Kisanak87
Pendekar Semprot
- Daftar
- 19 May 2017
- Post
- 1.934
- Like diterima
- 82.767
Hiuffttttt.. huuuuu..
Aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan. Pikiranku lagi kalut dan sangat tegang sekali. Aku sekarang lagi duduk didepan ruang persalinan, disebuah rumah sakit terkenal dikota ini.
Aku duduk disini, karena istri tercintaku sedang bertaruh nyawa didalam ruangan sana, untuk melahirkan buah hati kami tercinta.
Aku tidak sanggup mendampingi istriku didalam sana, karena aku terlalu pengecut mendengar rintihan kesakitannya dan aku terlalu pengecut untuk melihat darah yang keluar dari tubuh mulus istriku. Aku tidak sangup dengan mendengar dan melihat semua itu.
Kalau aku tetap memaksakan diriku untuk masuk dan berdiri disebelah istriku, bisa – bisa bukan istriku yang ditangani oleh dokter, tapi aku yang pengecut ini yang akan ditindak didalam ruangan sana. Assuuu..
Padahal, segala bentuk perkelahian tersadis pernah aku lihat dan aku jalani waktu itu di Kota Pendidikan. Aku sudah biasa melihat orang terbunuh dihadapanku, bahkan aku sendiripun pernah membunuh. Entah berapa orang yang sudah menjadi korbanku. Aku pernah mematahkan kaki, tangan, leher, punggung, bahkan hidung preman jalananpun, pernah aku buat rata dengan wajahnya.
Bau amis darahpun sudah biasa aku hirup dan aku rasakan disetiap pertempuranku. Tapi aku justru takut, ketika aku melihat darah dan rintihan kesakitan dari orang yang aku cintai itu. Bajingan..
Kondisi istriku yang sudah tidak muda lagi dan bayi kembar kami yang ada diperutnya, membuat kekhawatiranku semakin menjadi. Dan diusia kami yang sudah diatas 40 tahun ini, memang rentan sekali bagi kami untuk mempunyai momongan. Terlalu banyak resiko yang akan dihadapi, selama istriku mengandung dan ketika akan melahirkan. Apalagi istriku bersikeras untuk melahirkan secara normal.
Hiuuffttt.. huuuuu..
Oh iya. Namaku Aldo, Aldo Septian Hadi. Aku berasal dari Kota Pendidikan. Aku lahir dan besar dilingkungan yang keras, sekeras permainan bola yang selalu diterapkan klub kebanggaanku dikota itu.
Aku menikahi seorang wanita yang cantik dan sangat kucintai. Aku mencintai wanita ini pada pandangan pertama, saat kami bertemu waktu itu.
Bertahun – tahun yang lalu di Kota Pendidikan.
“do.. kodew..” ucap Satria sahabatku ketika kami berkumpul tidak jauh dari sekolah kami. (kodew = wedok = wanita)
Satria ini kakak kelasku di STM, tapi dia lebih senang bergabung dengan kami anak kelas satu.
Aku pun langsung melihat kearah wanita yang disebutkan Satria tadi. Dan benar saja, Diseberang jalan sana rombongan wanita cantik dengan perkaian putih abu – abu, berjalan dari ujung jalan dan akan melewati kami.
“kodew.. kodew.. kodew..” tiba – tiba semua temanku yang melihat rombongan para wanita itu, langsung menoleh kearah para wanita itu juga.
Ya biasalah kalau anak – anak STM melihat para wanita, apalagi dari SMEA, pasti mata mereka seperti mau keluar saja..
“SMEA Negeri iki ker..” (SMEA Negeri ini bro) ucap temanku yang bernama Dono.
“ayu ne rek.. rek..” sahut temanku yang bernama Eko.
“wani’ a nyedek’i.?” (beranikah dekatin.?) ucap Dono kepadaku, ketika rombongan para wanita itu sudah berada disebarang jalan dan tidak terlalu jauh jaraknya dengan kami.
Semua temanku yang berjumlah belasan inipun, langsung melihat kearahku.
“cuukkk’i.. lapo ndelok’i aku.?” (cukkk.. kenapa ngelihatin aku.?) Ucapku lalu aku menghisap rokokku..
“umak lek wani kenalan, tak tukokno oker do.” (kamu kalau berani kenalan, kubelikan rokok do..) Ucap Dono kepadaku.
“temanan’a Don.?” tanyaku dan Dono langsung menganggukan kepalanya.
“oyi tok wes..” (pokoknya iya aja) ucapku dengan semangatnya dan Satria yang ada disebelahku, hanya menggelengkan kepala sambil menikmati rokoknya.
Kenapa aku bisa semangat seperti ini dan aku menyanggupi tantangan Dono itu..? karena aku melihat ada salah satu wanita yang cantik diantara rombongan anak – anak SMEA itu, dan dia temanku waktu SMP. Terus terang aku suka dengan dia dari dulu, tapi belum sempat jadian. Eh.. lebih tepatnya sih, aku yang takut mengungkapkan perasaanku. Hehehe.
Aku lalu berjalan sendirian mendekati rombongan itu, dan aku mengarahkan langkahku kearah Tari yang berjalan paling kanan diantara teman – temannya.
Ya.. wanita itu bernama Tari, Tari Widya Anggraini. Dan ketika Tari melihat kearahku, dia langsung menghentikan langkahnya dan diikuti semua temannya..
Cuukkk.. tatapan ini cuukkk.. gak pernah berubah dari dulu dan itu makin membuat aku menyukainya.
Wanita yang ada dihadapanku ini, adalah cinta pertamaku dan sampai sekarang dia masih tetap cintaku. Gendeng (gila)
Tapi kenapa aku tidak mempunyai keberanian, untuk mengungkapkan apa yang ada didalam hatiku ya.? kenapa aku pengecut sekali ketika berhadapan dengan mahluk yang namanya wanita.? Dan kenapa juga aku tidak mempunyai keberanian, untuk menembaknya dari dulu dan mungkin sampai detik ini.? Bajingan. Jangankan mengungkapkan perasaan, mendekati wanita ini saja, aku sudah pasti sangat grogi sekali. Apa karena alasan itu ya, Dono menantangku tadi.? Assuu..
“hai Tar..” ucapku ketika aku sudah berdiri dihadapannya dan aku mencoba menguatkan diriku, ketika menyapanya ini.
“Aldo..” ucap Tari sambil menatapku lalu menunduk malu.
“cieeeee.. Tari..” ucap semua temannya menyoraki Tari.
“gimana kabarnya..?” ucapku sambil menjulurkan tanganku kearahnya.
Assuuu.. kok tiba – tiba aku berani seperti ini ya.? bisikan apa yang membuat aku nekat, sampai aku berani menyapa terus mengajaknya bersalaman.? Apa karena taruhan dengan Dono tadi.? Enggah ah, ga mungkin. Pasti ini karena aku sudah gak kuat lagi, menahan semua gejolak didalam hatiku. Tapi kalau dia gak mau menjabat tanganku gimana ya.? bukan malunya ditolak atau kalah taruhan, tapi pasti ini akan membuat kekecewaan yang mendalam dihatiku. Jiancuukkk..
Cukup lama aku menjulurkan tanganku dan Tari tidak menyambutnya, dia hanya terus menunduk dihadapanku. Bajingann..
“hahahahaha..” terdengar tawa dari semua temanku diseberang jalan sana.
Tiba – tiba Tari mengangkat wajahnya pelan sampai wajah manisnya menatap wajahku, lalu dilanjutkan mengangkat tangan kanannya perlahan, dan menjabat telapak tanganku dengan agak gemetar.
TAPPP..
Cuukkk.. pegangan tangannya yang lembut dan tatapan matanya yang sendu itu, langsung membuat tubuhku panas dingin.. Gendeng (gila).
Baru pertama kali didalam hidupku, aku menjabat tangan wanita dengan menggunakan perasaan cinta yang menggelora seperti ini. Dan itu rasanya luar biasa banget cuukkk.
Pegangan tangannya yang lembut, mampu menyirami hatiku yang gersang selama ini. Dan tatapan matanya yang sendu, mampu menumbuhkan bunga – bunga cinta yang telah lama layu dihatiku.
“JIANCOOOKKKK..” terdengar makian yang keras dari Dono diseberang jalan sana, tapi aku tidak menghiraukannya.
Pandanganku ini sudah terhipnotis oleh tatapan mata Tari dan aku tidak mampu melihat kearah lain, selain melihat pemandangan yang terindah dihadapanku ini.
Pandangan yang paling menyejukan, meneduhkan, menentramkan dan mendamaikan seluruh jiwaku. Bajingannn..
“kabar baik do..” ucap Tari dengan suaranya yang merdu itu..
“cieeeee.. Tari..” ucap semua temannya dengan kompak.
Tapi kami berdua tidak menghiraukan suara – suara itu, kami berdua tetap berpandangan, dengan tangan yang masih saling menggenggam.
“TERUSNO CUUKKK.. JIANCUUKKK..” suara Dono terdengar lagi.
“CIEEEEE..” dan kali ini, teriakan teman - teman Tari terdengar lebih keras, sampai mengejutkan kami berdua.
Asuuu.. kenapa sih mereka ini.? Apa mereka ini calon – calon penonton bayaran dimasa depan, ya selalu mengucapkan eeeee.. yaaaaa.. eeee… yaaaa.. gitu.? Bajingaann.
Aku dan Tari langsung melepaskan jabatan tangan ini, lalu sama – sama menunduk malu.
“ayo wes Tar. gak muleh’a awakmu.?” (Ayo sudah Tar.. gak pulangkah kamu.?) ucap teman Tari dan Tari langsung melihat kearah temannya lalu mengangguk.
“aku pulang dulu ya do.” Ucap Tari sambil melihatku lagi, lalu tersenyum malu.
“i.. iya..” ucapku terbata.
Teman - teman Tari lalu berjalan duluan, dan Tari menyusul dibelakangnya.
“Tar.. nomor telpon rumahmu masih tetap kan.?” Tanyaku dan Tari langsung menghentikan langkahnya lalu menoleh kearahku.
“emang kamu tau nomor telpon rumahku..?” tanya Tari dan aku langsung terkejut dibuatnya.
Jiancuukkk.. akukan gak pernah minta nomor telpon rumahnya ke Tari, tapi aku minta keteman dekatnya Tari waktu SMP dulu. Gendeng (gila)
Tapi walaupun aku tau dan hafal nomor telponnya, aku gak pernah sekalipun menelponnya.
“hehehehe..” dan aku hanya bisa tertawa sambil menggaruk kepalaku..
Tari lalu tersenyum lagi kepadaku dan memalingkan wajahnya kearah depan, lalu mengikuti temannya pergi..
Hiuuffttt.. huuuu..
Apa cintaku ke Tari kesampaian ya.? Apa dia mencintai aku juga.? Atau malah hanya bertepuk sebelah tangan.? Gendeng (gila) ternyata aku terlalu bau kencur untuk masalah percintaan.. bajingann..
Dan malam harinya, berbekal koin yang ada dikantongku, aku lalu menuju telpon umum dan menelpon Tari untuk pertama kalinya.
Tut.. Tut.. Tut.. Tut..
Suara nada telpon yang terdengar ditelingaku, membuat jantungku berdetak dengan cepat. Senang, gugup, bahagia dan takut, bercampur aduk dipikiranku, sehingga membuat nada detak jantungku semakin tak menentu.
“halo..” suara seorang wanita yang menjawab telponku dan membuat aku menarik nafasku dalam – dalam.
Hiuuffttt.. huuuuu
“halo Tar..” ucapku yang kubuat setenang mungkin.
“Aldo.” Ucap Tari dengan senangnya.
“gimana kabar Tar.” Ucapku yang terdengar kaku sekali.
“tadi siangkan kita ketemu, masa malam ini kamu tanya kabarku sih.? Hihihi..” Ucap Tari lalu tertawa dengan sangat merdunya.
“emang kenapa.? Gak boleh ya kalau aku tau kabarmu setiap saat.?” Tanyaku dan sekarang aku sudah sangat santai sekali.
“boleh dong, apa sih yang gak buat kamu do. Hihihihi..” ucap Tari lalu tertawa lagi.
“hatimu aja yang belum buat aku Tar..” jawabku dengan refleknya.
Cuukkk.. kok berani sekali bibirku ini berucap seperti ini.? Gendeng (gila). Entar kalau Tari marah terus tutup telponnya gimana.? kok aku buru – buru banget sih..? ah.. gak sabaran banget aku ini. Assuuu..
Dan setelah itu tidak ada ucapan dari Tari lagi. Hening dan senyap, hanya suara kendaraan yang berlalu lalang didekatku saja yang terdengar, dan itu membuat suasana tegang sekali.
Jiancuukk.. masa dia marah sama aku sih.? Tapi kalau beneran marah, kenapa gak langsung ditutup aja telponnya.
Tut.. tut.. tut..
Terdengar suara digagang telpon yang menandakan waktu telponku akan habis, dan aku langsung memasukkan koin lagi ke mesin telpon ini..
Kletek.
“Tar..” panggilku.
“ya..” jawab Tari singkat.
“kok diam.?”
“kamu marah ya sama ucapanku barusan.?” Tanyaku dengan agak panik.
“engga kok..” ucap Tari lalu dia menarik nafasnya agak dalam.
“terus kenapa kamu diam.?” Tanyaku.
“ngga apa – apa do..” ucap Tari..
Jadi beneran gak marah nih.? Tapi kenapa dia diam.? Apa dia terkejut karena Arjuna ini baru saja memanahkan panah cinta dan tepat mengenai hatinya.? Asuuu.. Kalau gitu aku nembak dia sekarang aja gimana.? memang sih terdengar gak jantan, karena aku nembaknya lewat telpon. Tapi anggap aja ini gladi, besok baru aku kesekolahnya, terus aku tembak langsung dia disana.
“hiffttt.. huuuuuu..” Aku lalu menarik nafasku dan menguatkan hatiku sekali lagi.
“Tar, kamu mau..?” ucapku terpotong..
“iya do.. aku mau pamit sama kamu.” Ucap Tari yang langsung mengagetkanku..
Jiancuukk.. maksudnya apa ini.? Baru aku mau ngomong, ‘Tar, kamu mau gak jadi pacarku’ gak? kok sekarang dia langsung mau pamit.? Pamit kemana.? Bajingaann..
“kamu mau kemana Tar.? Kamu mau tutup telpon terus tidur gitu.?” Tanyaku..
Tut.. tut.. tut..
Terdengar bunyi telpon yang menandakan waktu telponku akan habis lagi, dan aku memasukkan koinku lagi..
Kletek.
“gantian cuukkk..” teriak orang dibelakangku.
“sabar cuukkk..” ucapku sambil menoleh kearah orang itu dan menutup telpon dengan tangan kananku.
“asuuii’ig..” gumam orang itu pelan.
“Tar..” ucapku ke Tari dan tidak menghiraukan orang dibelakangku.
“besok aku pindah keibukota khayangan do. Ayahku dipindah tugaskan disana.” Ucap Tari dengan sedihnya.
Jiancuukkk.. kok jadi begini sih.? Belum juga aku ungkapkan perasaan hati ini, dia sudah mau pergi aja. Bajingan.. terus aku harus bagaimana.? apa aku tetap menembaknya.? Iya kalau diterima. Kalau dia menolak dengan alasan karena mau meninggalkan kota ini bagaimana.? Apa sakitku gak berlapis - lapis.? Asuu.. asuu..
“maaf do..” ucap Tari dengan nada yang sangat terdengar menyedihkan.
Tuhkan. Belum apa – apa sudah minta maaf aja. Kok begini amat ya nasib cinta pertamaku.. cukk’i..
“maaf untuk apa Tar..?” tanyaku.
“hiks.. hikss.. hikss..” dan bukan jawaban yang aku terima, tapi isakan tangis yang menggores kalbu. Assuu..
“hiks.. hikss.. hikss..” tangisnya makin terdengar lirih, dan aku hanya bisa diam sambil menjambak rambutku dengan tangan kiri, sedangkan tangan kananku memegang gagang telpon.
Tut.. tut.. tut..
Terdengar bunyi telpon yang menandakan waktu telponku akan habis lagi..
Cuukkk’i.. kok cepat banget sih habisnya.? Aku lalu memasukkan koinku lagi..
Kletek.
“gantian bos..” teriak orang dibelakangku lagi dan aku langsung menoleh kebelakang.
Tampak lima orang sedang berbaris dibelakangku, menunggu antrian untuk menelpon..
“nde prapatan ngarep kono loh..” (diperempatan depan sana loh) ucapku dengan emosinya.
“rusak cuukkk..” ucap mereka berlima dengan kompaknya.
“yo lapor nang kantor telekomunikasi cuukk.. lapo koen ngomong nang aku.. assuuu..” (ya lapor ke kantor telekomunikasi cuukk.. kenapa kamu ngomong keaku.. anjing..) ucapku sambil melotot kearah mereka.
“ooo.. mengong..” (mengong = gila) sahut mereka dengan kompaknya, dan aku langsung melihat kearah mesin telpon lagi.
“ka.. kamu.. marah sama aku ya do.?” Ucap Tari pelan, ditengah isakan tangisnya yang mulai mereda.
“untuk apa aku marah Tar. Aku itu siapa.?” Ucapku dengan melasnya.
“maaf kalau tadi aku salah ucap do.”
“Mungkin bagimu, kamu bukan siapa – siapaku. Tapi bagiku, kamu adalah segalanya. Semoga dilain waktu dan kita dipertemukan lagi, kamu juga menganggapku seperti itu. Aku sayang kamu.” Ucap Tari lalu.
Kletek.
Kali ini bukan koinku yang masuk, tapi telponnya yang langsung ditutup. Bajingaannn..
“halo.. haloo.. haloo Tar..” ucapku..
Assuuu.. kenapa ditutup sih telponnya.? Bajingaann..
Aku memasukan koinku lagi dan mencoba menelponnya, tapi telponnya terdengar sibuk..
Arrrggghhhhh..
“gantian cuukkk..” maki orang dibelakangku, dan kulihat makin banyak aja orang yang antri.. bajingaannn..
“iyo cuukk.. iyo..” ucapku sambil meletakkan gagang telpon dimesin telpon, lalu pergi sambil menjambak rambutku dengan kedua tanganku..
Gantung banget ini cuukk.. gantung.. Oh iya, apa lebih baik aku kerumahnya Tari aja ya..? aku tembak dia malam ini dirumahnya, lagiankan tadi dia bilang sayang sama aku.. huuuuu..
Aku lalu berlari menuju rumahku dan mengambil kryptonku, lalu aku menarik gas krypton dengan kencangnya.
Dan ketika aku sampai tidak jauh dari rumah Tari, pemandangan yang sangat membangsatkan pun, menyambut kedatanganku. Seorang teman SMPku dulu, berlutut dihadapan Tari sambil menyerahkan seikat bunga kepadanya. Dan bangsatnya lagi, Tari menerima bunga itu dengan wajah yang… asuuu.. asuuu..
Kenapa kamu tega sama aku Tar.? kenapa.? Tadi kamu pamit sambil nangis waktu aku telpon, kok sekarang bahagia dengan laki – laki lain.? Tadi kamu mengucapkan sayang dan berharap aku juga sayang sama kamu, kok sekarang kamu malah sayang – sayangan sama yang lain.?
Jiancuukkk.. ngenes men nasibku cuukkk.. (sedih banget nasibku) belum mengucapkan kata cinta, tapi sudah ditinggal pergi cuukkk.. belum jadian, sudah diselingkuhi cuukk.. ini cinta pertamaku cuukkk.. gagal cuukk.. jiancuukkk..
Ternyata aku ditakdirkan hanya untuk mengaguminya, tanpa memilikinya. Aku ditakdirkan mencintainya, tapi dia cinta dengan yang lainnya. Aku menyayanginya, tapi dia sayang – sayangan sama yang lainnya. Bajingaann..
Dan semenjak kegagalan cinta pertamaku, aku tidak mempunyai gairah untuk mencintai lagi. Padahal begitu banyak wanita yang aku kenal, tapi tidak ada yang mampu menata hatiku yang telah diporak – porandakan Tari. Kalaupun aku dekat dengan seorang wanita, aku hanya membuatnya sebagai tempat pelampisan. Bajingann..
Dan kehidupanku di STM, hanya kuisi dengan bersenang – senang bersama para sahabatku. Mulai dari tawuran, bolos, ‘bercinta’, dan mabuk – mabukan. Dan waktu STM itu juga, aku ditinggal sahabat terbaikku, Satria. Dia harus pendidikan di dalam sel, karena dia membunuh salah satu preman kampus Kuru yang menyerang sekolah kami.
Setelah lulus STM, aku mendaftarkan diri untuk kuliah dikampus teknik kita. Aku memilih kampus ini karena kakak pertamaku kuliah disana, namanya Mas Bendu.
Dikampus inilah hatiku yang telah diporak – porandakan Tari, mulai tertata lagi. Bunga – bunga cintaku yang sempat layu, kembali bermekaran. Dan itu karena sesosok wanita dari pulau seberang.
Aku mengenal wanita itu dari sahabat baruku yang bernama Sandi Purnama Irawan, ketika orientasi hari ketiga mahasiswa baru angkatan kami.
“Adalia Adriana Agatha, biasa dipanggil Lia. Aku dari pulau seberang, teknik sipil.” Ucap wanita cantik dihadapanku ini, sambil menjulurkan tangannya kedepan.
Ini adalah pertemuanku pertama kali dengan Lia. Dan kalian tau apa yang kurasakan ketika aku menatap wajah Lia pertama kali.? Bergetar..
Tatapan mata kami sempat beradu beberapa saat dan itu membuat seluruh isi didalam ruang tubuhku, bergetar dengan hebatnya.
Gilaaa.. cantik banget cuukk wajahnya. Dan itu terekam jelas dimemori otakku.
Selain memiliki wajah yang cantik, suaranya juga renyah banget cuukk.. dan itu membuat seluruh tubuhku semakin bergetar. Tatapan matanya pun, langsung menghantam seluruh hatiku dan membuat hatiku menyerah tanpa syarat. Gendeng (gila)
Apa benar hatiku ini dengan gampangnya, telah bertekuk lutut dihadapan wanita cantik ini.? Apa aku telah melupakan kekecewaan cintaku kepada Tari semudah ini.?
Hiuftttt.. huuuu..
“Aldo, aku asli kota ini, teknik sipil..” ucapku dan aku langsung memegang punggung tangannya yang ada dihadapanku ini..
Jiancuukk.. selain putih, punggung tangannya lembut banget cuukk.. kulitnya terasa pulen dan membuat hatiku langsung meleleh. Ini kalau di ibaratkan itu, seperti makan ketan legendaris dikota yang ada dipuncak sana. Ketan rasa original yang isinya cuman ketan, parutan kelapa dan serbuk jahe yang dicampur gula jawa. Dan itu kalau sudah masuk kedalam mulut, hummmmm.. lezatos.
Assuuu.. ini bahas apa sih.? Kulitnya Lia apa ketan legendaris.? Gendeng (gila). Pokoknya aku jatuh cinta pada keduanya cuukkk..
“Yuda, aku dari propinsi seberang, teknik sipil juga.” sahut temanku yang lain dengan tangannya berada dipunggung tanganku..
“Surya, aku dari kota sebelah, juga teknik sipil”
“Sandi, aku dari pulau seberang, aku teknik sipil juga. BERARTI KITAAAA…”
“POWER RANGER.. HAAAA..” ucap kami sambil melakukan tos bersama, lalu menghentakkan tangan kiri yang menyatu kebawah, dan diakhiri dengan teriakan kami yang sangat kencang. Assuuu..
Mereka berempat ini adalah teman – teman baruku dikampus teknik kita tercinta. Dan dengan berjalannya waktu serta segala hal yang kami lewati bersama, kami berlima bukan hanya menjadi teman biasa. Hubungan kami berlima bahkan melebihi hubungan persaudaraan, persaudaraan tapi melibatkan cinta didalamnya. bajingan..
Aku mencintai Lia, Lia mencintai Sandi dan Sandi mencintai Lia. Sementara Lia sudah mempunyai kekasih bernama Bowo. Assuuu gak kalau gitu..?
Tapi walaupun aku mencintai Lia, aku memendam perasaanku ini jauh didalam hatiku. Aku sadar diri tentang siapa aku ini. Aku tidak ingin merusak persahabatan kami, karena percintaan yang rumit ini. Kalau seandainya hanya Bowo saja yang menjadi penghalang, mungkin aku tidak akan memikirkannya. Tapi sosok seorang Sandi yang membuat aku berpikir ulang, untuk memperjuangkan cintaku ke Lia.
Selain karena hal itu, aku juga belum siap untuk bercinta lagi. Aku sudah terlanjur kecewa dengan apa yang namanya cinta.
Tiga tahun aku memendam cinta dengan Tari. Mulai dari aku kelas dua SMP sampai kelas satu STM..
Tiga tahun yang berbunga - bunga berakhir dengan sebuah kalimat, ‘aku pamit’ dan ditambah sebuah perselingkuhan sebelum ada ikatan.
Jiancuukk.. ‘aku pamit’ kalimat yang singkat, tapi membuat selangkanganku sampai bokongku gatal gak garuan. Kalimat yang singkat, tapi mampu membuat batangku yang tadinya berdiri ketika membayangkan wajah cantik Tari, langsung lemas seketika. Kalimat yang singkat, tapi mampu membuat seluruh isi hatiku berantakan dan sulit untuk bangkit.
Tiga tahun aku memendam cinta dan sayangku kepada Tari, dan harus diakhiri dengan sebuah adegan yang sangat membangsatkan.
Aku tidak pernah menyesal menjadi pengagum yang setia. Tapi yang membuat aku menyesal, aku memberikan kesetiaanku kepada orang yang salah. Dia pergi bukan karena orang lain, tapi dia pergi karena tidak ‘setia’ dengan ucapannya. Bangsatkan.?
Oke.. cukuplah mellow – mellownya. Aku mau menikmati kembali masa muda ini, tanpa harus ada bayang – bayang orang yang tidak setia kepadaku..
Dan sekarang kita lanjutkan lagi ceritanya.
Setelah beberapa bulan kami masuk kuliah, kami berlima merencanakan untuk naik kepuncak mahameru. Aku, Sandi, Yuda, Surya dan Lia.
Kami berlima ingin menenangkan pikiran sejenak, dari segala rutinitas selama perkuliahan.
Rencana kepuncak mahameru pun, sebenarnya rencana yang gila. Kenapa aku bilang gila.? Karena kami hanya mempersiapkan diri selama dua hari. Gila gak.? Kalau menurutku sih gila, karena aku sudah pernah naik kesana dan aku merencanakan perjalanan itu sebulan sebelumnya.
Perjalanan ini bukan hanya perjalanan biasa. Oleh sebab itu kami harus menyiapkan mental dan fisik jauh - jauh hari. Apalagi aku tau tentang kebiasaan teman – temanku ini. Bergadang, mabuk, merokok dan jarang berolah raga. Apa kuat fisik teman – temanku ini.? belum lagi ditambah dengan seorang wanita yang ikut diperjalanan ini, apa gak tambah ‘luar biasa’ perjalanan kami nanti.?
Dan orang yang mempunyai ide gila seperti itu, pasti orang gila juga. Siapa lagi kalau bukan Sandi Purnama Irawan, sipujangga yang gila. Dan yang lebih gila lagi, kami semua menyanggupi ide gila itu. assuu..
Tapi aku sudah mewanti – wanti para sahabatku. Kalau memang salah satu diantara kami ada yang tidak kuat, lebih baik beristirahat aja, kalau perlu kami kembali ke Desa Ranu Pane. Aku juga mengusulkan agar perjalanan ini, cukup sampai Ranu Kumbolo. Dan kalau memang fisik kami mendukung, mungkin perjalanan bisa dilanjutkan ke puncak Mahameru.
Kring.. Kring.. Kring.. Kring..
Hpku berdering dan tau siapa yang menelponku.? Adalia Adriana Agatha cuukkk.. gilaa.. kalau orang yang lain yang menelpon, mungkin Hpku aja yang berdering dan bergetar. Tapi kalau wanita satu ini yang menelponku, hatiku pun ikut bergetar. Assuuu..
Kring.. Kring.. Kring.. Kring..
Cukkk.. saking senangnya hatiku, aku sampai termenung menatap layar Hpku yang terpampang jelas nama Lia disana. Gendeng (gila).
Kring.. Kring.. Kring.. Kring..
Aku lalu mengangkat Hpku menggunakan tangan kananku. Kenapa tangan kanan.? Karena yang menelpon ini pujaan hatiku cuukkk. Masa iya aku angkatnya pakai tangan kiri.? kan ga sopan banget. Lagian tangan kiriku baru aku pakai cebok, entar kalau Lia mencium aroma sesuatu yang menjancukkan gimana.? Hahahaha.. assuu.. kok gila gini ya aku.?
“ha.. ha.. halo ya’..” ucapku terbata..
Cukkk.. kenapa grogi gini sih aku.?
“halo do.. kok lama banget sih ngangkatnya.?” Ucap Lia dengan nada yang sedikit jengkel.
“anu ya’.” jawabku yang masih grogi ini.
“kenapa anumu.?” Tanya Lia.
“anuku masih disini ya’.. masih nempel diselangkangan.” Ucapku dengan refleknya, sambil memegang batangku.
Cukkk.. kok aku jawab begini sih.? Assuu..
“astaga do.. do.. kok kamu ketularan Purnama sih mesumnya.?” Ucap Lia yang terkejut mendengar jawabanku. (Purnama itu Sandi, entah apa maksudnya Lia memanggil seperti itu ke Sandi. Apa itu panggilan kesayangan.? Gak tau juga sih.)
“mesum apa ya’..? maksudku tadi itu, sempakku masih nempel diselangkanganku.” Ucapku yang makin bingung harus menjawab apa.
“apa hubungannya aku nelpon, sama sempakmu yang masih nempel diselangkanganmu itu.?” Tanya Lia dan aku hanya bengong mendengar ucapan Lia itu.
“do..” panggil Lia dan aku masih bengong..
“ALDO SEPTIAN HADI.” teriak Lia mengagetkanku, sampai aku menjauhkan Hpku dari telingaku.
“apa sih ya’.? kok kamu pakai teriak segala sih..?” ucapku sambil menempelkan Hpku ditelingaku lagi.
“habisnya kamu diajak ngomong ga nyambung, terus malah ngelamun lagi..” omel Lia.
“yang ngelamun siapa.?” Tanyaku
“ya kamulah, masa paklek bakso yang lewat depan kosan.?” Ucap Lia dengan sewotnya.
“iya.. iya sudah.. kenapa telpon.?” Tanyaku dan sekarang aku sudah tidak segrogi tadi.
“sudah pesan tenda yang mau kita bawa ke mahameru besok.?” Tanya Lia.
“ini aku mau pesan.” Jawabku.
“sama aku ya pesannya..” ucap Lia.
Ha..? maksudnya Lia ini apa.? Dia mau mesan tendanya bareng sama aku gitu.? Berarti kami berdua aja jalannya.? Gendeng.. (Gilaaa..) beneran ini.?
“tempat penyewaannya kan dekat rumahku ya’, kalau kamu ikut berarti aku jemput kamu dulu dong dikosanmu.?” Tanyaku basa basi. Iya basa – basi, soalnya aku pasti gak nolak kalau disuruh jemput Lia dulu..
Tapi kenapa aku gak langsung mengiyakan sih.? Kenapa juga aku harus pakai basa – basi.? Asuuu..
“kenapa memangnya.? Kamu gak mau jemput aku.?” Tanya Lia.
Cuukkk.. Lia marahkah ini.? Duhhh..
“iya ya’.. iya.. aku jemput sekarang ya..” ucapku.
“terserah..” ucap Lia lalu menutup Hpnya.
Ha.? Terserah.? Terus maksudnya apa itu.? dijemput atau ngga..? kata terserah itu kalau diucapkan seorang wanita, diibaratkan seperti melihat para wanita cantik yang berpakaian super ketat. Dilihat dikira kurang ajar, buang muka dikira hom – hom. Dilihat pakai nafsu dikira sange’an, dilihat dengan tatapan biasa dikira ada kelainan. Bingungkan.? bajingan.
Terus pakai acara tutup telpon tanpa basa basi lagi. Arggghhhh.. terus bagaimana kalau sudah begini.? Apa aku harus lari keluar rumah dengan kondisi telanjang bulat.? Bangsat. Bisa – bisa bijiku di sentil sama Mas Bendu. Assuuu.. assuu..
Sudahlah.. lebih baik aku kekos Lia aja, daripada dia marah beneran dan membuat suasana perjalanan kemahameru besok jadi gak nyaman.
Akupun mengganti pakaianku, setelah itu dengan mengendarai sepeda motor kesayanganku, krypton kelemahannya superman, aku menuju kekosan Lia.
Aku menuju kekosan Lia dengan perasaan senang, bahagia, jengkel, benci, bingung dan dibungkus dengan perasaan cinta yang menggelora.
Senang dan bahagia, karena aku sangat mencintainya dan sangat menyayanginya.
Jengkel dan benci, karena aku tau cintanya hanya untuk sahabatku Sandi. Bagaimana aku tau kalau Lia sangat mencintai Sandi dan kelihatannya Sandi juga mencintai Lia, padahahal Lia sudah memiliki kekasih Bowo.? Itu karena aku melihat sendiri, ketika Lia diganggu salah satu preman dikampus teknik kita dan preman yang bernama Alex itu senior jauh diatas kami, dihajar oleh Sandi tanpa ampun. Mereka duel dengan sangat menggila diparkiran kampus teknik kita.
Dan dari tatapan Sandi ketika membantai Alex, bukan seperti tatapan seorang sahabat yang melindungi sahabatnya. Tapi seperti seorang ksatria yang melindungi kekasih pujaan hatinya. Gendeng (Gila).
Tatapan Lia pun terlihat berbeda, ketika membersihkan luka diwajah Sandi akibat perkelahian itu. Tatapannya seperti sangat khawatir dan penuh cinta. Belum lagi perhatian diantara mereka berdua selama ini, yang sangat terlihat sekali bukan sebagai sahabat. Assuu.
Walaupun mereka berdua setauku tidak pernah jadian dan saling mengucapkan kata cinta, tapi tatapan mereka berdua telah mengatakan itu semua.
Dan akhirnya semua mengerucut dikepala, menjadi kebingungan yang membuat kepalaku terasa mau pecah.
Aku sudah mencoba untuk menepiskan rasa yang ada dihati ini, karena aku tidak ingin merusak persahabatan yang terjalin. Tapi disisi lain, setiap hari aku harus berhadapan dengan Lia ketika ada dikampus. Apa yang mau kutepis kalau seperti itu kondisinya.? Perasaanku.? Cintaku.? Rasa sayangku.? Assuuu..
Dan kelihatannya, perjalan kemahameru esok hari, akan menjadi perjalanan ujian bagi perasaanku ke Lia. Aku pasti akan disuguhi permainan perasaan diantara mereka berdua dan aku pasti akan terlibat, tanpa mereka berdua sadari. Gendeng.. gendeng.. (Gila.. gila..)
Hiuffttt.. huuuu..
Dan sekarang aku sudah sampai didepan pintu pagar kosan barbara, kos - kosan Lia. Aku lalu mengambil Hpku dan mengirimkan sebuah pesan padanya.
*aku “aku sudah didepan kosanmu..”
Setelah mengirimkan pesan, akupun menyimpan Hpku dikantong.
Dan gak menunggu waktu lama, seorang wanita cantik keluar dari arah pintu kosan barbara. Dia memakai celana jeans yang ketat di area pinggul dan di bagian paha atas, serta longgar di bagian paha bawah, lutut dan betis. Lalu dipadukan sweter yang melekat menutupi kaosnya..
Cuukkk.. dia adalah Adalia Adriana Agatha dan dia makin cantik aja. Jiancok’ig.. ini nih salah satu yang membuat rasa yang ada dihati dan coba aku pendam, perlahan mulai bangkit dan ingin aku perjuangkan. Bajingan.
Dan kalau aku lihat dari caranya berdandan serta berpakaian, kelihatannya dia sudah menungguku dari tadi. Kalau seperti ini, kenapasih harus ada kata terserah yang terucap, ketika dia menutup telponnya tadi.? Kenapa gak dia menjawabnya, ‘iya.. aku tunggu dikosan’, itukan lebih enak didengar. Huuuuuu.. assuuu..
Tapi entar dulu, kok matanya terlihat sembab.? Ada apa ini.? Apa dia marah sama aku atau dia ada masalah lain.? Jiancuukkk..
Lia melangkahkan kakinya kearahku dengan kepala yang menunduk, dan sesekali diangkatnya untuk melihat kearahku. Dan setelah dia membuka pagar kosannya, dia keluar lalu menutup pagar kosannya lagi, setelah itu naik keatas kryptonku tanpa memegang pinggangku, lalu diam tanpa bersuara.
Kira – kira kalau kalian yang ada diposisiku bagaimana.?
Kalau aku sih pengennya, masukkan gigi persneling ke posisi satu, lalu tekan rem depan, terus tarik gas agak tinggi sampai ban depan terangkat, supaya dia meluk aku tanpa perlu aku suruh. Asuuu..
Tapi masa iya aku harus begitu sih.? Kan dia lagi sedih. Dia gak sedih aja aku gak berani angkat ban depan, apa lagi kondisinya seperti ini. Bisa – bisa bukan perutku yang dipeluk, tapi kedua bijiku yang langsung dicengkramnya. Gendeng (Gila). Apa gak ngilu kalau begitu.. iiiiiiiiiiii..
Dan akhirnya, akupun menarik gas motorku sangat pelan sekali.. aku sangat menghayati sekali tarikan gas motorku ini, sampai angin sepoi – sepoi membelai wajahku dan aku terbuai dengan lamunan.
Hiuffttt.. huuu..
“kamu gak ikhlas ya jemput aku.?” Tiba – tiba terdengar suara Lia dan langsung mengagetkanku dari lamunan.
Bagaimana gak kaget. Dia mengucapkan tepat dikuping sebelah kananku, dan suaranya keras ditambah nada yang ketus. Asuuu.. asuuu..
“yang gak ikhlas siapa sih non..?” ucapku dengan nada memelas sambil menolehkan wajahku kearah kanan, melihat wajah sampingnya yang masih ada disampingku, setelah itu aku menghadap lurus kedepan lagi.
“non.?” ucap Lia agak bingung.
“kenapa.? Ga boleh panggil nona.?” Tanyaku.
“terserah.” Jawab Lia singkat, lalu diam lagi.
“kamu kenapasih non.? Kok BT banget kelihatannya.?” Tanyaku.
“siapa yang BT.?” Tanya Lia dengan nada yang meninggi lagi..
Cuukkk.. jadi dia gak BT ini.? Terus dia marah – marah gak jelas seperti ini, bukan karena BT.? Terus karena apa.? Karena dia ingin memberikan aku pelajaran hidup, tentang menghadapi wanita yang dicintai ketika meraju.? Gitu.? Assuu.. asuuu…
“iya.. iya..” ucapku pelan..
“iya apanya..?” tanya Lia dengan sewotnya..
Bajingaann.. salah lagi ya ucapanku..? apa yang keluar dari mulutku ini salah terus ditelinganya.? Hiuuftttt.. huuuu..
“iya kamu gak BT.” Jawabku.
“tau ah..” jawab Lia lalu diam lagi..
Arrgghhhh.. mana superman ini.? Mana.? Mau aku tabrak dia pakai kryptonku, sampai dia terkapar dijalan dan gak bisa terbang lagi. supaya semua orang didunia ini tau, kalau mahluk yang paling kuat dibumipun pasti ada kelemahannya. Apalagi mahluk seperti aku, aku yang mempunyai kelemahan ketika melihat wajah pujaan hatiku seperti ini.. assuuu.
Dan sisa waktu perjalanan kami ketempat penyewaan tenda pun, harus ditemani dengan kebisuan yang menyiksa batin. Bajingan.
Ada apasih dengan Lia ini.? Tumben banget dia bersikap seperti ini sama aku.? Biasanya kalau dikampus, dia selalu lembut aja keaku walaupun lagi BT, tapi kenapa sekarang seperti ini.? Apa ada masalah yang menyiksa pikirannya.? Apa dia selingkuh dengan Sandi terus ketahuan Bowo.? Wah.. gila banget kalau sampai seperti itu.
Setelah sampai tempat penyewaan tenda dan kami menyewa satu tenda, aku dan Lia langsung menuju sebuah kafe dipinggiran kota ini.
“makan apa non..?” tanyaku ketika kami sudah didalam café dan duduk berhadapan.
“ngga usah.” Jawab Lia singkat, padat dan langsung membuat kepalaku berkunang – kunang. Assuuu.
Lia pun sempat menatapku sebentar lalu melihat kearah yang lain, dengan wajah yang terlihat bingung, sedih dan kecewa.
“mas.. kopi susu sama coklat panas ya..” ucapku kepada seorang pelayan yang berdiri tidak jauh dari kami.
Setelah pelayan itu pergi, aku lalu mengambil rokokku dikantong belakang. Setelah itu aku mengambilnya sebatang, lalu aku membakarnya dan menghisapnya perlahan, sambil terus menatap wajah Lia.
“huuuuuu..” aku membuang asap rokokku kesamping..
“kalau kamu gak mau cerita tentang masalahmu, paling engga jangan kamu tunjukkan wajah sedihmu dihadapanku.” Ucapku dengan seriusnya dan Lia langsung menatap wajahku lagi.
“Bukan aku gak mau melihat wajahmu yang seperti ini, tapi aku seperti terlihat bodoh dan tidak bertanggung jawab sekali. Aku bodoh karena hanya bisa melihat wajahmu yang terlihat sedih, dan aku terlihat tidak bertanggung jawab ketika membiarkan kebodohanku ini terus berlanjut sampai detik ini.” Ucapku pelan tapi menggunakan penekanan kata yang tegas.
Lia lalu menatapku sambil memiringkan kepalanya sedikit dan memajukan wajahnya kearahku. Aku tidak menghindari tatapan matanya itu dan kami terus beradu pandang, sampai dia menundukan wajahnya dan kalah dengan tatapan mataku ini.
“hiuuffttt.. huuuuu..” terdengar dia menarik nafasnya pelan lalu mengeluarkan perlahan, dan Lia tetap menunduk ketika melakukan itu.
Cuukkk.. tiba – tiba hatiku teriris melihat Lia seperti ini. Dia seperti sedang menanggung beban hidup yang teramat besar dipundaknya, sampai dia merasa tidak kuat menahannya dan dia tetap memaksakan untuk berdiri dengan tegaknya. Gendeng. (gila..)
Kamu wanita yang kuat Lia, kamu bukan wanita yang mudah mengeluh dan meratapi kerasnya kehidupan ini. Aku tau kamu pasti mau menanggungnya seorang diri, tanpa butuh belas kasihan siapapun. Aku tau juga, pasti hanya air mata yang akan bisa kamu keluarkan saat ini dan kamu gak mau meneteskannya dihadapanku. Jiancuukkk..
“aku bukan mau mengasihani kamu ya’.. tapi aku duduk dihadapanmu ini, karena..” ucapku terpotong karena Lia langsung mengangkat wajahnya dan menatapku. Aku memanggilnya ya’, bukan non lagi.
“karena..?” tanya Lia dengan tatapan mata yang sangat tajam..
Karena aku mencintaimu ya’.. mencintaimu.. tapi aku gak sanggup melanjutkan ucapanku ini, karena aku tidak mau mengacaukan semuanya. Bangsat..
“karena kamu sahabatku..” ucapku dengan suara yang agak bergetar.
“ooo..” ucap Lia lalu melihat kearah yang lain lagi.. asssuuu..
Kami lalu diam dengan lamunan masing – masing. Aku melanjutkan menikmati rokokku dengan pikiran yang melayang, sedangkan Lia hanya melihat mahameru yang terlihat dari tempat kami duduk.
Tidak lama kemudian, pesanan kamipun datang. Kopi susu untuk aku dan coklat panas untuk Lia.
“minumlah ya’.. sengaja aku pesan coklat panas untuk kamu, karena coklat panas memiliki efek yang positif bagi tubuh. Minuman itu bisa sedikit menenangkan pikiranmu.” Ucapku sambil meraih kopi susu pesananku lalu meminumnya..
“oh iya..?” ucap Lia sambil mengambil coklat panas itu, lalu meniupnya dan meminumnya sedikit, lalu melihat kearah mahameru lagi.
“apa kita sanggup berdiri diatas puncak sana ya do..?” ucap Lia tanpa melihat kearahku.
“semoga ya’. karena perjalanan kepuncak mahameru itu sangat berat.” Jawabku.
“berat bukan berarti tidak bisa kan.?” Tanya Lia sambil melihat kearahku, lalu meniup coklat panas itu lagi dan meminumnya..
“ya.. sama seperti semua permasalahan hidup yang kita hadapi. Berat dan sulit. Berat tapi bukan berarti tidak ada jalan keluar, sulit bukan berarti tidak bisa selesai.” Ucapku lalu aku juga meminum kopi susuku dan kulanjut dengan menghisap rokokku.
Tiba – tiba Lia langsung tersenyum dan menyeruput kembali coklat panas itu.
“kamu ga sendiri dijalanmu ya’. banyak cinta yang tulus mengiringi setiap langkahmu.” Ucapku lagi.
“apa kamu termasuk cinta yang mengiringi jalanku itu.?” tanya Lia.
“iya..” jawabku singkat dan Lia langsung melebarkan kedua matanya kearahku.
“tapi cinta sebagai sahabat.” Ucapku dengan kebohongan yang aku sembunyikan.
“ooo..” ucap Lia sambil meletakkan gelasnya dan terlihat ada sedikit raut kekecewaan diwajahnya.
Kenapa wajah Lia berubah seperti ini.? Apa dia tau kalau aku bohong.? Apa dia merasa kalau aku mencintainya bukan sebagai sahabatnya, tapi sebagai pejuang cinta.? Assuuu..
“kita balik yo.” Ucapku lalu aku menyeruput kopi susuku sampai habis.
Aku sengaja mengajaknya balik, karena aku sudah tidak kuat menahan semua gejolak didalam hatiku. Aku takut kalau sedikit lama lagi kami disini, aku akan mengutarakan semua isi hatiku kepadanya.
“kenapa buru – buru.?” Tanya Lia.
“kita harus istirahat ya’. besok perjalanan yang panjang dan melelahkan sudah menanti.” Jawabku.
“oke..” jawab Lia lalu meminum coklatnya sampai habis.
Besok memang perjalanan kepuncak mahameru yang panjang dan melelahkan, menanti kami berlima. Tapi bagiku, mulai detik ini hatiku sudah memulai perjalanan yang melelahkan itu. asuuu.
Setelah aku membayar minuman, kami berdua pun balik kekosan Lia. Dan sekarang, kedua tangan Lia sudah melingkar diatas perutku dan dadanya merapat dipunggungku. Jiancuukkk..
Pacar orang dan wanita yang dicintai sahabatku, sekarang meluk aku cuukkk.. bukannya aku gak senang, bukan.. siapa coba yang gak senang dipeluk sama orang yang dicintainya.? Asuuu.. asuuu..
Setelah sampai dikosan barbara, sebuah sepeda motor sport terparkir didepan pintu pagar kosan itu. Dan ketika aku berhenti didepan pagar kosan, sang pemilik sepeda motor sport yang duduk diteras, langsung berdiri dengan tatapan tajam kearahku.
“ooohhhh.. jadi dia yang buat kamu ngotot minta putus sama aku ya’?” tanya orang itu dan dia adalah Bowo, kekasih Lia..
Cuukkk.. minta putus.? Berarti Lia sudah mengakhiri hubungannya dengan Bowo.? Atau baru mau mengakhirinya.? Bajingann.
“apa sih kamu itu kak.” Ucap Lia sambil melepaskan pelukannya diperutku.
“aku kira karena Sandi kamu minta putus sama aku, gak taunya malah sama laki – laki ini..” ucap Bowo sambil melangkahkan kakinya kearahku.
Jiancukkk.. ini kira – kira kalau aku langsung turun, terus aku hantam batang hidungnya itu sekali aja, Lia marah gak ya.?
“kamu kenapa sih kak.? Ini nih yang bikin aku males sama kamu. kamu itu cemburuan banget.” Ucap Lia yang sudah turun dari krypton dan menghalangi jalan Bowo yang sudah dekat denganku.
Dan aku tetap diam sambil terus menatap wajah Bowo yang sedang emosi itu, dengan sangat santainya.
“gimana aku gak cemburu, kamu meluk dia didepan mataku.” Ucap Bowo yang makin terlihat emosi.
“dia ini sahabatku kak. Sahabatku.” Ucap Lia dengan nada yang keras.
Cuukkk.. ketika aku mendengar kata sahabat keluar dari bibir Lia, hatiku terasa seperti dicakar – cakar singa cuukkk.. sakit banget rasanya.. bajingaannn..
“sahabat kok pake acara meluk, sahabat apa itu.?” ucap Bowo dengan jengkelnya.
Dan aku tetap diam mendengar ucapan – ucapan Bowo yang makin membuat gatal selangkanganku ini. Kenapa aku diam.? Karena kalau aku sedikit aja berucap, bukan hanya mulutku yang mengeluarkan kata – kata indah. Tapi juga kedua kepalan tanganku ini, akan menyenandungkan sebuah syair yang sangat merdu, dan pasti akan menjadi syair yang berdarah. jiancuukk..
“mending kamu diam kak ya. dari pada aku marah sama kamu dan kamu pasti taukan kalau aku marah seperti apa.” Ucap Lia dengan sangat emosinya.
“anjing..” gumam Bowo sambil menatapku, lalu melangkahkan kakinya kearah motor sportnya.. lalu..
BRUMMM.. BRUMMM.. BRUMMM..
Bowo menarik gasnya kencang sekali, lalu pergi dengan kecepatan yang menggila..
Bajingann.. angkuh sekali kau anak muda. Baru naik motor sport begitu aja sudah sombong. Aku yang naik motor krypton dan bisa mengalahkan superman yang super cepat dan kuat itu aja, ga sombong – sombong banget. Assuu..
“Kamu gak cerita masalah ini ke Purnama kan do..?” tanya Lia yang sudah menoleh kearahku dan aku masih menatap kearah Bowo mengendarai motornya tadi.
“untuk apa ya’.? kalau menghadapi manusia seperti Bowo begitu, cukup aku sendiri aja.” Ucapku sambil melihat kearah Lia.
“terus kamu mau berkelahi dengan Kak Bowo gitu.?” Tanya Lia dengan penekanan kata yang tegas dan aku hanya tersenyum aja, tersenyum dengan sangat dipaksakan.
“ternyata kamu saja seperti Purnama ya.” ucap Lia dengan emosinya lalu berbalik.
Dan ketika Lia akan melangkahkan kakinya, aku langsung memegang tangan kirinya lalu menariknya pelan, sampai berbalik kearahku.
“laki – laki mana yang tidak emosi, ketika melihat ‘wanitanya’ diperlakukan kasar seperti itu tadi.?” Ucapku sambil menatap mata Lia.
Tatapannya yang emosi tadi, perlahan berubah menjadi sayu.
Dan entah kenapa, tiba – tiba tanganku yang memegang pergelangan tangan Lia, sekarang sudah turun dan menggenggam jemarinya dengan lumayan erat. bangsaatt..
“kenapa kamu melakukan ini do.?” Tanya Lia sambil menatapku dengan tatapan sayunya dan jemarinya membalas genggaman eratku.
Hiuufftttt.. huuuuu..
“karena kamu sahabatku ya’.” ucapku berbohong lagi sambil menghindari tatapan mata Lia, yang seolah menyelidiki aku itu.
Lalu tiba – tiba..
CUUPPP..
Lia mengecup pipiku dengan lembutnya.
“itu kecupanku sebagai seorang sahabat.” Ucap Lia lalu melepaskan pegangan telapak tanganku di telapak tangannya, kemudian dia membalikkan tubuhnya dan melangkahkan kakinya menuju pintu kosannya.
Dan aku hanya bisa menatap punggung wanita yang sangat kucintai ini, dengan hati yang nelongso.. jiancuukkk..
“apa semua laki – laki baik itu, gak ada yang mau jujur tentang perasaannya ya..?” ucap Lia ketika didepan pintu kosannya tanpa melihat kearahku, lalu dia membuka pintu kosannya dan masuk kedalam.
Bajingaannn..
Hiufftttt.. huuuuu..
Selamat datang para pendaki gunung semeru
Sebuah kalimat yang menyambut kedatangan kami, ketika kami akan berjalan kearah pos satu landeng dowo.
Ya.. kami berlima sekarang sedang mendaki mahameru yang gagah nan perkasa itu. kami berlima focus dengan perjalanan ini dan sesekali bercanda untuk menghilangkan rasa letih yang mulai terasa.
Tidak ada kejadian yang begitu menyiksa perasaanku, ketika melihat Sandi dan Lia. Mereka berdua hanya saling menatap dengan tatapan cinta, tanpa berpegangan tangan seperti yang aku bayangkan semalaman.
Jiancuukk.. kok gini ya aku.? Harusnya kan aku mengusir pikiran jahatku ini. Kenapa juga aku harus cemburu dengan mereka berdua.? Mereka berdua ini kan sahabatku. Harusnya aku menyatukan mereka berdua, karena mereka saling mencintai. Bukannya malah memainkan perasaanku disini. Gendeng (gila)
Dengan pikiranku yang makin tak menentu, kami berlima melanjutkan perjalanan sampai di Ranu Kumbolo.
Malam yang dingin, Hamparan rerumputan dan indahnya pantulan bulan ditengah danau Ranu Kombolo, menyambut kedatangan kami ditempat yang indah ini.
Kami lalu disibukkan dengan kegiatan masing – masing. aku dan Sandi mendirikan tenda, Surya dan Yuda mencari kayu bakar, sedangkan Lia memasak air untuk minuman hangat dan mie untuk makan malam kami..
Lalu setelah mendirikan tenda dan dilanjutkan makan malam, kami semua duduk melingkar ditengah api unggun yang kami buat dan dengan posisi yang agak merapat. Posisi kami duduk. Aku, Lia, Sandi, Yuda dan Surya.
“piye rek, sanggup ta munggah..?”(gimana teman – teman, sanggup kah naik keatas..) tanyaku kepada teman – teman, karena aku yang awalnya menyarankan agar perjalan ini sampai di Ranu Kumbolo saja. Tapi berhubung fisik teman – temanku masih terlihat kuat, mau gak mau aku menawarkan untuk melanjutkan perjalanan kepuncak mahameru.
“siap..” mereka pun menyahut dengan kompaknya.
“oke kalau gitu kita istirahat sekarang, besok perjalanan akan lebih berat dan lebih menantang..” ucap Sandi kepada kami semua..
“iyo. aku tak turu disek..” (iya. aku tidur dulu ya.) kata Surya berdiri lalu pergi dan diikuti Yuda..
Aku sempat melirik Lia yang duduk diantara aku dan Sandi. Mungkin sekarang saatnya aku meninggalkan mereka berdua. Kalau dikota sana, mereka pasti tidak mempunyai kesempatan berdua seperti ini.
Aku lebih ikhlas melepaskan cintaku kalau Lia bersanding dengan Sandi, daripada dia jalan dengan sibangsat Bowo.
Aku lalu beranjak dari tempat ini menuju tenda yang di sudah ditempati Yuda dan Surya, sedangkan tenda satu lagi untuk Lia tidur.
Pada saat aku masuk ke tenda dan membalikan tubuhku untuk menutup tenda, aku sempat melihat Lia berdiri lalu..
CUUPPP..
Lia mengecup bibir Sandi dengan lembutnya. Bajingaann..
Walaupun aku ikhlas Lia bersanding dengan Sandi, tetap saja ada goresan luka yang terasa dihati. Bohong kalau dibilang aku tidak cemburu, bohong kalau dibilang aku tidak sedih, dan bohong kalau dibilang hati ini tidak menangis.
Tapi itulah cintaku. Aku tidak ingin menunjukan kepada semua orang. Jangankan cinta.. sakit, sedih, cemburu dan luka ku saja, aku pendam sendiri di keheningan malam ini.
Dan yang lebih menyakitkan, tenda yang harusnya cukup empat orang ini, aku buat cukup untuk tiga orang. Aku memiringkan tubuhku agar tenda ini terlihat sesak.
Kenapa aku melakukan ini.? Karena aku kasihan dengan Lia, kalau dia tidur sendiri ditenda sebelah. Dengan segala kesedihan yang nampak diwajahnya dari kemarin, dia pasti butuh seseorang untuk memeluknya. Dan yang bisa menenangkan dia dari kesedihannya, tentu saja orang yang dicintainya. Sandi Purnama Irawan.
Aku tau Sandi pasti tidak mau tidur disebelah, karena mungkin tidak enak dengan aku, Surya dan Yuda. Makanya aku membuat tenda ini seperti sudah penuh, walaupun masih bisa menampung satu orang.
Dan benar saja, beberapa saat kemudian Sandi membuka tenda dan akan tidur bergabung dengan kami. Tapi karena melihat seperti ini kondisinya, Sandi langsung mengambil sleeping bag dan keluar lagi lalu masuk ketenda sebelah.
Aku yang pura – pura tidur ini, hanya bisa tersenyum dengan luka dalam yang terasa nikmat sekali.
Hiuffttt.. huuuu..
Dengan semua keletihan tubuh dan hati ini, akhirnya akupun bisa memejamkan mataku. Dan dipagi buta, malah aku yang lebih dulu membuka mata dari pada teman – temanku.
Aku lalu bangun dan keluar tenda, menuju tempat kami duduk semalam. Aku duduk sendiri sambil menatap danau Ranu Kumbolo dan menantikan sunrise diantara perbukitan yang menjulang tinggi didepan sana.
Aku lalu mengambil rokokku dan membakarnya lalu menghisapnya perlahan. Setelah itu asap rokokku aku keluarkan dan asap itu menyatu dengan embun dipagi buta ini. Pengaruh dari nikotin, hawa dingin dan indahnya tempat ini, mampu memenangkan sedikit jiwaku. Jiwa yang sedang gundah gulana dan merana. Hehe.. assuu..
Dan tiba – tiba, sesosok mahluk yang aku cintai duduk disebelahku, sambil memasukkan kedua tangannya dijaket yang dia kenakan. Dia adalah, Adalia Adriana Agatha.
Lia duduk disebelahku tanpa berucap apa – apa. Dia hanya menatap lurus kedepan, seperti yang aku lakukan.
Setelah beberapa saat, awan mulai berwarna jingga dan menandakan sang penguasa jagat siang hari, akan menampakkan wujudnya.
Detik – detik munculnya sang penguasa itu, terasa sangat indah sekali. Apalagi ditemani bidadari disebelahku ini. Bidadari yang hanya mampu aku pandang, tanpa bisa aku menyentuhnya. Bidadari yang hanya mampu aku kagumi, tanpa bisa aku miliki. Seperti matahari.
“terimakasih do..” ucap Lia akhirnya bersuara ketika matahari sudah menampakan separuh wujudnya.
“terimakasihlah kepada Sang Pencipta, karena Dia yang membuat semua ini terasa indah.” Ucapku dan kami berdua berbicara, tanpa saling memamandang.
“mungkin untuk pemandangan yang indah didepan sana, aku mengucapkan terimakasih kepada Sang Pencipta..” Ucap Lia terpotong sejenak.
“tapi untuk semalam yang indah, aku harus mengucapkan terimakasih kepada laki – laki disebelahku ini.” Ucap Lia.
“gak perlu kamu mengucapkan terimakasih kepadaku ya’. karena aku tidak berbuat apapun untukmu.” Jawabku lalu aku menghisap rokokku lagi.
“kamu tau do. Segala sesuatu yang terjadi didalam hidup kita itu, tidak ada yang kebetulan. Semua telah tuliskan olehNya dan kita hanya tinggal melakukannya saja. Percaya atau tidak, segala apapun itu pasti ada campur tanganNya, walaupun melalui mahluk ciptaanNya.”
“Dan semalam itu, mahluk ciptaanNya yang ada disebelahku ini, yang membantu malamku menjadi malam yang sangat indah.”
“walaupun hatinya terluka..” ucap Lia lalu berdiri dari duduknya.
Aku hanya diam mendengarkan dia berbicara, dan aku juga diam ketika dia berdiri tanpa aku menahannya untuk duduk lagi bersamaku.
“begitu banyak masalah yang ada dihadapanku, tapi banyak juga cinta yang mengiringi jalanku. Banyak persimpangan yang akan aku lewati dan aku bingung kemana arah jalan yang akan aku tuju.”
“entah siapa yang akan menuntunku nanti..” ucap Lia lagi lalu membalikkan tubuhnya, dan meninggalkan aku yang termenung mendengar semua ucapannya itu.
Jiancuukkk.. rupanya dia tau kalau aku suka dengannya, dan itu malah membuat semakin banyak beban yang ditanggungnya. Bajingaann.
Cukup. Cukup. Aku tidak akan menambah beban kehidupan yang ditanggungnya itu. Aku akan melepaskan dia bersama dengan orang yang dicintainya. Sekarang waktunya bagi cintaku untuk undur diri dan pamit dari kehidupannya. Aku akan mendampinginya sebagai sahabat dan aku akan mengarahkannya, menuju cinta yang ada dihatinya.
Mahameru ini akan menjadi saksi cintaku yang sangat besar, melebihi kebesarannya. Tapi mahameru ini juga akan menjadi saksi cintaku yang akan aku pendam, melebihi dalamnya palung yang ada disamudra sana.
Hhiuuffttt.. huuuuu..
Dan setelah matahari bersinar seutuhnya, kami semua bersiap untuk melanjutkan perjalanan kepuncak mahameru. Dan begitu perjalan kami lanjutkan, banyak kejadian yang membuat aku harus menarik nafasku dalam – dalam. Mulai dari perjalanan di tanjakan cinta sampai kelereng arcopodo, Sandi selalu menggandeng tangan Lia dengan mesranya. Lalu ketika kejadian Lia yang mau jatuh dilereng arcopodo dan Sandi langsung memegang tangannya, kami bahu membahu menyelamatkan Lia yang tubuhnya menjuntai kebawah lereng. Setelah kami berhasil menyelamatkannya, disitu kembali aku disuguhkan pemandangan yang membuat hatiku seperti dimantapkan untuk meninggalkan Lia.
Lia mencium bibir Sandi sebagai ucapan terimakasih, karena Sandi telah menyelamatkannya dari tepi jurang pertama kali. Dan ketika kami berada dipuncak mahameru, lagi - lagi mereka berdua berciuman dengan sangat mesranya.
Hiuuffttt.. huuuu..
Apa iya nasib cintaku seperti ini.? Kenapa aku selalu gagal, sebelum aku mengucapkan isi hatiku kepada wanita pujaanku.? Dan kenapa aku selalu menyaksikan wanita yang aku cintai, bermesraan dengan orang lain didepan mataku.? Kenapa.? Apa kesalahan yang pernah aku perbuat kepada Sang Pencipta, sampai aku dihukum seperti ini.?
Bukannya aku menyesal telah meninggalkan cintaku kepada Lia dan Tari. Bukan itu maksudku. Aku hanya ingin menyampaikan keluh kesahku kepada Sang Pencipta. Tidak bolehkah aku bersanding dengan wanita yang kucintai.? Atau aku hanya disuruh menikmati cinta tanpa harus bersama.? Jiancuukk..
Setelah cinta pertamaku aku tinggalkan didepan rumah Tari, sekarang cintaku yang kedua aku tinggalkan dipuncak Mahameru.. hehe..
Dan hari – hariku berikutnya setelah turun dari puncak mahameru, aku isi dengan menata kembali puing – puing hatiku yang berantakan. Aku melakukannya seorang diri, tanpa bantuan siapapun. Kalau seandainya Sandi tau aku menyimpan cinta untuk Lia, aku gak bisa bayangkan kemurkaannya kepadaku. Dia pasti akan marah dan menyatukan aku dengan Lia.
Tapi untuk apa.? Sama aja aku membunuh cintanya Sandi ke Lia dan aku berbahagia diatas lukanya. Bajingaan.
Dan Hari ini aku kekampus dengan suasana hati yang baru dan semangat yang baru. Aku ingin membuka lembaran baru dikehidupanku, tanpa memikirkan cinta. Mungkin Sang Pencipta ingin agar aku mengejar cita – citaku terlebih dahulu, lalu membahagiakan kedua orang tuaku, setelah itu baru memberikan cinta yang aku cari selama ini. Hehe.. ini adalah kata – kata yang aku buat sendiri, untuk menguatkan hatiku sendiri dan menghubur diriku sendiri. Assuuu..
Dan ketika sampai didekat perpustakaan, aku lihat Lia menerima telpon dari seseorang.
“halo Bu..” ucap Lia yang sedang menerima telpon dan duduk dikursi beton.
“………..”
“kok bisa Bu..?” ucap Lia dengan terkejutnya dan dia tidak mengetahui kedatanganku, yang berdiri dibelakang Lia.
“………..”
“ya ampun.. hikss.. hikss.. hikss..” ucap Lia dan langsung menangis. Lia seperti sangat terpukul mendengar suatu kabar yang entah apa itu, tapi yang jelas dia sangat sedih sekali.
“………..”
“apa gak ada cara lain bu.? Hikss.. hiksss..”
“………..”
“engga bu. Lia gak bisa kalau balik dengan Kak Bowo. Lia gak cinta sama Kak Bowo Bu. Hikss.. hikss..”
Ha.? Balik sama Bowo.? Jadi Lia sudah putus sama Bowo, terus sekarang dipaksa balik.? Kok bisa.? Ada apa ini.?
“………..”
“Ibu jangan begitu dong bu.. Lia jadi malah kepikiran kalau begini.”
“………..”
“ibu gak salah bu.. ga salah.. hikss.. hikss..”
“………..”
“maaf bu, maafin Lia yang hanya menyusahkan Ibu. Harusnya Lia gak kuliah, jadi adek bisa sekolah tanpa Ibu harus memikirkan biaya Lia disini..” ucap Lia dan tangisnya langsung terhenti.
“………..”
“bu jangan ngomong seperti itu..”
“………..”
“baiklah bu.. kalau memang itu jalan yang terbaik, Lia akan lakuin dan Lia mohon Ibu jangan sedih lagi. Biarlah Lia yang akan menyelesaikannya bu..”
“………..”
“iya bu.. semoga semua permasalahan ini cepat selesai dan kita bisa berkumpul lagi.”
“………..”
“iya bu..” dan Lia langsung menutup telponnya, lalu tangisnya kembali pecah..
“hiksss.. hikss.. hikss…”
Ada apa dengan Lia ini.? Kok sepertinya dia sedih sekali.?
Aku lalu mendekat kearah Lia yang masih duduk dan bersandar dikursi beton, dengan tangisnya yang terdengar sangat menyedihkan itu. Aku lalu duduk disebelahnya dan menatap lurus kedepan.
Lia melirikku sebentar lalu menghadap lurus kedepan juga dan perlahan kepalanya disandarkan dipundakku.
“kantor peninggalan almarhum Ayahku dan sekarang dikelola Ibuku, mengalami kerugian do. Hutang kami menumpuk dan sebentar lagi rumah kami akan disita oleh bank.” Tiba – tiba Lia bercerita tentang apa yang dialaminya selama ini.
“aku anak tertua dan aku gak bisa berbuat apa – apa do.. aku gak bisa berbuat apa – apa.. hikss.. hiks..” ucap Lia dengan tangisnya yang makin terdengar sedih itu dan masih bersandar dipundakku ini.
“tenang ya’.. tenang.. perjalanan kemahameru aja, kamu bisa melewati loh. masa perjalanan hidup gak bisa kamu hadapi dengan ketenangan.?” Ucapku mencoba menenangkannya.
“ini gak semudah yang kamu kira do. Ini bukan hanya permasalahan kantor yang diurus Ibuku saja, tapi ini juga tentang masa depanku.” Ucap Lia dan dia menghentikan tangisnya.
“keuangan kantorku dan keluargaku bisa terselamatkan, kalau aku balik lagi dengan Kak Bowo dan setelah selesai kuliah, aku menikah dengannya.” Ucap Lia dengan suara yang bergetar.
“cuukkk.. kenapa bisa begitu ya’?” tanyaku yang terkejut mendengar ucapan Lia ini.
“keuangan kantor Ibuku dan keuangan keluargaku, akan dibantu lagi oleh Ayahnya Kak Bowo. Dan kamu taukan artinya.? Bantuan itu gak gratis..” ucap Lia lagi dan sekarang sudah tidak ada tangis yang terdengar sama sekali. Diapun mengucapkannya dengan sangat dingin sekali.
“assuu.. berarti selama ini, kantor yang dikelola ibumu, banyak dibantu Ayah Bowo.? terus gimana dengan Sandi.? Apa dia tau tentang ini.? Kan kalian satu kota ya’.” Tanyaku.
“dia gak tau dan aku harap dia juga jangan sampai tau.” Ucap Lia.
“kenapa ya’? kamu mencintainya dan dia mencintai kamu.? Kenapa harus seperti ini.?” Ucapku dan Lia langsung mengangkat kepalanya dari pundakku.
“do. Berkali – kali Purnama menyampaikan perasaannya kepadaku, tapi aku selalu menolaknya. Karena apa.? Karena berkali – kali juga Ayah Kak Bowo membantu keuangan keluargaku dan ini puncak dari segala bantuannya.”
“jadi tidak usah berbicara tentang cinta disaat seperti ini do. Aku memang mencintai Purnama dan dia mencintai aku juga, tapi ada hati yang membeku dengan cinta kami.” Ucap Lia sambil melihat kearahku.
“kalau ‘dia’ bisa membekukan hatinya demi cintanya, akupun bisa melakukan itu.” ucapnya dan aku langsung membalas tatapannya.
“mungkin ‘dia’ membekukan cintanya hanya untuk dirinya saja, tapi aku membekukan hatiku untuk ‘dia’ dan juga untuk keluargaku.” Ucap Lia lalu berdiri.
Cuukk.. ‘dia’ ini maksudnya siapa..? aku atau ada pria lain yang menyukainya.?
“aku harap kamu tidak menceritakan ini kepada Purnama, karena keputusanku sudah bulat. Aku mau balik dengan Kak Bowo dan aku akan menikahinya setelah lulus kuliah nanti.”
“Seburuk apapun Kak Bowo, dia dan keluarganya telah banyak membantu keluargaku dan itu sudah cukup kujadikan alasan untuk hidup bersamanya. Mungkin selama ini aku aja yang tidak terlalu paham akan sifatnya yang pemarah itu, dan dengan berjalannya waktu, aku pasti akan memahami Kak Bowo dan akan menerimanya sebagai pendamping hidupku.” Ucap Lia dan ketika dia akan melangkah meninggalkan aku,
“Segala sesuatu yang terjadi didalam hidup kita itu, tidak ada yang kebetulan. Semua telah tuliskan olehNya dan kita hanya tinggal melakukannya saja. Percaya atau tidak, segala apapun itu pasti ada campur tanganNya, walaupun melalui mahluk ciptaanNya.” Ucapku membalikkan kata – kata Lia kepadaku, ketika itu didanau Ranu Kombolo.
“maksudmu Purnama yang akan membantuku.? Atau kamu sendiri.?” Ucap Lia sambil melihat kearahku.
“ayolah do.. Sang Pencipta telah membantuku lewat keluarga Kak Bowo, jadi apalagi yang mau dibantah.?” Ucap Lia dan aku hanya terdiam melihatnya berkata dengan tatapan dingin seperti itu. mungkin sekarang dia lagi emosi dan tidak mungkin aku mendebatnya.
Lebih baik aku berbicara dengan Sandi, Aku harus meluruskan semuanya, agar permasalahan ini tidak berlarut. Karena Lia juga sudah membulatkan tekadnya untuk bersama Bowo, aku harus memberi pengertian ke Sandi agar dia bisa melepaskan Lia dan tidak mengejarnya lagi. Bukannya aku ingin menjauhkan Sandi dari Lia, tapi ini untuk kebaikan semuanya..
Tapi bagaimana aku akan bercerita dengan Sandi.? Aku lihat beberapa waktu ini, Sandi seperti banyak masalah. apa masalah itu karena cintanya ditolak Lia, seperti yang dikatan oleh Lia barusan.? Gendeng. (gila.) kok rumit sekali sih masalah percintaan ini.?
Beberapa hari kemudian, ketika aku ada kesempatan untuk berbicara dengan Sandi, aku mendekatinya untuk berbicara empat mata dengannya. Tapi sebelum aku memanggilnya, Mba Amel yang juga sepupu Lia, memanggil Sandi dan mereka berdua berbicara serius sekali.
Dan kalian tau setelah berbicara serius mereka melakukan apa.? Mereka berdua berciuman.
Jiancuukkk. Mba Amel itu sepupu Lia dan juga pacar Mas Alan. Mas Alan itu teman satu kos Sandi loh. Gila gak.? bajingaann..
Aku yang sudah pamit dan undur diri dengan segala perasaan cintaku ke Lia, demi kebahagian mereka berdua, malah harus menyaksikan adegan yang paling membangsatkan didalam hidupku. Asuuu..
Memang harus kuakui, Sandi itu bajingan lendir dan gampang membuat jatuh cinta wanita yang ada didekatnya. Salah satunya ya Mba Amel itu. Tapi aku ga menyangka aja, disaat aku sudah mengorbankan perasaanku dia malah menggila seperti ini. Bajingan..
Atau dia melakukan ini karena cintanya telah ditolak Lia.? Bangsaatt.
Dan ketika Mba Amel sudah meninggalkan Sandi, aku lalu mendekati Sandi.
“woiii San.. ngelamun ae rek..” ucapku menegurnya, karena terlihat dia sedang melamun.
Assuu.. habis ciuman kok melamun. Apa dia telah menyesal mengecup bibir sepupu Lia itu, yang juga pacar teman kosannya.? Bajingan.
“loh.. ga kuliah kamu cuukkk..?” ucap Sandi yang terkejut dengan kedatanganku..
“ngga, lagi malas aku.. tadi aku dah titip absen sama Surya, kamu juga dah diabsenin.. eh ga jadi rapatnya..?” ucapku lalu aku mengisap rokokku.. aku juga menanyakan tentang rapat persiapan ospek yang rencananya siang ini dilaksanakan.
“ngga.. ditunda sore..?” jawab Sandi dengan wajah yang terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.
Ada apa dengan sandi ini.? Apa dia sedang memikirkan Lia.? Kalau memikirkan Lia, kenapa juga mengecup bibir sepupunya.? Assuu..
“ada apa denganmu ksatria, kenapa beberapa hari ini seperti ada sesuatu yang menganggu pikiranmu..?” tanyaku memancing Sandi, supaya dia bercerita tentang apa yang dipikirkannya.
“ntahlah kisanak, aku bingung.. aku dan keempat saudaraku telah kalah dimedan perjudian dan aku telah kalah segalanya.. harta, tahta dan wanita telah dipertaruhkan disana dan aku telah kehilangan semuanya.. aku malu sama dunia, tapi aku lebih malu pada Drupadi istriku.. aku menyesal kenapa aku tidak mencegah Kakanda Yudistira, yang menerima tantangan Duryudana untuk meminta Drupadi dipertaruhkan dimeja perjudian.” Ucap Sandi memulai drama yang memuakkan ini..
“selama manusia mempunyai nafsu yang tidak bisa ditahan, maka semua itu bukan hal yang tidak mungkin.. tapi yang perlu kau ingat ksatria.. segala sesuatu yang dimulai dengan tidak baik, akan berakhir dengan tidak baik.. kita lihat aja nasib Duryudana dimasa yang akan datang..” ucapku yang ikut larut dalam drama yang membangsatkan ini..
“baiklah kisanak, kalau begitu aku akan mengembara kepuncak semeru.. siapa tau, aku disana akan mendapatkan ilmu kesaktian dari para dewa, supaya aku bisa menaklukkan wanita dikerajaan ini.. aku ingin menambah istri untuk menemani Drupadi..” ucap Sandi sambil melihat kearah puncak Mahameru..
“hei ksatria.. kamu ga pakai ilmu dari dewa saja, sudah bisa menaklukkan beberapa wanita cantik dikerajaan ini.. bagaimana kalau kamu tambah dengan ilmu dari para dewa, dapat apa kami kaum sudra ini..” ucapku
“jancoook..” maki Sandi kepadaku..
“hahahahaha..” kamipun mengakhiri drama yang gila ini dengan tertawa lepas..
Bajingann.. walaupun aku jengkel dengan manusia satu ini, tapi aku gak bisa marah dengannya. Sandi ini baik dan sangat setia kawan sekali. Kalau kami menghadapi suatu masalah, dia pasti akan maju duluan dan akan menyelesaikan masalah itu. tapi ya itu tadi, dia itu membangsatkan kalau urusan wanita.
Aku gak sepenuhnya menyalahkan Sandi sih, karena dia gak tau kalau aku menyimpan hati dengan Lia. Kalau dia tau, pasti gak serumit ini masalahnya. Bajingan.
“San..”
“hem.. kenapa..?”
“jangan berpirkiran macam - macam tentang Lia..”
“maksudnya.?.” tanya Sandi sambil menatapku.
“sudahlah.. aku tau semua tentang apa yang terjadi antara kamu dan Lia. Aku juga tau apa penyebab Lia melakukan ini semua..” ucapku dengan seriusnya
“hem.. apa yang kamu tau do?” ucap Sandi yang tidak kalah serius.
“sebenarnya aku ga boleh cerita sama Lia, tapi aku ga mau semua berlarut - larut.. ga enak kalau kita lagi kumpul, seperti ada pembatas di antara kalian.. suasananya canggung ga seperti biasanya dan candaan pun terdengar garing..” ucapku..
Asuuu.. sebenarnya ini juga sih yang aku rasakan ketika lagi kumpul. Tapi bedanya aku bisa mengendalikan hatiku, beda dengan Sandi.
“intinya kamu mau cerita apa ga?” tanya Sandi
“aku akan cerita, kuharap kamu bijak dalam mendengar ceritaku..” ucapku karena kutau Sandi ini cepat banget terbakar emosinya.
“hem..” jawab Sandi singkat
Aku lalu menceritakan semua kejadian yang dialami Lia, mulai dia menerima telpon dari Ibunya, permasalahan kantor Ibunya, sampai permasalahan dia akan dijodohkan dengan Bowo.
Aku lihat Sandi terdiam setelah mendengar ceritaku. Dia seperti merasa bersalah karena baru mengetahui apa yang dihadapi Lia selama ini.
“cinta ga harus memiliki San.. jika cinta kalian tak bisa bersatu, cukup di doakan.. semoga masing - masing mendapatkan yang terbaik, karena Dia tidak mungkin menjatuhkan pada pilihan yang salah..” ucapku kepada Sandi, sekalian menasehati diriku sendiri. Assuuu..
“kalau memang itu yang terbaik buat dia, apa mau dikata do.. aku hanya bisa pasrah dan menerima..” ucap Sandi sambil menunduk..
Gilaa.. kelihatannya Sandi masih belum menerima dengan semua ini.
“kamu masih belum terima kelihatannya ya San..?” tanyaku..
“jujur.. iya.. karena aku sayang..” jawab Sandi dan terlihat kejujuran dimatanya.
“aku pernah dengar suatu kalimat dari presidenku, presiden jancukk.. ‘sekuat apapun kamu menjaga, yang pergi akan tetap pergi.. sekuat apapun kamu menolak, yang datang akan tetap datang.. semesta memang kadang sering bercanda…’” ucap yang mencoba menangkan sandi lagi…
“cuukkk.. presiden kita sama.. jancok..” ucap Sandi lalu tersenyum kecut dan langsung berdiri..
“kamu mau kemana..” tanyaku ke Sandi yang tiba – tiba berdiri.
“ada yang harus aku selesaikan do, ini untuk kebaikan ku dan kebaikan Lia..” ucap Sandi lalu melangkah pergi..
Cuukkk.. semoga Sandi tidak menggila dan dia bisa menyelesaikan masalah ini, itu saja yang bisa kuharapkan sekarang ini.
Dan dengan berjalannya waktu, semua permasalahan pun bisa diselesaikan dengan baik. Lia kembali dengan Bowo dan Sandi menemukan tambatan hatinya, Kirana Ayu Pramesti. Sedangkan aku.? Aku masih tetap dengan kesendirianku. Bajingaann..
Tapi kesendirianku ini sedikit terobati, ketika sahabatku Satria telah keluar dari penjara dan kuliah dikampus teknik kita. Aku, Satria, Yuda dan Surya, bergabung menjadi satu dikeluarga besar kos Pondok merah. Kos yang ditempati Sandi sibajingan lendir itu.
Bersama keluaga besar pondok merah yang berisi bajingan – bajingan kampus teknik kita, aku menikmati semua kegundahanku tentang cinta, dengan cara pondok merah. Kami menghajar habis kos Black House, tempat berkumpulnya bajingan dari kampus kuru. Dan kami juga berperang dengan gerombolan aliansi selatan, yang berisi bajingan – bajingan jalanan yang terlatih. Kami dari pondok merah bergabung dengan keluarga Jati, yang juga keluarga Sandi, menghancurkan aliansi selatan. Gendeng (gila).
Aku menikmati setiap pertempuran itu dan aku menikmati setiap darahku serta darah musuhku yang menetes. Aku melampiaskan semua kemarahanku tentang cinta, di setiap pertempuranku.
Aku semakin liar dan buas, padahal aku sudah mengikrarkan kata ikhlas disetiap kandasnya cintaku. Entahlah, kenapa bisa seperti itu, mungkin ini memang sudah jalanku.
Dan kembali disuatu kejadian, aku harus berkutat dengan masalah hatiku lagi dengan Lia. Bajingann.. padahal dua tahun sudah aku memendam rasa itu sedalam – dalamnya. Entah itu permainanNYa, atau karena ucapanku yang selalu bercanda dengan hatiku.
Dan kejadian itu ketika aku habis berduel dengan salah satu maba, pada saat orientasi penerimaan mahasiswa baru dikampus teknik kita. Aku yang menjadi panitia keamanan, duel dengan maba itu. dan dengan kondisi wajahku yang terluka dan berdarah, Lia melihatnya dan dimulailah permainan perasaan saat itu juga.
“kamu itu ya.. sudah dibilang jangan berkelahi, masih juga berkelahi.” Ucap Lia sambil membersihkan luka diwajahku, dengan kapas yang ditetesi alcohol.
Terlihat wajahnya begitu menghawatirkan diriku. Matanya berkaca – kaca tapi tidak menatap kearah mataku. Dia hanya menatap luka – lukaku yang dibersihkannya, sambil membersihkan dengan sangat lembutnya.
Cuukkk.. aku kangen wajah ini.. aku kangen sekali.. perih luka ini pun tidak terasa, karena wajah cantik yang kutatap dihadapanku ini.
Hiuuufftt.. huuuu..
“kalau diajak ngomong itu didengarin, jangan malah diam aja.” Omel Lia dan kali ini dia menatap mataku dan menghentikan kegiatannya, dalam membersihkan lukaku.
Tatapan mata Lia ini pun, langsung membangkitkan lagi cintaku yang telah aku pendam sedalam – dalamnya. Bajingaaaann.
“kenapa kamu menatap aku seperti itu.? kamu gak suka aku omelin.?” Tanya Lia dengan wajah yang sedikit terlihat marah.
Cuukkk.. aku kangen dengan wajah marah ini cuukkk.. walaupun dia marah, tapi wajah ini selalu menyejukkan hati cuukkk.. jadi bagaimana aku bisa marah, kalau dia marah dengan wajah penuh cinta seperti ini.? jiancuukkk
Eh entar dulu.. emang dia cinta aku gitu.? Kan dia pacaran dengan Bowo.? Terlalu ngarep betul sih aku ini. Bajingaann.. baru dibersihkan luka aja, aku sudah berpikiran macam – macam. Gendeng (gila)
Suasana tegang pun langsung menyelimuti ruang kesehatan ini. Lia terus menatapku dengan tatapan yang.. sudahlah..
“ya’.. aku boleh sayang kamu gak..?” ucapku bercanda, untuk menghilangkan ketegangan diantara kami.
Lia tampak terkejut dengan ucapanku ini beberapa saat, lalu setelah itu dia melanjutkan lagi membersihkan lukaku. Dan kali ini dia membersihkan lukaku dengan agak kuat menekannya, tidak selembut tadi.
“boleh..” jawab Lia singkat, sambil menekan kapasnya dilukaku.
Cuukkk.. perih banget.. aku sampai menahan sakitnya, dengan memejamkan kedua mataku. Jiancuukk..
Tapi entar dulu, beneran omongan Lia ini..? aku boleh sayang dia..? berarti dia juga sayang sama aku dong..? serius..?
Huufftttttt... akhirnya perih luka diwajahku ini, kembali tidak terlalu terasa karena aku mendengar jawaban Lia barusan.
Aku pun menarik nafasku dalam – dalam lalu mengeluarkannya perlahan.. asuuu.. hatiku senang banget cuukkk.. senang dan bahagia.. hahahahaha..
Lalu tiba – tiba akupun tersadar. Lia kan sudah punya pacar dan pasti akan menjadi suaminya.? Bangsat.. gak apa – apalah.. selagi masih banyak pohon kelapa yang mengasilkan janur kuning dan janur kuning itu juga sebagai identitas para pahlawan dahulu ketika berjuang, aku akan memperjuangkan cintaku kepada Adalia Adriana Agatha, sampai tetes darahku yang terakhir. Merdeka..
Hiufftttt.. huuuuu..
Kembali aku menarik nafasku dalam – dalam, lalu mengeluarkannya perlahan sambil membuka mataku.
“tapi ya’, kamu kan sudah punya pacar..” ucapku sambil menatap wajahnya..
“emang kenapa..?” tanya Lia dan dia sudah selesai membersihkan lukaku.
Cuukkk.. Lia nantangin nih..? dia mau main gila dibelakang Bowo..? oke.. oke.. kalau memang maunya seperti itu, aku akan dengan senang hati bermain gila dengan Lia dibelakang Bowo. Aku akan membawa Lia kepusaran cintaku yang maha dasyat, lalu aku tarik dia kedalam palung kasih sayangku yang terdalam, sampai cintanya terlepas dari genggaman Bowo dan Lia akan menjadi pendamping hidupku selamanya.. bajingan.
“lagian kan yang sayang kamu, bukan aku.” ucap Lia lagi sambil menempelkan kapas yang telah diberi obat, lalu mengeratkannya dikulit wajahku dengan plester. dan akupun langsung terdiam mendengar ucapan Lia kali ini.
Cuukkk.. Ternyata wanita ini memang sadis sekali kalau ngomong. Gila, ga ada basa - basinya sama sekali. Tapi itu yang makin membuatku jatuh cinta kepadanya saat ini.. aku pasti akan memperjuangkan rasa ini sampai terbalas dan cinta kami menyatu. siapa yang suruh membangkitkan cinta yang telah lama terpendam ini..? bajingann.
Tapi aku tau, dia bukan type wanita yang mudah jatuh hati dengan gombalan – gombalan yang memuakan, dan dia juga bukan type wanita yang gila akan materi. Dia itu type wanita yang akan menyerahkan hatinya, ketika dia sudah nyaman dengan laki – laki yang ada disampingnya.
Dan untuk Bowo, entah aku harus kasihan, marah atau benci kepadanya. Dia hanya bisa mendapatkan ‘title’ kekasih dari Lia, tapi dia tidak mendapatkan cintanya Lia sedikitpun. Dia hanya mendapat keberuntungan dari kondisi kantor Lia yang sekarang sedang terpuruk itu..
Dan sekarang aku hanya bisa menatap wajah Lia, yang terlihat sangat dingin itu..
“bercanda aja itu ya’.. hehehehe..” ucapku menutupi rasa grogiku ini.
“ohhh.. jadi bercanda aja ya..?” ucap Lia dengan sinisnya..
Cuukkk.. ini maksudnya apa ya..? apa dia ada masalah lagi dengan Bowo.? Apa dia mau putus lagi sama Bowo, terus sekarang mau kasih aku celah untuk menyelinap dihatinya.? Gendeng (gila)
Lalu tiba – tiba..
CUUPPP..
Lia mengecup pipi kananku dan langsung membuat aku terkejut, sampai aku terpaku menatapnya..
“y.. ya’.. ke.. kenapa..?” ucapku terbata sambil memegang pipiku bekas kecupannya tadi.
“kenapa emangnya..? akukan cuman bercanda.” Ucap Lia dengan santainya..
Jiancuukkkk.. dia membalasku cuukkk.. ternyata sakit banget ya bercanda sama hati itu, bajingaaannn..
“emang kamu aja yang bisa bercanda.?” Ucap Lia lalu meninggalkan aku, keluar dari ruang kesehatan ini.
Aku diam beberapa saat, mencerna ucapan Lia ini.
Cuukkk.. dia sayang aku juga cuukk.. dia sayang aku juga.. itu terlihat jelas dimatanya barusan cuukk..
Dan ketika aku menyadari semuanya, aku langsung berbalik dan mencoba mengejar Lia keluar ruang kesehatan ini. Tapi ketika sudah diluar, langkahku terhenti karena melihat Lia bergandengan tangan dengan Bowo kearah lapangan. Bajingan laknat.. asuu.. asuu..
Disaat cintaku mulai dibangkitkan, aku malah kembali diuji seperti ini. jiancuukkk..
Dan diorientasi kali ini, aku sempat mengalihkan rasa cintaku kepada adek angkatnya Sandi yang bernama Mira. Tapi mungkin karena Mira bukan jodohku dan aku tidak terlalu memperjuangkan cintaku kepadanya, akhirnya cintaku kandas juga dengan Mira.
Terakhir diubah: