Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.
Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Keris Emas

"Bunda kapan pulang? Dah kangen neh"


"Kangen apa kangen?"


"Emm enggaklah, beneran kangen"
"Buruan pulang, bunda"


"Nanti malam ya sayang"
"Papa lagi ngapain?"


"Lagi asyik sendiri di kamar"


"Papa kamu tuh akhir-akhir ini aneh"


"Aneh kenapa? Biasa aja sih menurut aku"


"Lebih pendiem, kenapa ya kira-kira?"


"Hubungan kita sudah ketahuan kali"


"Ih kamu jangan nakut-nakutin"


"Enggak bermaksud nakutin, ya kan siapa tahu aja"


"Ada titipan paket buat bunda gak? Dari Fikri, anaknya Tante Lani"


"Ada tuh, kalau gak salah, ada di ruang tengah"
"Itu isinya apa?"


"Ada deh, kamu mau tahu aja"
"Sudah dulu ya, nanti sore bunda telepon lagi"


"Iya bunda, hati-hati"


Seno adalah anak tiri dari pasangan Diah dan Ruly. Pasangan suami istri tersebut tidak berkeinginan memiliki anak kandung, karena Diah tak mau repot-repot membesarkan bayi. Alhasil, mereka mengadopsi anak bernama Seno (18 tahun). Seno diadopsi saat ia berusia 15 tahun. Diah dan Ruly mulai merasa perlu kehadiran seseorang di tengah keluarga mereka untuk meramaikan suasana dan bantu-bantu. Di samping itu, Seno bahagia sekali bisa tinggal dengan orang tua barunya. Dulu ia terbuang, teraniaya, menduga orang tuanya tak bertanggung jawab. Ia adalah anak haram. Semenjak tinggal bersama Diah dan Ruly, dugaan buruk itu hilang.


Seno membalas kebahagiaan yang diperolehnya dengan banyak menolong ketika Diah atau Ruly memerlukan bantuan. Selebihnya Seno mulai ada rasa lain terhadap Diah. Kerapnya ia berpelukan dengan ibu tirinya yang timbul bukan sekadar kasih sayang belaka, tetapi juga birahinya kepada diah. Namun, diah tidak menyadari.


"Paah, aku hari ini mau ke tempat temen ya"


"Silakan, jangan lupa Mama kamu nanti minta jemput, jangan kemalaman pulangnya"


"Baik, siap Pah!"


=∆=​


"Fikri, kamu mau bangun jam berapa?"
"Sudah siang..."


"Masih ngantuk Maa..."
"Entaran aja deh"


"Kamu mulai malesnya, bantuin Mama dong"


"Beresin tempat tidur kan?"
"Iya nanti aku beresin"


"Kamu makin susah dibilangin ya"


"Ngantuk Maah"


"Ayo bangun dulu, mau disapu lantainya"


"...", Fikri mengabaikan perintah Mamanya. Ia justru memejamkan mata rapat-rapat.


"Fikri! Fikri!", gertak Lani.


"Duuuhh! Huh! Iyaaaaaa!", Dibentak sang Mama, Fikri bangun sebentar. Ia melompat ke ranjang, lalu rebahan.


"Ck, males banget kamu, mama gak mau kamu sampai kayak papa"


"Iyaaaaaaaa"


"Ayo bangun!"


Lani terhenyak, ketika menyapu, dan mengomeli Fikri, ia menemukan sebuah paket kotak berbungkus plastik hitam. Ia ambil dan sembunyikan. Tak tahu punya siapa, Lani akan menyelidikinya setelah selesai menyapu dan jauh dari Fikri. Seraya membersihkan kamar, perempuan itu mulai merasakan kehilangan Pak Sarmin. Biasanya ada seseorang yang mengetuk pintu dan memanggil namanya untuk sekedar berbicara berbagai kisah, baik di lingkungan sekitar atau di dunia yang sedang trend. Dia adalah Pak Sarmin. Selepas bercinta dini hari, Pak Sarmin lekas pamit kembali ke kamar putranya. Sedihnya, Pak Sarmin tidak mengucapkan selamat tinggal ketika berangkat. Lani perlu menghubungi Pak Sarmin kendati tak lagi berdekatan. Namun, Pak Sarmin tidak memiliki ponsel. Kemudian kepada siapa Lani agar bisa tetap berkomunikasi dengan Pak Sarmin? Pusinglah ia.


Lani membuka pintu kamar kosnya, menyingkirkan debu pasir, berupaya melupakan masa lalunya bersama Pak Sarmin yang tergolong cukup singkat.


"Maaf Mba Lani, ini ada titipan dari bapak"


"Apa ini?"


"Saya kurang tahu juga"


"Terima kasih ya, bapak berangkat jam berapa?"


"Barusan saja saya mengantarkan ke stasiun"
"Saya juga mau pamit berangkat kerja, Mba"
"Marii...."


"Baik, sekali lagi terima kasih", ujar Lani bertemu anak laki-laki Pak Sarmin.


Dibandingkan paket sebelumnya, Lani buru-buru membawa paket titipan Pak Sarmin ke dalam kamarnya. Ia ambil pisau dan koyak salah satu bagiannya. Terkuaklah dari sebuah kardus mini, Dildo milik Lani. Di dalamnya terdapat selembar kertas bertuliskan.


Maaf saya tak sempat berjumpa dengan Mba Lani pagi ini, lebih maaf lagi atas sikap dan perbuatan saya yang sangat kurang ajar terakhir, termasuk berani-beraninya masuk kamar dan mengambil barang yang saya sudah kembalikan. Tak ada maksud saya mencuri, sejujurnya saya sekadar tergiur dengan kecantikan dan tubuhmu, Mba Lani. Sekarang kamu tak perlu khawatir akan itu, tidak ada yang mengganggu saat waktu istirahat atau kecemasan kamu terhadap perbuatan saya dini hari tadi. Semoga kamu sehat selalu Mba


Untaian kalimat singkat tersebut tak istimewa dan tidak melegakan. Kiranya, Pak Sarmin akan menitipkan sesuatu seperti nomor ponsel untuk dihubungi. Lani berkecil hati. Bersamaan dengan dibukanya paket titipan Pak Sarmin, Lani mengambil paket misterius yang ditemukannya di lantai. Lani menduga paket ini dibawa oleh Fikri. Entah dari mana Fikri mendapatkan.


Tidak sesulit membuka paket titipan Pak Sarmin, Lani terperanjat dengan isi paket misterius tersebut.





Sebuah keris berlapis emas tanpa sarung (warangka) termuat di dalam kotak. Ada ukiran-ukiran yang Lani tak paham motifnya.


"Fikri, Fikri! Ayo bangun! Mama mau tanya, ini kamu dapat dari mana??"


"Apa sih Maa, gangguin muluk, Fikri masih ngantuk tahuk...."


"Ini kamu lihat sendiri! Kamu kan yang bawa paket yang bungkusnya item ini?", Lani mengangkat kotak berisi keris itu ke hadapan Fikri.


"Hah? Paket?"


"Iya, ini...."


"Enghh??? Aduh Mama!! Kenapa dibuka?! Aduuuhhh!! Aku musti bilang apa nanti sama Tante Diah..."


"Ooo ini paket untuk Tante Diah, dari siapa? Kok bisa ada sama kamu?"


"Aku susah jelasinnya Maa, intinya ini titipan dari tetangga Tante Diah. Karena Tante Diah kemarin gak ada di rumah, dititipin ke aku"


"Kenapa enggak dikasihkan ke Om Ruly aja?"


"Om Ruly juga enggak ada di rumah, aku tuh kemarin ke tempat mereka, dua-duanya gak ada di rumah, ya aku ketemu sama tetangganya. Ya mampirlah ke sana"


"Hmmmm... Yasudah kamu sekarang bangun, buruan kasih Tante Diah daripada dia nanyain", ucap Lani berupaya membungkus kembali paket yang telah dibongkarnya. Serupa dengan paket yang dititip Pak Sarmin, Lani menemukan sebuah kertas. Isi yang tertulis berbeda.


Halo sayangku, cintaku


Ini abang bawakan permintaan kamu. Untuk siapa sih ini? Abang heran permintaanmu berat sekali, sampai-sampai abang harus ke 'orang pinter'. Kamu itu sudah cantik sayang, enggak perlu iri dengan siapa-siapa lagi. Kerjamu juga sudah mapan. Apalagi yang kamu cari. Oh iya, Jadi, kan abang sudah bawain ini. Kapan janjimu ke abang dilaksanakan? Abang tunggu jawabannya ya. Balas lewat hape abang yang satu yah.


Yang berharap padamu
Sudarno


Lani tidak memahami isi surat tersebut. Yang jelas sepengetahuan dia, Diah (30) adik iparnya adalah seorang pegawai yang berdinas di pemerintah daerah. Suaminya Ruly (35 tahun) juga demikian. Mereka menikah 2 tahun yang lalu dan mengadopsi seorang anak bernama Seno (18 tahun). Kehidupan rumah tangga mereka baik-baik saja, tidak dilanda krisis seperti dialami oleh Lani. Ia lipat surat tersebut dan masukkan ke dalam kotak. Lani tidak mau memberatkan pikirannya dengan persoalan hidup orang lain.


Sementara Fikri, dia agak panik setelah mamanya membuka paket itu. Apalagi sudah diperingatkan oleh Pak Darno jangan sampai orang lain tahu. Ia menjadi merasa bersalah. Dengan keterpaksaan dan rasa malas yang luar biasa, hari ini Fikri harus menyampaikan paket tersebut kepada Tante Diah.


=∆=​


POV Fikri

Bodohnya gue, ketiduran malam tadi. Apakah terjadi sesuatu antara Mama dan Pak Sarmin? Tidak ada sedikitpun yang bisa gue dapatin. Bagaimana enggak, ketika gue bangun, Mama sudah tidur dan tidak ada siapapun di sebelahnya. Kapan Pak Sarmin keluar dari kamar? Mengapa dia keluar? Apakah karena tak tahan panas? Gue enggak tahu dan sulit mempercayai alasan itu. Parahnya, mama pagi ini malah ngebongkar titipan orang untuk Tante Diah. Gue panik banget. Syukurnya, mama mau merapikan kembali paket titipan tersebut.


Dengan terbongkarnya isi benda berupa keris berlapis emas, gue jadi penasaran dengan isi flash disk ini. Ah, masa gue ikutin jejak mama. Kepalang tanggung, gue jadi pengen tahu isi flash disk titipan Pak Darno. Namun, sayangnya gue enggak tahu harus numpang komputer atau laptop siapa. Haduh! Apa pinjem laptopnya Mas Seno aja ya.


"Habis kasih, langsung pulang ya, jangan mampir ke mana-mana lagi"


"Ya masa aku, enggak ada ngobrol sebentar gitu sama mereka, Maa?"


"Iya sebentar aja, terus balik pulang"


"Iyaaa Maaah, iyaaahh"


"Ini ongkos kamu"


"Eitss, aku lupa, tolong teleponin Tante Diah dong Maa, udah di rumah apa belum?"
"Kalau belum, ya nanti aku sama aja kayak kemarin"


"Sebentar yaa, Mama teleponin dulu"


"Oke..."


Selagi menunggu jawaban dari Mama, gue mau ke kamar mandi untuk jaga-jaga tidak perlu repot-repot buang air kecil di luar sana. Sampai di dalam kamar mandi dan menurunkan celana, gue cukup kaget karena di dalam ember tempat menaruh pakaian kotor kami terdapat celana dalam laki-laki yang gue rasa itu bukan milik gue. Kayaknya baru lihat deh.


"Kamu nanti titipin ke Om Ruly aja, Tante Diah masih dines di luar", ucap Mama memasukkan paket yang telah diperbaikinya ke dalam sebuah kantong.


"Oh gitu, oh ya Mah, itu celana dalam siapa? Kok ada di ember kita?"


"Mana?"


"Itu...", Aku membuka pintu kamar mandi agar mama bisa melihat langsung celana dalam yang gue maksud.


"Ooooooh ituuuu.... Itu celana dalam papa kebawa, keselip dalam koper, mama cuci ajah"


"Celana dalam papa? Kok bisa?"


"Iya, keselip tumpukan baju mama yang jarang mama pakai"


"Hemm gitu yaaa?"


"Iya, yaudah kamu buruan berangkat, yang ada nanti pulangnya malah semakin sore"


"Iya, aku berangkat dulu yaaa"


"Hati-hati..."


Setelah berpamitan dengan Mama, gue mengibrit ke luar rumah, dalam perjalanan gue tak yakin itu celana dalam papa. Lantas celana dalam siapa? Ah masa iya celana dalam yang dipakai Pak Sarmin. Gue tak mau berpikir semakin liar karena Pak Sarmin jelas sudah tidak ada lagi di sekitar tempat kos. Justru yang gue penasaran sekarang adalah pemberian keris berlapis emas dari Pak Darno ke Tante Diah. Apa maksudnya ya? Gue lebih penasaran lagi dengan isi flash disk ini.


=∆=​


Ruly tertunduk lesu di depan halaman rumahnya, memikirkan utang yang belum juga lunas. Dia menyesal telah meminjam uang dengan jumlah besar kepada Bank 5 tahun yang lalu. Hidupnya jadi serba pas-pasan. Lagipula anak tirinya Seno (18 tahun) sebentar lagi menginjak bangku kuliah. Dapat darimana bekal biaya pendidikannya? Apakah ia harus meminjam lagi? Kemudian kepada siapa? Apakah ia masih mempunyai kesanggupan membayar? Pinjaman yang dahulu? Itu bukan mau Ruly, itu adalah permintaan Diah, istrinya. Konon uang pinjaman bank hendak digunakan oleh Diah untuk investasi sewa kontrakan kebetulan halaman belakang rumah mereka cukup luas dan hendak dibangun sebuah rumah lagi. Namun, ide tersebut tak kunjung terwujud. Uangnya digunakan oleh Diah entah telah raib atau masih ada.


Ketika dibahas mengenai uang itu, Diah senantiasa meledak amarahnya, dia bilang uang itu telah didepositokan ke bank. Ruly minta bukti. Diah membalas Ruly tak percaya padanya.


"Alhamdulillah dah sampai, kena macet gak tadi?"


"Enggak om, kan naik kereta"


"Bukan, maksud om, dari stasiun kemari"


"Ooo, ke sini, cuman macet sebentar, di depan jalan besar sana"
"Eh iya, ini om paketnya, jangan dibuka ya, biar dibuka sama Tante Diah aja"


"Oke, terima kasih, Fikri. Ini titipan dari Mama?"


"Enghhh... iya om, hehehe"


"Wah baik banget, eh iya, Kamu mau minum apa?", tanya Ruly membimbing sang keponakan masuk ke dalam rumahnya.


"Apa aja yang ada om"
"Eh iya, Mas Seno kemana?"


"Lagi kumpul sama temen-temennya di luar, merayakan kelulusan"
"Ada apa?"


"Om ada laptop gak? Aku mau pinjem sebentar, mau ngirim email"


"Oh ada, email untuk siapa?"


"tugas sekolah om"


"Bentar ya, kamu duduk dulu di sini"


Fikri duduk di bangku ruang tengah rumah Ruly. Televisi menyala, tetapi tak menarik ditonton oleh Fikri. Ia malah tertarik mengamati foto keluarga besar tantenya yang menempel di dinding, di mana terdapat papanya di sana. Mereka berfoto dengan berbusana adat Jawa. Tante Dina dan Papanya berdiri bersebelahan, diapit oleh orang tua mereka (kakek dan nenek fikri). Uniknya, Fikri melihat keris berlapis emas yang menyerupai titipan Pak Darno kepada Tante Diah. Apakah itu keris yang sama? Bedanya keris di foto itu memiliki sarungnya. Sementara keris titipan Pak Darno tidak ada.


"Ini laptopnya..."


"Om ini kerisnya siapa kalau boleh tahu?", Fikri menunjuk ke arah keris yang sedang tersangkut di perut kakeknya.


"Oh itu kerisnya kakek, kamu kenapa bertanya tentang keris itu?"


"Emm, enggak apa apa om, cuman mencolok aja di foto kerisnya. Apalagi kan yang di foto, yang ada kerisnya cuman kakek doang"


"Iya bener"


"Aku pinjem dulu ya Om, laptopnya"


"Iya, om tinggal dulu yak, om mau bikin minuman untuk kamu"


"Siap Om"


Setelah memastikan laptopnya menyala dan tidak ada orang di sekelilingnya, Fikri mencolok flash disk titipan Pak Sudarno. Ia mengingkari janjinya karena penasaran. Ketika diperiksa apa isi flash disknya, Fikri menggeleng-geleng menyaksikan sebuah video skandal Tante Diah dengan seseorang. Videonya memperlihatkan bagaimana Tante Diah sedang membuka kemeja batiknya dan ia rela seorang lelaki meremas-remas payudaranya dan meraba-raba pantatnya. Fikri tak mengenal siapa laki-laki dalam video itu.


"Ooo ini isinya, pantes, enggak boleh ada yang tahu"
"Kalau sampai Om Ruly tahu, repot ini"


Fikri buru-buru mengakhiri video berdurasi 10 menit tersebut. Isinya lebih kepada Tante Diah sedang rela tubuhnya dipegang oleh seorang laki-laki. Fikri tertawa sendiri. Ia yang berharap mempunyai bukti Pak Sarmin ada apa apa dengan mamanya, malah memiliki bukti Tante nya selingkuh dari Omnya. Fikri tak mengerti harus memberitahukannya atau tidak.


"Ini diminum dulu..."


"Iya, om itu kerisnya kok bisa ada di Tante?"


"Kurang tahu juga ya, setahu om itu kerisnya berbahaya"


"Hah? Berbahaya? Berbahaya bagaimana?"


"Iya kata kakek dulu, keris itu kalau sampai jatuh ke tangan orang yang salah bisa disalahgunakan..."


"Disalahgunakan bagaimana?"


"Emmm, sulit om menjelaskannya ke kamu"


"Baik, enggak apa apa om"
"Tante Diah, pulang kapan ya?"


"Tante Diah pulang nanti malam"
"Kamu mau nungguin?", tanya Ruly.


"Mmm, bagaimana ya? Kayaknya sih enggak"


Fikri tak mungkin memberikan flash disk yang dititipkan kepada Pak Darno kepada Om Ruly. Ia ingin bertahan sampai Tante Diah pulang, tetapi ia sudah berjanji kepada mamanya untuk pulang tepat waktu. Fikri memutuskan ia menunda pemberian flash disk kepada Tante Diah. Barangkali kalau bertemu saja. Menurutnya, video ini tidak begitu penting untuk diperlihatkan kepada Tante Diah. Justru dia bertanya-tanya apa maksud Pak Darno menunjukkan kepada Tantenya tersebut.


Bersambung...
 
Status
Please reply by conversation.

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd