Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT 55 Days Later: Part 2 (Tamat)

Status
Please reply by conversation.
26. Burn

"Kabelnya putus sih, tapi aku bisa benerin kok. Sebenarnya tinggal diselotip aja kabelnya beres dah. Nanti aku benerin"

"Makasih Din, ini satu-satunya alat komunikasi yang bisa kita gunakan sekarang"

"Iya, syukurlah kita punya ini Sat"

Pagi hari yang sudah cukup berat kurasa. Yep, aku akan mencoba untuk memperbaiki walkie talkie ini supaya bisa digunakan lagi.

"Kak....." tampak Citra menaruh gelas plastik yang berisi air minum, raut mukanya lesu karena habis bangun tidur.

"Eh Citra, kok udah bangun?" tanyaku ramah.

"Hehe" dia hanya terkekeh saja.

"Dila masih tidur?"

"Iya kak, lelap banget dia"

"Ya maklum sih dia pasti kecapekan karena kejadian kemarin"

"Kakak lagi ngapain?" tanya Citra penasaran.

"Ini lagi coba benerin walkie talkie punyanya Satria. Semoga aja bisa digunakan lagi Cit" balasku sambil sibuk menyambungkan salah satu kabel dengan selotip.

"Kayaknya kakak gampang banget ya benerinnya" ucap Citra melihatku.

"Susah Cit hehe, soalnya kita gak punya peralatan elektronik kayak contohnya solder. Kalau pakai itu aku gak akan kesulitan benerin walkie talkie ini" jelasku. Citra hanya menggangguk saja.

"Oh gitu ya hehe. Tapi kakak pinter ya bisa mengembangkan peralatan elektronik gitu, kayak waktu di lapangan golf kamu bisa bikin antena pemancar buat komunikasi teman-teman kita" aku sedikit tersipu mendengar pujian wanita cantik ini.

Kami terdiam cukup lama. Aku kembali melanjutkan memperbaiki radio walkie ini, sebenarnya tak ada komponen yang harus diganti hanya beberapa kabel yang putus dari tempatnya, namun tetap saja selotip tak akan mampu menyambungkan kabel yang putus ini dalam waktu yang lama, aku butuh solder. Bukan, bukan hanya solder doang, aku seharusnya juga butuh multimeter, kabel tembaga dan beberapa komponen lain seharusnya. Sesekali aku melirik Citra yang sedang memperhatikanku dengan seksama, dari matanya aku bisa menangkap kalau dia memang memiliki sifat ingin tahu yang besar.

"Haha lihat komponen itu jadi bingung aku" ucap Citra. "Sebelumnya kakak suka ngotak-ngatik barang gituan ya?"

"Hehe iya Cit, dulu pernah diajarin ayahku. Ya awalnya kecil-kecilan kayak benerin kipas angin, susah memang tapi kalau udah paham gampang kok kalau ada alat-alatnya hehe. Waktu kuliah dulu sering aku benerin laptop atau tv temen kos, ya lumayan lah dapet duit juga haha" jelasku.

"Jadi tukang servis dong haha" Citra tertawa lucu.

"Wkwk, beneran. Misalnya aku gagal jadi teknisi komputer dulu rencananya pengen buka usaha servis elektronik...." balasku tertawa yang dibalas juga olehnya. Sudah lama rasanya aku dan Citra mengobrol asyik seperti ini, aku berniat untuk memperbaiki hubungan padanya setelah sempat merenggang akibat kejadian di lapangan golf dulu.

"Nadila pasti bangga sama kamu kak..." ucap Citra yang membuatku tertegun sejenak.

"Emmm.... ya begitulah Cit"

"Kak Dino...." tiba-tiba aku menoleh melihat Melati berjalan kearahku dengan membawa botol air minum ukuran besar, dari raut mukanya ia seperti cemas.

"Iya Melati?"

"Emmm, boleh aku ngomong bentar?"

"Iya boleh"

Aku mengikuti Melati di belakang berjalan menuju belakang mobil truk milik Satria. Oh iya sebelumnya Satria meminta ijin padaku untuk mengambil truknya yang masih terparkir di dalam kota, awalnya aku ragu karena mayat-mayat itu pasti masih ada disana namun dia tetap ngotot karena truk itu berisikan senjata-senjata dan makanan yang jelas kami butuhkan. Aku menyuruh Galang dan Andi untuk ikut bersama Satria dan tak butuh berapa lama mereka sudah kembali sambil menyupir truk itu.

Hari pertama sebagai "pemimpin" kelompok ini dan aku sudah menyuruh mereka.

"Tinggal segini doang?" tanyaku kepada Melati.

"Iya kak, mungkin tinggal dua hari aja air minum ini akan habis" balasnya cemas.

Aku melihat beberapa gelas plastik yang berjejer di tanah, pandanganku tertuju pada tanda huruf di setiap gelas itu.

"Hmmm kok ditandai gelasnya Mel?" tanyaku.

"Itu kak biar gak ketuker aja gelasnya hehe" kekeh Melati. "Aku tulis aja pakai nama depan teman-teman kita, gitu" balasnya lugu. Aku malah gemas mendengar ucapan Melati.

(TANDA NAMA PADA GELAS-GELAS ITU....)
D = Dino
M = Melati
Ay = Aya
An = Anin
Ga = Galang
C = Citra
F = Fidly
N = Nadila
Sn = Sandi
Gb = Gaby
St = Satria
Sk = Saktia
T = Toni
Ad = Andi
R = Rachel
(Bahkan gelasnya Dino aja ditaruh bersebelahan dengan gelasnya Melati, bukannya disebelah gelas Nadila dan Citra. Nice job Mel hehe....)

(Foreshadowing bitch.....)

"Ada-aja aja ya kamu" ucapku padanya. Melati tampak tersipu malu.

"Lalu gimana kak, kita harus cari air?" tanya Melati.

"Iya Mel, kita harus cari air. Tak bisa kita cuma mengandalkan air hujan lagian sepertinya tak ada tanda-tanda mau hujan sekarang" balasku. Melati hanya menggangguk.

"Nanti aku mau kumpulin temen-temen buat bahas ini"

"Oke kak. Emmmm.... tunggu sebentar"

"Kenapa Mel?"

"Aku... aku mau ngomong sesuatu sama kakak" ucapnya gugup, aku langsung mendekati dia. Namun sepertinya ia tampak ragu untuk mengucapkan kata-kata padaku. Kuelus rambutnya sambil tersenyum.

"Ngomong aja Melati...." kataku.

"Kak Dino....."

"Udah gak apa-apa"

"Tapi.... tapi aku takut....." wajahnya sedikit bergerak saat tanganku mengelus pipinya berusaha untuk menenangkannya.

"Ayo ngomong aja...."

"Emmmm, aku cuma pengen bilang makasih sama kakak karena sudah menemaniku selama ini. Aku tak akan pernah melupakan kebersamaan kita dulu...." aku cukup terkejut mendengar ucapan Melati dan aku bisa sedikit menebak apa yang dia maksud selanjutnya.

"Melati...." kupegang kedua pundaknya dengan lembut, kami saling bertatapan muka dan kulihat kedua matanya yang membulat.

"Aku juga tak akan melupakan itu, terimakasih juga sudah menemaniku selama ini....." ucapku. Melati menggangguk.

"Kak...... maafkan aku....." Melati tiba-tiba menitikkan air mata, aku terkejut melihat sikapnya dan berusaha menghapus air matanya.

"Kenapa lagi Mel?" tanyaku heran sekaligus cemas.

Melati terdiam dengan kepala menunduk seperti tak berani menjawab pertanyaanku. Dalam hati aku merasa khawatir bercampur takut karena sikapnya padaku.

"Maafkan aku.... karena aku..... aku pernah menyukai kakak....."

Sontak aku terkejut mendengar jawabannya, walau sebenarnya aku memang bisa menebak jalan pikirannya namun aku tak menyangka reaksinya seperti ini. Jujur saja, selama kami terpisah aku dan Melati memang sangat dekat seakan-akan seperti pasangan kekasih namun aku selalu mengganggap Melati adalah teman dekat, tak lebih dan selama ini aku salah mengira kalau Melati juga berpikiran seperti itu.

"Melati...."

"Aku yang salah kak, seharusnya selama ini aku tidak memendam perasaan ini...." ucap Melati sambil menyeka air matanya sendiri.

Kami terdiam cukup lama dengan tidak saling berpadangan satu sama lain. Hatiku terasa luluh namun juga mengganjal.

"Kak Dino......"

"Melati....."

"Aku gak apa-apa kok, kakak sudah menemukan kebahagiaan lagi begitu juga aku. Jadi kakak tidak usah merasa menyesal karena perbuatan kakak padaku selama kita bersama dulu. Melati tahu di hati kakak sudah milik Nadila dan aku tak bisa mengganggu hubungan kalian yang sudah terbentuk selama ini....."

Kami saling bertatapan setelah Melati berkata. Entah kenapa Melati bergerak semakin dekat kearahku, ia mengusap-usap tanganku. Sepertinya aku mengerti apa yang dia inginkan, kudekatkan wajahku kearah wajahnya dan menyambar bibirnya perlahan. Awalnya Melati terkejut dengan perbuatanku namun dia akhirnya menerima juga. Bibir kami bersatu.



Bibir Melati terasa lembut sekali menggesek bibirku, hembusan napasnya pelan menabrak wajahku dan sesekali terdengar desahan lirih yang keluar dari sela mulutnya. Tangan Melati memegang pipiku sehingga aku harus menurunkan tubuhku karena perbedaan tinggi badan yang cukup jauh. Selain menikmati setiap cumbuan bibirnya, aku juga merasa cemas kalau ada temanku yang melihat kami bercumbu mesra, namun seharusnya aku tak perlu merasa khawatir karena posisi kami ada di belakang mobil truk milik Satria dan sebagian dari teman-temanku belum ada yang bangun dari tidurnya.

Beberapa saat kemudian bibir kami terlepas dengan perlahan, meninggalkan sedikit juntaian air liur kami yang terbentuk. Melati menatapku dengan dalam dan penuh arti.

"I hope this is not last....." kataku lembut.

"Enggak kak, ini yang terakhir. Maaf"

Aku hanya menggangguk melihat Melati tersenyum padaku. Kuelus rambutnya dengan gemas. Ia mulai tersenyum kembali seakan-akan berusaha untuk melupakan apa yang kita lakukan barusan.

"Yaudah, abis ini kita kumpul yuk. Kamu udah makan?"

"Udah kak, dikit hehe"

******

Singkatnya aku mengumpulkan semua teman-teman untuk membahas tentang persediaan makanan dan minuman yang sudah mulai menipis. Galang dengan senang hati memanduku untuk berbicara kepada mereka dan membuat rencana untuk mencari makanan dan minuman.

"Mungkin di kota yang kita lewati kemarin masih ada makanan disana" ucap Gaby mengusulkan padaku.

"Terlalu berbahaya Gab, disana masih banyak mayat-mayat hidup. Sebisa mungkin kita harus menghemat tenaga" balasku.

"Lalu gimana Din?" tanya Andi.

"Hmmmm..... Satria, aku boleh pinjam peta mu?"

Satria menggangguk dan memberikan kertas peta itu padaku. Kuamati setiap simbol-simbol dan nama-nama lokasi pada peta itu.

"Dino, aku boleh usul. Bagaimana kalau kita cari di kota ini?" Galang menunjuk ke sebuah kota yang sepertinya tak jauh dari lokasi grup kami.

"Kamu yakin Lang?" tanyaku memastikan.

"Kita harus coba Din"

"Hmmmm...." aku berpikir sejenak. Sepertinya tak mungkin kita ikut semua hanya untuk mencari makanan minuman di kota itu sehingga aku harus membuat kelompok kecil untuk pergi ke kota itu.

"Baiklah kita coba kesana Lang"

"Jadi begini, dalam peta ini terdapat banyak kota-kota yang mungkin masih ada persediaan makanan minuman disana. Aku akan bentuk kelompok kecil untuk pergi kesana sedangkan yang lain tetap disini. Untuk anggotanya ada yang bersedia untuk ikut selain aku?"

Mereka terdiam sepertinya sedang memikirkan rencanaku.

"Aku bersedia ikut" ucap Satria mantap. Aku tersenyum mendengarnya.

"Oke, aku dan Satria saja? ada yang lain?"

"Dino, aku mau ikut....." aku terkejut mendengar ucapan Dila, aku langsung berjalan mendekatinya.

"Dila, kamu gak usah ikut ya. Kamu tetap disini....."

"Enggak Din, aku ingin tetap bersamamu dimanapun kamu berada. Aku tak mau kita terpisah lagi" ucap Dila ngotot. Aku berpikir sejenak menimbang-nimbang apa aku tetap menolaknya atau justru mengiyakan.

"Kak, kalau Nadila ikut aku juga ikut" kata Citra yang sekarang berada di dekat Dila.

"Citra, kamu tak perlu....."

"Kak, kamu kan udah janji padaku untuk menjaga Nadila. Ini sudah jadi tugasku kak" ucapan Citra sedikit meyakinkanku bahwa dia bisa menjaga Dila.

"Oke, baiklah kalau begitu. Dila dan Citra ikut bersamaku" kataku. Dila tampak senang mendengar ucapanku.

"Oke jadi aku, Satria, Citra dan Dila yang akan ke kota untuk mencari makanan. Kalian tetap stay disini sampai kami kembali, semoga saja kami bisa kembali dalam waktu satu hari. Galang, aku titip teman-teman yang lain ya"

"Siap Din, aku akan pastikan kalau teman-teman kita aman disini"

"Yuk kita siap-siap dulu"

Singkatnya aku, Satria, Citra dan Dila berkumpul dan bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke kota yang dimaksud Satria. Ah semoga saja rencana ini berjalan dengan lancar.

******




Perjalanan ini bisa dikatakan lancar-tidak lancar karena sepanjang jalan kami harus menghindari kerumunan mayat-mayat hidup yang bergerombol di tengah jalan. Satria bilang kalau dia tidak akan melakukan "aksi menabrakkan mobil ke mayat hidup" lagi karena itu akan menimbulkan masalah. Terkadang kami terpaksa harus keluar dari mobil dan menembaki mahkluk-mahkluk itu sampai mati lalu kembali melanjutkan perjalanan, tiga kali kami harus melawan mereka dan terpaksa juga kami harus melawan jarak dekat menggunakan senjata tajam karena sadar kita tak boleh membuang-buang peluru. Aku kagum melihat Dila dan Citra saling bekerjasama melawan mahkluk itu dan juga Dila yang sudah berani melakukannya.

Sepanjang perjalanan, tak ada yang bisa kami temui selain mayat hidup. Seorang manusia yang selamat pun tidak ada dan terkadang kami bertemu oleh seekor sapi yang berjalan santai di tengah jalan. Aku sempat berpikir untuk mengambil sapi itu dan menyembelihnya untuk dijadikan makanan namun itu tidak mungkin kami lakukan sekarang.

"Bentar lagi sampai kok Din" ucap Satria memecah konsentrasi menyetir mobil ini.

"Oke, kalau udah sampai kita siap-siap dulu" balasku.

"Hmmm Dino...." ucap Dila yang duduk dibelakang bersama Citra.

"Iya Py?"

"Kalau sempat, kita bisa cari gitar gak?"

"Hmmmm lihat nanti ya Py, tapi aku pasti janji untuk carikan gitar buat kamu" balasku yang membuat Dila tersenyum bangga.

"Hehe lihat kak, Nadila seneng banget" celetuk Citra.

"Apaan sih Cit haha" ia tertawa. Ah, suaranya saja membuat hatiku luluh mendengarnya.

Suasana yang awalnya sunyi setelah susah payah melawan mayat-mayat hidup berubah ceria setelah itu. Satria juga bergabung dalam obrolan kami dan sesekali melontarkan lelucon yang walaupun sebenarnya tidak lucu-lucu amat namun sudah cukup untuk membuat dua wanita ini tertawa. Seakan-akan kami lupa dengan kejadian yang sebelumnya sudah kita lewati.

******

Akhirnya kami sampai juga di tujuan setelah cukup lama mengendarai mobil. Kami langsung keluar dari mobil dan mengambil perlengkapan yang kita butuhkan. Sepertinya amunisi senjata kami sudah mulai menipis sehingga mau gak mau kami harus menggunakan senjata tajam untuk melawan mayat hidup.

Kota ini tampak kecil kalau bisa dibilang, hanya ada satu jalan raya dan beberapa bangunan terbengkalai di sampingnya, seharusnya kami tak akan menemui kesulitan yang berarti untuk mencari makanan disini. Kulihat-lihat sekilas kondisi kota kecil ini yang tentu saja sudah tak berpenghuni, hanya terdengar suara kicauan burung dan suara mayat-mayat hidup yang terdengar sayup-sayup. Dan sekarang seharusnya waktu sudah menunjukkan tengah hari sehingga kami harus cepat untuk mencari makanan di kota ini.

"Ayo Din, kita harus periksa mana dulu?" tanya Satria sambil mengokang senjata laras panjangnya.

"Hmmmm, kayaknya kita kesana dulu. Kalau misal gak ada kita cari lagi. Pokoknya kita harus tetap bersama dan tak boleh ada yang terpisah" balasku yang dibalas dengan anggukan mereka. Dila melihatku dengan tersenyum.

Kami berjalan dengan hati-hati menuju bangunan seperti ruko. Tentu saja pintu teralis disana tertutup rapat untungnya Satria membawa alat pemotong besi untuk mematahkan rantai. Setelah rantai itu berhasil putus, kubuka pintu teralis itu dan masuk ke dalam. Gelap sekali.

"Senter Din" ucap Dila sambil memberikan senter itu kepadaku.

"Oke"

Sepertinya bangunan ruko ini dulunya adalah toko pakaian, cukup banyak baju-baju dan celana yang masih tersimpan rapi pada pajangan, tanpa pikir panjang Citra dan Dila mengambil beberapa pakaian secukupnya dan memasukkannya ke dalam ransel. Oke, jadi didalam hanya ada pakaian-pakaian saja sehingga kuputuskan untuk bergerak ke bangunan sebelah, berharap masih ada makanan atau minuman yang tersimpan.

Dugaanku ternyata salah. Sudah lima bangunan kami masuki dan tak ada satupun makanan minuman yang tertinggal di dalam. Dalam hati aku mulai kesal.

"Kenapa Din?" tanya Satria, sepertinya dia sadar kalau aku sedang kesal.

"Masak kota kayak gini gak ada makanan sih Sat? aneh dah" ucapku meluapkan kekesalan.

"Sabar Din, masih banyak kok bangunan-bangunan yang kita belum periksa"

"Hmmmm seharusnya ada minimarket ya disini" kataku kepada Satria.

"Iya sih, nanti kita coba periksa"

Singkatnya kami keluar dari salah satu bangunan. Di luar sendiri terasa sunyi sekali tanpa ada tanda-tanda kehidupan, namun di sisi lain ini pertanda bagus karena tak ada mayat-mayat hidup yang harus kita lawan.

"Kamu capek Py?" tanyaku kepada Dila yang membawa tas ransel berisi pakaian.

"Hehe enggak kok"

"Beneran?" tanyaku memastikan.

"Iyah Dinooo" balasnya.

"Hehe yaudah sayang, mukanya jangan cemberut gitu dong"

"Gak usah panggil sayang, lebay" balasnya lucu.

"Hehe okedah"

Kami terus berjalan menyusuri jalanan kota kecil ini dan memeriksa keadaan sekitar. Sempat kami menemukan sebuah panser yang terparkir begitu saja di tengah jalan, pertanda kota ini sempat dilewati oleh kalangan militer. Kami juga menemukan mayat-mayat tentara dan orang biasa tergeletak di sekitar panser itu. Aku dan Satria mencoba untuk memeriksa isi panser itu dan syukurlah kami menemukan beberapa senjata api beserta pelurunya. Untuk saat ini selain makanan dan minuman, senjata api adalah salah satu benda paling penting bagi kami karena selain senjata tajam, senjata api bisa digunakan untuk menghabisi mayat hidup, dan aku juga menyadari bahwa tak hanya mahkluk itu saja yang mungkin bisa membahayakan kelompok kami.

Setelah apa yang terjadi di lapangan golf dulu, manusia pun bisa kuanggap sebagai ancaman yang bisa membahayakan kelompok kami dan tentu saja aku tak ingin hal itu terjadi.

"Lumayan Din, amunisinya cocok untuk senjata kita" ucap Satria sembari mengecek setiap magasin.

"Syukurlah, mungkin ini keberuntungan kita"

Setelah beres mengambil senjata dan amunisi, kembali kami melangkahkan kaki untuk mencari makanan dan minuman. Sesuai dengan usul Satria tadi, kuputuskan untuk mencari minimarket yang semoga saja letaknya tidak jauh-jauh amat.

Sepanjang jalan kami menemukan beberapa mayat hidup yang untungnya tak banyak jumlahnya, tak susah untuk menghabisi mahkluk itu. Kembali aku mengagumi Dila yang sudah benar-benar mampu melawan mayat hidup dan juga Citra yang selalu membantu dia. Namun sebagai kekasihnya tentu saja aku merasa khawatir saat Dila berhadapan dengan mayat hidup.

JLEBBB

"Ugh, sudah mati" ucap Dila.

"Bagus Nad hehe, kamu udah mampu melawan mereka" puji Citra.

"Biasa aja kali Cit hehe"

"Din, itu ada minimarket" Satria memanggilku.

"Anjir, syukurlah. Ayo kita kesana"

Singkatnya kami berjalan cepat menuju minimarket yang untungnya tidak ada mayat-mayat hidup di sekitar sini. Kondisi bangunan minimarket itu tampak berantakan sekali dengan pecahan kaca dinding yang bertebaran disana sini. Sepertinya minimarket ini sudah dijarah orang sebelumnya namun aku masih yakin kalau ada makanan dan minuman yang masih ada disana. Kami bersiap-siap memasuki bangunan minimarket itu dengan membawa senjata masing-masing.

"Kamu yang mimpin Sat"

"Oke siap"

Satria menggenggam senjata apinya dan mengambil posisi waspada. Aku, Citra dan Dila berada di belakang juga dengan posisi waspada. Suasana di dalam ternyata cukup mencekam, ada beberapa mayat manusia yang sudah mati entah karena serangan mayat hidup atau dibunuh oleh seseorang. Kulihat Citra menggenggam tangan Dila dengan erat, wajahnya tampak datar sambil melihat-lihat sekeliling.

"Kita ambil saja makanan yang masih ada. Jangan lupa cek tanggal kadaluarsanya" pesanku yang dibalas dengan anggukan Citra dan Dila.

Aku berjalan menuju stand makanan ringan dan untungnya masih ada beberapa snack yang masih ada. Tak lupa aku mengecek tanggal kadaluarsanya dengan cermat untuk memastikan makanan ini masih aman untuk disantap. Untungnya ada beberapa makanan yang tanggal kadaluarsanya masih aman namun cukup banyak juga yang sudah habis tanggalnya. Tanpa pikir panjang kuambil makanan-makanan itu dan memasukkannya kedalam tas. Satria masih tampak berkeliling mengamati suasana ruangan besar ini sembari mencari galon air.

Dila dan Citra tampak asyik memilah beberapa makanan kaleng. Mereka mengambil beberapa kaleng kornet sapi yang tentu saja tanggal kadaluarsanya lebih lama dari makanan ringan biasa. Kornet itu sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk kelompok kami mungkin untuk beberapa hari kedepan.

"Tumben kamu gak nyari cokelat Cit" celetukku sambil membantu dia memasukkan makanan ke dalam tas.

"Emmmm, aku gak kepengen kak...." balasnya sedikit ragu yang justru membuatku penasaran.

"Tumben biasanya kamu seneng banget nyari cokelat Cit"

"Entahlah kak, tapi..... aku mau menghindari cokelat"

"Loh kenapa?" tanyaku heran.

"Setiap aku teringat cokelat, aku juga teringat sama masa-masa sebelum bencana ini terjadi. Aku ingin melupakan itu semua" ucap Citra datar sambil memasukkan kaleng makanan ke dalam tas. "Terkadang aku merasa bersyukur karena bisa menghadapi dunia baru ini kak. Aku ingin jadi orang yang kuat"

Aku tertegun mendengar ucapan Citra yang tampak sungguh-sungguh, aku tak menyangka dia yang sebelumnya hanya seorang wanita yang takut dan seperti tak mampu melawan bencana mayat hidup ini berangsur-angsur berubah menjadi wanita yang kuat, dia yang memiliki sifat ingin tahu yang besar mungkin menjadi faktor utama Citra berubah menjadi seperti yang kukenal selama ini.

Kuelus rambutnya dengan pelan yang dibalasnya dengan senyuman penuh arti. Jujur aku bangga punya "teman" seperti dia.

"Hehehe lagi ngapain sih kalian" Dila tiba-tiba saja nyeletuk kepada kami.

"Ngobrol doang Py haha" balasku sedikit tertawa.

"Heleh Din sampai ngelus-elus rambutnya Citra gitu. Aku lihat loh tadi...."

"Eh, maaf Nad. Aku gak bermaksud....."

"Udah gak apa-apa Citra santai aja kali. Dino mungkin lagi kangen sama kamu" ucap Dila. Kami tertawa bersama sambil membantu mengumpulkan makanan yang tersisa.

"Oh iya, disini ada solder gak sih?" tanyaku.

"Gak tau kak, coba cari aja"

Kuputuskan untuk mencari solder yang mungkin saja tersimpan di minimarket ini. Mula-mula kususuri setiap rak yang belum diperiksa namun sayangnya aku tak menemukan solder. Tak putus asa, kulangkahkan kakiku menuju ruang belakang yang sebelumnya digunakan sebagai ruangan khusus karyawan, setelah memastikan tak ada mayat hidup didalam, kugeledah meja dan lemari berharap solder yang kucari ada disana.

"Ah, ketemu"

Solder yang kutemukan dalam laci meja itu masih dalam kondisi baik, dan lebih beruntungnya aku juga menemukan beberapa kabel timah dan peralatan yang bisa kugunakan untuk memperbaiki walkie talkie milik Satria. Kuambil kotak perkakas yang letaknya tak jauh dari posisiku dan memasukkan perkakas listrik itu kedalam. Lalu aku meninggalkan ruangan menuju Citra dan Dila yang sepertinya sedang asyik mengobrol sesuatu.

"Ketemu kak?" tanya Citra.

"Iya Cit, beruntung banget hehe. Kalau ada ini kan walkie talkienya bisa aku benerin. Eh iya kalian ngobrolin apa sih kok kayaknya seru gitu?"

"Itu kak, lagi ngomong....." belum selesai Citra berbicara, Dila langsung menutup mulutnya.

"Sstttt Cit, jangan dikasih tahu lah. Gak asyik nanti....." gerutu Dila. Aku tertawa dalam hati melihat tingkah dua orang ini.

"Yaudah deh kalau gak mau kasih tahu" ucapku tersenyum walau sebenarnya aku juga penasaran. Kulihat Satria menghampiri kami dengan membawa dua galon berisi air, aku heran kok dia bisa membawa galon itu dengan mudah sedangkan aku sendiri bakal kesulitan membawa benda itu, hehe.

"Kita beruntung Din, dua galon ini sudah cukup banget buat kelompok kita" kata Satria.

"Iya Sat" balasku senang. Dila dan Citra juga tampak senang melihat galon air itu.

"Jadi gimana? aku rasa sudah cukup kita ambil makanan disini?" tanya Satria lagi.

"Iya, aku rasa begitu. Ayo kita pergi dari sini"

Singkatnya kami keluar dari minimarket dengan membawa banyak makanan dan minuman. Dila dan Citra berbarengan mendorong trolley berisi galon air sedangkan aku dan Satria membawa ransel berisi makanan. Ya, seperti yang sudah kuduga, mayat-mayat hidup mulai menyerang sepanjang perjalanan menuju mobil kami namun dengan kerja sama yang baik, kami tak menemukan kesulitan yang berarti.

Hari tampaknya sudah menjelang malam, kami memasukkan makanan minuman itu ke dalam mobil. Namun mayat-mayat itu terus mengejar kami sehingga aku dan Satria harus berjibaku melawan mereka dengan senjata tajam sedangkan Dila dan Citra yang memasukkan barang itu ke mobil. Jujur, serangan demi serangan mayat hidup itu membuatku lelah namun mau bagaimana lagi, ini adalah satu-satunya cara untuk bertahan hidup.

"Kak, udah beres" teriak Citra.

"Ayo Sat, kita pergi dari sini"

Kami dengan cepat masuk ke dalam mobil denhan aku sebagai supirnya. Kuhidupkan mesin mobil dan langsung membanting setir serta menginjak gas dalam-dalam.

BRRRMMMMMM

******

"Hufffttt hampir saja Sat" kataku lelah sambil menyetir mobil. Satria hanya menggangguk saja, kucek Citra dan Dila yang juga kelelahan.

"Kalian gak apa-apa kan?" tanyaku.

"Iya kak, tapi capek hehe" balas Citra dan Dila bersamaan.

Dengan terpaksa kami harus bermalam di pom bensin kecil ini. Menjengkelkan memang karena aku selalu berharap perjalanan ini akan lancar namun mau bagaimana lagi. Untung saja Satria punya kemampuan untuk memperbaiki mobil.

"Malam ini aku coba benerin mobilnya, kalian istirahat aja" ucap Satria.

"Aku bantu Sat, sekalian jaga malam. Biar Citra sama Dila yang istirahat" balasku sambil menghampiri mereka.

"Kalian tidur aja, biar aku sama Satria yang jagain"

"Hmmm oke kak, aku juga ngantuk soalnya hehe" balas Citra sambil menguap. Ah, bahkan di saat seperti itu dia tetap cantik hehe.

"Yaudah, kita coba benerin mobil ini Sat"

"Siap"

Malam sudah semakin larut. Aku mengamati sekeliling pom bensin ini sesaat. Tak ada tanda-tanda mayat hidup disekitar sini hanya terdengar suara jangkrik yang cukup bising bersahut-sahutan, sepertinya keadaan di malam ini aman-aman saja. Satria sendiri sedang istirahat sejenak di dalam mobil bersama Citra dan Dila.

Karena bosan kuambil sebatang rokok dan menyulutnya dengan korek api. Kuhisap dalam-dalam asapnya dan menghembuskannya keluar, ah rasanya sungguh nikmat merokok pada malam yang dingin ini.

KLIK

"Jangan bergerak....."

Aku terkejut setengah mati saat merasakan moncong pistol menempel pada kepala belakangku.

"Angkat tanganmu dan jangan bergerak"

Tak ada pilihan lain selain menuruti perkataan dari orang asing itu. Kulemparkan rokok itu ke tanah dan mengangkat kedua tanganku. Dalam hati aku merasa terancam karena tentu saja orang itu akan berniat jahat.

"Si... siapa kamu? hah?" ucapku.

"Hehe, kalian sudah terpojok. Kau tak akan bisa lari lagi. Heh kowe, cek ki mobil e"

Aku menoleh sedikit dan melihat empat orang berjalan mendekati mobil. Aku langsung bereaksi cepat dengan bergerak memegang tangan orang asing itu. Namun sayang usahaku sia-sia dan sebuah bogem mentah mendarat di wajahku.

BUG

"Aghhhhh...." aku jatuh terjerembab ke tanah dengan rasa sakit yang amat sangat di pipiku. Orang asing itu memegang kerah bajuku dan menyeretnya dengan kuat sehingga leherku tercekik. Aku berusaha melepaskan dari jeratan orang itu namun usahaku sia-sia.

"Anjing, apaan ini....."

"Jangan bergerak atau senjata ini kutembakkan ke kepalamu....."

Satria terkejut saat orang-orang itu menyeretnya keluar. Dengan cepat ia mengeluarkan senjata apinya namun orang itu menendang tangan Satria dan senjatanya terlepas ke tanah.

"Aghhhhhh......"

"Uhukkkk..... apa yang kalian inginkan?" tanyaku terbatuk, orang asing itu terus menodongkan senjatanya kearahku.

"Kami hanya ingin barang-barang kalian. Itu saja, kalian berikan kepada kami dan tak ada yang terluka" ucapnya. Namun aku jelas tidak percaya apa yang diomongkannya.

"Tidak, barang itu milik kami..... Aghhhhhh....."

Kembali aku menerima pukulan telak yang membuat tubuhku terhempas ke tanah.

"Jangan membuat hal ini jadi sulit kawan. Kalian hanya dua orang melawan kami yang lima orang. Seharusnya kalian menyerah saja....."

"Cok, geledah barang-barang e"

"Eh bro enek wedok'an neng kene" ucap salah satu orang itu dan aku paham dengan maksud mereka. Seketika aku kembali berusaha untuk berdiri dan mencegah mereka namun sebuah tendangan keras menghantam perutku.

"Ughhhhhh....." orang itu mengangkat tubuhku dan menodongkan senjatanya ke kepalaku, tenagaku seperti habis seketika akibat serangannya tadi.

"AAAGHHHHH KAKKKKKK TOLONGGGGH......"

"AAAAAGHHHH DINOOOOO AAAGHHHHH....."

"ANJING, JANGAN SAKITI MEREKA!!!"

Mereka menyeret Citra dan Dila keluar dari mobil dengan kasar, sangat kasar. Emosiku tiba-tiba memuncak seketika.

"Aghhhhh anjingggg"

BUGGGH

BUGGGH

"Asu iki wong rak iso meneng" kembali aku menerima dua pukulan yang membuat rahangku terluka, darah segar keluar dari mulutku dan menyebabkan rasa perih yang teramat sangat.

Orang itu menarik rambut Dila dan Citra dan menyeretnya tepat dihadapanku. Emosi dan amarah dalam diriku terus naik, pikiranku mulai kacau namun aku tak mampu berbuat apa-apa untuk menyelamatkan mereka.

"HUHUHU TOLONGGGHG AGHHHHHH....." suara tangis pilu Dila terdengar menusuk-nusuk telingaku, hatiku semakin teriris melihat mereka melecehkan dua wanita yang sangat kusayangi itu.

"Wasuuu le awak e mantep iki....."

"Iyo ik, raine barang ayu tenan. Seng iki susune lumayan gede....."

"Gedhel li rame-rame ae, dinggo pelajaran karo cah iki rak iso meneng cok....."

"BAJINGAN!!" aku berteriak kencang saat melihat Dila meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari tangan-tangan bajingan itu. Namun tubuhku masih didekap dengan erat oleh orang yang menodong kepalaku.

"AAAGHHHHHH JANGANNNN......"

SRAKKKK

Orang bangsat itu merobek kaos Dila dengan kasar sekali, dadaku terasa bergemuruh seiring dengan emosiku yang semakin membara. Otakku sudah kacau untuk memikirkan akal sehat. Aku ingin menghabisi orang yang menyakiti Dila dan Citra.

Semuanya.

Tanpa sadar aku merasa seperti mendapatkan suatu tenaga yang besar, dengan kuat kulepaskan tangan orang yang menyanderaku dan langsung melayangkan satu pukulan keras ke rahang orang bangsat itu.

"HHAAGGHHHH"

Bugggg

"Aghhhhh"

"LEPASKAN DIA ANJINGGG.... OGHHHHHH"

Belum sempat aku bergerak menuju Dila dan Citra, salah satu orang bangsat itu menendang perutku cukup keras sehingga aku kembali terhempas ke tanah tepat di depan Dila. Mereka terus memukul dan menendang tubuhku tanpa henti. Rasa sakit terus menyerang diriku dan kurasakan juga darah mulai keluar dari hidung dan mulutku.

BUGGGH

BUGGGH

BUGGGH

"Hhgghhhh asuuu"

Beberapa saat kemudian mereka menghentikan aksinya. Dengan kesakitan aku berusaha merangkak mendekati Dila yang melihatku dengan tatapan pilu. Isak tangisnya semakin menyayat hatiku.

"Hiks.... hiks.... Dinooo......" salah satu tangannya bergerak mendekati tanganku yang juga bergerak berusaha untuk memegangnya namun orang bangsat itu menginjak tanganku dengan keras.

"AGHHHHHHH"

"Hehe, kau tak akan mampu selamatkan dia. Kau pasti kekasihnya kan? hehe"

"AGHHHH AKU AKAN HABISI KALIAN...." teriakku penuh amarah.

"Itu tak akan terjadi kawan. Wes ayo ndang kenthu ni iki wedok e"

Aku hanya dapat melihat dengan pasrah saat dua orang itu kembali berusaha memperkosa Dila. Dia terus meronta-ronta dan menangis.

"DINOOO AGHHHH.... HUHUHU......"

PLAK

Aku terperanjat melihat orang itu menampar Dila dengan keras, amarahku terus memuncak namun tubuhku tak bisa meresponnya akibat rasa sakit yang kurasakan.

PLAK

PLAK

"Asu iki wedok e rak iso meneng ik"

"Tolong.... tolong hentikan...." ucapku lemah namun mereka tak menggubris. Kedua orang itu terus mencabuli dia tanpa belas kasihan, baju yang dikenakan Dila sudah robek dan memperlihatkan buah dadanya yang masih tertempel bra.

"Kalian.... kalian boleh ambil barang-barang kami.... tapi tolong hentikan....."

"AGHHHHH HUHUHU......"

"Lonte asu......"

PLAK

Aku kembali terperanjat saat orang bangsat itu menampar wajah Dila sangat keras. Saking kerasnya sampai lehernya menoleh kearahku memperlihatkan bibirnya yang mengeluarkan darah, ia pingsan.

"AGHHHHHHHH......." aku berteriak keras melihat kondisi Dila yang sangat menyedihkan itu. Tanpa sadar tenaga besar kembali melanda seluruh tubuhku dan aku merangsek maju menubrukkan salah satu orang bangsat itu dan memukul wajahnya berkali-kali. Emosi dan amarah bercampur menjadi satu.

BUGGG

BUGGG

"ANJINGGG BANGSATT, AKAN KUBUNUH KAU......"

"Heh su, cekeli awak e"

Mereka dengan cepat menghentikan aksiku dengan memegang kedua tanganku. Kembali beberapa bogem mentah mendarat di wajah dan perutku sehingga aku kembali merasa lemah. Orang itu mengangkat daguku dan memukulnya dengan keras. Darah segar kembali terasa di bibirku.

"Ghhhhhhh....."

"****** kowe, dadi pingsan kan wedok e. Rak enak nek dikenthu...."

"Hehe"

"Yowes, seng sijine ae kenthu ni sek....."

"AGHHHH KAKKKKK......"

Kembali aku melihat pemandangan yang menyayat hatiku lebih dalam. Dua orang itu berusaha melepaskan pakaian Citra dan menyobeknya dengan kasar. Wajah Citra yang terus menangis semakin mengacaukan kondisi jiwaku. Air mataku tanpa sadar mulai jatuh.

"Hehehe ayu ne cah, bar iki dadi bojoku ae yo nduk....."

"AGHHHHHHH HUHUHU GAK MAU....."

PLAK

PLAK

Orang itu menampar Citra sebanyak dua kali. Kembali aku tak bisa berbuat apa-apa. Amarahku semakin tak terkendali, perbuatan mereka benar-benar tak bisa dimaafkan!

Mereka harus mati.

Mati!

"TIDAKKK, CITRAAAA....." ucapku berteriak. Aku meronta-ronta dengan sekuat tenaga untuk melepaskan diri namun tak berhasil, mereka terlalu kuat.

"HHGGGGHHHH" kucoba untuk menyundulkan kepalaku kearah wajahnya dan berhasil, aku terlepas dari cengkeramannya. Dengan cepat kulayangkan pukulan tangan kearah wajahnya namun dia dapat menangkapnya dengan mudah dan kembali aku terperangkap oleh orang bangsat itu.

"Kau tak bisa berbuat apa-apa, kau pengecut tau gak hahaha" dia berkata kepadaku yang membuatku semakin ingin untuk membunuhnya.

"Hhmmgghhhhh" tiba-tiba sebuah dorongan yang sangat keras melanda seluruh tubuhku, amarah dan emosiku kutumpahkan dengan menggigit leher orang bangsat itu dengan cepat. Kugigit kuat-kuat bagian itu hingga aku merasakan darah mulai terpancar memasuki rongga mulutku. Dengan cepat kutarik gigitan hingga kulit leher itu terlepas.

KRAUKKKK SSRRRHHHHH

Orang bangsat itu berteriak kesakitan, darah memancar deras membasahi mukaku. Aku tak peduli dengan semua ini tapi yang jelas aku akan membalas perbuatan mereka.

"AAAAAGGHHHHHHHHH"

Dia langsung terjatuh sambil memegang lehernya yang terus mengeluarkan darah. Aku memandangi orang-orang yang memperkosa Dila dan Citra dengan sangat buas, kuambil pisau besar yang terjatuh di tanah dan mulai merangsek maju. Mereka tampak ketakutan melihat kondisiku sekarang.

"DINO!!" Satria berhasil lepas dari tangkapan orang itu dan mulai menembakkan senjatanya kearah mereka. Tiga tembakan berhasil mengenai orang-orang itu dan tewas.

"Jangan...Jangan bergerak atau cewek ini mati" salah satu bangsat itu memegang Citra kuat-kuat dan menempelkan pisau itu ke lehernya. Aku semakin marah melihatnya. Tanpa takut kulangkahkan kakiku perlahan menuju orang itu dan benar, dia langsung ketakutan.

"Lepaskan dia bajingan......" Satria menodongkan senjatanya kearah orang itu namun aku menyuruhnya untuk menurunkan senjatanya.

"Ini milikku....."

"A....AMPUN MAS..... JANGAN BUNUH SAYA....." Sepertinya orang yang menyandera Citra itu ketakutan melihatku, dia melepaskan Citra lalu bergerak mundur, aku terus bergerak maju dengan pisau yang kugenggam erat sekali, berniat untuk menghabisi

"OJO PATENI AKU MASSS....."

SRAAKKKKKKK

"AAAAGHHHHHH AMPUUUNNNN AGGGHHHHHHHHHH"

Pisau besar ini langsung kutusukkan ke lehernya hingga darah memancar mengenai mukaku. Aku tersenyum melihat bangsat itu kesakitan dan meminta ampun. Tak cukup kulepaskan pisau itu dan kutusukkan ke perutnya cukup dalam sampai aku merasakan organ dalamnya. Orang itu kembali berteriak kesakitan cukup keras, namun itu justru memberiku sebuah semangat untuk menyiksa bangsat ini. Kubisikkan kata-kata di telinganya.

"Ini akibatnya kamu sentuh orang yang aku cintai. Kamu sudah tahu akibatnya hah? sekarang kamu akan menyusul teman-temanmu, kubuat semuanya menjadi lebih mudah"

SRAKKKKKKK

SRAKKKKKKK

SRAKKKKKKK

SRAKKKKKKK

SRAKKKKKKK

SRAKKKKKKK

Kutusukkan pisau besar ini berulang kali hingga isi perutnya terburai, orang itu terus berteriak kesakitan, tubuhnya semakin melemah hingga ia terjatuh ke tanah namun aku terus mensayat-sayat tubuhnya yang sudah terbujur kaku dan mati. Aku tak mengerti apa yang kurasakan sekarang namun sungguh aku menikmatinya.

"Dino!! cukup!! DINO!!! dia udah mati!!!"

GREP

Kemudian tubuhku terasa hangat, seseorang memelukku dari belakang, aku menoleh perlahan kebelakang, itu ternyata Citra. Ia mencoba menenangkanku sambil menangis.

"Hiks.... hiks.... kak.... cukup kak....."

Suara tangisannya menyadarkanku dari kondisi ini seketika. Pisau itu terlepas dari genggaman tanganku yang berlumuran darah, tubuhku seketika gemetar menyadari apa yang sudah kulakukan sekarang.

"Aku.... aku tak mengerti......"

*****

Aku terduduk di samping mobil sambil melihat kedua tanganku yang berlumuran darah. Diriku bergetar melihat darah itu, aku telah membunuh orang bangsat itu dengan sadis, sangat sadis sampai aku berpikir kalau itu bukan diriku pada saat itu. Kulihat Citra berjalan mendekatiku sambil membawa botol air dan kain, ekspresi wajahnya tampak masam dan aku bisa merasakan dari matanya terpancar rasa takut.

"Citra...."

Ia melangkahkan kakinya mundur saat aku berusaha memegang tangannya. Aku paham kalau dia masih trauma denganku akibat kejadian semalam.

"Kak, kenapa? kenapa kakak...."

"Aku paham Citra, kamu boleh jauhi aku...."

Ia bergerak dan duduk disampingku, dia mengambil tanganku dan membasuhnya dengan air untuk membersihkan darah yang menempel.

"Aku minta maaf Cit..."

"Enggak kak, aku yang harusnya minta maaf" kata Citra. "Aku salah karena gak ngucapin terima kasih ke kamu" tambahnya. Aku menunduk tak berani menatapnya.

"Kak, bilang padaku kalau tadi malam itu bukan diri kakak" Citra meraih daguku sehingga kami bertatapan, matanya menatap mataku dalam.

"Iya, itu bukan aku" balasku. "Tapi aku lakuin ini semua demi kamu, Dila, dan semua kawan-kawanku" air mataku tanpa sadar keluar meratapi perbuatanku yang mungkin sudah diluar nalar manusia.

"Aku gak mau kehilangan Dila. Aku sangat mencintai dia.... hiks..... hiks....."

"Kak..."

Citra mengelus-elus punggungku memberikan rasa nyaman pada diriku.

"Sini aku bersihin kak" Ia menbasuhkan kain dengan air lalu mengusapnya ke wajahku yang masih berlumuran darah, aku hanya terpaku melihatnya, dari pancaran matanya saja Citra masih peduli denganku apapun kondisinya.

"Dia belum sadar ya?" tanyaku setelah wajahku sudah cukup bersih dari bercak-bercak darah.

"Iya kak, tapi kakak jangan cemas ya. Aku akan temenin Nadila. Kakak tenangin diri dulu" ucapnya, aku hanya menggangguk. Citra bergerak dan masuk kedalam mobil. Kuhembuskan napas panjang sambil menatap langit yang mulai terang, suasana pagi hari ini sebenarnya cukup baik untuk menenangkan diri dari kejadian tadi malam. Kabut tipis menyelimuti lingkungan sekitar pom bensin kecil ini.

Tanganku masih sedikit bergetar tanpa kusadari, kejadian malam hari itu tak akan pernah kulupakan.

"Dino..... kamu gak apa-apa?" Satria duduk disampingku dan langsung menanyaiku, aku hanya diam saja tanpa membalasnya. "Sebentar lagi mau terang, sebaiknya kita cepat-cepat pergi dari sini. Mobilnya sudah beres aku perbaiki....."

"Tunggu Sat, beri aku waktu...."

"Tapi Din....."

"Aku ingin Dila sadar dulu Satria...." ucapku lirih, Satria tampak mengerti dengan kemauanku.

"Dino, tentang malam tadi...."

Aku menggeleng.

"Anggap saja itu tak terjadi Sat, mungkin kamu terkejut apa yang sudah kulakukan semalam. Tapi asal kamu tahu, aku lakukan itu demi keselamatan Dila, Citra, dan teman-temanku....." ucapku. Satria menatapku dengan serius, mengerti dengan setiap ucapanku.

"Entahlah, sebelumnya aku pernah membunuh seseorang dan awalnya aku selalu merasa takut dan menyesal untuk melakukannya karena aku tahu masih ada jalan lain selain membunuh, namun setelah kejadian ini aku merasa hanya ini satu-satunya jalan untuk bertahan hidup dari bencana ini, Sat. Aku merasa seperti menang....."

Raut wajah Satria berubah setelah aku bicara. Dia seperti heran melihatku.

"Din, aku.... aku juga seperti kamu. Saat awal wabah aku sering berjumpa dengan kejadian seperti ini. Awalnya aku segan untuk melakukannya karena aku tahu ini bukan perbuatan baik, namun demi keselamatan adikku, Saktia aku terpaksa melakukannya" ucap Satria getir.

"Aku tahu ini bukan perbuatan baik Sat, tapi memang mau gak mau kita harus menghadapi hal ini"

"Iya Din, aku paham....."

"Dan satu lagi, kita rahasiakan kejadian ini Sat. Aku tak ingin teman-teman yang lain tahu, terutama Dila" ucapku. Satria mengangguk pertanda setuju.

"Kak Dino, Nadila udah sadar" ucap Citra membukakan pintu mobil. Dengan cepat aku bergerak masuk kedalam dan melihat Dila yang sudah membuka mata. Ia tampak bingung dan heran melihat aku dan Citra.

"Ughhh, apa..... apa yang terjadi?" suara lemah Dila membuatku kembali menitikkan air mata. Aku langsung memeluk tubuhnya lembut.

"Dila...... hiks.... hiks....."

"Dino... kamu kenapa...."

"Aku disini Dila..... kamu.... hiks.... hiks"

Suasana menjadi haru seketika, Dila tampaknya tak mengerti kenapa aku memeluknya erat sambil menangis, beberapa saat kemudian tubuh mungilnya sedikit menggeliat dan ia melepaskan pelukanku.

"Mereka....."

"Orang-orang itu sudah pergi sayang, gak usah kamu pikirin ya...."

"Dino...."

Aku kembali memeluknya yang dibalas olehnya. Kulihat Citra menatapku heran penuh tanda tanya karena aku sudah berbohong kepada Dila tentang kejadian sebenarnya, kuberi isyarat padanya supaya ia mengerti dengan maksudku yang dibalas dengan anggukannya. Dalam hati aku berharap Dila lupa akan kejadian yang hampir saja mengubah hidupnya.

Singkatnya setelah bersiap-siap kami meninggalkan pom bensin itu dan pulang ke tempat kawan-kawan kami. Sepanjang perjalanan tampak terasa sunyi, kami saling terdiam sambil menikmati perjalanan yang untungnya lancar tanpa ada mayat-mayat hidup yang menghalangi, aku menoleh sejenak melihat Citra dan Dila saling berpelukan erat, sebelumnya aku meminta Citra untuk terus menenangkan dia. Dila tersenyum sedikit kearahku yang menimbulkan rasa lega pada hatiku, sepertinya ia sudah lupa dengan kejadian itu semoga saja.

Teman-temanku langsung mengerubungi kami setelah sampai di tujuan. Aku langsung bilang kepada mereka bahwa kami baik-baik saja, aku menyuruh Galang untuk menurunkan makanan-minuman dari dalam mobil bersama yang lain.

"Din, apa yang terjadi? kenapa kalian terlambat...."

"Biasa Lang, mayat-mayat hidup sialan itu. Tapi syukurlah aku bisa temukan banyak makanan minuman di sana, mungkin cukup untuk persediaan kelompok kita untuk beberapa minggu kedepan" ucapku yang dibalas dengan anggukan Galang.

"Oh iya, sebaiknya kita tinggal disini selama beberapa hari Lang. Terlalu berbahaya untuk saat ini"

"Oke Din, karena kamu pemimpin kelompok ini aku setuju saja"

*****

Beberapa hari kemudian semuanya berjalan dengan lancar walau sempat ada segerombol mayat hidup yang berusaha menyerang tempat ini namun kami dapat menghabisinya. Sebelumnya aku, Satria, Sandi dan Galang membahas tentang perjalanan kami selanjutnya. Satria mengusulkan untuk mencoba pergi ke kota Cilacap berharap ada permukiman atau camp yang masih dikuasai militer atau mungkin orang-orang yang selamat dari wabah ini. Mereka setuju dengan usul Satria begitu juga denganku.

Oh iya, radio walkie talkie milik Satria juga berhasil aku perbaiki berkat perkakas elektronik yang kutemukan sebelumnya. Dengan alat ini kami bisa berkomunikasi jarak jauh layaknya handphone pada umumnya.

Dila sendiri juga sudah mulai tampak ceria bersama teman-temannya. Luka batin yang dialaminya sepertinya sudah hilang begitu saja dan aku senang akan hal itu. Namun sebenarnya aku juga trauma kalau dia kembali keluar untuk mencari barang-barang sehingga mungkin aku akan melarang dia demi keselamatannya.

"Mmmhhhhh ahhhhhh......"

"Emmnhhhh enak banget sayang......"

"Aghhhh Dinooo....."

Malam hari ini aku dan Dila sedang bermesraan di ruangan kecil ini dan tentu saja berakhir dengan persetubuhan. Dila tampak cukup agresif menggenjot batang kemaluanku yang sudah tertanam pada liang kewanitaannya dalam. Kami berciuman dengan mesra dan penuh cinta sembari pinggulnya menggeliat naik turun, mataku terbelalak merasakan sensasi pijitan nikmat dinding kemaluannya, terkadang otot kewanitaannya sengaja ia tekan dengan keras sehingga batang kemaluanku seperti terbetot keras.

"Mmmhhhh aghhhhhh ahhhhh....."

PLOK

PLOK

PLOK

Gundukan buah dadanya yang berayun-ayun indah itu terus memanjakan mataku yang membuat nafsuku semakin menuncak terlebih mendengar suara desahan merdunya. Dila masih sibuk menggenjot pinggulnya yang mulai temponya dipercepat tanpa aku suruh. Peluh keringat kami terus bercucuran dan saling bercampur semakin menambah rasa nikmat pada persetubuhan kami.

"Ughhhhh nnnmmmmm aku mau keluar Din.... Aghhhhhh......"

"Aku juga Dilaa.... Aghhhhhhh enak banget......"

"Keluarin di dalam ya sayang..... Aghhhhhh......"

"Iyaaahhhhh..... aku akan keluar di memekmu, sayang aghhhhhh siallll......"

CROT CROT CROT

Cairan maniku menyembur dengan kencang didalam kemaluannya, cukup banyak kurasa. Beberapa detik kemudian juga kurasakan liang kemaluannya berkedut hebat meremas-remas batang kemaluanku yang masih menyemburkan sperma, menambah rasa nikmat yang sukar kulukiskan dengan kata-kata. Pinggulnya juga mengejang-ngejang menikmati orgasme hebatnya barusan, mulutnya melantunkan desahan panjang dan merdu pertanda ia menikmatinya.

Beberapa menit kemudian guncangan tubuh kami mulai mereda seiring dengan berlalunya badai orgasme yang menjalar di seluruh tubuh. Kepala Dila terbenam di dadaku dan terdengar sedikit desahnya lirih. Merasa kasihan, kuelus rambutnya yang sedikit basah oleh keringatnya.

"Mmmhhh Dinoo, aku sayang banget sama kamu......" ucapnya lirih, dalam hati aku bahagia mendengarnya.

"Aku juga Dila sayang, aku tak akan tinggalin kamu apapun yang terjadi....."

"Mmmhhh sok romantis" balasnya, aku sontak tertawa kecil.

"Hih, masih ada judes"

"Gak apa-apa lah terserah aku.... ughhhhh...." balasnya melenguh saat ia menarik pinggulnya sehingga batang kemaluanku terlepas dari liangnya yang penuh dengan campuran sperma dan cairan cintanya. Dila menggeser tubuhnya dan sekarang ia berada disampingku.

"Kamu capek ya? gak apa-apa kita tidur aja ya" ucapku sambil mengelus rambutnya pelan.

"Mmmmmm aku istirahat bentar Din"

"Yaudah deh hehe"

"Tapi mau dipeluk...."

"Oke dah aku peluk sini"

Kami berpelukan erat sambil saling menatap. Wajahnya tampak lelah namun tetap cantik, ia melemparkan senyuman padaku sehingga kucium bibirnya dengan lembut.

"Mmmmm, Din"

"Iya Dila?"

"Kamu beneran kan gak akan tinggalin aku?" ucapnya lembut. Aku mengelus pipinya.

"Tidak akan sayang. Aku cinta kamu. Aku tak akan tinggalin kamu apapun kondisi yang kita alami sekarang" balasku mantap. Ia tersenyum bahagia mendengarnya.

"Dino, apa kamu takut Tuhan?"

"Tidak. Aku hanya takut kehilangan kamu....."

Dila kembali tersenyum bahagia lalu bibirnya bergerak menciumi setiap bagian bibirku. Kami kembali bercumbu dengan mesra dan penuh perasaan sampai akhirnya rasa kantuk melanda kami berdua dan pada akhirnya kami terlelap dalam tidur.

*****

"Sslrrpppp slrrpppp pcakk...."

Suara aneh itu terdengar samar-samar sehingga membangunkan lelap tidurku. Entah kenapa aku merasakan sensasi aneh namun terasa nyaman sekali. Pandangan mataku masih sedikit mengabur.

"Mmmhhhh....."

Setelah terlihat jelas aku terkejut melihat sosok yang sedang memainkan batang kemaluanku yang tanpa sadar sudah mengacung tegak. Namun aku langsung teringat, ah mungkin Dila yang sedang memanjakan batang kemaluanku dengan mulut hangat dan seksinya.

"Ahhhhh Dilaaa......"

Kepalaku mengadah keatas melihat langit-langit ruangan ini. Sial benar, hisapan mulut Dila benar-benar membuatku melayang, setelah ini aku akan hajar kemaluannya habis-habisan, lihat saja nanti hehe.

Saat aku menoleh kekanan aku terkejut saat melihat Dila yang sedang tertidur disampingku. Jadi dia ada disini, lalu siapa yang sedang menghisap kemaluanku?

Aku perlahan menoleh kedepan dan alangkah terkejutnya aku melihat wanita yang sedang asyik menyantap kemaluanku itu, ia mengibaskan rambutnya dan tersenyum nakal kearahku.

"Ci.... Citra....."

"......"





CREDITS ROLL
 
TRIVIA:



So guys we did it we reached a quarter of a million viewers, 250,000 viewers and still growing, the fact that we reached this number in such a short amount of time is just phenomenal i-im just amazed, thank you all so much for supporting this thread and helping it grow I-I love you guys, you guys are just awesome.

Dan juga tidak terasa sudah masuk page ke-55, sesuai dengan judulnya wkwk. Gak nyangka udah sampai sejauh ini. Well, tinggal empat episode lagi nih bentar lagi mau tamat haha. Angka 55 itu menurut ane cukup special karena kalau dikalikan 5 x 5 sama dengan 25, umur ane sekarang haha (gak penting sepertinya....)

Mendengar pengumuman minggu kemaren sempet bikin syok ane sih, tinggal dua orang doang disini yang masih member sisanya udah mantan semua. Tapi don't worry hal itu gak akan mengganggu jalan cerita ini kok hehe.

Judul episode ini, Burn dalam bahasa artinya adalah "bakar". Mengacu pada kondisi Dino yang "terbakar" dirinya akibat kejadian yang menimpanya. Dan juga episode ini menjadi turning point dalam pengembangan karakter Dino untuk kedepannya (seharusnya di Part 3 nanti akan diceritakan lebih jauh)

Episode ini mungkin paling sadis dan unsettling dari episode2 sebelumnya, adegan Citra dan Nadila ditarik rambutnya itu lumayan susah untuk ditulis bahkan dibayanginnya aja udah ngeri. Tapi ane anggap sebagai tantangan haha, maaf kalo harsh.

Dan, yeah.... kembali ane pakai adegan di Walking Dead seperti biasa, mungkin ada yg tau di season berapa dan episode berapa wkwk.

Ane memang sengaja menggunakan bahasa daerah untuk dialog "orang jahat". Untuk bahasanya sendiri sebenarnya ane kurang paham dengan bahasa dialek "ngapak" untuk daerah Cilacap karena ane udah biasa pakai dialek di tempat penulis tinggal (Semarangan) Tapi menurut ane sih kurang lebih sama lah hahaha. Mohon maaf kalau mungkin kurang akurat.

Udah sih kayaknya gini aja....

Oh iya untuk Safe Haven ya,

Ane rencananya mau ngelanjutin lagi ceritanya soalnya terbengkalai disana wkwk. Moga aja bisa bagi waktu.

At last, terimakasih udah sempatin baca thread ane yang mungkin paling tidak populer disini, terimakasih juga yang sudah like dan komen ane apresiasi.

Stay safe and stay healthy juga yak.

Sign off

Peace!

(Mari kita dengerin lagu ini buat refreshing haha)
 
Terakhir diubah:
Lanjut dong
Lah......
So pasti lanjut donk...
ASAP kalo bisa suhu....
Tentu mau dong
Ijin nyimak sambil ngupy hu
Lanjutkan. Lagi ngikutin rerun twd juga di fox. Makin pas dah
lanjut lagi huuu
Lanjut dong huu
Yuk lanjut lah
Silahkan udah diapdet hehe
 
trims updatena. gw gak inget ini make adegan twd yang mana wkwk. tapi, krn di part ini ada brutal death scene, pikiran gw mengarah ke kejadian di gereja episodenya setelah escape dari terminus itu. kan kelompoknya gareth dibantai tuh di dalam gereja, adegannya brutal juga lah pokoknya. tau dah, asal nebak. cmiiw wkwk.

wah, mantap itu kalo beneran citra yg nyepong. setelah absen dalam beberapa part, akhirnya citra balik lagi, balik nyepongin dino!! apakah bakal ada 3some? wkwk.

ditunggu nextnya :beer:
 
Terimakasih updatenyaa
Akhirnya apdet lagi, makasih hu
Sama-sama hu, semoga suka yak hehe
trims updatena. gw gak inget ini make adegan twd yang mana wkwk. tapi, krn di part ini ada brutal death scene, pikiran gw mengarah ke kejadian di gereja episodenya setelah escape dari terminus itu. kan kelompoknya gareth dibantai tuh di dalam gereja, adegannya brutal juga lah pokoknya. tau dah, asal nebak. cmiiw wkwk.

wah, mantap itu kalo beneran citra yg nyepong. setelah absen dalam beberapa part, akhirnya citra balik lagi, balik nyepongin dino!! apakah bakal ada 3some? wkwk.

ditunggu nextnya :beer:
Adegan sebelum masuk terminus gan, pas si Rick, Michonne sama Carl dicegat sama The Claimers (termasuk Daryl)
Maturnuwun kang @metalgearzeke abdete always dienteni, dan booomm josss tenan...
Mugo2 ono part 3, nak sing iki wes bar.
Sembah nuwun kang..
Maturnuwun juga gan haha
Citra minta dibelai soalnya lama ga dapat jatah hihihi
Tentu saja haha
 
Ini sudah hari ke berapa dari 55 hari? makanan semua sudah hampir kadaluarsa..apa ga coba berkebun dan berternak aja din dan membuat peradaban baru? jadi ada tujuan..dengan begitu bisa lebih dari 55 hari..dan mungkin jangka panjangnya bisa ekspansi daerah kekuasaan..

hehe..ini omongan orang yang kelamaan di rumah nih kaya kini..kompor gas..lanjut hu..
 
Bimabet
Ini sudah hari ke berapa dari 55 hari? makanan semua sudah hampir kadaluarsa..apa ga coba berkebun dan berternak aja din dan membuat peradaban baru? jadi ada tujuan..dengan begitu bisa lebih dari 55 hari..dan mungkin jangka panjangnya bisa ekspansi daerah kekuasaan..

hehe..ini omongan orang yang kelamaan di rumah nih kaya kini..kompor gas..lanjut hu..
Good question hehe

Kalau udah baca dari awal, part 1 settingannya di hari ke-55 awal wabah (dan juga pas Citra dan Dino pertama kali bertemu) dan part 2 ini settinganya di hari ke 300 setelah season sebelumnya. Jadi sampai episode 26 udah masuk hari ke-345 (di draft sebenarnya selalu ane tulis hari keberapa di setiap episode tapi sengaja gak ane cantumin saat di aplod kesini hehe)

Yah, judulnya mungkin udah jadi kurang relevan juga sih wkwk

Untuk ukuran kadaluarsa makanan ane riset sendiri sih, biasanya makanan yg dibungkus pakai plastik lebih cepat kadaluarsa ketimbang yang kalengan (berkisar 1-1,5 tahun dan 2 tahun untuk kalengan) pengecualian jelas di makanan jenis roti yang kadaluarsanya paling cepet, ane usahain bisa real aja gitu walau mungkin juga masih kurang akurat. Kalau ada masukkan monggo silahkan hehe.

Ya bisa dibilang survival skill mereka akan terus berkembang mengacu pada sifat alami manusia untuk beradaptasi di lingkungan manapun, seburuk apapun kondisinya.:berat:
 
Status
Please reply by conversation.
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd