Part 5
"Ton... Hikks.” Soffie langsung berlari menyongsong Anton yang keluar dari gerbang. Rasa rindu yang sangat dalam pada anaknya, membuat penyesalan Soffie semakin menjadi. Dipeluknya Anton dengan erat sambil tak luput menciumi wajah anaknya.
"Maafin mamah... hiikkss maafin mamah.. karena mamah, kamu mesti mengalami begini.. hiiikss.” Soffie terus meminta maaf sambil mencium Anton. Air matanya berderai.
"Mah, sudahlah jangan menangis.. Biarlah yang lalu menjadi kenangan. Anton tidak menyesal dengan semua ini, mungkin kebahagiaan keluarga kita memang harus ditebus dengan Anton mah." Anton melepas pelukan Soffie lalu memegang kedua bahu Soffie.
"Anton malah merasa bangga bisa membuat mamah sekarang bahagia bersama papah.. dan Anton gak menyesali itu semua.." tak terasa air mata Anton pun menetes di pipi, yang lainnya hanya mematung seperti sedang menonton adegan drama antara Soffie dan Anton.
Anton berbalik memeluk erat tubuh Soffie, tubuhnya mulai bergetar. Ia menangis tanpa suara dalam dada ibunya, sedangkan Soffie pun mengelus hangat rambut Anton sambil menangis bahagia.
"Maafkan Anton mah, gak dari dulu Anton menolong mamah hiiks.” lirih Anton.
"Enggak nak.. enggak.." jawab Soffie, lalu mereka pun saling diam beberapa saat, sama-sama hanyut dalam momen pelukan, membagikan rasa hangat dan rindu antara seorang ibu dan anaknya.
"Apa sekarang masih ada yang mengganggu mamah?” Anton melepaskan pelukannya.
"Enggak nak, sekarang mamah sangat bahagia bersama keluarga kita!!" jawab Soffie sambil tersenyum dan mengusap airmatanya. Asih pun mendekati Anton dan Soffie.
“Bu!! Makasih, ubu selalu menyayangi dan mendoakan Anton hingga saat ini.” Anton memeluk Asih.
"Sudah semestinya seorang ibu menyayangi dan mendoakan anaknya, nak.” Asih pun meneteskan air mata bahagia.
"Kak...!!" panggil Putri yang sudah berdiri di antara mereka, Anton pun memeluk Putri.
"Kamu semakin cantik aja Put, persis kayak mamah, gimana kamu dah dapat cintanya?” Anton memuji kecantikan Putri.
"Iiiihhh kakak, mau muji atau ngeledek Puput…?!!" Putri cemberut, dia tahu kalau Anton sedang menanyakan perihal hubungannya dengan Andi.
"Iya dong, adikku memang cantik. Kakak tahu kok, Andi itu sangat cinta dan menyayangi kamu, kakak sering ngobrol sama dia!!" sambil mengelus rambut adiknya.
"Kakak, iihhh ngeledek terus!!" muka Putri memerah menahan malu, karena perkataan Anton pasti didengar oleh yang lainnya.
Surya, Soffie dan Asih hanya tersenyum mesem melihat kedua kakak beradik ini.
"Udah akh bahas itu mulu, oohhh iya kak niiiich siapa coba... kakak pasti dah lama belum bertemu dia lagi.” ujar Putri sambil menarik seorang gadis cilik ke hadapannya Anton.
Gadis cilik nan manis itu malu-malu menatap Anton, lalu tersenyum sambil memeluk Putri.
"Ini pasti adik kakak. Sama cantiknya dengan kamu Put. Ini pasti Andien, bener kan??" ujar Anton sambil mendekati gadis itu lalu menariknya ke dalam pelukannya.
"Maafin kakak yah, selama ini kakak belum pernah melihatmu.” ujar Anton pelan, memang selama dipenjara, Anton belum pernah bertemu dengan adiknya yang lahir dari Asih. Anton dulu melarang keluarganya untuk membawa Andien menemuinya, bukan karena Anton malu, tapi Anton tidak mau kondisi dia yang berada di dalam penjara akan membawa dampak negatif bagi psikologis Andien. Meski begitu, Anton selalu menerima kabar tentang Andien dari keluarganya, khususnya melalui Andi yang sering berkunjung sambil membawa foto dan rekaman video Andien, mulai dari kecil hingga sekarang.
Begitu juga Andien, meskipun belum pernah bertemu dengan Anton, ia sudah sering mendengar cerita tentang kakaknya baik dari Surya, Soffie, Asih, maupun dari yang lainnya.
"Kaaakkk.. " terdengar Andien lirih memanggilnya.
"Kenapa dek..!!" Anton melepas pelukannya
"Kenapa selama ini kakak gak mau nemuin Andien?” tanya Andien malu-malu.
"Gak usah dibahas, ya dek, yang jelas kakak akan selalu bersama kamu, untuk mengganti waktu kebersamaan kita yang hilang..!!" jawab Anton singkat, lalu menggendong Andien.
Ia sengaja mengalihkan pertanyaan Andien agar gadis ini tak perlu tahu bahwa ia sendiri yang melarang orangtuanya agar tidak membawa Andien ke Lapas. Yang lain pun hanya diam, tanpa menjawab pertanyaan Andien. Soffie dan Asih hanya bisa memeluk Surya, mereka terhanyut dalam suasana haru pertemuan perdana Antara Anton dan Andien.
"Ihhh kakak, turunin Andien, malu tauuu. Andien kan udah gede, udah kelas 3. Lagian Andien kan berat.” Andien sedikit meronta, tapi dalam hati gadis kecil ini, ia pun ingin merasakan kehangatan seorang kakak laki -akinya.
"Bodo, kakak pokoknya akan gendong kamu sampe kamu gede hehe!!" ujar Anton sedikit becanda.
"Ihhhh kakak.” gerutu Andien.
"Hihi, enak tuh digendong kakaknya, padahal kakak juga dulu pengen, malah kakak belum pernah tuh digendong kak Anton!!" ujar Putri menertawakan tingkah Andien.
"Ohh, jadi kamu mau digendong juga Put?” ujar Anton lalu menurunkan Andien dan mencoba meraih Putri untuk digendong, tapi Putri mengelak.
"Ogggaaahhhh..." sambil berlari menjauhi Anton.
Anton hendak mengejar, tapi tiba-tiba sebuah suara memanggilnya.
"Kak!!" Nanang telah berdiri, didampingi oleh Eka yang sedang menggendong Laras Kirana.
“Nang.” lalu Anton memeluk Nanang dan Eka bergantian.
“Nang, makasih yah udah gantiin kakak untuk jagain keluarga kita!!" ujar Anton.
“Kak, itu sudah menjadi kewajiban Nanang sebagai adik kakak!!" ujar Nanang sambil menepuk bahu Anton, dibalas dengan senyuman Anton.
Lalu Anton meraih Laras dari Gendongan Eka.
"Nang, putri kamu cantik yah, mirip ibunya. Untung gak kayak bapaknya hahaha.” Suasana pun berubah cair penuh bahagia.
"Ton, gak hanya kami kok yang menjemput kamu, lihat siapa tuh yang datang.” ujar Surya, sambil menunjuk keempat sahabat Anton beserta keluarga mereka masing-masing. Mereka pun mendekat dan mengelilingi Anton.
"Cing..!!" ujar Dai, lalu Anton memeluk sahabatnya yang satu ini, dilanjutkan dengan memeluk para sahabat yang lain silih berganti. Tak sepatah kata pun yang terucap di antara mereka. Semuanya sama-sama terhanyut dalam suasana haru dan bahagia.
"Kalian ternyata telah bahagia yah bersama para mantan pacar kalian.” Anton mendekati Sarah, Reni, Vidya dan Fitri, lalu memeluk mereka bergantian.
"Makasih yah untuk kalian semua, yang telah menerima sahabatku yang bebal ini. Sosok kalianlah yang telah merubah hidup mereka!!" ujarnya pada mereka. Para istri sahabatnya pun menjawab dengan senyuman, hingga akhirnya mereka semua asyik mengobrol bersama Surya sekeluarga di pelataran parkir Lapas.
"Lah kok aku gak liat Andi..!!" Anton tiba-tiba menyadari sosok pemuda itu tidak ada di antara mereka.
"Cing, sekarang kok lu kagak maka
“lu-gua” lagi, udah jadi
“aku-kamu”, hahahaha… gatel dengernya haha!!" celetuk Guntur.
"Ingat umur yah hahaha… noh si Andi lagi merekam moment kebebasan lu, Cing.” jawab Sakti sambil menunjuk Andi yang berdiri sedikit jauh sambil memegang
handycam. Sakti pun melambai tangan.
“Ndi, sini lu. Lu kagak kangen napa ama kakak lu..!!" ujar Sakti.
“Selamat, kak!!" ujar Andi sambil menyalami Anton, lalu memeluknya.
“Makasih, Ndi, Hmmm apa kamu dengan Putri... " belum juga beres Anton berbicara Andi langsung memotong…
"Kak, Andi sudah melaksanakan janji Andi ke kakak.” jawab Andi mengalihkan perhatian Anton.
Anton mengingat peristiwa itu, ketika ia berbisik memberi pesan pada Andi untuk menjaga Renata saat di pengadilan dulu
"Gimana kabarnya dia sekarang, Ndi?" tanya Anton, membuat semua orang terdiam melihat wajah Anton yang tiba-tiba murung.
"Jika kakak penasaran, kenapa kakak gak mau menemuinya sekarang??” jawab Andi.
"Apa dia mau menemui aku, Ndi?? Apa anakku mau menerima aku sebagai ayahnya??" tanya Anton.
"Kak, aku gak akan menyuruh kakak kesana jika dia memang tidak mau menerima ka. Ia selalu menunggu kakak di sana sampai kapan pun!!" jawab Andi tegas.
"Bentar.. bentar apa maksud perkataan kamu, Ton, papah kurang mengerti??” tanya Surya tentang pertanyaan Anton pada Andi.
“Fuuufft.. Pah, mah, bu maafkan Anton karena sudah menyembunyikan semuanya ini... tapi ini memang salah aku yang selalu mengecewakan Renata!!"
"Maksud kamu apa, Ton?” Surya mengulangi pertanyaannya.
"Papah ingat waktu Anton meninggalkan kalian di rumah sakit, saat mamah dirawat? Anton melakukan sesuatu pada Renata, Anton telah merenggut sesuatu yang berharga pada Renata.” jawabnya pelan, semua orang pun terdiam mendengar pengakuan Anton.
"Maksud kamu… kamu telah.." tanya Surya merasa kaget dan penasaran.
"Iya pah, dan atas kejadian itu, Renata telah hamil... dia mengandung anakku..!!" jawab Anton, ia langsung menunduk tanpa berani menatap papahnya. Surya hanya bisa menepuk keningnya.
"Kenapa kamu gak bilang pada mamah, Ton..?? Apa kamu gak kasian ama dia.. mamah tahu apa yang dirasakannya!!" ujar Soffie.
"Maaf mah, Anton baru tahu tentang semuanya itu, waktu kalian diculik; dan waktu itu Anton menemukan ini.” dirogohnya saku dan ia mengeluarkan suatu benda yang dia temukan dalam tas Renata, yang ternyata adalah
testpack alat pegecek kehamilan, yang selalu Anton simpan sebagai alat peredam rindu pada Renata.
“Ton, papah bener-bener menyesal dan kecewa ama kamu, jikalau papah tahu papah gak akan membiarkan Renata menanggung sendirian, dan papah gak akan membiarkan cucu papah sengsara!!"
"Pah, Anton harap mengerti maksud Anton, bukan Anton yang tak ingin semua ini diketahui oleh kalian, tapi .."
“Sudahlah, kang, mungkin saat itu mereka dalam kondisi yang sulit, sehingga akhirnya Renata pergi tanpa kabar berita, dan kak Anton ingin menutupi semuanya. Sekarang kita sudah mendengar pengakuan Anton, dan mendengar sendiri dari Andi bahwa Renata selalu menunggu kak Anton. Yang bisa kita lakukan sekarang demi kebahagiaan mereka adalah dengan mengantar kak Anton untuk menjemput Renata dan menikahkan mereka.” ujar Asih, semua terdiam menatap Surya dan Soffie menunggu keputusan mereka.
"Ton, apa papah tidak mengajarkan kamu arti tanggung jawab sebagai seorang lelaki?? Apakah papah mengajarkan kamu menjadi lelaki pengecut??” tanya Surya menatap tajam Anton membuat Anton terdiam sejenak dan mencerna perkataan Surya.
“Pah!! Makasih.” lirih Anton lalu bersimpuh di kaki Surya.
"Bangun nak, sekarang mari kita semua jemput Renata dengan anak kamu. Kita langsung ke rumah Pak Darma untuk meminang Renata menjadi menantu kita.” ajak Surya dengan antusias, membuat Anton merasa plong. Apa yang ia takutkan bahwa papahnya akan mengutuk perbuatannya pada Renata, ternyata tidak menjadi kenyataan. Surya tidak membahasnya malahan sekarang mengajak Anton untuk menjemput Renata.
“Nah, ini yang gue rencanain ama si Andi... kita beramai-ramai ikut si Cacing untuk menjemput dan melamar Renata. Kalian mo ngikut kagak!!??” tiba-tiba Guntur nyeletuk.
"Kalo gini mah gue mau ikut, iya kan mah??" ujar Bima sambil meminta persetujuan istrinya, dan dijawab anggukan Sarah.
“Pastinya!!! Kita akan selalu mendukung si Cacing!!" ujar Sakti, dan Dai pun mengacungkan jempolnya tanda setuju.
“Oke. Sekarang kita berangkat beriringan untuk mengawal si Cacing menjemput bidadarinya. Ndi, lu di depan sebagai penunjuk jalan dan kita kita ngikut dari belakang.” ujar Guntur pada Andi.
Tanpa banyak bicara, mereka pun langsung menaiki mobil masing-masing untuk mengantar Anton menjemput belahan jiwanya.
*
*
*
Jam 3 sore di sebuah rumah sederhana yang sangat jauh dari pusat kota besar di Jawa Barat, boleh dikatakan daerah pinggiran perbatasan antara kota Ba*********t dan Cian**********.
Seorang wanita dengan pakaian seragam batik, sebagai pengabdi di dunia pendidikan, melangkah memasuki rumah tersebut. Ia baru pulang dari melaksanakan tugasnya sebagai Pengajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di suatu Sekolah Menengah Pertama.
Saat hendak memasuki rumah, didapatinya seorang tamu sedang duduk di teras samping rumah, ditemani seorang lelaki setengah baya.
“Assalamualaikum." wanita itu mengucapkan salam.
"Waalaikum salam, Rena kamu baru pulang nak?” sapa lelaki setengah baya yang menyambutnya.
Ternyata wanita itu adalah Renata yang baru pulang mengajar, dan lelaki setengah baya itu adalah Pak Darma, ayahnya. Ketika Renata memutuskan untuk tinggal di daerah ini dan mulai menekuni profesinya sebagai pengabdi di dunia pendidikan, pak Darma beserta istrinya pun ikut pindah, karena khawatir akan putri bungsunya ini. Ia merelakan melepas jabatannya dengan pensiun dini hanya supaya bisa tinggal bersama Renata.
“Waalaikumsalam." seorang lelaki seusia Renata yang sedang bertamu ikut membalas salam Renata.
"Eehhh kamu nak udah pulang?” Bu Neneng tiba-tiba muncul sambil membawa nampan untuk berisi air minum bagi sang tamu.
Renata langsung mencium tangan otang tuanya, tapi ada yang berbeda pada diri Renata, Renata menampakan wajah tidak suka pada kehadiran lelaki itu.
"Iya bu, Dika mana bu..?” tanya Renata menanyakan putra semata wayangnya.
"Dika lagi mengerjakan PR di dalam, nak." jawab Bu Neneng.
"Ren, ini ada Nak Tito, dia jauh-jauh datang dari Ban**** untuk menemui kamu, dia ke sini bermaksud.." ujar pak Darma.
"Maaf pak, Rena masuk dulu ke dalam, mau ganti pakaian sambil mau menemani Dika belajar.” Renata memotong ucapan ayahnya, lalu melengos masuk ke dam rumah. Bu Neneng hanya mengeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan putrinya yang tidak suka pada Tito; ia pun mengikuti Renata dari belakang.
"Asallamualaikum, anak mamah yang paling ganteng!!" sapa Renata menyapa bocah lelaki berusia 7,5 tahun yang sedang asik mengerjakan PR-nya.
"Waallaikum salam, mamah dah pulang!!" jawabnya.
Andika Anugerah Pratama nama bocah tersebut. Ia berdiri dan mencium tangan Renata.
"Tadi di sekolah gimana, sayang?” tanya Renata lalu duduk di samping putra semata wayangnya, sambil mengelus rambutnya.
"Tadi Dika ulangan dapat nilai 9, mah." jawab Andika.
"Pinter kamu.." jawab Renata tersenyum.
"Rena, sana temani Tito dulu, dia udah jauh-jauh hanya untuk ketemu kamu, ada hal penting yang ingin ia sampaikan..!!" ujar Bu Neneng.
"Mah, mamah tahu kan kalo Renata gak suka ama dia, kenapa sih mamah ama bapak selalu maksa Rena untuk menemaninya!!" ketus Renata.
“Iya, mamah tahu, tapi bisakah kamu sopan sedikit dan temui dia? Bicarakan baik-baik dengan dia, bukan begini caranya!!" kilah Bu Neneng.
“Iya, sebaiknya Rena temui Nak Tito. Tadi dia sudah bicara dengan bapak untuk menyampaikan maksud dan tujuannya. Dia kemari untuk melamar kamu...!!" tiba-tiba Pak Darma muncul dan langsung menimpali ucapan istrinya.
"Pak, udah Rena jawab dari dulu kalau Rena itu tidak mau. Kok maksa sekali sih dianya... Bapak juga kan sudah tahu keputusan Rena, kenapa tidak bapak sampaikan kepadanya sih?” suara Renata meninggi.
“Iya, bapak tahu, tapi ia ingin mendengar sendiri dari mulut kamu, makanya bapak pengen supaya kamu bicarakan dengan dia secara baik-baik!!” Pak Darma membalas dengan lembut.
"Huuuh, males!!" Jawab Renata dengan cemberut.
"Bah... ambu... mamah itu gak akan menikah dengan siapa pun, mamah tetap akan menunggu ayah Dika sampai kapan pun!!" Dika ikut membela Renata.
"Iya, abah tahu, tapi kan mamah kamu harus bilang ama om Tito secara baik-baik, bukan menghindar kayak gini.” jawab Pak Darma.
"Mah, apa perlu dika yang bilang ama om Tito..!!" Andika bertanya.
"Udah biar mamah aja yang ngomong.” jawab Renata dengan ketus, lalu ia berjalan menemui Tito di teras.
“TITO, KAMU MAU APA SIH DATANG TERUS KESINI?? UDAH AKU KATAKAN BAHWA AKU MENOLAK LAMARAN KAMU, KARENA AKU SEDANG MENUNGGU SESEORANG, TAPI KENAPA SIH KAMU TERUS NGEJAR AKU?? KAMU TUH GAK NGERTI AJA!!" teriak Renata sambil berjalan menemui Tito, Renata sengaja berkata dengan keras dari dalam rumah agar terdengar oleh Tito yang sedang duduk diteras samping rumah.
Ketika Renata akan keluar dari pintu teras, tiba-tiba matanya terpaku pada sesosok lelaki yang tengah berdiri di samping Tito, lalu berjalan ke hadapannya.
"Terima kasih, kamu selalu menunggu aku, Mut.” ujar lelaki itu, yang ternyata adalah Anton.
Renata terkejut melihat Anton yang berdiri di depannya, ia seakan tidak percaya bahwa lelaki yang selama 8 tahun ditunggunya sekarang telah hadir di hadapannya.
“Mut, kamu telah menungguku selama ini, apa kamu telah memaafkan aku atas kehilafan aku selama ini?” tanya Anton membuyarkan rasa terkejut Renata. Renata tak menjawab, air mata mulai jatuh menetes, tanpa tahu apa yang sedang ditangisinya, yang jelas ia sangat bahagia melihat lelaki yang ditunggunya telah hadir di hadapannya.
"Mut, aku datang kesini untuk menjemput kamu, aku akan meminang kamu untuk jadi pendampingku... Apa kamu mau??!!" tanya Anton, Renata tak menjawab. Tito yang mendengar apa yang dikatakan Anton terlihat mulai risih.
"Mah, ada apa sih kok mamah langsung diam?” Andika muncul dari dalam rumah, dan ia langsung terdiam melihat sosok lelaki yang sedang berdiri di hadapan mamahnya.
"Mut, apa dia putraku??" tanya Anton saat melihat Andika, Renata masih diam tak menjawab.
Anton langsung berlutut di hadapan Andika, lalu memegang bahu anak itu.
"Nak, ini ayah.. apa kamu mengenali aku?” tanya Anton kelopak matanya mulai panas karena haru dan bahagia.
"Iya yah, Dika mengenali ayah walau hanya lewat foto yang dipajang dikamar Dika. Mamah selalu bercerita tentang ayah.. kata mamah, ayah pergi mencari uang, dan akan kembali untuk menjemput Dika dan mamah jika ayah udah punya banyak uang!!" jawabnya polos, meskipun sikapnya masih kaku di hadapan anton.
Anton pun memeluk erat Andika, tubuhnya mulai bergetar. Andika hanya bisa terdiam tanpa tahu apa yang harus ia lakukan.
"Maafin ayah, nak. Ayah telah pergi meninggalkan kamu hiiiks… Sekarang ayah baru bisa menemui kamu nak, kamu dah besar sekarang.” Anton tak tahan menahan tangisnya sambil memeluk Andika.
Renata yang sedari tadi hanya diam, akhirnya menangis tak tertahankan, tubuhnya bersimpuh di samping Anton dan Andika. Anton langsung meraih Renata dan memeluknya, lalu ia membenamkan wajah Renata dan Andika ke dalam dekapannya.
"Maafin aku, Mut. Aku telah membuat kamu menderita selama ini, telah membuat kamu membesarkan anak kita seorang diri!!" lirih Anton sambil semakin mengeratkan dekapannya.
Mendengar ada keributan dan jerit tangis, Pak Darma dan Bu Neneng langsung keluar, mereka lagsung tertegun melihat Anton.
"Pak Darma..??" Surya muncul diikuti yang lainnya.
"Pak Surya??” jawabnya.
"Lama kita tak bertemu.” Surya langsung menyalami Pak Darma.
Anton tidak peduli pada kehadiran mereka yang menonton perjumpaan haru antara dirinya dengan Renata, menyaksikan perjumpaan dan pelukan pertama antara seorang ayah dan anaknya. Ia terus memeluk Renata dan Andika sambil menangis, ketiganya terhanyut oleh keharuan pertemuan ini.
"Bu, Pak, ada apa ini, kok saya seperti kambing congek, gimana lamaran saya untuk Renata?” Tito akhirnya tak tahan melihat suasana ini, ia meminta jawaban atas lamarannya terhadap Renata.
Renata pun melepas pelukan Anton, lalu berdiri, dan Anton pun lalu menggendong Andika.
“Tito, maaf yah, kenalin ini suami saya.. dari dulu saya menolak kamu karena aku telah punya pendamping, tapi kamunya tetep
keukeuh.” jawab Renata dengan sedikit kesal dan menyindir Tito.
"Kok gini, katanya Renata belum menikah gimana ini sih pak...!!" jawab Tito dengan sedikit emosi.
"Bang sini bang... kalau tidaksalah, lu kan yang gue labrak gara-gara godain Bu Renata?? Apa lu kagak kapok??? Inget bini lu.." tiba-tiba Guntur muncul di hadapan Tito, membuatnya gugup saat mengetahui orang yang mendatanginya.
“Annnnu, baaang.. ssaaayyaa dah piissah ama isstri..!!" jawab Tito.
"Coba gue telepon bini lu, kalau gak salah bini lu namanya Ida Farida kan?? Gue udah pernah ketemu kok ama bini lu, dan gue save nomor hapenya.. nih 0815******** betul kan…?!!" ujar Guntur sambil mengutak-atik hapenya.
“Baaaang, sssaaaya paamiit dulu.” tanpa banyak bicara Tito langsung pergi meninggalkan rumah Renata.
"Heeeaaayaaa haha mau nipu dia... mo kawin lagi ngaku duda... hahahaha!!" tawa Guntur saat melihat kelakuan Tito, diikuti oleh tawa yang lainnya.
“Mut, beneran kamu mau menerima aku jadi suami kamu? Kamu mau menerima aku apa adanya?” tanya Anton, Renata masih diam tak menjawab pertanyaan Anton.
"Yaelah Cing, lu kok gak peka banget sih!! Si Renata tuh dari dulu udah maafin lu. Dia itu sudah lama nungguin lu untuk ngelamar dia, masih gak ngerti juga sih...!!" olok Guntur, membuat Renata jadi malu.
"Yaelah dia malu lagi!!" ujar Reni, tiba-tiba para istri sahabat Anton mendekati Renata.
"Gimana kabar kamu, Ren?” mereka pun menyapa Renata.
Soffie lalu mendekati Renata lalu memegang pipinya sambil berkata, "Ren, kami semua datang ke sini untuk menjemput kamu, sekalian akan meminang kamu.. kamu mau, kan..??” tanya Soffie.
Renata memandang orangtuanya, tapi Pak Darma hanya mengangkat bahunya menandakan keputusan ada di tangan Renata sendiri.
Renata menatap Anton, lalu berpaling kepada Andika. Ayah dan anak itu hanya memandangnya penuh harap. Renata mengusap sisa air matanya, lalu mengangguk pelan, kedua pipinya bersemu merah karena malu.
"Hahaha ngedadak bisu dia." tawa Bima melihat Renata yang hanya mengangguk malu-malu.
"Ini cucu kakek yah, siapa namamu nak??" Surya meraih Andika dari pelukan Anton.
"Namaku Andika Anugerah Pratama. Kakek ini siapa?" Dika balik bertanya.
"Ini kakek Surya. Nah kalau ini nenek Soffie dan nenek Asih, orangtua ayah kamu. Nama kamu bagus yah.” jawab Surya.
"Eh sampai lupa, ayo semuanya masuk, masa hanya berdiri di luar.” ujar Bu Neneng mempersilahkan para tamunya masuk, tinggal Renata dan Anton berdua di teras rumah.
"Mut.. apa kamu.." tanya Anton.
“Sebesar apapun salahmu padaku, kamu selalu ada dihatiku, Ton, dan aku telah memafkan kamu sedari dulu. Aku selalu menunggumu untuk datang menjemputku.” Renata menjawab semua pertanyaan Anton yang tadi.
“Makasih, Mut." Anton pun memegang bahu Renata, dan dengan penuh keyakinan Anton berkata:
"Renata Dwi Anggita, apa kamu mau menerima aku sebagai suamimu?” tanya Anton memastikan pernyataan Renata.
“Anton Suryadinata, aku mau menjadi istri kamu, dan aku akan selalu berada di sampingmu.” jawab Renata.
Lalu Renata memeluk erat tubuh Anton, hatinya merasa sangat bahagia karena pangeran pujaannya yang dia tunggu dari kecil, sekarang akan menjadi pendampingnya di seluruh sisa hidupnya.
--- ooo ---
Dalam suasana haru yang ada, sosok Andi hanya memperhatikan kebahagiaan orang-orang yang ia sayangi dari jauh. Ia turut bahagia karena semua anggota keluarganya telah berbahagia.
Tanpa disadari oleh yang lainnya, secara diam-diam Andi pergi seorang diri, meninggalkan rumah Renata. Sebelum tubuhnya benar-benar hilang, ia kembali berbalik ke belakang, matanya tajam menatap keluarga Surya. Mulutnya bergumam lirih: “
Semuanya telah selesai di sini, sekarang tinggal giliranku. Sesuai janjiku dulu, “AKU PERGI TUK KEMBALI LAGI.” Aku sudah tidak peduli bahwa kamu adalah ibu kandungku, aku harus membayar semua penghianatan ini!!” Andi pun pergi ke tempat di mana kesedihan, lara dan dendamnya akan berawal, ke tempat dimana semua dendam yang selama ini dia pendam akan terbalaskan.
Sekian..