menunjukkan pukul 11.50pm dan beberapa saat lagi akan berganti hari dan tanggal. Momen berharga buat Tasya di ultah-nya yang ke-22.

Aku tidak lupa mengambil hadiah di tas traveler bag ku. Hadiah ultah buat Tasya yang kubeli sebelum berangkat ke Paris, sebuah kotak berupa kalung emas putih yang memiliki bandul liontin bertuliskan inisial namanya T.

Aku kemudian menyalakan lilin yang tadi diminta oleh Tasya lalu memadamkan kamar tidur hotel hingga suasana menjadi romantis dan hanya cahaya lilin dan lilin kue ultah bertuliskan angka 22 yang menerangi ruangan kamar ini.

Tasya yang merasakan suasan romantis ini hanya diam dan terlihat dari matanya ia mulai berkaca-kaca.

Saat jam di dinding menujukkan angka 00:01am aku memintanya memejamkan mata sambil menyuruhnya berdoa dan memohon dalam hati di hari jadinya ini.

Setelah ia selesai dengan ritualnya tadi ia lalu meniup lilin dengan penuh keceriaan dan langsung memelukku serta memberikan ciuman di pipi kanan ku.

"Untuk lelaki yang kusayangi", katanya sambil memotong kue ultahnya. Kue potongan pertama yang special ia berikan untukku.

Lalu ia menuangkan wine ke dalam gelas. Gelas-gelas itupun sekarang terisi dengan wine yang aromanya begitu menyegarkan.

"Dit, i love you", ucap nya dengan suara bergetar.

Aku hanya diam, aku bingung harus mengatakan apa? Jujur sejak kepergian Ayu aku seakan menutup rapat hatiku untuk wanita lain, tetapi setelah melihat ketulusan Tasya aku sedikit banyak bisa membuka hatiku walau belum sepenuhnya bisa mencintainya.

"Sya, aku tidak ingin kamu tersakiti, kamu tau kan gimana rasa kehilangan orang yang kita sayangi. Tapi aku pun tidak bisa menentang takdir, Sya. Beri aku waktu untuk menumbuhkan rasa cintaku untukmu. Kamu mau menungguku Sya. Menunggu keyakinanku untuk menerima cintamu".

"Serius Dit....! Kamu mau menerima cinta ku. Iya aku pasti menunggumu, menumbuhkan cintamu untukku. Lepaskanlah beban mu kamu mesti move on".

Kami lalu mengangkat gelas dan saling membenturkan gelas itu dengan pelan dan meminumnya secara perlahan.

"Ini hadiahmu Sya. Tolong kamu jaga nggak seberapa nilainya tetapi itu adalah pemberianku untuk kamu Sya".

Tasya membuka hadiah yang kuberikan, ia sempat menutup mulutnya saat mengetahui bahwa itu adalah sebuah kalung emas putih yang ada inisial namanya di bandul liontinnya.

"Makasih yang, tolong dong pasangkan di leherku. Aku anggap malam ini kita sudah resmi berpacaran. Kamu nggak keberatan kan dengan status kita pacaran".

Aku mengangguk lalu segera memasangkan kalung tersebut ke lehernya.

Aku begitu mengagumi kecantikannya malam ini, jujur Tasya memang lebih cantik dan tubuhnya lebih seksi dibandingkan Ayu, tetapi entah kenapa aku tidak punya perasaan sayang seperti seorang kekasih, rasa sayangku padanya hanya sebatas sahabat atau adik.

"Ayang, aku ingin memberikan hadiah special buat mu, tapi ada syaratnya. Apa kamu mau berjanji untukku", katanya menggoda.

"Apapun itu akan aku turutin demi sang putri yang berulang tahun hari ini", jawabku yakin.

Tasya tersenyum bahagia. Ia lalu beranjak melangkah ke traveller bagnya, kemudian mengambil kain hitam. Langkahnya yang anggun begitu menawan malam itu, ia mendekati ku sambil berbisik.

"Ingat ayang! Janjimu tadi kamu akan menuruti semua", bisiknya dengan suara merdu dan seksi.

Aku hanya menganggukkan kepala.

Lalu kain itu dipasangkannya menutup mataku hingga aku tidak bisa menyaksikan dan melihat apa yang akan ia lakukan.

Beberapa detik suasana kamar ini menjadi hening, aku diam dan hanya menunggu apa kejutannya di hari specialnya.

"Ayang, minum dulu ya", bisiknya.

Lalu ia menyodorkan gelas berisi wine itu ke dalam bibirku dan perlahan-lahan wine itu mulai mengisi tenggorokanku, rasa hangatnya terasa sekali ditambah lagi aroma khas wine yang begitu menyengat dan membangkitkan gairah, membuatku sedikit melayang malam ini.

Setelah itu ia mulai menarik baju kaos ku ke atas, maka kini aku bertelanjang dada. Hanya celana dalam dan cd saja yang masih melekat di tubuhku.

Aku merasakan gairah ku naik seketika, nafasku menjadi tak beraturan. Tubuh ku seakan panas.

"Kenapa rasanya gerah banget ya, dan nafsu ku semakin sulit ku kontrol lagi?", aku bertanya-tanya dalam hatiku mengenai perubahan-peubahan yang kurasakan.

"Ayang Adit! Kamu suka ini kan?", bisik Tasya sambil menyodorkan sesuatu ke dalam mulutku.

"Apa ini? Bentuknya kenyal dan padat dan ini aaahhhh...", gumamku sedikit mau berteriak tetapi mulutku tertahan oleh benda tersebut.

"Ahhhh.... Adit, Enak.....", lenguh Tasya seketika saat mulutku dengan rakus mengenyot dan menghisap benda lunak yang begitu menggodaku.

Aku sudah tidak bisa mengendalikan keinginan nafsu birahi ku yang semakin bertambah tinggi.

Sementara itu tangan Tasya masih terus menahan kepalaku untuk terus menghisap benda itu.

Aku yang sudah diliputi nafsu tanpa diperintah kedua tanganku mulai bergerak aktif, sesuai instings ku karena mencium aroma tubuh Tasya yang wangi alami, bercampur bau parfum yang tadi ia semprotkan saat selesai mandi.

Suara isapan bercampur ludah membuat terasa licin dan semakin lancar aku mengulum benda tersebut. Tanpa bisa melihat apa yang sedang kuhisap? Malah semakin membuatku bernafsu untuk menikmatinya. Terkadang aku gigit dengam pelan membuat Tasya sedikit meringis kesakitan.

"Ooohhh ayang, jangan di gigit putingnya ntar putus", protesnya manja sambil mencubit perutku.

"Awww", teriakku kesakitan.

"Itu hukumannya kalo maininnya kasar, yang lembut ayang", bisiknya lagi sambil kembali menyodorkan benda lunak itu ke arah mulutku.

Kini aku tau ternyata benda lunak itu adalah puting susunya, dengan rakus aku menghisap puting susunya tanpa ada keraguan lagi.

"Aaaakkkuu... mau.... piiiipppiiiisss... Aayangg", erang nya.

Tasya semakin membenamkan kepalaku ke buah dadanya sehingga aku semakin dalam mengulum puncak bukitnya.

Sesaat kemudian ia berteriak kencang sambil mengerang menyebut namaku.

"Dit.... Aku.... Piiiiiiipppiiiissss.... Aaaaarrrgggghhhh".

Kemudian ia melepas tangannya yang menekan kepalaku, aku mendengar nafasnya tersengal-sengal ketika itu.

Setelah diam dan hening beberapa menit, aku kaget saat ia menarikku dan mendorong tubuhku ke atas yang empuk. Ia langsung menarik celana boxet dan cd ku hingga kini tubuh ku telanjang bulat.

Mata ku tertutup tetapi aku bisa merasakan aroma tubuh Tasya yang begitu merangsang dan menggoda syahwatku, aku diam tak merespon seolah aku menjadi tawanannya saat itu.

Bibirnya mencium bibirku dengan ciuman yang menggelora, lidahnya seakan berusaha mencari lidahku dan ketika sudah ia dapatkan lalu ia menghisap dan menyedot.

Puas berciuman, kemudian ia bergerak turun menjelajahi dadaku yang bidang. Ia sejenak memainkan puting dadaku dengan menjilati puting ku itu.

"Ahhh.... Geli Sya", desah ku.

Tasya semakin memainkan puting dada membuatku semakin belingsatan menahan geli. Semakin bersemangat Tasya untuk menelusuri tubuh ku yang makin banyak mengeluarkan keringat.

Perut sixpack ku tak luput dari jilatan lidahnya yang seakan tidak puas untuk mencumbui seluruh tubuhku.

"Sya, geli...", lenguhku.

Tasya lalu melanjutkan cumbuan ia terus turun dari perutku hingga sampai ke selangkanganku. Tangan halusnya sempat mengelus pahaku, itu sedikit membuat darahku berdesir hebat. Apalagi saat aku merasakan bahwa tangan halusnya mulai menggenggam penisku.

"Sya, apa yang kamu lakukan? Aaahhh", erangku seakan ingin mempertanyakan kenekatannya.

Tasya seperti tak menggubris ia seakan tak mendengar perkataanku malah kini ia mencoba menjilati kepala penisku dengan bibir seksinya.

"Ooohhh Tasya, aaahhh", desisku merasakan geli bercampur nikmat ketika lidahnya mulai menjilati kemaluanku.

Hening kembali saat ini, aku tidak tau apalagi yang akan Tasya lakukan. Belum tuntas pertanyaanku akhirnya terjawab juga tiba-tiba aku merasakan ada benda lunak sedang menggesek-gesek penisku.

Rasa nikmat dari pergesekan itu semakin membuatku seakan terbang ke angkasa.

Tiba-tiba....

Benda yang membuatku merasakan nikmat itu seperti mendorong semakin kebawah seakan ingin menelan habis kemaluanku, kemaluan ku masih di genggam oleh tangan mulusnya.

"Awwwww, Dit sakit!", teriakan Tasya saat kepala penisku membelah benda yang mirip sebuah bibir yang sangat rapat dan ketat.

Tetapi bukannya ia berhenti tetapi malah semakin kuat menurunkan pantatnya hingga...

Bleeeessaa.... Sreeeettt...

"Adit...... Perih", jeritnya kencang.

Benda itu seperti terbelah oleh penis ku, hingga dalam hitungan detik aku merasakan penisku sudah tenggelam habis dalam benda yang sangat rapat.

Tasya lalu membuka kain yang menutup mata ku, seketika aku dibuatnya melongo seakan tidak percaya.

Diatas tubuhku Tasya telanjang bulat sama seperti ku, dengan buah dada yang sangat indah, bulat dan padat dengan puncaknya berwarna merah muda.

Dan yang lebih membuatku terperanjat saat aku menyadari bahwa kedua kelamin kami bersatu.

Penisku sudah terbenam seutuhnya di dalam vagina perawannya. Ia meringis menahan perih di kemaluannya.

"Ayang, inilah hadiah special dariku, keperawanan dan hatiku yang kuserahkan utuh padamu", bisiknya dengan suara yang bergetar.

"Aaahhh, kenapa sampai begini, Sya", desisku kesal.

"Aku ingin kamu menjadi milikku dan aku jadi milikmu selamanya", sahut Tasya mantap.

Aku diam tetapi gejolak nafsuku bahkan bangkit saat itu, melihat ada keraguannya aku pun menarik tangannya hingga ia rebah memelukku, ku belai rambutnya sejenak, lalu aku membalikkan tubuhnya hingga posisi kami berubah, aku berada diatas tubuhnya sementara Tasya berada di bawah tubuhku, alat kelamin kami masih bersatu dan seakan enggan untuk dilepas.

Aku kemudian menatap wajahnya, dan Tasya menganggukkan kepalanya membuat aku mantap untuk menuntaskan apa yang sudah terlanjur terjadi.

Aku perlahan-lahan mulai memaju-mundurkan penisku yang tadi sempat berdiam lama di dalam tubuhnya. Tasya mulai bisa menikmati persetubuhan ini desahan dan lenguhan keluar dari bibir nya.

"Aaahhhh..... Uuuhhh.... Ooohhhhh...".

Mendengar desahan Tasya malah membuatku bernafsu, aku sudah lupa diri yang ada nafsu ku mesti aku tuntaskan malam ini juga.

Terus ku pompa vagina Tasya dengan ritme yang cepat, cairan yang keluar dari vaginanya malah semakin memudahkan ku untuk memompa penisku dengan kuat dan bertenaga.

"Ooohhh... ", aku mendesah menikmati kenikmatan penyatuan kedua kelamin kami.

Beberapa saat kemudian aku merasakan akan mendapatkan ejakulasiku, badanku bergetar hebat, nafasku menjadi berat, sesuatu yang akan meledak dari kemaluanku yang kini sudah berada di ujung penisku.

Sementara itu Tasya pun sepertinya akan mendapatkan orgasme yang hampir bersamaan tubuhnya terlihat bergetar hebat, nafasnya sama denganku berat tak beraturan.

"Ayang, aku piiipppiiiisssss...",

Seeeerrrr.... Seeeerrrr.... Seeeerrr....

Vagina Tasya seperti meremas dan menjepit penisku, padahal akupun mau sampai, hingga aku tak kuat lagi menahan sesuatu yang akan keluar dari ujung penisku.

Tasya malah menempatkan kedua kakinya di pantatku seperti ingin mengunciku supaya kemaluan kami berdua tetap bersatu.

"Aaarggggghhhh, aku keluuuuaaarrr Sya".

Crooottt.... Crooottt... Crooottt.... Crooottt.... Crooottt... Crooottt....
Crooottt....

Tubuh ku terkulai lemas, ambruk menindih tubuh sintal dan seksi Tasya. Kelamin kami masih bersatu di dalam tubuhnya.





Bersambung.......

Chapter 20. masih akan membahas cerita Adit dan Tasya saat mereka di Paris, France.
 
Terakhir diubah:
Ciamik sekali suhu cerita ketulusan dan perhatian berkolaborasi jadi hal yg indah

Ditunggu updatenya
Thanks suhu... ikuti terus ya...cerita ini..

Paris....
Hmmmmm.....
Daerah mana nihhhh....
Nah lanjutan ini belum beres om...

Mana nih suhu
Baru separuh ane update... sabarbya lanjutannya...

Kira kira mamnya cinta ada maen ga ama adit????
Hmmm... kira2 ada nggak ya...hehehe...
 
Ah..Robi...ini kah balasan mu..agak sadis tapi ini lah akibatnya :ampun:

Makin bergolak antara Adit & Tasya
 
Klo Tasya sadar dan mengubah tabiatnya yg bikin Adit gak nyaman, apakah ada ruang tersisa di hati Adit untuknya?
 
Bimabet
Di bawah nya udah menthok hu.
Tapi terimakasih sudah update... :semangat:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd