Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Menurut pembaca siapa tokoh yang bakal MATI di episode akhir cerita 'Astaga Bapak' ?

  • Suhardi

    Votes: 92 16,4%
  • Dahlia

    Votes: 24 4,3%
  • Yuda

    Votes: 27 4,8%
  • Bayu

    Votes: 23 4,1%
  • Mang Ujang

    Votes: 394 70,4%

  • Total voters
    560
Status
Please reply by conversation.


Matahari perlahan sedang terbenam di ufuk, terlukiskan oleh lembayung senja yang tampak menyambut malam, menyambutku pula yang kelelahan usai bermain sepak bola bersama sepupu yang telah lama 'hilang', Rido. Di taman hijau dekat rumah tepatnya, aku duduk sebentar di kursi kayu sembari mengambil nafas dan menikmati angin sore yang kuharap mampu mengeringkan keringat tubuhku. Begitu juga dengan rido, sepupuku itu kulihat amat lelah dan haus. Kaos yang melekat di tubuhnya kuyup seakan ia saja yang paling cape menyepak bola. Di lain hal, sebetulnya aku ingin membeli minuman untuknya dan diriku sebagai pelepas dahaga. Namun, karena uangku tak cukup, kuputuskan pulang ke rumah saja bersama rido daripada terlalu berlama-lama mengobrol, membuat kerongkongan semakin kering. Kuharap, keributan antara tante linda dan om firman di rumah sudah mereda.

Sebelum kaki melangkah pulang, kusempatkan dulu menaruh bola yang dipinjamkan bapaknya rina, pak usman, kepadaku. Kuhampiri dan sahut-sahut dari depan pagar ia yang lampu rumahnya sudah menyala terang. Akan tetapi, suaraku yang sudah parau tak mendapatkan satu pun balasan dari dalam rumah tersebut. Kukira pak usman sedang asyik menikmati kehangatan keluarga di petang hari sehingga suaraku tak lagi sampai di telinganya. Meskipun demikian, aku tak melihat rina masuk ke dalam rumah sama sekali. Kalau iya, pasti dia menyapaku. Mungkin, karena aku terlalu sibuk bermain dengan sepupuku membuat rina tak enak menyapa, atau malah aku jangan-jangan yang tak mendengarkan. Yasudahlah, terlalu lelah aku memikirkan hal yang belum pasti. Kuletakkan begitu saja dekat pagarnya bola yang pak usman pinjamkan. Lalu, bersama rido aku berjalan pulang.

Sepanjang perjalanan pulang, tak ada lagi yang aku bicarakan bersama rido. Bukan kehabisan bahan pembicaraan, tetapi rasa haus sudah menggerogoti seakan-akan sedang berpuasa di tengah hari yang terik. Kulihat rido hanya melihat-lihat daerah sekitar rumahku. Wajahnya yang kusam tak merasa dikecewakan walau aku tidak membelikannya minuman. Barangkali, ia tahu kantong sakuku kering. Atau, ia merasa segan untuk meminta. Ya mau bagaimana lagi, semuanya dadakan. Sepulang sekolah ibu langsung menyuruhku mengajak rido bermain di luar semata-mata menjauhkan anak itu dari pertengkaran om firman dan tante linda. Padahal, baru saja hatiku dibuat senang dengan kepulangan ibu. Rasa cemas luntur seketika melihatnya telah kembali. Akan tetapi, segala sesuatunya memang tak bisa kuperkirakan. Terpaksa rasa senang itu tak bisa langsung kuselebrasikan dengan bertanya banyak hal padanya, terutama apa yang ia lakukan di sana dan mengapa kepulangannya tidak bersama om firman. Ia pun kurasa perlu tahu betapa rindu aku padanya, begitu juga dengan bapak, yang kurasa melebihi rasa kangenku pada ibu.

Tanpa terasa, perjalanan pulang penuh kebisuan dan suasana hambar bersama rido sudah mengantarkan kami tiba di rumah. Sebelum masuk, kuharap tak ada lagi percekcokan sehingga tak perlu rasanya aku membawa rido keluar rumah lagi seakan kembali menghindar. Apalagi kelamnya malam mulai menghampiri. Pada akhirnya terwujudlah harapanku itu, seolah Tuhan mendengarkan dan lekas mengabulkan harapan yang tidak begitu penting tersebut. Saat aku masuk ke dalam rumah bersama rido, suasana sunyi kami rasakan. Sungguh berbeda dari sebelumnya ketika aku sampai di rumah, sepulang dari sekolah, yang kondisinya sedang penuh amarah. Saat rido memilih duduk beristirahat di ruang tengah seakan menanti aku mengantarkan minuman untuknya, Kujelajahi seisi ruangan. Fokusku mencari tante dan omku tersebut. Tampak om firman dan tante linda ternyata tidak berada di rumah sekarang. Kemanakah mereka berdua yang saling beradu mulut tadi sore? Apakah sudah saling memaafkan lantas keduanya pergi bersama merayakan romantisme kembali? Rasa penasaranku muncul. Akan tetapi, hal itu luput begitu saja ketika aku berada di dekat kamar mandi.

"Mass suhar, nanti malam aja kenapa sih, mas"
"Kalau ketahuan yuda nanti gimana mas..?"

"Mas suhar gak peduli, dahlia sayang..."
"Lagipula dia anak hasil perbuatan kita juga kan?
"Kamu tahu gak sih, masmu ini kesepian waktu kamu gak ada di rumah"...
"mas kangen sama susu kesayangan mas ini..."
"Emmm...."

Astaga! Kudengar suara bapak sedang berbicara berdua dengan ibu di kamar mandi. Imajinasi nakalku pun muncul. Fantasiku tentang mereka sedang bergumul penuh nafsu mencuat. Amat disayangkan karena aku tak bisa mengintip kiranya apa yang keduanya sedang lakukan saat ini. Apalagi kamera mini berbentuk gantungan kunci tak sempat kuletakkan di dalam kamar mandi. Tak rela aku kehilangan momen saat bapak dan ibu akan saling melepas rasa rindu. Sambil berdiri lantas membungkuk berulang-ulang, Aku berusaha keras mencari celah di sela-sela pintu kamar mandi. Barangkali dapat kutemukan. Akan tetapi, sia-sia usahaku itu karena pintu kamar mandi tertutup rapat dan tak ada kerusakan pula di sana. Pikirku, lain kali aku harus mempersiapkan lubang intip sehingga momen seperti ini tak akan aku lewatkan.

"Kak yuda"
"Kak yuda teh ngapain?", tanya rido dengan polosnya.

"dddrraaaakkkk...."

"Ehh??!!"
"Ssttt"
"Gak ngapain-ngapain kok", balasku panik.

Karena terlalu panik dengan kemunculan rido, aku yang sedang berdiri tiba-tiba berbalik membelakangi pintu kamar mandi. Tanpa sengaja tubuh dan tumit kakiku membentur pintu kamar mandi. Alhasil, suara benturan tak terhindarkan dan terdengar cukup jelas. Aku jadi cemas bapak dan ibu yang berada di dalam mendengarnya. Dan, belum lama kuterka, tepatlah dugaanku itu. Tak lama setelah aku bereaksi atas pertanyaan rido, pintu kamar mandi terbuka sedikit. Secara perlahan Bapak muncul dengan handuk melilit bagian bawah tubuhnya. Kemunculan bapak keluar sembari membuka sedikit pintu kamar mandi seolah tak mengizinkanku melihat keadaan ibu di dalam. Kemudian sesudah berada di luar, Bapak menutup pintu kamar mandi. Dengan geram pandangan matanya lalu mengarah ke arahku, melihatku yang berdiri di dekatnya seakan ia tahu maksudku berada di sana. Akan tetapi, faktanya ia tak berkata sedikit pun. Malahan, ia lantas meninggalkanku dan berjalan menuju kamarnya. 'Dag dig dug' perasaanku. Lebih khawatir lagi kemunculan ibu berikutnya. Tak menunggu lama, aku langsung menarik tangan rido yang lekas kuseret ke ruang tengah.

Di ruang tengah rido tak berkomentar atas tindakanku. Ia hanya diam. Mungkin bingung. Kemudian aku mengambil segelas air untuknya di dapur. Sebuah perlakuan baik yang tadi tertunda akibat pikiran mesumku. Selagi di dapur aku menenggak minum terlebih dahulu. Selanjutnya, ketika hendak menampung segelas air untuk rido, kulihat ibu keluar dari dalam kamar mandi. Betul-betul cantik dan berisi ibuku. Kulihat tubuh gempal ibu sedang terlilit handuk. Aku berpikir bahwa ibu baru saja 'dihajar' bapak. Namun, hal tersebut buyar karena teringat bapak yang terlihat geram memandangiku tadi, seakan aku telah mengganggu niatnya untuk menyetubuhi ibu di kamar mandi. Entahlah sangkaanku benar atau tidak. Di lain hal, aku sungguh menikmati kemolekan tubuh ibu seolah lupa kalau aku punya hubungan darah daging dengannya langsung. Buru-buru saja aku mengusap wajah lalu memalingkan muka sembari mengantarkan segelas air untuk rido. Ketika melintas di depan ibu, ibu hanya menyapa bahwasanya aku sudah sampai di rumah. Setelah itu, ia tidak berbicara atau bertanya apapun. Kulihat ia berjalan masuk ke dalam kamarnya saat aku duduk menyaksikan rido menenggak segelas air yang kuberikan. Khayal jorokku muncul lagi. Aku mengira bapak dan ibu bakal bersenggama di kamar, melanjutkan sesuatu yang tadi tertunda. Nyatanya tidak. Kulihat bapak yang tak berpakaian dan hanya memakai celana pendek keluar kamarnya. Sontak aku menjadi cemas saat ia memanggil namaku.

"Yuda! Sini!"
"Bapak mau ngomong sama kamu!", panggilnya dengan suara lantang.

"Iya pak", jawabku dengan wajah pucat sembari mengikuti dia berjalan, meninggalkan rido seorang diri.

Langit yang sudah gelap menambah kesan takut diriku bakal dihardik bapak. Aku tak bisa berbuat apa-apa ketika Bapak menggiringku keluar rumah. Tanpa takut masuk angin dan malu akan perutnya yang buncit, bapak mencoba bicara denganku di depan rumah saat senja sudah pergi. Aku cuma bisa bersiap mental dan membuka telinga lebar-lebar. Semoga hal buruk tidak terjadi

###​

Sementara itu, di dalam kamar, dahlia sedang melamun. Ia terdiam karena suhardi, suaminya, sedang 'ngambek'. Sang suami kecewa karena dahlia tak mau menuruti kemauannya untuk bercinta di dalam kamar mandi. Padahal, Dahlia bukannya tidak mau. Ia hanya lelah. Apalagi kepulangannya hari ini disambut pertengkaran sang adik dengan iparnya sendiri. Belum lagi dengan peristiwa yang terjadi selama di rumah pak ujang. Suasana hati dahlia cuma ingin beristirahat sebentar saja sembari melupakan hal-hal buruk yang baru saja dilewati. Dahlia betul-betul bersyukur karena ia bisa pulang hari ini. Tanpa halangan sedikitpun dan entah karena sudah puas atau apa, pak ujang rela begitu saja membiarkan dahlia pulang. Tua bangka tersebut saat berpisah hanya berkata,

"Titip anak bapak yaa mbak dahlia..."
"kalau udah jadi teh tolong dikabari"
"terus main ke sini, biar bapak setrum lagi sampai bener-bener jadi anaknya", ucap pak ujang yang diikuti tertawa terkikih.

Jika mengingat pesan pak ujang barusan, dahlia rasanya ingin menarik keluar sperma pak ujang dari rahimnya. Ia yang sedang mengalami masa subur sangat khawatir benih pak ujang berhasil dibuahi. Tak heran dalam batinnya ia ingin sekali mas suhar lekas menyetubuhinya agar sperma sang suami yang berhasil membuatnya hamil bukan pak ujang. Ingin sekali dahlia menceritakan hal yang baru dialaminya tersebut pada suaminya. Namun, Ia rasa waktunya belum tepat. Memang saat ini dahlia lebih butuh beristirahat, merehatkan badan dan pikiran. Ia yang masih terlilit handuk lekas berpakaian. Dahlia tak memilih daster khawatir sang suami jadi bernafsu kembali. Ia berpakaian agak tertutup. Selanjutnya, lelah tubuhnya mengantarkan dahlia untuk pergi tidur. Disengaja atau tidak, dahlia tak menyiapkan makan malam untuk sang suami dan anaknya tercinta.

Di lain hal, suhardi tampak sedang berbincang-bincang dengan putranya, yuda, di depan rumah mereka. Sejujurnya suhardi sedang diliputi rasa kesal dan kecewa setelah dahlia menolak untuk bercinta di kamar mandi. Apalagi kondisinya saat itu sudah telanjang bulat bersama sang istri. Rindu yang ditambah bumbu nafsu itu terpaksa batal karena penolakan dahlia berulang kali. Ditambah pula perasaan jengkel suhardi ketika ia mengetahui yuda sedang berada di depan kamar mandi, usai mendengar suara anak itu bersuara kepada seseorang. Kini, Suhardi ingin sekali melampiaskan kegusaran hatinya pada yuda dengan cara memarahinya. Kemarahan itu hendak ia lakukan atas ulah anaknya yang diduga berusaha mengintip. Namun, pikir suhardi berubah total. Ia merasa punya ide lain ketimbang harus memarahi yuda. Suhardi lebih berkeinginan menceritakan apa yang sedang dirasakannya pada sang anak. Terlebih, sang anak memegang rahasianya, yakni pernah bersebadan dengan linda, istri dari adik istrinya, firman. Di sisi lain, ada sedikit harapan suhardi pada sang anak untuk membantunya. Suhardi hendak bertanya kepada yuda kiranya apa yang ia haruskan agar membuat dahlia, istrinya sekaligus ibu yuda, mau bercinta. Tak hanya itu, suhardi ingin persenggamaannya kali ini lebih 'panas' ketimbang yang sudah-sudah.

"Yud, kamu tahu kenapa bapak manggil kamu ke sini?", tanya suhardi seraya menatap ke arah putranya.

"Emm..."
"Enggak pak...", balas yuda menunduk, tak berani menatap kedua mata sang bapak.

Di luar rumah, angin malam tak membuat suhardi takut masuk angin atau mengambil baju. Malahan, ia tetap melanjutkan pembicaraannya. Sebaliknya yuda sedikit 'merinding' apa yang bakal bapaknya katakan.

"Bapak sebetulnya mau marahin kamu sekarang, yud"
"Dikira bapak enggak tahu apa kalau kamu mau ngintipin bapak sama ibu di kamar mandi tadi"
"Tapi, entah setelah bapak pikir-pikir yud, bapak gak jadi kepengen marahin kamu...", ucap suhardi tenang.

"Hhmmm kkk..knnapa bisa begitu pak?",
"kalau bapak mau marah, marah aja kali pak"
"Bukannya dulu udah biasa begitu", tanya yuda agak terbata-bata sembari menatap heran dengan perubahan sikap bapaknya

"Ohh jadi kamu pengennya bapak marah nih ceritanya?!" sontak suhardi membalas seraya memelototi mata sang anak.

Jelas, beliak mata sang bapak membuat yuda panik sehingga buru-buru ia menanggapi ucapan bapaknya, "Bukan begitu maksud yuda, pak"
"Maksud yuda tuh kalau memang yuda pantas dimarahi, ya marahin aja".

Tak langsung merespon, Suhardi terdiam sejenak, seperti memikirkan sesuatu. Sementara yuda sudah pasrah sembari menanti apa yang hendak bapaknya utarakan lagi. Dan, sang bapak pun kemudian berucap. Nanar matanya mendadak cerah.
"Gak perlu yud"
"Bapak tetep gak mau marah kok sama kamu"
"Lagipula, kita kan udah kayak temen akhir-akhir ini kan...?",
"tante linda yud..."
"inget??", ucap suhardi sembari mengumbar senyum seakan memberi isyarat kepada putranya untuk mengingat sesuatu.

"???"
"Ingetlah pak"
"Jadi bener nih bapak gak jadi marah sama aku?"
"Emm..Lagipula kenapa bisa batal begitu marahnya pak?", lega hati yuda sang bapak tak jadi marah. Lantas, ia yang masih agak tidak percaya penasaran kenapa bapaknya bisa berubah sikap demikian.

"Benerlah yud"
"Yaudah kita masuk dulu aja yuk..."
"kita lanjutin di dalam ngobrolnya...", balas suhardi yang mulai merasakan perutnya kembung. Kemudian segera Ia mengajak sang anak untuk masuk ke dalam rumah.

Bapak dan anak itu masuk bersama ke dalam rumah mereka. Sifat suhardi yang tadi agak geram kepada sang anak kini normal kembali. Ia bersiap berbincang lebih jauh dengan yuda masalah hubungan seksnya dengan dahlia. Ia berharap yuda yang dikiranya gemar menonton film porno punya banyak solusi agar hubungan badan bapak dan ibunya tetap bergairah. Di lain hal, sang anak, yuda, masih tak percaya meski jawaban sang bapak sudah meyakinkan. Ia menduga bapaknya pasti punya maksud lain sehingga ia tak jadi dimarahi. Namun begitu, yuda tetap mensyukuri apa yang kini sedang terjadi. Malahan, ia tak sabar mengobrol dengan bapaknya. Jarang-jarang pula yuda mengobrol dengan bapaknya karena memang kesibukan yuda sendiri atau memang yuda agak takut berbincang. Ia menerka-nerka kiranya apa yang menjadi topik pembahasan.

Saat masuk bersama ke dalam rumah, bapak dan anak itu memilih duduk di ruang depan rumah mereka yang tak begitu luas. Cuma ada dua kursi kayu dan sebuah meja kecil di sana. Lekas keduanya mengambil posisi duduk masing-masing untuk memulai pembicaraan. Usai duduk, yuda sempat bertanya lebih dulu kepada bapaknya kemana om firman dan tante linda. Suhardi menjawab bahwasanya setiba di rumah ia tak melihat dua orang tersebut. Ia hanya melihat kondisi rumah sepi dan istrinya sedang mandi. Barulah setelah itu pembicaraan yang direncanakan suhardi dimulai.

"Mau ngobrolin apa pak?"
"Lagian juga tumben-tumbenan bapak mau ngobrol sama aku", tanya yuda penasaran.

"Bukan tumben-tumbenan, yud"
"Memang kamunya aja suka sibuk sendiri kalau bapak punya niatan ngobrol sama kamu"
"Bapak kan gak enak ganggu kamu apalagi pas kamu lagi belajar", jawab suhardi kepada putranya.

"Emmm gitu pak"
"Yaudah deh, kita mau ngobrolin apa nih pak sekarang?"
"jangan ngomongin masalah sekolah aku dulu sekarang ya pak"
"aku baru pulang sekolah juga, belum mandi pula", jawab yuda yang hanya mengiyakan.

Suhardi lantas melontarkan senyum, "Tenang yud"
"Enggak kok"
"takut ditanyain perkembangan nilai kamu ya?"
"hehe..."
"bapak cuma kepengen cerita sama kamu aja apa yang membuat bapak kesel tadi..."

"Loh?"
"bukannya bapak kesel gara-gara aku tadi ya?", balas yuda langsung menyelak.

"Kalau kamu tadi cuma faktor penambah kesel bapak aja"
"keselnya itu sama ibu kamu.."

"ibu??"
"memang ibu kenapa pak?", tanya yuda bingung.

Tanpa malu-malu, Suhardi lekas berani menceritakan kepada putranya apa yang ia alami. Sementara yuda sudah amat siap mendengarkan pembicaraan yang akan terlontar.
"Tadi di kamar mandi, bapak tuh kepengen ngentotin ibumu yud"
"tapi ibumu malah nolak mulu.."
"Padahal, penis bapak udah tegang banget"
"Ibumu kayak gak tahu aja bapak tuh lagi kangen berat sama dia..."

"????"
"Hmmm gitu"
"Lagian si bapak, ibu mungkin gak mau kali gituan di kamar mandi pak"
"kenapa gak di kamar aja sih?", spontan yuda merespon curahan hati sang bapak.

"Bukan gak mau yud"
"Tadi di kamar juga bapak udah ajakin"
"Tapi ibumu tetep gak mau...", gemas suhardi menjawab.

Jawaban sang bapak sedikit membuat bingung yuda yang hendak membalas kembali. Maka, Yuda mencoba berpikir sejenak kiranya apa penyebab sang ibu tak mau melayani bapaknya. Setelah menemukan jawaban itu, dengan berbekal informasi di kepala, yuda menyahut
"Ibu lagi cape kali pak..!"
"Dia kan baru pulang juga..."
"bapak kayak gak ngerti aja...".

"Hmm..Iya kali ya yud"
"Mungkin karena terlanjur kangen dan nafsu ini buat bapak lupa dan abai terhadap kondisi ibumu sekarang ya".

"He'eh", Yuda hanya mengangguk diam saat sang bapak berbicara demikian. Jujur, dalam hati, yuda tak menyangka bapaknya mau bercerita kepada dia, terkait hubungan ranjang sang bapak dengan sang ibu. Ia cuma bisa merespon sebisanya dengan pengetahuan yang ia miliki. Tentu, tak lain pengetahuan yuda diperoleh dari membuka website-website mengenai informasi hubungan seksual. Oleh karenanya, di sisi lain yuda malah berkeinginan menanyakan sesuatu gara-gara sang bapak berani bercerita tentang masalah ranjang kepada dia.

"pak, aku boleh nanya sesuatu gak?", ucap yuda agak ragu.

"mau nanya apa?"
"tanya aja sama bapak..."

"jangan marah ya pak.."
"aku mau nanya..."
"Bapak kok masih kepengen nidurin tante linda sih?"
"menurutku ibu lebih unggul ketimbang tante linda loh pak..."
"maaf pak aku nanya begini"
"mumpung momennya pas"
"lagian juga aku kan pernah nontonin rekaman persetubuhan bapak dan ibu di kamar".

"Pertanyaanmu itu yud.."
"ckck", geleng-geleng suhardi mendengarkannya.

"pertanyaanku kenapa pak?"

"Gapapa..."
"Oke, sebelum bapak jawab.."
"Bapak mau tanya dulu kenapa kamu bisa bilang ibumu lebih istimewa ketimbang tante linda?", tanya suhardi heran mengapa anaknya bertanya demikian.

"Ishhh sih bapak mah"
"orang nanya duluan, dia malah nanya balik"
"Yaudah aku jawab deh.."
"ibu secara fisik lebih cantik..."
"buah dadanya lebih besar pula dari punya tante linda.."
"lebih menggoda juga pak..."
"bodi ibu montok begitu..."
"lelaki mana sih yang gak bakal tergoda melihat ibu, pak..",
"Eh si bapaknya masih aja nyosor ke lahan milik orang lain", ucap yuda polos kepada bapaknya.

"yuda...yuda...."
"hati-hati kamu..."
"Nanti kamu malah kesengsem sama ibu sendiri lagi..."
"Baiklah bapak tanggapi kata-katamu".
"Bener sih kata kamu, ibumu lebih unggul segala-segalanya ketimbang tante linda"
"Tak hanya fisik yang suka bikin bapak terangsang, ibumu baik dan tegar selama ini"
"Tidak mudah emosi seperti bapak...."
"kamu lihat sendiri kan, kalau bapak marah, kamu selalu dibelanya.."
"Gak salah bapak milih dia sebagai istri..."

"Yang tante lindanya masa gak ditanggepin..."
"hmmm..."
"Pak, boleh aku nyeleneh dikit pertanyaannya gak?"
"terserah sih bapak mau jawab apa enggak", ucap yuda terbersit sebuah pertanyaan dalam benaknya.

"Pertanyaan apalagi nih"
"yuda... yuda..."
"Udah dewasa ternyata anak bapak satu-satunya ini..."
"silahkan kamu mau nanya apa.."

Yuda menghela nafas sebentar sebelum mengutarakan pertanyaan yang ia anggap asal-asalan saja, tanpa dipikir-pikir dulu. "Hhmmm...."
"Pak, rasanya ngentotin ibu gimana sih?
"Soalnya kalo lihat rekaman bapak sama ibu lagi bercinta kesannya hot banget..."
"apalagi pas posisi bapak genjot ibu yang lagi nungging.."
"rasanya penis aku selalu tegang kalo ngelihat adegan itu.."
"si bapak dengus-dengus waktu mompa ibu, si ibu juga mendesahnya seakan mau orgasme terus.

Saat yuda bertanya demikian kepada bapaknya, sang bapak hanya tersenyum saja. Belum pertanyaan yuda dijawab, tak lama keduanya dikejutkan dengan kehadiran orang yang mereka sedang bicarakan, Dahlia. Sontak saja keduanya agak kaget.

"Yahhh..."
"Ada ibu pak...", kecewa yuda, karena ia pikir pertanyaannya tersebut bakal tak dijawab sama sang bapak.

###​

Di area lingkungan rumah yang berbeda, tampak seorang remaja perempuan, seumuran dengan yuda, tengah berbincang serius dengan ibunya. Saat malam dimana keluarga lain sedang merasakan hangatnya harmoni kebersamaan, rina malah kesal dengan ibunya, Marni. Hal tersebut dikarenakan sang ibu akan pergi untuk sementara waktu menengok kakeknya. Entah mengapa rina sangat tidak menginginkan kepergian ibu tersebut. Padahal, sudah sewajarnya sang ibu peduli pada sang kakek. Oleh karena hal tersebut, ia memilih berdiam diri di kamarnya dengan penuh rasa kecemasan. Dalam benaknya yang sulit untuk ditebak, rina seakan ingin yuda menemaninya besok di rumah kala sang ibu pergi.

"Bu, aku ikut ibu aja ya..?", ucap rina yang keluar dari kamarnya untuk menemui sang ibu di dapur.

"Enggak usah rina......"
"ibu gak lama juga kok, rin"
"Mending kamu di rumah"
"Bukannya besok kamu masih sekolahkan?"
"Kasihan juga kan, masa bapakmu ditinggal sendirian di rumah", balas sang ibu yang sedang mengumpulkan piring kotor.

"Tapi kan besoknya lagi libur bu..."
"si ibu sih..", kesal rina yang lagi-lagi ibunya tak merespon positif.


Marni

Samahalnya dengan ibunya yuda, ibunya rina, marni, tak kalah cantik dengan putrinya. Lihat saja saat wanita itu sedang mencuci piring sembari berdiri di dapur. Lelaki mana yang tak ingin menubruk marni dari belakang lantas langsung menjamah wanita tersebut. Usianya yang tak lagi muda membuat lemak tertimbun dalam setiap jengkal anggota tubuh marni. Memang terlihat gemuk, namun kesan tersebut membuat beberapa lelaki seusianya tetap terpesona. Rasa-rasanya laki-laki seperti itu ingin berlama-lama saja di rumah dengan marni seharian penuh. Selain itu, mungkin aktivitas mencuci piring yang sedang dikerjakan marni tersebut bakal terhenti sejenak karena ujungnya akan berakhir di ranjang bila ada seorang lelaki hidung belang yang berniat memperkosanya.. Tidak bisa dipungkiri, lelaki yang sedang bernafsu bakal tak kuat melihat bagian belakang tubuh marni, terutama bokong marni yang rasa-rasanya minta sekali diremas-remas. Akan tetapi, di luar itu semua, sungguh beruntung marni punya suami yang baik dan amat menjaga keluarganya. Kehidupannya kini pun tercukupi, tidak seperti sebelumnya. Hanya saja ada sebuah problema biasa dalam rumah tangganya, terkait hubungan suami-istri.

Ketika marni dan rina masih berada di dapur, muncul kepala rumah tangga yang menurut marni amat menyayangi keluarganya. Akan tetapi, berbeda dengan marni, kemunculan sang bapak justru membuat rina lekas pergi ke kamarnya. Entah mengapa Rina seolah malas berurusan apalagi berbicara dengan bapaknya sendiri. Tentu, hal tersebut membuat marni sebagai ibu agak penasaran kiranya sang suami dan anaknya memiliki masalah.

"Eh, kamu mas...", sambut marni.

"Iya sayang", lekas sang suami menghampiri marni dan lekas mencium kening wanita tersebut.

"Oh ya, Kamu jadi besok nengok, siapa itu....??"
"Aku lupa marni...", lanjut suami marni.

"Mang ujang... mas...", sahut marni.

"Eh iya, mang ujang..."
"Jadi besok kamu nengokkin dia..??"

"Jadi dong mas, dia itu kan adik dari almarhum ibuku".
"Lagian kasian kan dia gak ada yang ngurusin semenjak istrinya meninggal..."

"Hemmm"
"Udah pesen tiket kamu?"
"Naik kereta kan?", tanya suami marni sembari melepaskan pakaiannya.

"Udah dong mas"
"iya aku naik kereta"
"Lagian kalo naik bus kan lama..", balas marni melihat sang suami tiba-tiba mendekatinya.

"Jangan lama-lama ya kamu di sana..."
"kayak gak tahu suami kamu ini aja"
"hehe...", ucap suami marni sembari mendekap erat sang istri.

Saat sang suami sedang memeluk erat dirinya di dapur, marni spontan kaget. Apalagi ia sedang mencuci piring yang belum selesai dibersihkan. Dalam pelukan sang suami, marni yang kemudian berbalik badan, melihat rina sedang mengintip dari jauh. Entah kenapa anak perempuannya tersebut harus mengintip segala.

"Udah dong mas"
"Aku mau cuci piring nih..."
"masih banyak yang kotor.."
"Gak enak juga kita lagi dilihatin rina tuh..."

"Rina? mana?", lantas tiba-tiba suami marni melepas dekapan eratnya seraya menoleh ke kanan dan ke kiri

"Yahh udah pergi dia...".

"Hmmm bohong kamu yaa...."
"bandel kamu yaa sama mas ya..",...
"Awas loh..."

"Siapa juga yang bohong mas"
"Yaudah kamu mandi dulu gih sana"
"lagian udah bau juga badan kamu", balas marni sembari mendorong tubuh suaminya.

Sementara itu, saat ibunya berbicara demikian kepada sang bapak, rina buru-buru kembali ke kamar. Entah mengapa ia bukannya senang saat sang ibu dan bapak sedang berpeluk mesra. Di dalam kamarnya, rina yang sebetulnya hendak belajar tiba-tiba moodnya hilang. Ia masih terbawa jengkel karena sang ibu tak mau mengajaknya pergi. Kemudian rina lebih memilih pergi tidur ketimbang makan malam bersama bapak ibunya.

###​
 
Lanjutan...

Baru saja jantungku dibuat berdebar-debar sama bapak. Padahal, diriku ini sedang lelahnya usai menemani rido bermain bola. Kukira bapak amat berang atas ulahku tadi di depan kamar mandi. Coba saja rido tak mengagetkanku tak bakalan aku ketahuan. Untungnya firasat burukku tidak benar terjadi. Bapak yang kuduga akan memarahiku di depan rumah, tiba-tiba mengurungkan niatnya tersebut. Dikira tulus, ternyata tidak. Ada maunya. Setelah mengajakku masuk ke dalam rumah, Bapak bercerita bahwa dia sedang galau karena ibu tak mau melayani nafsunya yang sedang meletup-letup. Sempat terperangah aku mendengar cerita bapak. Mulanya kukira bapak bakal bercerita hal lain yang bisa membuat hubungan kami makin dekat sebagai bapak dan anak. Ternyata tidak. Memang masih ada keterkaitannya. Apalagi saat berada di luar, bapak berusaha mengingatkanku akan peristiwa bersama tante linda yang melibatkan kami berdua. Kali ini kuterka bapak sedang mencoba meminta pendapatku bagaimana kiranya supaya ibu mau melayani birahi bapak.

Keinginan bapak bisa aku maklumi. Di sisi lain, aku juga harus mampu memahami mengapa ibu tak mau melayani bapak. Meski cuma menebak-nebak, kuharap apa yang kupikirkan itu benar. Aku berpendapat bahwa ibu tak mau melayani bapak karena ia lelah usai berpergian jauh. Pada awalnya aku sangka ibu tak mau diajak bersetubuh karena tempat persetubuhannya di kamar mandi. Namun, sangkaanku salah. Bapak bilang bahwa ia juga sudah mengajak ibu bersetubuh saat keduanya bersama di kamar. Alhasil, aku sampaikan pendapat yang kuanggap tepat kepada bapak bahwasanya ibu sedang lelah. Syukur, bapak mau menerima pendapatku itu.

Di lain hal, Aku jengkel dengan bapak. Lagipula ibu baru pulang, masa sudah diajak 'tempur' saja. Kangen sih kangen, tapi tidak begitu juga. Sebagai pasangan, kita harus saling memahami kondisi satu sama lain. Tidak dengan bapak yang egois memikirkan nafsunya pribadi tanpa melihat situasi ibu yang baru pulang dari Tasikmalaya. Kini, dihadapanku bapak sedang bertanya kiranya apa solusiku supaya ibu mau diajak bersenggama. Sebegitunyakah rindu bapak pada ibu. Rindu apa nafsu? Aku hanya tersenyum.

Di luar itu semua, momentum ini coba aku manfaatkan dengan memperluas daya imajinasiku. Agaknya aku masih tak menyangka bapak baru saja bercerita mengenai hubungan seksualnya dengan ibu kepada anaknya sendiri. Aku sih senang-senang saja menanggapi dan mendengarkannya. Lagipula amat jarang atau mungkin hampir tak ada orang tua yang bercerita masalah hubungan seksualnya kepada sang anak. Terlalu 'gila' mungkin. Sekarang, sebelum memberikan solusi kepada bapak dengan modal pengetahuan yang kuperoleh sana sini, tak jelas benar atau tidaknya, aku hendak bertanya kepadanya terlebih dulu. Sebuah pertanyaan yang kukira 'menukik' perasaannya. Ya, aku bertanya mengapa bapak masih menggilai tante linda, sedangkan bagiku ibu unggul segalanya dibandingkan tanteku tersebut. Dugaan awalku kukira bapak gila perempuan, ternyata tidak. Entah terlalu mudah percaya atau tak sabar ingin menanyakan hal yang lain akibat imajinasiku yang kini sedang bermain-main, selagi memanfaatkan momen saat ini, aku malah tak kritis. Malahan, melontarkan pertanyaan baru. Pertanyaan yang terbilang gila alias kurang ajar. Yang mungkin amat tak pantas dilontarkan seorang anak.

"Pak, rasanya ngentotin ibu gimana sih?
"Soalnya kalo lihat rekaman bapak sama ibu lagi bersetubuh kesannya hot banget..."
"Apalagi pas posisi bapak genjot ibu yang lagi nungging.."
"rasanya penis aku selalu tegang kalo ngelihat adegan itu.."
"si bapak dengus-dengus waktu mompa ibu, si ibu juga mendesahnya seakan mau orgasme terus"

Setelah melemparkan pertanyaan itu, aku tidak bisa menduga apa yang pertama kali terbersit dalam pikiran bapak. Pikirku, hatinya bakal berkata begini, "kurang ajar nih anak!". Entahlah benar atau tidak. Nyatanya tidak barangkali. Hal itu karena bapak meresponnya dengan tersenyum usai beberapa menit mendengarkan pertanyaanku. Senyuman bapak tersebut seolah sinyal yang membuatku tak sabaran menanti jawabannya. Akan tetapi, sayangnya yang kami bicarakan itu muncul. "Fiuuuhhhhh".

"Eh kalian lagi duduk di sini ternyata?"
"Tumben akur berdua..."
"Jarang-jarang ibu lihat kalian duduk bersama".

"Iya nih bu"
"Bapak juga yang ngajakin loh bu", senyumku seolah menyambut ibu yang baru keluar dari kamarnya.

"Bener begitu pak?"

Saat ibu melempar pertanyaan ke bapak, bapak hanya terdiam. Wajahnya seakan tak mau menoleh ke ibu. Mendapat respon demikian, entah menangkap atau tidak pesan bapak yang tersirat, ibu hanya menatap bingung. Aku rasa bapak yang tadi mengiyakan pendapatku masih belum bisa menerimanya secara penuh. Ya begitulah, karena peristiwa yang baru saja bapak ceritakan, Bapak sedang kesal dengan ibu gara-gara tidak dilayani. Oleh karenanya, karena bapak hanya terdiam, aku mencoba bertanya balik ke ibu seakan-akan tidak tahu masalah yang sedang terjadi di antara mereka berdua.

"Bu, bapak kenapa?"
"Kok pertanyaan ibu gak dijawab..", ucapku sembari melirik ke arah bapak. Sebetulnya aku menahan tawa gara-gara melihat bapak 'yang sedang ngambek' jelek banget.

"Gak tahu, coba kamu tanya sendirilah..."
"ibu juga bingung".
"Yaudah, ini sekarang ibu mau tanya mau makan apa kalian malam ini?".

Pertanyaan ibu tak aku jawab, aku sedang menunggu bapak yang akan menjawabnya. Namun nyatanya sikapku tersebut membuat yang terjadi di luar perkiraan. Bapak yang lagi-lagi diam tak menjawab pertanyaan ibu, begitu juga dengan aku yang tak juga menjawab akibat terlalu menanti mulut bapak berucap, membuat ibu jadi ikut-ikutan ngambek. Ia marah kepada kami berdua karena dirinya betul serius bertanya sementara kami tidak menanggapi. Akibatnya, Ibu menganggap kami sedang mengajaknya bercanda. Padahal, tidak demikian. Alhasil, ibu yang baru keluar dari dalam kamar, masuk kembali, sepertinya ibu batal membuat makan malam. Dibuat pusinglah aku karena perutku malam ini belum terisi.

"Kalian ini ditanya kok malah diem sih?!"
"Ibu serius ini nanyanya.."
"Mau makan malam apa?!"
"Mau makan apa enggak sih?!!"
"Ck, dasar! bapak sama anak sama aja!", ucap ibu dengan nada meninggi.

"Braakkkkk", ibu membanting pintu saat masuk ke dalam kamar.

Aduh!! aku pusing kini sebab ibu-bapak sedang sama-sama ngambek. Aku yang berharap kepulangan ibu dapat mengembalikan kehangatan keluarga kami, tidak demikian adanya. Si bapak juga diam saja ketika ibu bersikap begitu. Aku yang sedang bingung harus berbuat apa agar hubungan bapak dan ibu lekas adem dibuat tambah pusing saat rido datang dari ruang tengah menghampiriku.

"Kak yuda, malam ini kita makan apa?"
"rido laper nih".

"Heeemmmmmm........"
"bentar ya ridho............",
aku menarik nafas dalam-dalam seraya menggaruk kepala.

###​

Saat malam yang sedang cerah tiba, Linda pergi tak tentu arah usai bertengkar dengan suaminya. Wanita itu diuntungkan dengan tidak turunnya hujan malam ini. Andai hujan malam ini, ia tak akan tahu harus berpergian kemana. Saat ini berbekal uang yang tersisa dalam genggamannya linda keluyuran tak jelas. Mau bagaimana lagi, tujuannya kini cuma ingin mengandemkan pikirannya yang sempat naik darah. Linda sebetulnya ingin berpergian ke rumah mira, sahabatnya, sembari mencurahkan isi hatinya. Namun, kondisi malam membuat ia enggan karena khawatir mengganggu. Alhasil, ia hanya mampir di sebuah tempat makan pinggir jalan karena kebetulan ia juga belum makan malam.

Sungguh, begitu menikmati makan malamnya linda walau harus menunggu lama karena tempat makan itu pula cukup ramai. Ia yang biasanya makan sedikit, kini porsinya lebih banyak, terutama nasi. Mungkin pertengkaran dengan sang suami membuat energinya terkuras banyak. Akan tetapi, usai menikmati makan malamnya yang terbilang biasa, entah karena pikirannya kosong atau lupa mengecek terlebih dahulu uang yang ia punya, linda dihadapkan sebuah masalah. Ia kalang kabut0 karena uang yang ia punya terlampau sedikit untuk membayar makanan yang ia makan. Wanita itu terpaksa menguras pikirannya yang baru saja ditenangkan kiranya bagaimana menutupi kekurangan uang tersebut.

"linda?"
"kamu linda kan?", tiba-tiba ada seorang wanita menyapa seolah mengenal linda.


Nia

"???"
"Nia?"
"nia ya?", ucap linda menerka-nerka.

"Iya aku nia.., lin"
"adiknya mira.."
"kamu masih inget kan?", balas wanita tersebut seraya mencoba membantu mengingatkan.

"Inget dong..."
"masa aku lupa sih sama kamu.."
"aduh nia! kamu apa kabar...?", sapa linda cukup terkejut sembari berjabat tangan dan cipika-cipiki dengan nia.

"baik kok lin..."
"kamu sendiri bagaimana...?"
"sama siapa di sini...?"

Sebelum menjawab pertanyaan nia, linda cukup 'plong' hatinya karena ia mendapati seseorang yang dapat membantunya untuk membayar makan malam.
"baik kok...."
"aku di sini sendirian..."
"kamu sendiri sama siapa?"

Saat bertanya demikian, tiba-tiba linda melihat seorang anak seumuran keponakannya, yuda, di dekat nia berdiri. Tanpa pikir panjang nia langsung memperkenalkan sang putra.
"sama anakku lin, bayu"
"bayu, ayo salaman dulu sama tante linda.."
"tante linda ini temen mama dulu de..", ucap nia memperkenalkan putranya.

"oh iya tante"
"kenalin aku bayu", balas bayu seraya mencium tangan linda.

"ihhh udah gede ya anak kamu nia..."
"oh ya, aku lagi butuh bantuan kamu nih..", ucap linda menyapa bayu sebentar, sembari tanpa ragu lekas mengutarakan masalah yang sedang dihadapi.

"masalah apa ya lin???", tanya nia amat heran.

Tak membalas dengan suara yang jelas karena khawatir kedengaran orang banyak, linda pun berbisik kepada nia kalau ia tak punya cukup uang untuk membayar makan malamnya. Linda memohon kepada nia agar mau membayarkannya terlebih dahulu. Selepasnya nanti, uang itu akan linda ganti. Tentu sebagai sahabat yang baik, nia tak berkomentar banyak. Tanpa sungkan ia membayar makan malam linda yang kebetulan sekalian dengan makan malamnya bersama sang putra. Selesai membayar, nia pun bertanya kemana tujuan linda, sampai-sampai ia bertemu sahabatnya tersebut dalam keadaan sendirian dan tak membawa cukup uang.

"kamu darimana mau kemana lin?", tanya nia penuh perhatian

"enggak tahu nih, aku lagi ada masalah sama suami aku"
"bawaannya pengen keluar aja", jawab linda jujur.

"Hmmm begitu.."
"ke rumah aku aja yuk"
"daripada kamu gak jelas begini.."
"lagipula udah malam nih", ajak nia sembari berjalan bersama linda dan putranya keluar meninggalkan tempat makan.

"beneran boleh nih??", tanya linda seakan tak percaya.

"boleh dong, masa sama sahabat sendiri gak boleh, lin", tersenyum nia

"Oke deh kalo gitu"
"aku mau ikut ke rumah kamu.."

Betul-betul beruntung linda malam itu. Andai tidak ada sahabatnya, nia sebagai juru selamat, ia tak bakal tahu mau kemana. Ditambah, nia pula yang membayarkan makan malamnya. Kini, linda yang tak punya tujuan itu akan pergi ke rumah nia. Mungkin, ia akan bermalam di sana sebagai pelarian. Ketika hendak mau berangkat, linda sempat tertegun. Ia dipersilahkan menaikki sekaligus menumpang mobil nia. Kondisi nia yang berpunya membuat linda membandingkan dengan dirinya yang berbeda, serba kekurangan dan suami yang pengangguran. Sungguh amat berbeda sifat linda saat ini. Dulu ia setia dan rela apapun keadaan yang menimpa keluarganya. Mungkin ia sudah terlanjur amat frustasi dengan keadaan yang ia alami.

###​

"Pak, bapak gak bisa maafan gitu sama ibu?"
"kalo gak gitu aku yang pusing pak...", mengemis diriku ini, memaksa bapak agar mau meminta maaf kepada ibu.

"Enggak mau, yud"
"Kalau kamu mau bapak baikkan lagi sama ibu,
kamu suruh ibumu tuh mau melayani bapak", bersikeras bapak dengan kemauannya.

Jujur, aku kira bapak tadi mengamini pendapatku bahwasanya ibu sedang lelah dan hendaknya bapak mau mengerti. Ternyata tidak. Dasar bapak! Mau tak mau sekarang aku harus menemukan solusi atau apapun sebagai jalan tengah. Kalau tidak begitu, aku tak akan makan malam. Terpaksa berpikir keraslah diriku ini saat perut susah diajak kompromi. Aku meraba-raba isi otakku kiranya menemukan ide yang tepat di tengah permasalahan ibu dan bapak. Tak lama, ide itu kutemukan juga. Tapi, aku cemas bapak bakal tak mau melakukannya. Mau tak mau memang aku harus meyakinkan dia sekuat kemampuanku untuk membujuk.

"pak aku punya ide nih.."
"supaya ibu mau diajak bersebadan sama bapak"
"tapi masalahnya bapak mau sabar gak?", tanyaku kepada bapak.

"Sabar??"
"sabar gimana?".

"Jadi gini, intinya sekarang bapak gak bisa bersebadan sama ibu dulu.....", belum aku melanjutkan kata-kataku, tiba-tiba bapak langsung memotong.

"Yahhh kalo gitu mah bapak gak mau..".

"ihhh dengerin aku ngomong dulu pak"
"aku kan belum selesai bicara".
"Jadi begini, kalau bapak mau sabar, hasilnya juga maksimal kok"
"Malahan, ibu bakal lebih binal dari biasanya loh pak.."
"bapak bener apa gak tertarik?!", ucapku dengan gaya bicara seperti seorang sales jual.

"Emmm.. maksud kamu lebih binal dari biasanya itu bagaimana?"
"sok tahu banget kamu...!"

"Pokoknya ibu lebih menggiurkan di ranjang deh pak...!!"
"bapak bener gak mau nih??!!" ucapku dengan nada menukik supaya bapak lekas mau menuruti pendapatku.

"Hmmm.."
"Yang bener kamu...???", balas bapak masih tak yakin.

"Iyyaaaaa pakkk!!"
"Benner!!", lantang suaraku agar bapak yakin.

"Yaudah, bapak bakal coba sabar deh.."
"terus, ide kamu bagaimana?"
"apa bener bisa?"

Sebelum menjawab pertanyaan bapak, aku berpikir sejenak seraya menyusun informasi yang pernah kuperoleh selama ini dari sering membuka situs pengetahuan seks, ditambah dengan imajinasiku supaya kiranya berhasil. Jadi, aku berkeinginan agar bapak mau memanjakan ibu esok hari. Entah bagaimanapun caranya. Pada dasarnya bapak harus memberi perhatian lebih pada ibu supaya ibu tersentuh hatinya. Sebelum menyampaikan ide ini kepada bapak, aku sebetulnya ragu bapak bakal mau melakukan banyak hal untuk ibu. Apalagi selama ini yang memasak, mencuci, dan membersihkan rumah kebanyakan ibu. Akan tetapi, aku berusaha yakin. Lagipula bapak pasti mau demi keinginannya sendiri. Terlebih, nafsunya kini sedang menggebu-gebu sama ibu.

"Yuda..."
"Jadinya ini bagaimana?"
"Kamunya malah diem.."..

"Eh?"
"Iya, jadi begini pak"
"Jadi bapak musti sabar dulu nih ceritanya.."
"Nah, selama bapak bersabar, bapak ngelakuin apa kek gitu supaya ibu terkesan kagum, senang dengan yang bapak lakukan"
"Manjain istri gitu loh pak...".
"Masa gak ngerti..."
"Selama bapak ngelakuin hal itu, setidaknya bapak menghibur ibu atau coba minta maaf kalau bapak pernah punya salah sama ibu..".
"Sampai di situ, kalau misalnya ibu nanti tergoda untuk ngajak bapak bersebadan..."
"bapak musti tahan nafsu dulu ya pak...", terang aku pada bapak yang sedang amat serius memperhatikan.

"Sebentar yud..."
"Gimana bapak bisa ngelakuin hal itu?"
"bapak sendiri besokkan masih kerja..."
"besoknya lagi..palingan..
"sabtu.....",
"Nah itu kenapa musti ditahan?", tanya bapak.

"Kapan aja kali pak..."
"Gak musti nunggu libur...."
"Malam ini aja juga bisa..."
"bapak masak apa gitu ceritanya..."
"atau ngapain..."
"Nahan itu maksud aku supaya ibu minta sendiri ke bapak"...

Bapak melamun sejenak seakan merenung ide yang aku sampaikan.
"Hemmm..."
"Bapak sih sebenernya gak yakin sama ide kamu ini..."
"bapak juga gak terlalu biasa manjain ibu kamu..."
"Tapi, demi apa yang bapak mau..."
"Bapak bakal coba deh, yud".

"Gitu dong pak..!.", spontan aku langsung membalas sembari memberi semangat.

Setelah mendengarkan ide yang aku sampaikan, tiba-tiba bapak masuk ke kamarnya. Entah apa yang ia lakukan. Tak begitu lama di dalam, ia lantas keluar seraya mengenggam sebuah dompet kulit. Dan, ternyata bapak memberiku sejumlah uang untuk membeli makan malam "Yeaayy...". Akhirnya, perutku tak lama lagi lekas terisi. Tak sia-sia aku memberi usul kepada bapak. Kemudian Ia berpesan agar aku membelikan makan malam untuk dirinya, ibu, aku, dan rido. Selain itu, ia juga mengatakan supaya aku tak lama-lama membeli makan malamnya, sekitar rumah saja, tak usah jauh-jauh. Tanpa berpikir lama, perintah bapak lantas kutunaikan karena perutku juga terus mendesak agar lekas diberi makan. Namun sebelumnya aku mencoba memgganti pakaian sekolahku terlebih dahulu sembari mencuci muka di kamar mandi. Ketika hendak bergegas keluar, sempat kutanya bapak yang tadi masuk ke kamar untuk mengambil dompet bahwasanya ibu sedang apa. Bapak lantas menjawab kalau ibu sedang tertidur. Usai mendengar jawaban singkat bapak, barulah aku pergi meninggalkan rumah untuk mencari makan malam.

Sepanjang perjalanan, aku malah bingung apa yang akan kubeli untuk makan malam kami sekeluarga plus rido. Tak biasa aku seperti ini karena biasanya ibu yang memasak makan malam. Kalaupun membeli juga akhir-akhir ini saja saat ibu tidak ada di rumah. Padahal, aku kangen sekali masakan ibu. Tapi, mau bagaimana lagi karena kondisi sekarang sedang tidak memungkinkan. Di tengah perjalanan pula aku terbersit pikiran kiranya apa yang terjadi antara om firman dan tante linda yang tak berada di rumah. Tadi kutanya bapak, katanya ia sudah tak melihat om firman dan tante linda setibanya di rumah. Mau bertanya pada ibu, lebih tidak mungkin lagi. Lagipula aku juga lupa bertanya saat ia sedang baik-baik saja. Yasudahlah, semua sudah terlanjur terjadi.

"Yuda!"
"Mau kemana?!", teriak om firman menyapa sembari berjalan dari arah yang berlawanan ke arahku.

"Eh om firman..."
"Mau beli makan malam om..!!", sahutku dengan suara tak kalah kencang darinya.

Ia tak berbicara lagi sebelum kami saling mendekati. Barulah setelah itu,
"Memangnya ibu kamu gak masak?"

"Gak tahu deh om"
"kayaknya dia cape banget habis pulang dari Tasik"
"Ibu ngapain aja sih om di sana?", tanyaku penasaran.

Ketika kutanya, om firman malah melamun. Wajahnya seperti memendam sesuatu. Akan tetapi, tak lama mendadak wajahnya cerah kembali.
"tanya sendiri dong.."
"kan ibu kamu...."
"masa nanyanya sama om sih"

"oh gitu yah...", ucapku tak mampu membalas.

"Eh iya, om firman mau kemana?", lanjutku bertanya.

"Mau pulang, yud"
"Tadi habis jalan-jalan sebentar nyari angin..."
"Oh ya, rido sama siapa di rumah?"

Mendengar jawabannya, seakan ia tak tahu kalau aku memgetahui bahwa ia baru saja bertengkar dengan tante linda. Lagipula, kusangka ia habis menenangkan pikirannya sejenak. Tentu aku tak akan mengungkit masalah itu. Aku hanya bisa bersikap pura-pura tak tahu menahu.
"Ada bapak di rumah om"
"Kalo si rido tadi sih aku lihat lagi asyik sendiri di ruang tengah".

"Oh, bapak kamu udah pulang ya"
"Yaudah deh, om duluan ya...", pamit om firman kepadaku.

"Iya om...", jawabku mengangguk.

###​

"Rumah kamu gede yaaa...."

"Ah biasa aja kali, lin..."
"Ini juga cuma aku tambahin beberapa"
"Dulu sih waktu almarhum suamiku masih ada, rumahnya juga udah kayak begini".
"Yaudah duduk dulu lin..."
"kamu mau minum apa...?"

"Gak usah repot-repot nia.."
"aku juga baru makan.."
"perut masih penuh.."

"Oh. oke deh gitu.."

Malam itu, Linda baru saja tiba di rumah sahabat lamanya, nia. Rumah tersebut cukup besar, berbeda dengan rumah kontrakkan linda dulu, begitu juga dengan rumah sang kakak ipar. Nia adalah adik mira yang juga sahabat linda. Ia seorang janda yang ditinggal mati sang suami. Wanita itu mempunyai dua orang anak lelaki, yakni bayu dan haris. Anak pertama nia, bayu, seumuran dengan yuda. Ia masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Sementara haris, anak bungsu nia, baru berusia 4 tahun. Haris, anak bungsu nia, diambil namanya dari nama sang bapak. Mungkin, nia menamainya demikian supaya ia tetap terkenang akan sang suami yang meninggal dunia karena kecelakaan. Saat ini, untuk menafkahi keluarganya sekaligus sebagai orang tua tunggal, nia membantu usaha kakaknya yang tergolong sukses. Dalam benaknya pula sekarang tak ada pikiran untuk menikah kembali.

Linda yang berada di dalam rumah nia, nyatanya tak betah duduk. Malahan, Ia berjalan-jalan melihat seisi rumah itu. Memang, tak sungkan linda karena nia dengan dirinya tergolong cukup akrab. Ketika melihat keadaan seisi rumah nia, timbul perasaan takjub. Banyak hiasan dan beberapa lukisan saling melengkapi. Terdapat pula perabotan rumah tangga yang tak dimiliki oleh linda. Oleh karenanya, di sisi lain timbul perasaan menyesal dalam diri wanita itu. Linda bertanya pada dirinya sendiri mengapa ia mau menikah dengan firman yang tak mampu membahagiakannya secara lahiriah. Lagi dan lagi, ia membandingkan dirinya dengan nia. Ditinggal suaminya, nia diwariskan harta melimpah dan sebuah rumah. Sementara linda, belum ditinggal mati suaminya saja hidupnya 'ngepas' untuk bertahan hidup semata. Begitulah pikir linda.

"Anak kamu yang bungsu mana, nia?"
"kok dia gak ikut kamu keluar..?", tanya linda yang melihat nia sudah berganti pakaian sedang menghampirinya.

"Ada, lagi sama perawatnya".
"Eh iya lin, kamu mau mandi atau mau langsung ke kamar aja?".

"Duduk-duduk dulu aja nia.."
"Masih belum ngantuk juga.."
"Nanti mandinya kalau mau tidur aja..", jawab linda sembari berjalan bersama nia ke sebuah sofa yang tadi linda dudukki.

"Yaudah deh kalo maunya kamu begitu".
"Oh iya lin, kamu belum cerita lebih lanjut masalah kamu sama suami..".

"Nanti aja kali yaa..."
"Aku lagi males nginget-nginget itu sekarang...", singkat linda merespon sembari menatap ke arah nia.

"terserah kamu deh.."
"aku mah cuma mau ngingetin aja..."
"jangan lama-lama bertengkar sama suami"
"nanti ujungnya kamu nyesel loh kalau ditinggal sama dia...", pesan nia kepada linda.

"Heemm"
"iya, makasih ya nia..."
"kamu udah perhatian sama aku...".

"iya sama-sama kok", ucap nia sembari melempar senyuman.

Linda dan nia sedang duduk saling berhadap-hadapan di sebuah sofa. Baru saja keduanya bercakap-cakap satu sama lain. Nia yang tahu akan permasalahan yang linda hadapi memberikan petuah kepada linda supaya tidak berlarut-larut dalam konflik hubungan suami-istri. Terlebih, nia seakan sudah pernah merasakan pahit-getirnya kehidupan berumah tangga. Apalagi kini ia sudah seorang diri dalam mengurusi anak-anaknya. Tentu harapan nia agar linda segera saling memaafkan dengan sang suami sembari membuang ego masing-masing. Linda yang amat menghargai pendapat sang kawan, tentunya meresapi. Hanya saja, usai pertengkaran dengan suaminya, linda masih belum siap untuk bertemu lagi dalam waktu dekat ini. Ia masih belum mau menerima kehadiran rido yang kata kakak iparnya, Mas suhar, merupakan anak kandung firman. Oleh karena itu, Linda masih merasa tertipu oleh firman yang dulu mengaku belum punya anak. Lebih sakit hati lagi linda disuruh mengurus anak yang bukan anak kandungnya. Firman pula yang masih tak mengaku. Di lain hal, barangkali linda hanya belum siap menerima sebuah kenyataan mengenai status sang suami.

"Yuk nia..."
"Aku mau mandi deh nih.."
"udah gerah banget....", ucap linda sembari beranjak mengajak nia berdiri.

"Yup, yuk ikut aku"
"kamu nanti mandi aja dulu ya di dalam, lin"
"handuknya juga udah ada kok di dalam kamar mandi".
"kalo pakaiannya nanti biar aku ambilin..", balas nia sembari berjalan mengantarkan linda ke kamar mandinya.

"terima kasih ya nia.."

Setelah diantarkan nia sampai di depan pintu kamar mandi, linda lantas langsung masuk ke dalam. Betapa tertegunnya linda melihat bersih dan bersinar sekali kamar mandi rumah temannya tersebut. Terkesan amat sering dijaga kebersihannya kamar mandi itu. Sesudah mengunci pintu, linda mulai membuka satu per satu pakaian yang ia kenakan. Sempat ia terkagum dengan bentuk tubuh telanjangnya yang masih utuh walau sudah beberapa kali dijamah laki-laki. Barulah setelah itu linda membasuhkan air dingin ke sekujur tubuhnya dengan menggunakan sebuah gayung berwarna krem. Air yang memasahi tubuh linda seolah-olah menyapu bersih beban masalah di pundaknya walau nyatanya tidak demikian. Linda betul-betul menikmati apa yang ia sedang lakukan sekarang. Malahan, ia berpikir apakah ada perbedaan dengan air yang digunakan di rumah nia dengan rumah sekarang linda tinggal.

Sementara itu, di luar, nia sudah mempersiapkan pakaian tidur linda. Ia siapkan sebuah kaos berkerah warna biru muda dan sebuah celana pendek untuk sahabatnya tersebut. Selagi menunggu linda keluar, nia duduk merenung di kursi meja makannya. Ingatan wanita itu perlahan terbang teringat almarhum suaminya. Barangkali peristiwa yang dialami linda membuat nia rindu dengan kehadiran sang suami. Akan tetapi, nia segera sadarkan dirinya. Ia tidak mau berlarut-larut memikirkan sang suami seakan dirinya belum ikhlas melepas kematian suaminya itu. Daripada melamun, nia mencoba menengok kedua buah hatinya yang membuat ia terus bersemangat bertahan hidup. Ia temui pertama anak sulungnya, bayu, di kamar anak itu. Dan ternyata, bayu sedang belajar. Fokus sekali anak itu mengamati buku pelajarannya sampai-sampai tak melihat sang ibu membuka pintu.

"De?"
"Guru BP kamu jadi ke sini malam ini?", sapa dan tanya nia kepada putranya.

Mendengar suara sang ibu, bayu pun langsung menoleh.
"Eh mama..."
"Jadi ma..."

"Mau ngomongin apa ya kira-kira guru bp kamu?"
"sampai-sampai harus ke rumah segala..."

"Gak tahu deh ma.."
"dia sendiri yang bilang mau ketemu mama"
"aku sih iya aja", terang bayu kepada sang mama.

"Kamunya gak punya masalahkan di sekolah de?".

"Enggak kok maa..", jawab bayu geleng.

Sedikit penasaran nia dengan niatan guru bp bayu yang hendak ke rumah menemuinya malam ini. Apalagi sang putra mengatakan bahwa ia tidak punya masalah sama sekali di sekolah. Alhasil, dengan terbawa perasaan heran, nia pun menutup pintu kamar putra pertamanya. Kemudian, nia mencoba menengok anak bungsunya, haris, di kamar dia pribadi. Usai membuka pintu kamarnya, terlihat haris kecil sedang bermain bersama pengasuhnya. Nia tersenyum, dan menghampiri anaknya yang paling kecil itu. Ia berjongkok dan peluk seraya belai rambut sang anak seakan sedang memeluk sang suami.

"Bi, haris udah makan 'kan?", tanya nia kepada pengasuh anaknya.

"Udah kok bu..".

"Yaudah, bagus deh kalo gitu", balas nia singkat.

Tak beberapa lama meluangkan waktunya seraya bermain sembari menengok putranya yang paling bontot, nia kembali menemui linda. Kiranya sang sahabat sudah selesai mandi, ia mau menyerahkan pakaian yang sudah dipersiapkan. Memang betul adanya. Sesampai di dekat kamar mandi, nia mendengar suara linda memanggil. Buru-buru langkah wanita itu mengantarkan pakaian kepada linda. Linda yang terlilit handuk pun menerimanya dengan senang hati. Lekas ia pakai pakaian tersebut di dalam kamar mandi. Setelah dirasa tak ada lagi yang kurang, barulah linda keluar dengan perasaan segar nan sejuk.

Ketika berjalan keluar dari kamar mandi, perasaan linda terasa plong. Beban masalah yang tadi terpikirkan seolah senyap begitu saja. Kini wanita itu bersiap untuk pergi tidur walaupun hari belum begitu malam. Malahan, linda tidak terpikirkan sama sekali bahwa ia besok masih harus bekerja di kantor. Barangkali linda sudah bosan dengan pekerjaannya atau memang dianya sudah minta dipecat.

"Permisi...!!"
"selamat malam!!!", teriak keras seorang wanita dari depan rumah nia

"lin, aku buka pintu dulu ya.."
"kayaknya itu guru bpnya bayu", ucap nia kepada linda.

"oh iya silahkan...", tersenyum linda mempersilahkan seraya mengeringkan rambut panjangnya yang basah.

Linda agak penasaran ada apa kiranya seorang guru harus berkunjung malam-malam ke rumah orang tua siswa. Sebegitu beratkah masalah yang dihadapi. Akan tetapi, linda tak mau ikut campur. Ia merasa cukup menunggu nia kembali saja sembari duduk di kursi meja makan. Namun, entah mengapa yang ditunggu linda tak jua kembali. Akibatnya, linda yang dari awal sudah penasaran ingin sekali tahu dan melihat, tak ambil pusing untuk coba temui nia yang kiranya sedang menjamu seorang guru wanita. Mulanya linda hanya mengintip. Namun, karena terlihat nia, ujungnya ia diperkenalkan.

"lindaa! sini!", panggil nia yang sedang duduk, melihat ke arah wajah linda yang sedang mengamatinya.

"eh?! iya!", balas linda sembari menghampiri.

"kenalin lin..."
"ini gurunya anakku.."..
"bu, kenalin ini linda sahabat saya...", ucap nia mempertemukan keduanya.

"ohh.."
"aku linda..", tersenyum ramah linda sembari memperkenalkan diri dan mengajak berjabat tangan.

"hmmm linda.."
"aku Lisa.. guru bp anaknya ibu nia", sambut senyum manis guru bp dari putra sulung nia.

###​

Malam belum larut. Bintang-bintang pun belum tidur, maka langit terang malam ini. Suasana tempat makan pinggir jalan dekat rumahku pun begitu ramai. Entah mengapa, sedangkan bukan awal bulan. Mungkin mereka sedang menikmati makan malam bersama keluarga, pacar, atau sahabat sehingga momen kebersamaan lebih dihayati ketimbang saku yang terus terperas. Kini, Aku sedang mengantri di sebuah restoran padang. Awalnya sebelum membeli aku sempat bingung kiranya apa yang dibeli untuk makan malam. Karena aku sekeluarga gemar makan padang, maka kuputuskanlah itu. Beruntung uang yang diberikan bapak mencukupi. Namun, kembaliannya yang kukira dapat dipungut, tidaklah seberapa. Memang makan padang di sekitaran rumahku mahal. Apalagi aku membelinya plus nasi. Aku hanya heran mengapa rumah makan padang ini mahal, sedangkan terdapat label 'sederhana'-nya. Barangkali memasak masakan padang tidak sesederhana yang kukira. Apalagi aku cuma konsumen yang tinggal melahap dan menyantap saja sembari mengisi perut yang lapar.



"Aahhhh akhirnya...", lega rasanya makanan berupa nasi bungkus yang kupesan sudah datang. Memang, cukup lama aku menunggu. Kalau bukan karena kepengen makan padang, aku mana mau menunggu lama. Ya, aku rela mengantri untuk makan padang. Selain itu, karena aku malas bicara apalagi di tengah kerumunan, sedianya aku hanya menuliskan sebuah daftar makanan yang kupesan ke salah seorang 'uda' sehingga ia hanya perlu mempersiapkannya. Sesudah yang kupesan beres dihimpun dalam sebuah plastik berwarna putih, lekas kubayar dulu semuanya di kasir. Barulah setelah itu kutinggalkan riuh rumah makan padang tersebut.

Entah mengapa ketika berjalan pulang, aku yang sedang menenteng bungkusan plastik putih berisi nasi padang ini tampak buncah. Nasi padang yang kubeli hanya cukup untuk 4 orang. Lalu, bagaimana dengan om firman. Namun, kupikir lagi rasanya cukup karena aku yakin rido makannya tak banyak. Jadi, om firman bisa makan berdua dengan rido, anaknya. Di sisi lain, keberadaan om firman pulang ke rumah, membuatku bertanya kemanakah tante linda, tante yang pernah kutiduri bersama bapak. Aku kira ia bersama om firman. Barangkali tante linda pergi ke suatu tempat seakan mengungsikan diri. "Yaahhh..." padahal, aku masih kepengen tidur dengannya. Tapi, kali ini tidak berdua dengan bapak, aku ingin sendiri. Itu juga kalau mungkin. Hmmm...

Banyaknya lamunan sepanjang jalan membuatku tanpa terasa sudah berada di dekat rumah. Aku tak sabar ingin mengisi perutku yang kosong. Selain itu, aku juga tak sabar lihat ibu makan berdua dengan bapak. Sesampainya di depan rumah, tak buang waktu lagi aku masuk ke dalam. Sebelumnya kutaruh dulu alas kaki yang kugunakan di depan pintu rumahku. Barulah kaki telanjangku menginjak lantai seraya masuk.

"Pak! bapak!", teriakku memanggil bapak.

"udah yud...?", jawab bapak yang datang menghampiriku. Kulihat tangan kekarnya basah.

"Udah pak..."
"Nih....", jawabku seraya menyerahkan kantong plastik berisi beberapa bungkus nasi padang.

"Yaudah makan yuk..."

"iya pak"
"bentar aku mau cuci tangan dulu", jawabku seraya berjalan ke arah kamar mandi.

Sebelum makan, aku yang baru dari luar ini hendak cuci tangan di kamar mandi. Perasaanku mendadak aneh ketika tak melihat rido dan om firman di seluruh sudut ruangan rumah. Kemanakah bapak dan anak tersebut. Padahal, rido sudah kubelikan makanan. Di lain hal, sesampainya di dalam kamar mandi aku dikejutkan dengan sebuah ember besar yang berisi rendaman pakaian. Kulihat rendaman pakaian itu penuh dengan pakaian aku, bapak, dan ibu. Oleh karenanya, sontak tersenyumlah diriku ini karena teringat akan bapak yang tangannya basah.

"Bener-bener udah kepengen si bapak.."
"jarang-jarang lihat dia mau nyuci malam-malam.."
"apalagi dia besok masih ngantor...."
"gak cape apa..."

"yuda!"
"ayo yud! makan!"
"kamu mau makan gak?!", teriak bapak kembali memanggilku.

"iyaaa pak! mau!", sahutku.

Suara keras bapak yang memanggil, membuatku tak ingin berlama-lama di kamar mandi. Buru-burulah aku mencuci tangan dan kakiku. Setelah itu, aku mencoba berjalan ke arah bapak yang tadi memanggil. Kulihat ia yang sudah makan lebih dulu di ruang depan. Setiba di dekatnya aku bertanya kemana om firman dan rido. Bapak yang sedang mengunyah makanan tak menjawab pertanyaanku beberapa saat. Usai menelan, barulah ia katakan bahwasanya setiba di rumah om firman mengajak rido untuk pergi. Sebelumnya ia katakan om firman lebih dulu bersiap seraya memasukkan pakaiannya dan rido ke sebuah tas. Lantas, kutanya bapak mau kemana mereka berdua. Bapak menjawab tidak tahu kemana tujuan om firman. Namun, mimik wajahnya seperti menyembunyikan sesuatu dariku. Entahlah hal apa itu.

"oh ya pak, ibu kok gak diajak makan?"

"Hmm... gak mau, yud"
"Tadi bapak udah bujuk berkali-kali .."
"Tapi bapak malah didiemin gitu..", jawab bapak lesu.

"Ohh...", aku hanya menghela nafas"

"kayaknya rencana kamu gak bakal berhasil deh, yud", lanjut bapak kepadaku.

"Sabar pak..."
"Kan baru dicoba...."
"Intinya bapak musti sabar dulu...", ucapku menghibur.

Aku yang belum makan tiba-tiba melihat bapak yang makannya tak dihabiskan. Bungkusan beliau diletakkan begitu saja di meja. Lalu ia berjalan ke arah dapur untuk mengambil minum. Mendengar ucapannya barusan kalau ibu tak mau diajak makan malam bersama, membuatku mulai agak ragu dengan rencana yang aku sampaikan ke bapak. Ibu seperti balas dendam karena tadi dicuekki bapak saat ia bertanya mau makan malam apa. Di luar hal tersebut, setidaknya aku masih meyakinkan diri bahwa rencanaku belum gagal.

"Yud, bapak istirahat duluan yaa.. "...

"iya pak..."
"tapi, kok istirahatnya di kamarku pak?", singkatku heran membalas sembari melihat bapak berjalan masuk ke kamarku, kamar yang selama ini ditempati om firman dan tante linda.

"Memangnya gak boleh?"
"Lagian bapak lagi males tidur sama ibu kamu"
"Percumakan kalau satu ranjang, tetapi gak bisa diapa-apain", jawab bapak tersenyum nyeleneh.

Bapak sudah bicara begitu, aku tak bisa lagi mengomentari. Masa iya aku komentari, "Udah pak, sikat aja ibu kalau gak mau..."
"Tidakkan?"

Setelah menenggak minum di dapur, bapak pamit tidur lebih awal. Terlepas dari alasannya tadi, menurutku bapak memilih beristirahat di kamarku karena barangkali bapak khawatir ibu bakal memarahinya kalau tidur satu kamar. Apalagi situasi hubungan ibu dan bapak sedang tak akur. Usai bapak pamit tidur, giliran aku yang menyantap makan malam. Sejujurnya nafsu makanku hilang karena situasi rumah tak kondusif. Harapanku pula melihat ibu dan bapak makan bersama pupus. Ditambah, aku melihat tiga bungkus nasi padang yang menganggur seakan mubazir. Namun, karena tak mau sakit lambung, apalagi perutku sedang kosong, terpaksalah aku santap satu bungkus nasi padang yang sudah kubeli sendiri.

Sembari mengunyah makan, aku berharap situasi yang tak baik di rumahku ini cepat kembali harmonis.

..........................................

"Eh kamu yud.."
"makan sendirian aja...", sapa ibu yang membuka pintu sembari keluar dari dalam kamarnya saat aku baru saja menghabiskan makan malam.

"Eh ibu...".
"Makan bu..", balasku sembari menawarkan dan membujuknya makan malam.

Ibu sepintas tersenyum, berdiri menatapku yang sedang duduk baru selesai makan..
"iya..."
"siapa yang beli...?"

"bapaklah bu..."
"aku mah cuma disuruh beli aja...".

"Ohh Yaudah"
"ibu cuci muka dan cuci tangan dulu ya".

Saat ibu bergegas ke arah kamar mandi, aku hendak mengambil minum di dapur. Sebelumnya aku sempat mencoba menengok bapak di kamarku. Ternyata ia sudah tertidur. Aku enggan membangunkannya khawatir ibu malah tak mau makan. Padahal, aku berharap jika bapak kubangunkan ada perbincangan mesra di antara bapak dan ibu. Namun, memang situasinya tidak sesuai yang kukira. Usai menengok keadaan bapak, aku kembali dengan tujuanku, yakni minum. Saat hendak mengambil minum itu ibu yang baru keluar dari kamar mandi bertanya,

"Itu siapa yang ngerendem cucian, yud?"
"kamu..?"

"bukan bu..."
"bapak...", jawabku sembari mengenggam gelas minum.

"Oh,.tumben", senyum ibu.

"terus bapak sekarang dimana?", lanjut ibu bertanya.

Sebelum menjawab pertanyaan ibu, aku meminum dulu segelas air mineral yang sudah ada di dalam genggaman.
"Lagi tidur di kamarku bu.."

"???"
"bapak kenapa tidur di kamar kamu?", lanjut ibu bertanya.

"katanya bapak sih bapak takut ibu marah kalau tidur satu ranjang"
"apalagi ibu tadi diajak makan enggak mau kan?", jawabku berbohong.

"Siapa juga yang marah, yud"
"Ibu tadi cuma lagi cape aja.."
"Jadinya agak malas buat diajak makan..."
"Terus bapak ngiranya ibu marah gitu gara-gara ibu gak mau diajak makan?"

"Iya kali bu..", ucapku.

"Ehmm.."
"Oh iya ibu sampai gak nyadar"
"Rido kemana?".

"Tadi sebelum aku berangkat beli makan malam sih masih ada bu"
"Tapi pas pulangnya udah gak ada".
"Kata bapak sih ikut om firman..."
"Tadi om firman udah pulang...", terang diriku pada ibu.

"Ohh gitu.."
"om firman pulang sendiri?"
"terus mereka kemana?", ucap ibu tambah penasaran.

"sendiri.."
"bapak bilang sih gak tahu bu"
"tadi aku nanya juga ke bapak..", jawabku singkat

Setelah berbincang denganku, ibu diam sesaat. Tentunya ia memikirkan kemana om firman pergi. Jangankan ibu, aku saja penasaran. Lebih aneh lagi bapak malah tidak tahu menahu kemana om firman bersama rido. Apakah ia lupa menanyakan? Atau ia tak sempat bertanya? Ibu juga demikian. Apakah tidurnya ibu terlampau nyenyak hingga tak tahu kemana sang adik pergi. Sudahlah, nantinya juga akan ketahuan kemana om firman. Lagipula masalahnya bukan masalahku. Sepatutnya aku bergembira jika nanti tante linda pulang, aku lebih punya banyak jalan untuk menidurinya kembali. "Heehe..."

"yudaa..!."
"kamu senyum-senyum sendiri kenapa?"

"eh?! gak ada apa-apa kok bu.."
"cuma heran aja lihat bapak sama ibu lagi 'slek'", spontan diriku merespon.

"aneh kamu..."
"gak ada yang slek kok"
"kamu aja yang ngelihatnya begitu...", balas ibu seraya berjalan menuju ruang depan.

Aku yang tak puas dengan pendapatnya, lekas menyusul. "Gak slek bagaimana bu?"
"bapak sama ibu aja saling diem-dieman gitu..."
"Eh iya, kalo memang boleh tahu masalahnya apa sih bu...".

Ibu membisu sejenak, seakan tak mungkin menjawab kalau penyebab masalahnya ialah karena dirinya tak mau diajak bersebadan oleh bapak. Namun, ia yang kupikir bakal bungkam tidak demikian adanya. Lantas ia berkata, "Gak ada masalah apa-apa kok, yud"
"bapakmu aja yang gak ngerti kalo ibu lagi cape..."

Mendengar ucapan ibu, sepintas hatiku menceplos, "tuh kan bapak, bener aku bilang...."

"Hmmm gitu"
"pantes aja bu....", balasku mengangguk-ngangguk

"Pantes bagaimana maksudmu, yud?", tanya ibu heran.

"Pantes aja bapak nyuruh aku beli makan"
"supaya gak memberatkan ibu yang mau masak.."
"pantes juga bu bapak ngerendem cucian"
"supaya ibu gak perlu repot-repot mencuci", ucapku mengada-ngada demi bapak dan ibu berbaikkan.

"Masa sih??"

"Itukan menurutku bu...", balasku singkat dengan nada merendah

Setelah aku menjawab demikian, ibu tak lagi berkomentar. Kini, di ruang depan kulihat ibu sedang menyantap makan malam yang kubelikan. Akhirnya ia yang kukira tak mau makan, makan juga. Bapak jika melihat ini pasti senang kalau makan malam yang dibelikannya dimakan oleh sang istri.. Di lain hal, sejujurnya aku ingin menemani ibu yang sedang menikmati makan malamnya. Akan tetapi, rasa gerah yang menyelimuti tubuh membuatku rasanya ingin mandi. Tanpa menunda-nunda, lekas pamit diriku pada ibu untuk mandi. Ibu pun tak sungkan mempersilahkan.

Rencanaku seusai mandi ini tidak lain ialah tidur. Amat lelah tubuh dan pikiranku hari ini. Lagipula aku besok masih harus menuntut ilmu di sekolah. Apalagi tanggung karena besok hari Jumat. Tentu yang paling kunanti esok hari ialah perkembangan hubungan ibu dan bapak. Semoga besok keluargaku dapat rukun kembali. Selain itu, harapanku yang lain, semoga harapan bapak segera tercapai. Kalaulah bapak mengizinkan, semoga pula aku bisa menyaksikan kala bapak dan ibu saling melepas rindu.

"Bu... aku mandi dulu ya..."
 
Lanjutan

Malam yang semakin larut ini begitu sunyi. Kiranya ada suara jangkrik menemani, nyatanya tidak ada. Aku duduk melamun usai mandi, berharap tidur, ternyata tidak bisa. Biasanya ada pemandangan menarik yang dapat kulihat. Ya, tante linda, Tante yang masih ingin kutiduri karena rasanya belum puas walau hanya sekali saja. Entahlah kapan hal itu terwujud. Malahan, yang kulihat bapak sedang tidur sembari mendengkur di kasur kamarku. Aku yang seharusnya bisa menempati kamarku kembali, mau tak mau tetap akan tidur di atas tikar usang ruang tengah. Sementara itu, ibu sudah masuk ke dalam kamarnya. Mungkin, ia sudah terlelap apalagi sudah makan, perutnya pun kenyang. Terbenak dalam pikiranku untuk mengecek keadaan ibu yang katanya lelah. Semoga ia belum tidur karena banyak hal yang kuingin tanyakan padanya, terutama mengenai kepulangannya yang tertunda beberapa hari yang lalu.



"ckck"
"gimana gak nganenin kalau punya istri bentuknya begini ya", takjub aku melihat ibu sedang berbaring tidur.

Sesaat membuka pintu kamar ibu dan bapak, kutatap tanpa sengaja lekak lekuk tubuh ibuku yang tertidur di atas ranjang seorang diri. Hatiku bertanya kapan ia berganti pakaian. Pantas saja bapak tak sabaran 'menerkam' ibu kalau begini yang dilihatnya tiap malam. Benar-benar cantik dan menggiurkan ibuku ini. Lihat saja paha putih nan mulus miliknya. Siapa yang kiranya tak mau meraba?
Sayangnya, tak ada niat nakal aku pada ibu sendiri. Indahnya tubuh ibu yang sedang terlelap tak bisa kupandangi berlama-lama, cemas ia bakal terbangun. Apalagi kemunculan bapak suka tiba-tiba. Apa jadinya kalau ia tahu aku sedang mengintip ibu tidur. Bisa tak karuan hubunganku dengan bapak beserta ibu. Akhirnya, tak mau menambah masalah, lebih baik aku pergi tidur ketimbang muncul pikiran aneh-aneh yang hanya akan membebani pikiran. Biarlah sulit mengantuk daripada mendengar keributan 'versi lain' kembali terjadi di rumah ini. Aku pun menutup pintu kamar ibu dan bapak. Selanjutnya, aku kembali ke 'habitat' sementaraku sembari mencoba berbaring dan menutup mata di atas tikar yang nampak lusuh ini. Kuharap esok malam segera tiba.

"hoaaaaheeeemmm......"

###​

Keesokan paginya, saat udara masih bersih nan segar, dan matahari belum tampak, dahlia lekas terbangun dari tidurnya. Sebagai seorang istri yang baik, tentu ia tidak akan lupa tugasnya menyiapkan sarapan untuk sang suami dan anak tercinta pagi ini. Memang semalam dia begitu lelah. Pantas saja ia begitu malas untuk memasak makan malam. Ditambah, semalam sang suami membuatnya kesal karena pertanyaan dahlia didiamkan tak dijawab, saat dahlia timbul niat memasak, meski tubuhnya lesu. Sekarang, Dahlia yang masih mengenakan dasternya mencoba bangkit dari peraduan di atas ranjang. Usai kedua kakinya menapak lantai, ia mencoba berganti pakaian yang nampak elegan. Barulah kemudian ia bergegas keluar kamarnya untuk mencuci muka sekaligus menyiapkan segala sesuatu untuk keluarganya di pagi hari.

Sesampainya di depan kamar, dahlia sontak mendengar seseorang sedang sibuk mencuci pakaian di kamar mandi. Suara air yang mengucur dari keran menyala pun juga sampai di telinganya. Tanpa berpikir siapa dahulu, dahlia langsung menuju kamar mandi untuk lekas melihat. Setiba di depan pintu kamar mandi yang terbuka, sejujurnya dahlia tertegun ternyata sang suami bangun lebih awal dan sedang mencuci saat ini di hadapannya.

"Mas suhar?!"
"Ngapain nyuci pagi-pagi sih mas?"
"Gak masuk angin?"
"lagipula, mas kan musti kerja hari ini..."
"Ntar telat loh, mas..!"
"ck..."

Sementara itu, seraya membilas dengan air bersih satu per satu pakaian yang sedang ia cuci, suhardi yang bangun lebih awal dari biasanya cukup dikejutkan dengan kehadiran sang istri. Terlebih, sang istri yang ia kira bakal menyapa manis, nyatanya tidak demikian. Dahlia menyapa sekaligus bertanya dengan mimik wajah kesal seolah tak suka suhardi mencuci pakaian. Namun, suhardi menyikapinya tidak reaktif. Ia menjawab dengan santai pertanyaan istrinya.
"gapapa kok..."
"sekali-kali mas bantuin kamu..."
"lagian ini juga udah mau selesai.."
"oh ya, kamu masih cape?"
"nanti habis mas nyuci dan mandi, mas pijitin bagaimana?

Sebaliknya, Dahlia tak terima begitu saja alasan sang suami. Lagipula, mencuci ialah tugas rutin dirinya sehari-hari. Selain itu, Ia pun heran mengapa sang suami ingin memijatnya, sedangkan hampir tidak pernah dahlia dipijit.
"udah mas, sini dahlia aja...!"
"lagian ini kan tugas dahlia, mas..!"
"Hmmm..."
"kamu gak usah cari-cari perhatian aku deh, mas..",
"karena gak pernah sama sekali kamu mijit", ucap dahlia yang menampakkan wajah sebalnya. Ia ingin merebut pakaian yang sedang dibilas sang suami.

"Uddahh gak usah..."
"kalo begitu. Kamu mending nyiapin sarapan buat mas sama yuda aja"
"mas suhar habis nyuci nanti bakal laper...", balas suhardi.

"ihh kamu mas..."
"keras yaa dibilangin...", gerutu dahlia.

Dahlia menurut saja kata suaminya. Apalagi sang suami bersikeras tak mau menyerahkan cucian yang ingin dahlia cuci. Akibatnya, ada sedikit rasa jengkel di hati dahlia karena sikap suaminya tersebut. Dahlia sebal bukan karena suaminya sedang mencari perhatian. Tapi, tak perlu sebegitunya sang suami bersikap, semata-mata memanjakan dahlia. Di sisi lain, dahlia sejujurnya agak senang karena sang suami sedikit meringankan beban tugasnya. Apalagi mas suhardi tak biasa bangun lebih dari awal dari dahlia. Selain itu pula suaminya yang rela mengorbankan tenaga dan waktunya tersebut tak khawatir akan kelelahan karena pagi ini ia harus berangkat kerja. Tak mau kalah dan berdiam diri, dahlia mencoba menyiapkan sarapan di dapur. Terlebih dahulu, ia bikinkan kopi panas untuk sang suami tercinta, meski rasa sebal masih memenuhi relung hatinya. Sembari membuatkan kopi dan mencoba mengingat-ngingat peristiwa kemarin dengan suaminya, lagi-lagi dahlia tersenyum sendiri.

"Dasar mas suhar..."
"dahlia kemarin itu bukannya gak mau..."
"dahlia lagi cape mas..."
"Sekarang kamu malah kayak nyoba nyari perhatian aku"
"kamu kan gak biasa begitu mas..."
"Dikira aku gak tahu apa.."
"awas kamu yaa mas....",



Entah kebetulan atau tidak, saat hati dahlia berkata demikian, Suhardi yang terlihat sudah selesai mencuci keluar dari dalam kamar mandi seraya melihat dahlia yang sedang sibuk di dapur. Lelaki yang hendak membersihkan diri usai mencuci itu benar-benar tak kuat melihat bagian belakang tubuh istrinya yang kencang, meski pakaian yang dikenakan dahlia tidak terkesan memgumbar aurat. Malahan, batang penis suhardi tegak berdiri di pagi hari. Ingin sekali suhardi merangkul mesra dahlia dari belakang, tetapi ia enggan, khawatir dahlia bakal marah dan situasi yang mulai baik ini kembali rusak. Selain itu, suhardi pun juga teringat pesan sang anak agar bersabar hati jika yang diinginkannya mau lekas terwujud. Alhasil, suhardi yang hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada berusaha mengabaikan pandangannya dari tubuh menohok sang istri sembari berjalan ke kamarnya untuk mengambil pakaian yang ia akan kenakan sehabis mandi. Apa yang sedang suhardi rasakan barusan barangkali nafsu terpendam yang membuatnya gampang terangsang. Lagipula beberapa hari terakhir dahlia belum memberi 'jatah'-nya.

Sesampainya di dalam kamar, suhardi lekas menuju lemari pakaian. Sambil berdiri, kepala keluarga itu memilah, memilih kemeja yang akan digunakannya untuk pergi bekerja hari ini. Tak perlu waktu lama baginya, usai mendapatkan pilihan seraya mengambil celana panjang bahan berwarna hitam, suhardi bergegas keluar kamar hingga ia pun tak sengaja bertubrukan dengan dahlia yang hendak masuk.
"Eh kamu ...", sapa suhardi memcoba melempar senyuman

"iya mas.."
"Eh iya mas, kamu gak perlu bersikap begitu, kayak tadi..."
"aku sanggup kok cuci pakaian kamu sama yuda"
"Itu kan udah tugas harianku"
"Ga usah sok mau nyuci mas...."
"gak biasa juga kamu...", ucap dahlia yang seakan masih belum puas melampiaskan rasa tidak suka terhadap sikap suaminya

"Hmmm gitu ya..", balas sepintas suhardi yang nadanya melemah, mencoba menahan diri.

"Iyaa!", gertak dahlia

"oh yaudah kalo gitu, mas suhar minta maaf ya"
"anggap aja yang tadi gak ada...", ucap suhardi tak berdaya, macam suami takut istri. Padahal, ia tidak sedemikian rupa.

Dahlia pun menarik nafas dalam-dalam usai mendengar permintaan maaf sang suami. Ia yang sebetulnya pura-pura kesal justru tak tega alias kasihan melihat suaminya yang seolah tak bisa berbuat apa-apa menanggapi emosi yang dibuat-buat. Lega hati dan perasaan dahlia sekarang, meski memang betul sekali ia tak marah kepada suaminya. Dahlia hanya ingin 'iseng' kepada mas suhardi yang sedang mencoba memancing perhatian dirinya. Malahan, ia masih ngotot mempertahankan sikapnya yang penuh ketidaksengajaan ini. Hmmm... kasihan suhardi.
Rencana sang anak tidak akan berjalan mulus seperti yang ia kira.

"Yaudah, mas suhar mandi dulu yaa..", pamit suhardi ke istrinya sembari tersenyum lagi.

"iyaa..".
"Oh ya Mas, kamu kenapa sih senyum-senyum terus?"
"gak usah senyum-senyum mulu..."
"Dari tadi aku lihatin kamu, senyuuuuuum mulu..."
"aneh tahu mas, ngelihatnya", kembali dahlia berulah sebelum suhardi meninggalkannya.

Tidak mau mengabaikan dahlia kembali, Suhardi pun lekas menoleh ke arah wajah istrinya walaupun apa yang ia lakukan sekarang jadi serba salah...,
"Iya sayang..."
"iyyyyaaaaaaa.....", balas suhardi yang mulai gregetan dengan sikap sang istri.

Sesuai dengan rencana awalnya, suhardi lekas pergi ke kamar mandi meninggalkan dahlia yang masuk ke kamar. Sembari berjalan, bahagia perasaan suhardi karena hubungannya kembali akur dengan sang istri walaupun tak sempurna. Di sisi lain, ia mulai meragukan ide anaknya yang sepertinya tidak berhasil, gara-gara melihat sikap sang istri yang tak suka dimanjakan pagi ini. Selain itu, suhardi mulai pesimis mengenai 'jatah'-nya nanti malam.

Saat sedang berimajinasi keadaan malam nanti, langkah suhardi tiba-tiba terhenti teringat akan sesuatu, ternyata Suhardi lupa membawa celana dalam. Mungkin rasa bahagia sesaat telah mengaburkan pikirkannya. Lantas, tak mau terlambat bekerja suhardi pun kembali ke kamar. Seketika ia membuka pintu kamarnya,..



"??!!!"
"Dahlia.., mas suharmu ini udah kangen banget sama kamu sayang.."
"Hhmmm...."

"Eh kamu mas.."
"ada apa?!", tanya dahlia seolah terkejut seraya melihat sang suami sedang memperhatikannya mengenakan pakaian dalam.

"Eh?! ini mas mau ngambil celana dalem.."
"tadi ketinggalan...",

"ohh...".

Sambutan dahlia yang membelalak seperti itu, membuat suhardi buru-buru mengambil celana dalam yang tertinggal di kamar. Hanya sebentar suhardi mengambil celana dalamnya. Tak lama, ia sudah keluar kembali, melangkah menuju kamar mandi. Sedangkan dahlia yang sedang mengenakan pakaian dalam di kamar, usai ditinggal suaminya, menyadari kalau sang suami sudah kepengen minta jatah darinya. Terlihat cukup lama tadi sang suami memandangi dahlia yang tak berpakaian utuh.

"udah kepengen ya mas?",
"makanya kamu sok cari perhatian begitu.."
"udah beliin makan, ngrendem pakaian, nyuci segala, sampai mau mijit lagi", tersenyum dahlia dalam lamunannya.

Tak mau berlama-lama di dalam kamar, apalagi sarapan belum sepenuhnya siap dibuat, dahlia buru-buru mengenakan pakaiannya. Sembari mengenakan pakaian, dahlia tiba-tiba teringat akan peristiwa kelam di rumah pak ujang. Benci sekali ia kala ingatan itu datang. Untuk menuntaskannya, malam ini mau tak mau dahlia berharap sang suami bakal menjamahnya. Ia pun berencana memberi 'kejutan lain' bagi suaminya tercinta, yang sempat ngambek karena dahlia tak mau bersenggama kemarin. Entah apa yang direncanakan dahlia itu.

###​



"Huuhh.."
"Syukur deh..."
"bapak sama ibu tadi pagi udah baikkan..."
"Gak hanya aku yang seneng, tapi bapak yang bakal seneng banget nanti malam..."
"Tapi, kok ibu mukanya masih agak jutek gitu ya sama bapak..."

"yuda....!"
"ngelamun aja lo....!"
"ngelamun apa sih?"
"cerita dong sama gue....",
"eh iya, lo gak shalat jumat?"

"Haduuhh", rina mengejutkanku yang baru mulai berkhayal sembari menunggu adzan Jumat berkumandang siang ini dari pengeras suara masjid sekolah. Padahal, aku sedang ingin berpikir kiranya ibu kenapa masih agak kesal dengan bapak. Ngomong-ngomong, pagi tadi sungguh bahagia aku bahwasanya hubungan bapak dan ibu kembali harmonis. Kami sekeluarga sarapan bersama seperti sediakalanya dulu, tanpa om firman, tante linda, dan si kecil rido. Entah kapan bapak dan ibu rukun, aku bangun keduanya sudah saling bercakap-cakap satu sama lain seolah tak ada masalah sama sekali walau ibu raut wajahnya agak bagaimana gitu. Kutanya bapak apa yang terjadi, bapak seakan lupa jasaku karena ia menjawab pertanyaanku hanya dengan senyuman penuh makna. Oleh karenanya, tak mau dipusingkan, lantas kuanggap tak ada hal yang perlu kurisaukan hari ini, kecuali memikirkan bagaimana caranya bisa mengintip bapak dan ibu bersenggama nanti malam. Tentunya Aku tak mau menunggu hasil rekaman. Aku mau menyaksikannya langsung. Suasananya pasti tampak berbeda. Kukira hubungan badan mereka nanti malam bakal penuh gairah. Amat sayang dilewatkan begitu saja.

"yuda, lo gue tanya juga.."
"kok malah diem...".

"eh iya rin, maaf"
"gak ngelamun apa-apa kok"
"ini gue lagi nunggu adzan malahan..."
"baru mau berangkat ke masjid nanti kalo udah adzan dulu", terangku yang sedang duduk berdua bersama rina di depan kelas.

"Hmmm bohong...."
"gue gak percaya..."
"Eh iya yud, pulang sekolah ke rumah gue yuk?", bujuk rina kepada yuda.

Pertanyaan rina membuatku lekas membisu. Aku khawatir lagi-lagi nanti rina cuma memberi harapan palsu.
"Yang bener nih??"
"Nanti ujungnya batal lagi deh...", sindir diriku pada rina

"Kali ini bener kok yud....."
"percaya deh sama gue...", balas rina meyakinkan.

"Yaudah, awas ya kalo lo bohong lagi".

Sepertinya aku bakal pulang ke rumah telat. Tapi, biarlah sembari menunggu adegan bapak dan ibu nanti malam, aku bisa mampir di rumah rina dulu sebentar. Lagipula, tak begitu jauh jarak rumahku dengan rumah rina. Balik lagi, sebetulnya aku tak mau ke rumah rina kalau bukan ia mau menceritakan tentang tanda merah di lehernya. Hal tersebut membuatku penasaran kiranya apa yang terjadi pada rina. Aku selalu memintanya menceritakan langsung, tetapi ia tidak mau. Oleh karena itu, jalan satu-satunya cuma menunggu rina yang menceritakan langsung. Maka, ajakan rina kali ini kepadaku untuk main ke rumahnya tak akan kusia-siakan. Apalagi maksud dia mengajakku untuk menceritakan hal tersebut.

"yuda, nanti malem nginep di rumah gue sekalian ya?"

"hah? nginep?"
"kok pakai nginep segala", tercengang aku mendengarnya.

"Iya, besok libur ini kan?"
"Mau ya yuda..."
"gue mohon banget...", pinta rina dengan sangat kepadaku.

"Hhmmm..."
"Apa kata orang tua lo nanti?"
"gue nginep di rumah lo..", tanyaku yang ragu.

"tenang aja.."
"ortu gue gak ada di rumah kok...",
"mereka pergi...", dengan tenang rina menjawab.

Tak aku iyakan langsung permintaan rina karena aku merasa ada yang aneh mengapa rina yang awalnya mengajakku ke rumahnya untuk sekedar bercerita, kini harus menginap segala. Bukankah rumahku dengan rumahnya dekat? Di sisi lain, aku harus mendapat izin ibu dan bapak. Terlebih, masalah menginapnya ini. Kalau tidak diizinkan, masa dipaksakan? Lain halnya lagi, muncul sekelumit pikiran kotor yang merasuk ke dalam diriku bahwasanya aku tidak boleh sia-siakan kesempatan ini. Barangkali, tidak bisa dengan tante linda berduaan, aku bisa dengan rina, sahabat perempuanku.
"Astaga! yuda! temen lo sendiri tuh!", berontak nuraniku tiba-tiba.

"Iya deh rin..."
"gue sanggupin..", singkat aku menanggapi tawaran rina.

"gitu dong yud...", balas rina yang begitu senang sekali setelah mendapat kepastian dariku.

"Allahu Akbar!"
"Allahu Akbar!"

"Eh yuda..."
"Udah adzan tuh...",
"sholat gih sana...", lanjut rina berkata kepadaku sembari mendengar suara takbir melengking dari toa masjid.

"Iya rin..."
"Gue sholat dulu ya...", pamit diriku untuk bergegas sholat jumat.

Dalam perjalanan menuju masjid, aku masih memikirkan bahwasanya apa iya aku bakal dapat izin dari ibu dan bapak. Apalagi menginapnya di rumah seorang teman perempuan. Kalau tidak, lantas apa yang harus kukatakan pada rina. Lagipula aku sudah terlanjur berjanji. Namun, kiranya aku agak mengentengkan masalah izin dari bapak dan ibu ini. Terlebih, ibunya rina dan ibuku kan bersahabat. Begitu juga bapak dengan pak usman. Alhasil, tak ada hal yang perlu dikhawatirkan kalau di antara keluargaku dan keluarga rina sudah berhubungan dekat. Yasudalah, aku berkesimpulan tak perlu memberi tahu bapak dan ibu kalau aku akan menginap di rumah rina malam ini. Lagipula aku tak mau berbohong. Terpaksa dengan berat hati kukorbankan niatku untuk melihat bapak dan ibu nanti malam.

###​

Terik siang yang bikin gerah telah pergi tersapu semilir angin sore hari. Beberapa anak-anak yang sekolah sudah pulang usai ibadah jumat. Bahkan ada yang lebih lama dari mereka. Ya, sore ini, berbarengan dengan jam orang pulang kerja. Tidak halnya dengan yuda, suasana rumah tempat tinggalnya tanpa lengang saat peralihan siang berganti sore. Boleh jadi karena firman dan linda sedang tak menumpang di rumah itu, pasca perselisihan yang menimpa hubungan keduanya. Akan tetapi, bagaimanapun karena suhardi dan yuda yang belum pulanglah penyebab utamanya. Biasanya, yuda, anak itu sudah pulang gini hari. Ternyata, tanpa sepengetahuan orang tuanya ia malah mampir ke rumah rina. Entah apa yang ia akan lakukan di sana.

Oleh karenanya waktu sore yang terus berjalan tanpa bisa dicegah ini justru membuat suhardi, sang bapak, tiba lebih dulu ketimbang anaknya di rumah. Ia yang baru saja tiba dalam keadaan lelah usai mencari nafkah, sedang terduduk di ruang depan sembari mengambil nafas dalam-dalam. Meski amat letih kepulangannya hari ini, entah apa yang dikerjakan di kantor, suhardi sempat membeli makan malam untuk dia, istri, dan yuda. Di lain hal, Ia tidak begitu 'ngeh' dengan suasana rumahnya yang tampak sunyi saat kehadirannya tanpa disambut seorangpun pula. Bahkan, ia yang masih mengenakan kemejanya itu berjalan ke arah dapur. Ternyata bukannya mencari seseorang. Suhardi sedang kehausan. Ia tampak meminum segelas penuh air mineral yang dituangkan sebuah dispenser yang tak tercolok listrik. Alhasil, dibuat sejuk kerongkongannya, meskipun air yang diminum tidak dingin, tidak juga panas. Usai menenggak minum, seolah konsentrasinya telah kembali, barulah suhardi sadar akan sesuatu. Ya, suara desahan wanita, dahlia, istrinya. Suara yang bersumber dari dalam kamar mandi itu terdengar tidak begitu jelas, samar-samar. Karena amat penasaran, suhardi lekas mencari tahu.

"Mas suhar...."
"entotin dahlia dong mas ...."
"dahlia mohon..."
"memek dahlia udah kepengen nih...."
"ohhh...."



Terperangah suhardi melihat sang istri yang tak berbusana sedang masturbasi di kamar mandi. Disengaja atau tidak pintu kamar mandi itu terbuka sedikit sehingga suhardi mudah mengintip. Suhardi tidak mengira dahlia bakal seperti ini. Dengan tangan, istrinya sedang mencoba memuaskan diri sendiri. Sebagai suami, tentu suhardi amat tergoda dengan pemandangan tersebut. Rasanya ia ingin ikut bugil bersama dahlia di dalam kamar mandi. Lelaki itu berhasrat menggantikan posisi tangan dahlia dengan tangan kasarnya seakan membantu dahlia mencapai orgasme. Tapi, entah mengapa suhardi mencoba mengendalikan nafsunya. Ia masih percaya akan pesan yuda, sang anak, yang belum tiba di rumah. Suhardi ingin persenggaman yang tak biasa bersama dahlia nanti malam. Entah persenggamaan macam apa dalam benaknya tersebut. Itu pun kalau benar terjadi. Oleh karena itu, suhardi memilih menghindar, menjauhi kamar mandi, bermain aman. Ia malah berjalan masuk ke dalam kamarnya seraya mau berganti pakaian ketimbang memperhatikan aktivitas yang dilakukan dahlia.

Ketika suhardi pergi masuk ke kamar, dahlia yang tahu, menghentikan masturbasinya. Ia ternyata kecewa kenapa sang suami tidak terpancing sama sekali untuk masuk ke kamar mandi. Bukankah kemarin mas suhardi minat bersebadan di tempat orang membersihkan diri ini? Memang, saat tahu suaminya sudah tiba di depan rumah, dahlia buru-buru membugilkan diri lalu masuk ke kamar mandi. Seharian ini, istri suhardi tersebut memikirkan bagaimana cara membuat kejutan untuk sang suami yang kemarin ngambek ingin bersetubuh, tetapi dahlia tak menuruti.

Nyatanya kejutan itu malah coba dahlia barengi dengan sikap main-mainnya yang belum mau diakhiri. Dahlia berniat membuat nafsu suaminya menggantung. Jadi, ketika suhardi sudah berada di dalam kamar mandi, dahlia berencana mengoral penis suaminya. Dalam hal ini, maksud dahlia ialah agar batang penis suaminya 'ngaceng berat'. Setelah dalam kondisi demikian, dahlia berencana menolak ajakan berhubungan badan jika nantinya mas suhardi meminta. Ya, tujuan dahlia berbuat seperti ini karena ingin melihat suaminya menderita dengan penis berdiri tegak, namun tak bisa berbuat apa-apa. Di samping itu, dahlia kepengen melihat wajah suaminya mengemis, bahkan kalau perlu sampai menangis sembari bertekuk lutut memohon supaya dahlia mau diajak berhubungan intim.

Akan tetapi, melihat kondisi yang ada, mendadak dahlia menduga bahwasanya sang suami sudah tahu rencananya. Padahal, belum. Ia heran mengapa suaminya tak terangsang untuk masuk ke dalam kamar mandi sama sekali. Dahlia pun pada akhirnya jadi bingung dengan rencana yang disusunnya sendiri. Oleh karena itu, ketimbang terus kebingungan, ia memilih langsung mandi saja.

"Mas suhar kok gak masuk ke kamar mandi sih..."
"Kemarin katanya kepengen berhubungannya di dalam.."
"Hmmm", gerutu dahlia.

Sebaliknya di dalam kamar, suhardi yang letih nampak bersiap untuk membersihkan dirinya. Tubuhnya yang sudah bau, gerah nan lengket segera ingin dibersihkan. Selagi mengambil pakaian ganti, suhardi tak lupa untuk mengambil handuk sekalian. Tanpa berlama-lama, ia menuju kamar mandi. Kiranya suhardi bisa melihat lagi dahlia sedang masturbasi, ternyata tidak. Hanya saja, ia lihat penampakan dahlia yang belum selesai mandi. Mau tak mau terpaksa suhardi menunggu gilirannya di ruang depan. Selagi menunggu, ia rebahkan dirinya di kursi sembari menyandarkan kepalanya ke tembok. Selain itu Ia coba memejamkan mata seakan tidur. Pemimpin rumah tangga tersebut sedang mengusir rasa lelahnya sebentar.

Selang beberapa menit kemudian,

"Eh kamu mas...."
"Udah pulang?", sapa dahlia yang hanya terlilit handuk seusai mandi sembari berjalan ke arah suaminya dengan mengumbar senyuman.

Suara lembut dahlia membuat Suhardi membuka kelopak matanya,...dan menolehkan wajah kusamnya ke arah sang istri yang mendekat.
"Iyaa....", lemah intonasi suara suhardi membalas seolah ingin mengekspresikan rasa lelahnya.

"Kok lemes gitu suaranya, mas?", tanya dahlia yang sedang berdiri menatap ke arah suaminya yang sedang duduk.

"Gapapa"
"Memang mas lagi cape aja kali yaa.."

"Hmmm..."

"Yaudah, kamu udahkan mandinya.."
"sekarang giliran mas ya, yang mau mandi...",
"Oh ya, mas hampir lupa"
"kamu gak usah masak buat nanti malam"
"Mas, udah beliin makan malam buat kita sekeluarga" ucap suhardi seraya menunjukkan kepada dahlia makanan yang ia beli di dekat meja tempat ia duduk.

"Hmmm makasih yaa mas.."

"Iya, yaudah mas mandi dulu yaa...", balas suhardi beranjak berdiri dan berjalan melintasi dahlia.

Lesu suhardi menapak, melewati sang istri yang sedang tampil menggoda. Kalau bukan karena tubuhnya yang kotor mungkin ia lebih memilih beristirahat daripada membersihkan diri. Memang pekerjaannya hari ini meletihkan. Tapi, itu sudah biasa baginya. Di balik itu semua suhardi seperti frustasi akan kerinduan dan hawa nafsunya terhadap dahlia yang belum jua terlampiaskan. Ya, yang meletihkan itu keinginannya yang belum terwujud. Terasa berat anjuran yuda. Kalau bukan karena keinginannya, suhardi mana mau. Namun, entah mengapa harapannya terkesan menipis sekarang. Banyak hal yang tak sesuai. Ditambah sifat dahlia yang sensi akhir-akhir ini.

Di lain hal, dahlia melihat langsung sang suami yang berjalan kepayahan di hadapannya. Awalnya dahlia mengira pura-pura. Lagipula, tadi suaminya sempat mengintip saat ia sedang masturbasi yang dibuat-buat. Namun, dahlia coba buang jauh-jauh pikiran buruk tersebut. Apalagi ia tahu persis bagaimana sang suami saat sedang letih. Sebetulnya pula dahlia ingin bertanya mengapa suhardi begitu cape hari ini. Tapi, suaminya tersebut terlanjur melintas masuk ke kamar mandi. Pasrah begitu saja wanita itu. Selain itu, dahlia sempat memandang wajah sang suami yang nampak penuh kepenatan. Hanya saja, dahlia sulit memperkirakan kiranya apa yang sedang membebani pikiran suaminya. Padahal, biasanya mas suhardi ketika pulang kantor lekas menceriterakan. Oleh karena semua hal itu, dahlia jadi merasa bersalah. Terlebih, suaminya lagi-lagi membelikan makan malam untuknya. Masihkah dahlia berpikir sang suami sedang mencari perhatian? Naluri dahlia berguncang setelah apa yang ia lakukan hari ini. Tidak sepantasnya ia bersikap seperti itu apalagi konteksnya main-main. Kini, ia yang tadinya berniat berbuat jahil kepada sang suami, tidak lagi demikian. Dahlia mengubah rencananya. Ia ingin menyenangkan hati mas suhardi yang sedang risau.

"Emmm,,. mas suhar kenapa ya? sama yang ini", ucap dahlia seraya membetulkan handuk yang kendur.

Sementara suhardi sedang melepaskan pakaian kerjanya yang bau kecut dan basah karena keringat di kamar mandi. Ia letakkan satu per satu menjuntai begitu saja di lantai keramik yang agak licin. Sungguh, perlakuannya tampak berbeda dengan pakaian bersih yang ia bawa, terkait dan terjaga di belakang pintu kayu bersama handuknya. Di pintu kamar mandi itu pula penglihatan suhardi tak sengaja tertuju pada pakaian dalam istrinya, yang dikenakan dahlia tadi pagi. Suhardi pikir dahlia lupa mencuci atau membawanya keluar. Akan tetapi, lelaki tersebut tidak terlalu memikirkan. Ia hanya melamun sesuatu. Terbawa mengawang-ngawang pikirannya. Tiba-tiba entah mengapa ia mencomot bra berwarna putih milik sang istri tercinta yang tergantubg. Tak peduli kotor atau tidaknya, suhardi malahan menciumi bra istrinya tersebut. Dengan perlahan nan gemas lelaki berkumis itu meraba penangkup susu sang istri dengan bibir beserta hidung sebagai pencium harum. Sesekali lidahnya jilat, sesekali hidungnya menghirup. Bahkan, ia sempat mengemut. Suhardi tak terobsesi, hanya melampiaskan rindu sesaat.

"Emmmhhh dahlia, mas suhar kangen sama susu kepunyaan mas ini...hmmm".

Tak puas dengan bra saja, ia coba mengambil celana dalam sang istri yang juga tertinggal. Perlakuannya mirip, hanya saja kali ini ia sempat membelitkan batang penisnya dengan celana dalam dahlia, bersentuhan dan juga bergesekan. Ia lakukan sembari mengingat sang istri yang tadi masturbasi. Barangkali, suhardi tak kuasa lagi menahan hawa nafsunya, hingga ia hendak mengikuti jejak sang istri, masturbasi.

"Dahlia, awas kamu yaa kalo sampai mas bisa ngentot kamu..."
"Gak akan mas suhar kasih ampun...ughh"

Saat suhardi sedang asyik-asyiknya, dahlia masih juga belum berpakaian. Malahan dengan tubuh terlilit handuk, wanita itu bisa-bisanya mondar mandir menyiapkan makan malam walaupun hanya perlu menyiapkan sepasang piring dan sendok sekaligus air minum di meja makan ruang tengah rumahnya. Setelah itu, ia coba berjalan mengambil makanan yang dibeli suaminya di ruang depan. Selesai menyiapkan malam, dahlia agak heran mengapa suaminya mandi lama sekali. Biasanya tidak seperti itu. Lagipula, tak terdengar suara guyuran air jatuh dari dalam kamar mandi sejak dahlia bolak-balik dari dapur ke ruang tengah, tempat suami-istri tersebut akan makan malam bersama.

Penasaran dahlia hingga ia mencari tahu. Kamar mandi yang tertutup rapat tak menghalanginya untuk menguping. Kali saja ada sesuatu yang terdengar meski tak jelas.

"Ughhh dahliaa..."
"Mas suhar udah kepengen sayang...."
"kontol mas suhar pengen entot memekmu..."
"orghh....."
"kenapa kamu gak mau dahlia...."
"tega kamu sayang..."

Jelas terkejut dahlia mendengar sang suami bersuara begitu. Ia menduga sang suami sedang onani. Mungkin, karena melihat dahlia masturbasi tadi. Alhasil, Dahlia tak menyangka mas suhardi sampai segitunya pada dirinya. Rencana awal dahlia benar-benar terpatahkan sekarang. Rasanya tidak perlu dahlia berbuat macam-macam untuk buat suhardi menderita secara syahwat. Lihat saja kondisi sang suami saat ini. Di sisi lain, dahlia senang apa yang sedang suaminya lakukan karena itu berarti sang suami amat mencintai dirinya. Ia yang dari tadi menyimak, tiba-tiba memelorotkan handuk yang melingkari dan mengetat pas di tubuhnya. Dahlia tak rela sang suami onani. Wanita itu tak mau bibit rindu mas suhardi terbuang begitu saja. Apalagi ia teringat peristiwa dengan pak ujang. Dahlia semakin ingin suaminya lekas menanam benih di ladang subur miliknya sekaligus menepikan benih pak ujang yang terlanjur masuk. Berdiri bugillah wanita itu saat senja kian terusir oleh malam.

"Mas suhar..."
"mas......"
"buka bentar dong"
"dahlia mau mgomong...", panggil dahlia dengan lembut kepada suaminya.

Ketika sang istri memanggil, suhardi agak panik. Buru-buru saja dalam keadaan bugil, ia menyahut
"ada apa sayang?"
"mas suhar lagi mandi nih .."

"buka sebentar aja mas..."
"ada yang mau dahlia omongin nih..
"penting..."
"dahlia mohon...", tak sabar dahlia untuk menerobos masuk.

Permohonan dahlia lantas dikabulkan suhardi karena khawatir jika tidak dituruti sang istri bakal naik pitam kembali. Pintu kamar mandi yang hanya terbuka sedikit pun menampakkan kepala suhardi yang penasaran ada apa kiranya sang istri memanggil. Saat pintu terbuka, pandangan tenang suhardi berubah melotot seakan tak percaya bahwasanya sang istri sedang tak berpakaian. Belum ia mengucapkan satu patah kata pun, mendadak dahlia mendorong pintu sembari ingin masuk.

"Kamu lagi ngapain sih mas?"
"kok lama banget mandinya...", ucap dahlia seraya menutup rapat pintu kamar mandi.

Melihat istrinya bugil, dalam keadaan satu kamar mandi pula, makin maksimal saja ereksi penis suhardi. Bercampur heran, batinnya pun guncang seakan berkata, "Yud, maafin bapak..."
"Kali ini Bapak kayaknya gak bisa tahan, yud".

"Mas, aku nanya kok gak dijawab sih..."
"Itu juga kenapa celana dalam aku di situ....?", tanya dahlia sembari menunjuk ke arah penis suaminya, dimana celana dalamnya mengait.

"Ehmmm....", masih tak berucap suhardi, sedang menenggak air liur dirinya seraya memandang tubuh yang ia rindukan.

"Ishhh kamu mas..."
"gak dijawab juga pertanyaanku", pura-pura sebal dahlia melihat suaminya yang sedang dalam keadaan bugil.

"Dahlia..."
"Kamu tahu gsk kenapa mas begini...?"
"mas suhar tahu kok kamu cape kemarin..."
"maafin mas soal kemarin itu..."
"semua gak lepas dari nafsu mas, sayang..."
"kamu tahu sendiri kan selama kita hidup berumah tangga"
"itu semua kenapa mas ngelakuin ini..."
"mas suhar gak bisa apa-apa saat kamu nolak berhubungan badan"
"gak bisa memaksa juga..."
"bingung mau melampiaskan kemana syahwat rindu mas ke kamu dahlia sayang.....", rayu suhardi yang sedang jujur dicampur sedikit bumbu dusta agar dahlia terkesan haru.

"Hhmm gitu...", dahlia perlahan mendekat ke suaminya.

"Iya kok mas..."
"dahlia ngerti banget kok..."
"kamu itu kalo udah nafsu..."
"bikin aku kelojotan terus..."
"susah dikontrol"
"mungkin, kalau saat lagi halangan itu bisa bersetubuh"
"kamu bakal genjot aku juga, mas..."
"Hhmm... dahlia minta maaf juga yaa mas suhar sayang...", ucap dahlia sembari menarik celana dalamnya yang melilit di batang penis mas suhardi.

"Iyaa sayang", balas suhardi menatap mata dahlia.

Dahlia dan suhardi tampak saling meminta maaf di kamar mandi, saat keduanya sama-sama polos, tak berpakaian. Pengakuan sang suami barusan diterima dahlia dengan lapang. Dahlia tahu betul bagaimana suaminya. Itu mengapa ia sempat berencana macam-macam. Tapi, tidak sekarang. Kini, dahlia bersiap melayani nafsu suaminya yang selama ini terbenam. Oleh karenanya ia sadar sebentar lagi ia bakal disetubuhi penuh gairah kerinduan. Lagipula, dahlia akan menikmatinya juga. Ia ingin menghapus memori kelam dengan pak ujang, sebuah cerita yang tak tahu kapan dahlia akan sampaikan pada sang suami. Lain halnya dengan suhardi, perlahan tapi pasti sikap kesetanannya pulih kembali. Meski pernah menyetubuhi linda, adik iparnya sendiri, tetaplah dahlia yang selalu membuat suhardi gampang terangsang. Tak lama lagi Ia berhasrat membuat dahlia meronta-ronta, seakan melampiaskan nafsunya. Lagipula benih sperma suhardi sudah penuh, ingin meletup. Tentu ia ingin sel jantannya memenuhi rahim sang istri.

"Mas suhar...."
"dahlia kangen....", lirih dahlia merangkul sang suami tercinta.

"mas suhar juga, sayang....."
"Emhhh...."
"Mmmhhhhh mmmuachhh....", suhardi segera menyambut pelukan dahlia, bibir gelapnya tak sabaran mencium bibir merah sang istri.



Dahlia dan suhardi akhirnya saling melepas kekangenan mereka yang tertunda. Sambil merasakan kehangatan tubuh masing-masing, keduanya saling berdiri mendekap. Dahlia yang merangkul leher suhardi, sesekali meraba punggung suaminya tersebut seakan melepas rindu yang belum tersampaikan kemarin hari. Sementara suhardi tak mau kalah, kedua telapak tangannya dengan gemas meremas bokong bulat dahlia. Ingin ia buat memerah rasanya pantat sang istri saking bernafsunya. Di sisi lain, bibir suami-istri itu pun saling bertemu, mengemut satu sama lain. Mulut suhardi yang belum bersih nan bau mengulum mulut dahlia yang baru saja dibersihkan saat mandi. Selain itu, bibir sensual dahlia juga terus-menerus dilumat bibir tebal nan gelap milik suhardi. Bahkan, sempat lidah dahlia yang menjulur diludahi suhardi. Sang suami memang tak ada habis-habisnya mengirim air liurnya ke mulut dahlia. Namun, dahlia tidak peduli. Malahan, wanita itu dengan suka hati menelan ludah suhardi, sampai-sampai liur sang suami membasahi sela-sela bibirnya.

Puas berciuman mesra, suhardi lekas mencumbu leher harum dahlia. Gregetan bibir lelaki itu menjelajahi jenjang leher istrinya. Sembari demikian, ia juga basahi leher sang istri dengan air liur seolah ingin meninggalkan jejak. Gigi kuningnya yang belum disikat tak terhindarkan, bersentuhan dengan kulit leher dahlia yang bersinar. Rasanya, suhardi mau menggigit saja bak permen manis. Di lain hal, tangan lelaki yang tak mau diam itu pun sudah berpindah. Telapak tangannya yang dari tadi sibuk meraba-raba pantat dahlia, kini tengah sibuk bergantian mengenggam payudara wanita itu, menangkup sembari memilintir pentil susu sang istri. Oleh karenanya, sekarang Dahlia sudah berada di bawah kendali suaminya. Beberapa kali mulutnya menelan ludah suhardi. Bukannya jijik, wanita itu kian bergairah. Belum lagi batang penis suhardi di bawah sana yang kerap bersentuhan dengan liang senggama miliknya, seakan penis sang suami juga ikut 'ngiler' tak sabar menyambar liang peranakan miliknya. Lebih dari itu, bukit kembar dahlia yang sedang diacak-acak suhardi memberikan sensasi luar biasa tersendiri baginya. Padahal, sang suami sama sekali belum mencicip.

"Aaahhh mass suharr"
"dahlia geellii....."
"udah dong masss hhh", desah dahlia yang sedang dicumbu suaminya.

Desahan dahlia yang tak karuan tidak dihiraukan suhardi. Justru makin beringas suhardi menikmati leher mulus sang istri.
"Mmhhhhhh....."
"harum sayang......"
"Mas suhar suka mhhh....."
"Apalagi tete kamu ini..grrmm"
"Nanti siap-siap kamu netein mas suhar yaa..."

"Oohhh.. iyaaa mass..."
"Susu dahlia kan udah kepunyaan kamu...."
"Hhmmmm..."

Puas mencumbu leher istrinya, suhardi mengambil nafas sejenak. Menjaga jarak sedikit lelaki itu dari dahlia yang sudah terkena keringat baunya. Kini, Suhardi dan dahlia sedang berdiri dan saling bertatap mesra. Keduanya sama-sama rehat sebentar karena udara kamar mandi yang pengap. Tatapan bola mata keduanya seolah saling mengirim sinyal bahwa pertempuran belum usai. Lihat saja pandangan dahlia yang mengarah ke batang kemaluan suaminya. Ia sudah tak sabar liang kewanitaannya diaduk penis mas suhardi, penis yang hampir tiap malam membuat vaginanya orgasme berulang-ulang. Penis itu pula yang berhasil membuahi yuda. Hanya saja, liang peranakan dahlia belum basah, bakal perih rasanya kalau sampai ia dihujam kemaluan suhardi. Tentu, dahlia berharap mas suhardi lekas membuatnya becek dulu. Apalagi Mas suhardi amat senang kalau batang penisnya mengaduk-ngaduk licin vagina dahlia. Begitu juga dahlia, bukan main gairahnya kala penis suhardi menggaruk-nggaruk itilnya

"Mass suhaaar..."
"Dahlia lagi subur sekarang...", sapa manja dahlia seraya menatap manis ke arah suhardi.

"Hhmm bagus sayang..."
"Mas suhar gak sabar buntingin kamu lagi...".

"Emm.."
"Kamu serius nih kepengen punya anak lagi??"

Dengan yakin dan mengangguk, suhardi membalas sembari menatap tajam istrinya.
"Serius sayang..."
"Mas suhar kepengen lihat rahim kamu penuh benih cinta mas....."

"Hmmm..."
"Maas, kontolnya kok tambah gede ya...?", tanya dahlia mencoba menggoda.

"Ini karena udah lama gak mejuin kamu sayang", ucap suhardi sudah bersiap.

"Ihh jawabnya gitu sih mas....".

Dialog mesra suhardi dan dahlia menambah hangat suasana kamar mandi. Tubuh telanjang keduanya sedang saling berhadapan, disertai keringat yang tadi menetes mulai mengering. Penis coklat kehitaman sang suami tampak menjulang. Sebaliknya bukit kembar dahlia tampak membusung. Saat ini masing-masing siap melayani, mempersembahkan anggota tubuh yang menjadi daya tarik seksual keduanya. Lihatlah suhardi. Tampak tak sabaran lelaki itu menyantap payudara dahlia yang selalu menjadi kesukaannya. Bibir tebal hitam nan gelapnya manyun, sedang bersiap mengemot susu dahlia. Suhardi berjanji pada dirinya, bakal menghisap puting dahlia hingga sang istri menjerit minta ampun, itupun kalau suhardi mengabulkan. Sementara dahlia, tak sabar bikin penis suaminya orgasme lebih dulu, semata-mata ingin membuktikan seberapa jantan dan tangguh mas suhardi. Hanya saja, dahlia sudah tahu bahwa sang suami amat sulit ditaklukan.

"Dahlia sayang..."
"Besok-besok kalau pergi mas suhar ikut yaa.."

"Emm, memangnya kenapa mas?", tanya heran sang istri.

"Mas suhar gak bisa ditinggal semalaman sama kamu"
"Istri yang tiap malam selalu ngangenin di ranjang".

"Ckck.. segitunya ya.."
"tapi gombal banget mass...", balas dahlia menanggapi omongan sang suami.

Suhardi yang geraknya diam mulai aktif kembali. Lelaki itu melangkah, mendekat ke tubuh istrinya. Tegap tubuhnya tiba-tiba membungkuk. Kepalanya yang tegak coba disejajarkan dengan dada sang istri. Di sisi lain, posisi dahlia tetap diam menanti. Ia tahu sebentar lagi bukit kembarnya bakal jadi makanan mas suhardi. Oleh karenanya, dahlia yang sebetulnya terbiasa, agak tegang untuk memulai.



"Mas suhar muji. Kok dibilang gombal sih.."
"Dahlia sayang, mas suhar tuh kangen nih sama tete kamu....", ucap suhardi sembari mendekap erat dahlia dengan posisi kepala beserta wajah tepat dihadapan payudara sang istri.

"Ohhh"
"Mas suhar..."
"dahlia takut .....", balas dahlia menunduk seraya melihat wajah sang suami yang sedang berada di depan bukit kembarnya

Kian memeluk erat dan memelototi puting dahlia, suhardi bertanya
"takut kenapa..."
"Hmmm???".

"Mas suhaaar...."
"jangan bikin dahlia tegang dong...", sahut dahlia memalingkan muka.

"tegang kenapa sayang?"

"Ahhh.. mas suhar..."
"Mas suhar kan mau nee-..."

"Emmmmprhhhhhhhh nyompphhhhh", tiba-tiba suhardi memotong seraya menyambar puting dahlia.

"Aaaaahhhhhhhhhh".

Dahlia menjerit. Mulut mas suhardi sedang melumat bergantian payudaranya. Berulang kali pentil susunya disentuh, dijilat lidah kotor suhardi. Berulang kali pula puting dahlia dilahap dan disedot kuat-kuat bibir tebal suaminya itu. Bahkan, sampai-sampai telapak tangan suhardi membentot seolah supaya air susu dahlia keluar. Dahlia menahan geli bercampur gairah. Beberapa kali kedua tangannya mencoba mendorong pundak sang suami. Namun, yang ada malah makin buas saja mas suhardi menyusu. Oleh karenanya, cuma mendesah yang bisa dahlia lakukan. Terlebih, saat gigi suhardi menyentuh areola puting dahlia, serasa dikunyah buah dada wanita itu.

Benar-benar terlalu suhardi. Mulutnya bergantian melahap bukit kembar dahlia yang tepat berada dihadapannya. Tak ia biarkan tubuh dahlia menjauh seraya bergerak tak beraturan. Tak ia biarkan pula susu istrinya menganggur. Ia lumat dan basahi dengan liurnya. Makin mengeras saja pentil dahlia. Dan juga makin rakus saja suhardi menikmati susu istrinya. Alhasil, kedua puting dahlia basah nan lengket. Bahkan areola buah dadanya sedikit terluka akibat bersentuhan dengan gigir suhardi, suaminya.

"Emmphhhh nyemmpphhhh nyommphhh"
"Enak bangeet tetek kamu dahlia sayang..."

"Ahhhhh iyaaaaaaa"
"kan tete kesayangannyaa mas suhar...."
"ahhhhh........"

Beberapa menit kemudian, suhardi puas menikmati susu istrinya. Dekapan kedua tangannya pun mengendur, memberi ruang bagi dahlia untuk bernafas. Selagi dahlia rehat, suhardi memandang tubuh indah istrinya yang tampak berkeringat kembali. Tentu keringat itu bercampur dengan keringat masam suhardi. Lebih dan lebih lagi, ia lihat puting dahlia basah karena liurnya tadi. Bukan main girangnya lelaki itu. Sementara dahlia sedang mengambil nafas dalam-dalam usai desahan tiada henti. Sedikit risih dirinya karena ia yang sudah mandi kembali berkeringat. Ditambah tubuhnya yang tadi harum, terkena keringat berbau milik sang suami yang belum mandi.

"Ihhh mas suhar..."
"Dahlia kan udah mandi, mas"
"Uhhh ini tete dahlia jadi lengket...", gerutu dahlia.

"tenang sayang"
"nanti kamu mas suhar mandiin kok...", tersenyum puas suhardi memandang istrinya.

Usai nafasnya kembali, dahlia berencana 'balas dendam' kepada mas suhardi. Ia ingin buat sang suami cepat berorgasme sembari menguji seberapa kuat lelaki itu bertahan. Walaupun ragu, dahlia mencoba berusaha. Kini, wanita itu sedang menghampiri sang suami yang sedang memandangnya. Usai mendekat, lekas dahlia yang sedang bugil itu bersimpuh hendak melakukan sesuatu. Wajah dahlia tepat berada depan batang kemaluan suhardi yang menjulang ke atas. Ia pandangi seraya mengingat bahwasanya penis tersebut yang membuatnya kehilangan keperawanan. Penis itu pula yang berhasil membuatnya hamil. Di lain hal, tidak bisa dipungkiri batang penis mas suhardi kerap suka membuatnya kewalahan. Saat bersetubuh, seringkali penis mas suhardi menusuk seakan merobek liang peranakan dahlia. Belum lagi lahar panas suaminya yang tiap kali membanjiri rahim. Kalau saja, dahlia tidak meminum pil kb sebelum bersebadan, mungkin wanita itu sudah punya banyak anak sekarang.

"Ughhhh...."
"Dahlia.."
"isep kontol mas ya...", pinta suhardi sembari menoleh ke bawah, menatap wajah istrinya.

"Iya..."
"Sini mas...", ucap dahlia sembari menggenggam penis suaminya.

Tanpa malu-malu, jari indah nan lentik dahlia perlahan memegang batang kelamin yang sedikit berbau milik suaminya. Mau tak mau memang wanita tersebut mengocok supaya makin tegap penis mas suhardi berdiri. Cengkaraman tangan dahlia tidak begitu kuat, namun sang suami dapat merasakan rangsangan luar biasa, seolah tangan dahlia mendorong spermanya agar lekas tumpah. Seraya memegang penis mas suhardi, kedua mata dahlia memandang wajah lelaki yang telah menjadi suaminya cukup lama tersebut. Ia lihat mulut mas suhardi pelan-pelan meracau, menikmati setiap kocokan tangan dahlia. Sedangkan, dahlia sendiri kian terangsang memaju mundurkan penis suaminya dengan menggunakan tangan. Ia bisa rasakan vaginanya meminta dibuat becek, seakan iri dengan penis mas suhardi yang sedang dimanjakan.

"Ohhhhh ennnakk dahlia, istrikuu...!", teriak keras suhardi tak peduli bakal ada yang mendengarkan.

"Hhhsss iya mass suhaarr...", ucap dahlia mempercepat kocokannya.

Tak kuat, suhardi meminta dahlia segera mengulum penisnya. Lalu, Dahlia tanpa segan melahap sembari maju mundur bibir sensualnya mengemut kemaluan mas suhardi. Sesekali dahlia menjilat leher kelamin tersebut, seakan merangsang segera keluar lahar panas milik suaminya. Dahlia bisa merasakan penis mas suhardi dalam keadaan amat keras. Bibirnya bergesekan dengan kulit kelamin suaminya. Oleh karena itu, dahlia tahu sebentar lagi suaminya bakal orgasme. Kini, Suhardi benar-benar dalam kondisi tak tahan untuk segera memuntahkan cairan kelaminnya. Ditambah mulut dahlia perlahan makin cepat mengulum, memaju mundurkan bibirnya. Menjelang orgasme, Suhardi berencana menumpahkan seluruh spermanya ke wajah dahlia. Ia ingin melihat muka sang istri tercinta basah oleh benih calon anak mereka.

"Mmhhhhhh mhhhh"..

"Dahlia sayang, mas suhar mau keluaarr...."
"ohhhhss", ucap suhardi memberi sinyal.

"Mmmpphhhh.... mhhhhhhhh", intensitas mengulum dahlia kian cepat, sembari kedua matanya memandang mas suhardi, suaminya.

"Ohhhhhsss dahliiaaaaaa......"
"pejuuu mass mauu keluaarrr....hhhh"

Tak buang waktu, Suhardi menjemput klimaksnya. Ia bantu dahlia seraya menyodokkan penisnya ke mulut sang istri. Intensitas cepat keluar masuk penis tersebut tentu bisa dahlia rasakan. Ia bersiap saja jika mulutnya harus menerima cairan kental penis sang suami

"Mhhhhhhhhhhhhhhh mhhhhhhhh"

"Aahrgggghhhhhh dahliaaa sayannng"
"masss suharr keluaaarrr"
"crrooottttt crootttttttt"
"Orghhhhh"
"mas pejuin muka kamu sayang...", lenguh suhardi mencabut penisnya dari mulut dahlia, melepas orgasmenya sembari menumpahkan sperma ke wajah istri tercinta.

Melumer sperma yang dikeluarkan batang penis mas suhardi di wajah cantik dahlia. Menyemprot, membasahi hidung, pipi, hingga dagu wanita itu. Percikannya pun mengenai dahi, bahkan hampir ke mata. Sukacita sang istri menerima. Ia lihat mas suhardi tengah termegap-megap usai orgasme. Lelaki itu sempat senyum menatap dirinya. Sementara dahlia membalasnya dengan sedikit kecewa.

"Ahhh mas suharr..."
"Muka dahlia kena pejunya banyak....", ucap dahlia seraya memamerkan wajahnya ke mas suhardi.

"Ohhh..."
"Biarin dahlia...."
"Mas suhar seneng...", balas suhardi dengan penis masih berdiri tegak.

Orgasme sang suami barusan sebetulnya membuat khawatir dahlia. Dirinya cemas belum mendapat kepuasan maksimal, vaginanya saja belum ditembusi mas suhardi. Namun, sepintas dahlia melihat penis suaminya masih ereksi belum lunglai. Ia berkeyakinan mas suhardi masih kuat. Hanya saja, di tengah keyakinannya, sang suami malah mengajaknya keluar kamar mandi sembari berkeinginan mengisi perut yang kosong. Alhasil, mau tak mau dahlia menuruti kemauan suaminya.

Agak kesal rasanya dahlia menyadari karena ia yang malah digantungi oleh mas suhardi
"Hmm mas suhar..."
"Kok malah keluar sih...."
"Dahlia kan belum basah, mas.."

"Sabar yaa sayang..."
"Kita makan dulu yuk, perut mas udah laper nih"
"Kamu udah nyiapin makan malam, kan?"

"hhss..Iya", dahlia mengangguk cemberut seraya membilas air, mencuci muka dari sisa sperma mas suhardi di wajahnya.
 
Nunggu yuda vs rina, atau bayu vs linda
 
Status
Please reply by conversation.

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd