Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Hmmm... Ternyata banyak tokoh yg tersembunyi. Dan sedikit demi sedikit terungkap dalam cerita.
Makasih hu udh di kasih sesajen
 
Buset deh. Tetep penasaran sari... Hmmm apa yg disembunyikan dibalik sosok setia, alim dn sederhana.
 
A.K.A.R
bagian Lima Belas​




Sepanjang perjalanan pulang ke kantor, fikiranku benar benar kacau memikirkan kata kata Tyo tadi. Bahkan aku mengacuhkan Lita yang bermain main dengan vaginanya sendiri dikursi belakang.

Tyo dan Fitri..

Meskipun tadi Tyo tak bilang secara langsung bahwa mereka sudah menikah, tapi arah bicaranya seperti memberitahuku bahwa ada semacam proses yang sedang berjalan diantara mereka berdua. Yang membuat fikiranku makin kacau adalah jika mereka berdua benar sudah menikah, apa tujuan Tyo menyuruhku ke apartemen Fitri waktu itu, sebab justru dialah yang memaksaku untuk datang ke apartemen Fitri. Bahkan, malam setelah percintaanku dengan Fitri, Fitri menelpon Tyo dan memberi tahu Tyo bahwa aku menginap di apartemennya. Dan kalau mengingat nada bicara Fitri dulu, sepertinya Tyo tak mempermasalahkan hal itu. Apakah Tyo juga tahu bahwa aku bercinta dengan panas malam itu dengan Fitri? Kalau Tyo tahu, suami macam apa Tyo yang membiarkan istrinya bercinta dengan sahabatnya sendiri. Dan Fitri, istri macam apa yang bercinta dengan sahabat dari suaminya, bahkan Fitri tak mempermasalahkan soal Tyo yang tahu bahwa aku menginap di tempatnya.

Akhh... kepalaku sakit.. semua prasangka dan bayangan bayangan antara Tyo dan Fitri membuat kepalaku sakit luar biasa, perutkupun mual. Aku menepi sebentar dan membuat Lita yang sedang 'ah eh oh' dibelakang jadi keheranan.

"Sshhmmm.. kok berenti Bay..?" Tanya Lita disela desahannya.

"Kepala aku sakit.." kataku jujur, tapi sepertinya Lita menganggap lain.

"Sakit kepala? Kepala titit yaaa? Cini aku emut emut. Biar atit nya ilang.. ihihihi" kata Lita ganjen.

"Bukan Lita, sakit beneran. Gak tau kenapa. Ada yang nyantet kayanya nih.." kataku sambil memegang keningku.

"Lho.. tumben." Kata Lita kemudian.

Dari spion tengah, kulihat Lita membereskan pakaiannya dan loncat ke kursi depan. Dipegangnya kening dan pipiku untuk mengecek kondisi suhu tubuhku.

"Tapi gak panas kok suhu tubuh kamu.. beneran sakit bay?" Tanya Lita sedikit khawatir kini.

Aku mengangguk pelan.

"Yaudah kita cek ke klinik. Kamu pindah ke belakang, tiduran di kursi belakang aj. Gantian aku yang bawa mobilnya." Kata Lita memintaku pindah ke belakang.

"Gak usah ke dokter, kayaknya aku cuma butuh istirahat aja. Habis anter kamu ke kantor, aku ijin pulang awal ya Lit." Kataku pada Lita.

"Gak usah ke kantor, aku antar kamu pulang sekarang. Kalo kamu gak mau ke dokter, paling gak kita beli obat dulu di apotek." Jawab Lita menggantikanku duduk di kursi driver. Sementara aku 'terpaksa' rebah dikursi belakang yang beraroma lendir vagina Lita.

Lita benar benar mengantarku sampai mess setelah sebelumnya kami mampir di apotek untuk membeli obat sakit kepala dan mampir membeli bubur untukku. Dengan sabar, Lita mengurus diriku di mess penuh perhatian. Aku merasa tak enak hati kepada Lita, kuminta dia untuk pulang karena waktu sudah masuk malam dan aku paham kalau Lita sudah letih.

"Yaudah aku balik ya, buburnya dimakan terus obatnya juga. Kalo besok masih kerasa sakitnya, jangan masuk kerja dulu. Atau gini, aku minta Pak Aep buat nganter kamu pulang ke rumah kamu besok, paling gak kalo kamu dirumah kan ada istri kamu yang bisa ngerawat kamu. Istirahat yang cukup sampe kamu bener bener sembuh." Kata Lita sungguh sungguh.

"Iya.. makasih ya Lit. Makasih banyak.." kataku lemas.

"Iya.. nanti kalo kamu udah sehat n fit lagi, aku janji buat promosiin kamu jadi asisten aku beneran. Biar kamu naik grade juga." Kata Lita tersenyum penuh arti kepadaku.

Aku membalas senyumnya dan mengangguk kecil. Dan Lita pun pamit pulang.



_____________¤¤_____________



Keesokan paginya, Aep, supir yang dulu hampir saja dipecat karena berani mengintip aktivitas Lita dikursi penumpang datang menjemputku di mess untuk mengantarku pulang ke rumah. Sebenarnya aku sudah agak mendingan, tapi berhubung Lita menyuruhku untuk istirahat total sampai aku benar benar sehat maka kuputuskan untuk pulang ke rumah sekalian membereskan masalahku dengan Sari istriku. Kami belum lagi bertegur sapa semenjak pertengkaran hebat beberapa hari lalu, tak pantas rasanya jika aku tak buru buru mengatasi masalah ini sesegera mungkin. Kuniatkan juga untuk menemui Fauzi dan berusaha meminta pengertiannya agar tak lagi terlalu vulgar dalam membicarakan Lita karena hal itu akan berakibat buruk padaku dan Sari.

"Bang Aep, saya jadi ga enak nih. Ngerepotin abang jadinya ya.." kataku basa basi kepada Aep ketika mobil memasuki tol Karawang Timur.

"Gapape Bay, justru gue yang malah kaya kaga tau diri kalo gw gak nganterin lu pulang kampung. Jasa lu gede buat gw. Kaga bakalan lupa dah gw Bay ama jasa lu." Kata Aep sambil sesekali menyalip mobil lain dari lajur kiri.

"Hehehe.. biasa aj bang.. emang bu Lita nya aj yang kebangetan ekstrim nguji supir supirnya." Kataku kepada Aep.

"Iye bener.. ampun dah itu cewe.. tapi Bay, lu kan lulus tuh ya, malah sampe jadi supir pribadinya dia tuh ya, dia kalo jalan ama elu suka jorok begitu mulu kaga si?" Kata Aep, mungkin penasaran juga dia.

"Ahaha.. ya ngga lah bang. Dia begitu cuma buat ngetes doang kok bang. Kesini kesininya mah ya kaga lah. Kalo begitu terus mah saya juga bisa jebol bang.." kataku berbohong. Mana mungkin ku umbar kelakuan cabul Lita kepada orang lain sementara Lita sudah segitu percayanya kepadaku.

"Ya kali gitu.. hehehe.. kalo iya mah enak banget lu Bay, bisa nonton 'kerang gundul' terus.." kata Aep sambil tertawa.

Aku hanya geleng geleng saja mendengarnya dan sedikit tertawa meskipun sedikit tersinggung mendengar kata kata Aep.

Keluar gerbang tol Cikampek, nada pesan masuk di HP ku. Dari Lita, dia menanyakan apakah aku sudah sampai rumah atau belum. Kubalas kalau sedikit lagi aku sampai rumah dan mengatakan padanya untuk jangan terlalu khawatir, karena bisa membuat istriku curiga nantinya. Apalagi, Sari sering meminjam HP ku untuk nonton video streaming tentang berbagai tutorial. Irit kuota, alasan Sari ketika kutanya kenapa tak memakai HP nya sendiri.

Sari.. Raka.. dadaku berdebar mengingat dua manusia penumbuh semangat hidupku ini. Ah, bagaimana kalau kubelikan oleh oleh pakaian saja untuk mereka berdua. Hitung hitung sebagai sogokan untuk Sari agar tak lama lama ngambek kepadaku. Kepada Aep, kuminta berhenti di salah satu pusat perbelanjaan yang letaknya pas di lampu merah Sadang dan mengatakan padanya cukup sampai situ saja mengantarnya. Kukatakan padanya kalau aku ingin membeli beberapa barang kebutuhan untuk di rumah. Awalnya, Aep menolak untuk langsung pulang dan berkeras untuk mengantarku sampai rumah. Tapi dengan sabar, kuminta Aep tetap balik saja ke Cikarang dan mengatakan pada Lita bahwa aku diantar sampai depan gang menuju rumah. Akhirnya Aep pun mengalah dan pulang meninggalkanku.

Aku membeli beberapa pasang pakaian untuk Sari dan Raka sebagai oleh oleh. Sengaja tak kuberitahu Sari tentang kepulanganku sebagai bentuk kejutan untuknya. Setelah belanja, akupun naik angkot menuju Subang Kota dan duduk di kursi depan bersama sang sopir yang sesekali berteriak memanggil manggil calon penumpang.

Tiba tiba saja aku teringat niatku untuk menemui Fauzi, berhubung angkot yang aku naiki ini melewati gang rumah Fauzi, sekalian saja nanti aku mampir ke rumahnya deh fikirku mantap.

Kira kira sudah hampir satu jam aku ada diangkot ini. Karena sepinya penumpang, laju jalan angkot ini seperti mau tak mau saja menyusuri jalan. Setelah bermandi keringat karena gerah akhirnya aku sampai didepan gang rumah Fauzi. Begitu turun dari angkot, aku langsung dikerubuti tukang ojek pangkalan seraya menawarkan jasa antar kepadaku. Aku memilih salah satu dari ojek itu dan meluncur ke rumah Fauzi.

Sampai di depan rumah Fauzi, aku turun dari ojek dan membayar ongkosnya sebesar sepuluh ribu rupiah. Aku melangkah pelan sambil memikirkan kata kata yang pas untuk Fauzi agar tak lagi membicarakan kelakuan Lita yang binal tanpa harus menyinggung perasaannya. Begitu sampai didepan pintu rumahnya, aku terpaku sesaat. Kuperhatikan baik baik sandal yang ada di depan kakiku saat ini.

Kok sendalnya kaya punyaaa..... fikirku..

Ah.. sendal model begitu kan banyak.. gak mungkinlah.. aku membantah fikiranku sendiri.

Dan ketika hendak ku ketuk pintu dan baru saja mulutku hendak mengucap salam, telingaku menangkap suara desahan yang amat sangat ku kenal.

Itukan..... kataku tak berani menebak.

Nekat, kuputar gagang pintu dan mengendap endap masuk ke rumah Fauzi. Kuperhatikan darimana asal desahan tadi, dari kamar Fauzi yang hanya ditutup oleh kain gorden. Dengan hati tak menentu, kulangkahkan kakiku mendekati asal suara itu. Kini suara yang kutangkap di telingaku adalah suara pelan Fauzi yang berkata,

"Huufft.. gak sia sia neng gw masukin laki lu kerja.. Aaahhh enak.... gak sia sia juga kita bikin perjanjian kaya gini ya. Laki lu pasti masuk kerja, tapi lu juga harus kerja sama gw.. jatah sepong.. uugghh.. tiap minggu kan lumayan...huuuhhhh enaakk.."

Aku penasaran dengan siapa Fauzi berkata seperti itu, dengan penuh hati hati kusingkap sedikit gorden yang menjadi satu satunya penutup pintu kamar ini. Aku tak bisa melihat suasana mesum dalam kamar karena ranjang yang menjadi tempat percumbuan Fauzi dan wanita yang dalam bayanganku masih kucoba buang jauh jauh itu tak terjangkau oleh pandanganku. Akupun bergeser ke sisi sebrang untuk mencari celah intip yang lebih baik. Kusingkap sedikit gorden, kulihat dalam kamar Fauzi ada lemari pakaian dengan cermin yang lumayan lebar. Melalui pantulan cermin, aku dapat menyaksikan dua sosok berbeda kelamin tanpa pakaian lengkap sedang melakukan hal yang tak senonoh. Aku tak begitu jelas melihat siapa sosok wanita yang kini sedang menghisap kelamin Fauzi, sementara dengan jelas aku dapat melihat Fauzi yang setengah berbaring bersandarkan dinding di sisi ranjang sedang keenakan menikmati hisapan dari wanita yang hanya tampak bagian pinggul berbalut celana dalam dan punggung tanpa adanya Bra. Hatiku dagdigdug menyaksikan adegan mesum di kamar Fauzi. Fauzi tampak keenakan sampai pinggulnya dia gerakan naik turun sampai terdengar bunyi ceglakan dari mulut wanita tersebut.

'Glak glak glakh..'

"Ooohh.. gw keluar neng, gw keluar.." erang Fauzi sambil menahan kepala perempuan tersebut agar tak bergerak dan tampak dipantulan kaca cermin Fauzi menyentak dan mendorong naik pinggulnya tanda dia membuang seluruh spermanya didalam mulut wanita malang itu.

"Hhuuummmmm.. ggghhhkk... puahhh....."
"Uzi mah kebiasaan ih.. keluarnya d tenggorokan mulu, untung udah jago aku.."

Suara itu. . . Penglihatanku mulai nanar..

"Hehehe.. iya ya neng, dulu waktu pertama tama mah lu sampe muntah muntah ya. Sekarang mah udah jago lu neng, langsung telen.. hehehe.." kata Fauzi senang.

Cluup.. clup.. clup.. wanita itu membersihkan sisa sisa sperma yang berlumuran di kepala penis Fauzi dan si sudut sudut bibirnya. Kupaksakan tetap melihat pantulan cermin hanya untuk memastikan sosok wanita tersebut.

"Gara gara ajaran Uzi nih aku jadi ketagihan begini."

Suara itu. . . Pendengaranku mulai berdenging.

Dari pantulan kaca cermin, aku melihat wanita itu memutar tubuhnya dan beranjak turun dari ranjang sambil mengikat rambut.

Sosok itu...

Sari!!

Nafasku sesak. . .

Sendi sendi tulangku linu. . .

Hatiku teriris. . .

Seluruh nadi dalam tubuhku berhenti berdenyut. . .

Jantungku seolah meledak karena daya kejut yang luar biasa. . .

Aku melepas gorden dan bersandar disamping gorden kamar Fauzi sambil menengadahkan wajahku dengan mata terpejam. Masih dapat kudengar Sari berbicara kepada Fauzi,

"Kadang aku ngerasa bersalah sama Bayu tau Zi.. dia kerja keras disono padahal kita lagi enak enakkan disini."

"Yaelah neng, laki lu pasti juga enak enakan disono sama Lita bos nya. Bohong kalo dia gak enak enakkan juga mah. Iris nih kontol gw kalo gw bohong." Kata Fauzi membuatku mual mendengarnya.

"Tetep aj Zi kalo aku gak ngeliat langsung mah gak bisa dipastiin bener apa nggaknya."

"Alaahh.. lu mah, daripada mikirin laki lu, mending fikirin gimana caranya supaya memek lu bisa becek lagi.." Hatiku tertusuk mendengar kata kata Fauzi.

"Ya jilatin laaaahh.. tapi inget ya, kita gak maen.. perjanjiannya cuma sepong sama jilat jilat aj ya. Biar gimana kita ini sepupuu. Dosa kalo nyampur teh.."

"Deeuuhh.. berisik ah.. sini ngangkang buru.."

"Aawwww.. Uziii pelan pelan.. hahaha.."

. . . . . . . .

Duhai Tuhan.. seandainya benar Engkau Maha Melihat, maka butakanlah mataku.

Seandainya benar Engkau Maha Mendengar, kumohon tulikan kedua telingaku.

Seandainya benar Engkau Maha Mengetahui, tolong Bodohkan aku.

Seandainya benar Engkau Maha Membalas, izinkan aku melebur dalam pembalasan itu Tuhan.


Penglihatanku memudar, pendengaranku menghilang, entah saat ini aku berjalan atau melayang, entah barang apa yang kupegang tadi, entah berada dimana aku sekarang. Aku seperti jiwa tanpa raga. Melayang kesana kemari tanpa arah sampai sebuah suara yang cukup kencang mengagetkanku dan kembali membuatku sadar secara penuh. Suara klakson motor fikirku..

Aku hampir tertabrak sebuah motor.

"Tolol sia.. hayang paeh sia kunyuk?!!" Omel sang pemilik motor yang hampir saja menabrakku sambil berlalu.

Aku melihat ke sekelilingku. Mencoba mengembalikan ingatanku ada dimana dan sedang apa aku. Ternyata aku berada di dekat jalan raya Jalur Sadang - Subang.

Kucoba mengingat ingat kembali kenapa aku ada disini, darimana aku tadi dan mengapa aku bisa sampai disini. Memoriku tak mampu mengingat apa apa lagi kecuali sosok Sari yang sedang menghisap kemaluan Fauzi didalam kamarnya barusan. Kucari alasan lain kenapa aku ada disini, tapi aku tak menemukan alasan lain selain sosok Sari dan Fauzi.

Hatiku kembali sakit mengetahui kenyataan bahwa ada syarat 'pelicin' yang lain agar aku dapat diterima di tempat ku bekerja sekarang

Kupaksakan melangkah ke sebrang jalan. Kalau kuperkirakan, jarak antara rumah Fauzi dan jalur utama ini sekitar dua sampai tiga kilometer jauhnya. Berarti sejauh itu pula aku sudah berjalan kaki. Aku seperti hilang tujuan sampai aku melihat seorang wanita paruh baya sedang menggendong anak kecil. Aku seperti melupakan sesuatu.. tapi apa?? Kucoba merunut dan mengingat ingat semua kejadian dari kemarin sampai saat ini, barangkali ada yang terlewat olehku... Sedikit sedikit mulai kurunut per kejadian.

Lita.... Meeting.... Tyo.... Fitri... hatiku sakit ketika mengingat Tyo dan Fitri.
Kemudian kucoba merunut kejadian setelahnya.

Sakit kepala.... Aep.... Belanja Pakaian.... terakhir kuingat kejadian Sari dan Fauzi yang membuatku linglung seperti ini. Apa yang terlewat??? fikirku

Plastik... plastik.... kata kata itu kini ada dalam otakku.

Plastik apa? Kulihat telapak tanganku, kosong tak memegang apa apa. Plastik apa?

Pakaian... pakaian... pakaian baru...

Pakaian baru untuk Sari dan. . . .

Raka..!!!!

Mataku melotot begitu nama Raka muncul diotakku. Kemana Raka? Dimana Sari meletakkan Raka anakku ketika dia sedang menjadi lacurnya Fauzi? Fikirku geram.

Bajingan..!!!

Kuputar kembali tujuanku ke arah rumah Fauzi dengan langkah tergesa, akan kuambil anakku dan meninggalkan Sari, akan kubiarkan dia melayani Fauzi sepuas hatinya. Namun baru beberapa meter berjalan dengan langkah tergesa, langkahku kembali melambat. Aku kembali berfikir bagaimana nanti seandainya keadaan menjadi gaduh dirumah Fauzi? Bagaimana nanti jika bibinya Sari yang tinggal bersebelahan dengan Fauzi mengetahui perihal kelakuan Fauzi dan Sari? Bagaimana nanti jika kabar perselingkuhan antar saudara itu menyebar luas dikeluarga besar Sari dan akhirnya didengar oleh Umi, Orang tua Sari, mertuaku. Dengan apa mereka menutup aib sebesar itu? Bagaimana malunya nanti keluargaku dan keluarga Sari? Terakhir, yang terlintas difikiranku adalah.. bagaimana nasib Raka jika nanti kedua orang tuanya berakhir diatas surat perceraian? Bagaimana nasib Sari nanti? Akan kutunggu Sari dan Raka dirumah, akan kutanyai Sari mengenai kelakuan dia dengan Fauzi. Aku kembali memutar tubuhku dan berjalan ke arah awal. Baru beberapa langkah, fikiranku kembali menngeluarkan kata kata yang membuatku kembali berhenti.

'Jangan jangan ini karma?'

Aku diam merenungi kata kata itu. Bisa jadi perselingkuhan antar saudara yang kusaksikan hari ini adalah buah karmaku karena pernah bercinta dengan Trisna sepupuku di depok. Aku pernah bersetubuh dengan Trisna meskipun hanya satu kali seumur persaudaraanku dengannya. Aku pernah bersetubuh dengan Fitri sahabat lamaku di apartemennya bahkan menyemburkan semua spermaku didalam rahimnya. Aku pernah hampir saja menyetubuhi Lita atasanku di rumahnya sendiri. Dan itu semua kulakukan secara sadar meskipun dengan embel embel Khilaf. Sebenarnya siapa yang lebih dulu berselingkuh? Aku diam mematung memikirkan itu.

Dan kalau mengingat kata kata Sari tadi dikamar Fauzi, perjanjian antara mereka berdua hanya sebatas hisap dan jilat, tidak ada campur kelamin antara Sari dan Fauzi. Tapi apa benar seperti itu? Apa harus kubuktikan dengan mata kepalaku sendiri?

Aku kembali memutar tubuhku dan berjalan ke arah rumah Fauzi. Tujuanku adalah untuk membuktikan dengan mata yang ada dikepalaku sendiri apakah Sari akan bersetubuh dengan Fauzi. Tapi lagi lagi fikiranku berkata 'apa aku sanggup menyaksikan istriku bersetubuh dengan saudaranya sendiri? Apakah hatiku akan kuat menyaksikan penis menjijikkan milik Fauzi keluar dan masuk mengobok obok vagina yang sudah jelas tercatat baik secara agama dan negara adalah milikku? Kuatkah aku? Aku menggeleng geleng.. kubuang jauh jauh bayangan mengerikan itu dan memutuskan untuk kembali ke rumah untuk menunggu Sari dan anakku Raka.

Tiba tiba kudengar kasak kusuk beberapa wanita disampingku..

"Ya Allah, masih muda, ganteng, tapi bulak balik wae siga nu gelo." Kata wanita berjilbab hijau.

"Iya, kayanya mah gelo.. eta muka na merengut, terus kaya lagi mikir, terus berubah kaya nu kesel, terus bengong deui.. karunya pisan.. pakean na mah bersih, kaya orang normal. Te nyaho na mah gelo..." kata wanita berambut ikal

Aku gila? Tidak.. aku tidak gila. Aku hanya memikirkan semua resiko dan langkah langkah yang akan kuambil dalam rumah tanggaku ini. Aku menjawab dalam hati sambil melihat ke arah sekeliling. Ternyata aku ada di halte bus yang lumayan ramai.

Iya... aku orang gila.. kataku dalam hati sambil menunduk malu dan berjalan menjauhi halte bus itu dan memilih mencari ojek untuk kembali ke rumahku.



___________¤¤___________



Dirumah, aku benar benar memikirkan langkah yang akan kuambil untuk Sari. Kuolah, kuputar dan kubolak balik semua sebab yang akhirnya menimbulkan akibat. Asal mula perselingkuhan Sari dan Fauzi adalah karena usaha Sari untuk mencarikanku pekerjaan pada Fauzi. Fauzi menyanggupi dengan beberapa syarat. Dan syarat lendir baru kuketahui siang tadi yang benar benar membuatku seperti orang gila. Malah aku baru sadar kenapa Sari enggan kuajak mengontrak di Cikarang dulu. Dia beralasan bahwa udara di Cikarang terlalu panas, tak seperti udara disini yang masih cenderung sejuk. Takut berubah tak cantik lagi dan takut cintaku padanya hilang karena kecantikannya yang memudar terkena polusi udara Cikarang. Begitu kira kira alasan terakhir yang dia sampaikan padaku. Tapi ternyata semua itu hanya alasan saja rupanya. Sari enggan kuajak pindah mungkin ada kaitannya dengan perjanjian laknat antara dia dan Fauzi.

Jika kuputar kembali dan kukembalikan dengan kelakuanku bersama Trisna, Fitri dan Lita maka aku tak bisa menyalahkan Sari begitu saja. Aku adalah orang yang percaya akan karma, mungkin apa yang kulihat tadi siang adalah buah karma bagiku.

Aku termenung sampai kudengar suara pintu dibuka.

Sari pulang sambil menggendong Raka. Melihat Raka tertidur pulas didalam gendongan membuat hatiku kembali tertusuk dan hampir membuat mataku memgeluarkan air mata.

"Astagfirullah Ayaahhh... kirain teh siapa.. ayah kok pulang gak bilang bilang dulu?" Kata Sari kaget melihatku sudah duduk diruang tamu.

Aku menarik nafas panjang demi melihat wajah letih Sari.

Ya sudahlah.. meskipun sakit hati, mungkin lebih baik aku diam saja dulu untuk saat ini.. fikirku mengambil keputusan untuk melupakan kejadian tadi sambil berdiri dan menghampiri anak dan istriku.

"Darimana Bunda?" Tanyaku tanpa menjawab pertanyaan Sari diawal.

"Ehh.. itu.. dari rumah Fauzi.." Jawab Sari. Jujur aku sedikit heran dengan jawaban Sari yang ternyata diluar dugaanku.

"Ngapain kesana? Bukannya kita udah gak ada lagi urusan ya sama dia?" Kataku memancing.

"Iyah, kamu memang udah gak ada urusan sama Uzi, tapi kalo Bunda mah ada.. bunda minta keterangan soal si Lita Lita itu tuh.. bos kamu yang doyan colek colek memeknya sendiri." Kata Sari yang kutahu sedang mencoba membalikkan situasi. Aku jujur saja jadi kesal.

"Ngapain bawa bawa dia lagi siih? Kan ayah udah jelasin dari kemaren kalo ayah gak pernah begituan sama diaaa.." kataku dengan nada sedikit tinggi.

Sari melangkah menuju kamar dan meletakkan Raka dikasur kemudian kembali keluar dan menutup pintu kamar. Disini, aku merasa bersalah karena sudah setengah teriak di depan Raka yang sudah tertidur.

"Mana bunda tau kamu udah begituan sama dia apa belum? Kan bunda gak liat. Bunda gak ikut ayah kerja, bunda gak ikut ayah tinggal disana!!" Katanya ngotot.

"Lho... yang nolak waktu diajak pindah siapaaa?? Kamuuu.. kamuu yang gak mau diajak pindah. Kenapa gak mauu??" Kataku mulai terbawa emosi karena jawabannya yang tak masuk akal menurutku.

"Halahh.. kalo ikut juga percuma. Kan ayah gituan sama dia di luar, bukan dirumah." Katanya mengelak.

"Enak ya.. tiap hari nganterin perempuan telanjang sambil liat liat dia nyolok nyolok MEMEKK!! Coli sono lu berdua !!!!" suara Sari meninggi saat menyebut kemaluan Lita.

Kalau saja aku tak ingat bahwa dia istriku, kalau saja aku tak ingat bahwa dia adalah ibu dari anakku, niscaya sudah kutampar mulutnya. Yang bisa kulakukan kini hanya menggenggam erat telapak tanganku menahan marah. Marah karena tak terima dia berbicara kasar kepadaku dan marah karena tak bisa membantah bahwa apa yang Sari katakan adalah benar meskipun hanya sebagian saja.

Aku menarik nafas panjang dua kali.

"Udahlah bund.. ayah cape. Ayah lagi banyak fikiran.." kataku sambil duduk dikursi tamu.

Meskipun udara di daerah sini termasuk sejuk, tapi aura emosi yang keluar dari tubuh kami membuat hawa dalam rumah menjadi panas dan gerah. Kunyalakan kipas angin kecil dengan bentuk kotak persegi yang ada diatas meja tamu dan kuarahkan ke tubuhku.

"Jangan kira kamu doang yang cape. Saya juga cape ngurus rumah, ngurus anak, ngurus yang lain lain.." kata Sari beringsut duduk dilantai disamping betisku dan mengarahkan kipas angin tadi ke arahnya.

"Ngurus yang lain lain? Ngurus apa lagi emangnya kamu? Ada orang lain yang kamu urus juga emangnya?" Kataku memancing sambil ikut turun duduk disampingnya dan meraih kipas untuk kuarahkan ke tubuhku.

"Ck.. " Kata Sari menggeser kipas kearahnya.

"Iyalah.. ngurus kerjaan kamu sama Lita noh" sambung Sari kemudian.

"Ya ampun bunda. Harus dijelasin berapa kali lagi siih.." kataku sambil menggeser balik kipas tadi ke depanku.

"Ishh..!!!" Sari mulai jengkel untuk urusan rebutan kipas dan merebutnya kembali kearah depannya.

Aku yang sadar akan hal itu malah jadi lucu sendiri. Aku tertawa karena membayangkan seandainya kipas ini mempunyai mata, pasti mata kipas ini akan membentuk spiral seperti obat nyamuk bakar saking pusingnya dia digeser kesana kemari.

"Ngapain ketawa?!!" Kata Sari judes.

"Itu.. kipasnya kasian diseret kesono kesini dari tadi. Puyeng nanti dia.."kataku sambil terkekeh menahan tawa. Hilang sudah semua emosiku karena ulah kipas angin kecil yang kepuyengan dalam bayanganku. Sari malah jadi ikut ikutan tertawa kecil sambil menoyor noyor kipas malang itu.

Kemudian Sari menyandarkan kepalanya dibahuku. Ku cium rambutnya, pertengkaran ini selesai fikirku.

"Bunda cuma gak mau kamu jadi ketagihan ngeliatin Lita maenin itunya sendiri." Kata Sari dengan suara pelan.

Aku menjawab, "Hhh.. bund, Lita begitu tuh buat nguji calon supirnya. Kalo calon supirnya kegoda sama tingkah dia, ya langsung dipecat besokannya.."

"Kamu kegoda gak Yah?" Tanya Sari sambil memutar kepalanya melihat mataku.

"Ayah tetep kerja kan? Berarti ayah lolos uji dong. Malah harusnya kamu bersyukur karena ayah gak kegoda waktu dia ngetes ayah maenin itunya dibangku belakang mobil" kataku setengah jujur setengah bohong. Setengah jujur karena memang benar aku tak tergoda waktu pertama kali mengantar Lita ke Karawang. Setengah bohong karena setelah itu, ternyata aku dibebaskan oleh Lita untuk tergoda pada tubuhnya.

Sari menghela nafas kemudian berkata,

"Padahal kalo kamu mau, bunda bisa kok jadi perempuan ektisibonis dirumah n cuma buat kamu.."

"Hhmmmppptttt...keeerrkkkk.." aku sebisa mungkin menahan tawa.

"Eksibisionis kaliiii..hmmppptt.." kataku benar benar geli mendengar ucapan Sari.

"Eh.. hehehe.. salah ya?" Kata Sari seraya menutup wajahnya karena malu. Kamipun tertawa lepas bersama sampai terasa kaku perutku.

Meskipun aku sudah merasa lega, namun aku jadi penasaran soal ucapan Sari yang bersedia menjadi eksibisionis meskipun itu hanya dirumah dan hanya untukku.

"Bund.. emang kamu tau eksibisionis itu apa?" Tanyaku padanya kini.

"Suka pamer pamerin itunya ke laki laki kan.." kata Sari polos.

"Iya sih bener, tapi kalo sama ayah mah ngapain kamu pake pamer pamerin segala?? Kan udah SAH.." kataku padanya.

"Iiihhhh.. Ayaahhh.. maksud bunda, bunda bisa kok ngelakuin apa yang Lita lakuin disana. Nyolok nyolok memek sendiri di depan ayah sambil diliatin sama ayah." Kata Sari sambil mulai merebahkan kepalanya di pahaku.

"Bisa gitu emangnya?" Kataku memancing.
"Lagian, Lita gak pernah ngelakuin itu dihadapan ayah bunda.." kataku sedikit mengelak.

"Ya pokoknya gitulah. Mau ngelakuin apa ngga mana bunda tau. Yang penting bunda bisa kaya dia didepan ayah." Kata Sari seolah tak mau kalah dari Lita

"Masa? Kamu kan orangnya gampang risih n jengah..belajar bisa dari mana?" kataku memancing lebih jauh.

"Dari pidio yang diliatin sama Uzi dulu. Bunda sengaja minta pidionya sama Uzi, bunda liatin caranya kaya gimana,, kecil.." kata Sari sambil menjentikkan kelingking dan jempolnya di depan wajahku. Aku terkejut mendengar pengakuan Sari yang sampai meminta video Lita ketika sedang masturbasi di mobil dari Fauzi. Namun kubuang rasa terkejutku dan menggantinya dengan pertanyaan,

"Beneran bisa? Mana bisa percaya ayah kalo blom liat mah.." kataku kemudian. Penisku mulai terasa hangat sekarang.

Sari kemudian bangun dan duduk di atas kursi.

"Ayah duduk disitu. Di bangku panjang yang depan. Liat ya, terus bandingin hebatan mana sama si Lita bos kamu itu." Katanya menantangku.

Aku menuruti perkataan Sari dan duduk di sofa panjang seberang.

Kemudian Sari malah berdiri dan berjalan perlahan menghampiriku sambil menatap wajahku dengan tatapan nakal. Tepat didepanku, Sari meloloskan kaosnya melalui kepalanya dan melempar kaos itu ke lantai. Kemudian dia memutar tubuhnya membelakangiku, membuka kancing celana jeans nya dan melorotkan celana itu dengan gerakan perlahan dan dibuat seerotis mungkin. Sari berhenti melorotkan celananya sampai batas bawah pantatnya. Kini dihadapanku tersaji pantat terbungkus celana dalam mini yang kubelikan untuknya sebulan yang lalu. Aku sedikit terkejut karena bukan celana dalam ini yang dipakai Sari tadi siang ketika kulihat dia sedang menghisap kemaluan Fauzi. Rupanya sudah ganti daleman dia.. fikirku.

Sari memutar wajahnya menatap wajahku dan kemudian dia kembali melorotkan celana jeansnya sambil membungkukkan badannya. Otomatis pantat bulat Sari menjadi semakin maju dihadapan wajahku. Hampir saja kucium pantat istriku ini sebelum dia berkata,

"Gak boleh dipegang. Ayah liat aj.."

Aku menuruti kemauannya.

Setelah celana jeansnya terlepas semua, Sari bersimpuh dilantai dengan menggunakan lutut sebagai tumpuannya.

"Bukain Yah kaitan kutangnya.." pinta Sari kepadaku sambil menarik rambut panjangnya ke atas dan memamerkan punggung mulus serta tengkuk leher yang jenjang membuat nafsuku naik.

Ku buka kaitan bra nya, setelah terbuka semua, Sari menahan bagian depan bra itu dengan lengannya dan berdiri sambil menghadap ke arahku. Nafasku mulai memburu karena melihat tangan kiri Sari menahan kedua bagian depan bra nya sehingga masih menutupi kedua payudaranya. Sementara tangan kanannya menyusuri bagian rusuk kemudian turun menuju pinggul dan berhenti tepat ditengah tengah vaginanya yang masih terbungkus celana dalam itu

Kulihat jari tengahnya kini menggesek gesek pelan vaginanya sendiri dan Sari mulai mendesah pelan.

"Aahh... sshh.. ayah.. mau BH Bunda gaak?" Tanya Sari dengan nada manja.

Seperti inikah yang kamu lakukan dengan Fauzi duhai istriku? Aku jadi membayangkan Sari melakukan ini dihadapan Fauzi.

"Mau.." kujawab pertanyaan Sari tadi, dan Sari membuang bra nya ke pahaku. Ku raih bra istriku ini dan kuhirup aromanya. Masih wangi, berarti ini pun baru dia ganti.. fikirku.
Lengan kiri Sari masih menutupi kedua payudaranya, sementara tangan kanan Sari semakin cepat menggesek gesek vagina dari luar celana dalamnya sendiri.

Aneh.. daritadi aku membayangkan Sari melakukan ini dihadapan Fauzi dan itu membuat nafsuku semakin naik. Kupelorotkan dengan cepat celana kolorku dan kini aku hanya memakai CD saja di hadapan Sari.

Sari semakin menjadi. Payudaranya kini tak lagi tertutup dan dapat kulihat jelas puting payudara Sari sudah tegak mengencang menandakan bahwa gairahnyapun kini sudah semakin meninggi.

"Oohh.. oohh.. oohh.. ayaahhh.. sshh.. enaknyah memek bunda.. oohh.." Sari mulai mendesah sedikit kencang.

Sambil tetap mendesah, Sari mencubit cubit putingnya dan sesekali meremas payudaranya sendiri sampai badannya melengkung ke belakang tanda kenikmatan.

Pinggul Sari kini bergerak cepat maju dan mundur mengimbangi gesekan jari tengah yang kini sedikit naik ke atas tepat di area klitorisnya. Tak sampai lima menit, tubuh Sari mengejang dan pinggulnya menyentak nyentak ke arah depan sambil mendesah panjang.

"Ouuuugghhhhhhh... ayaaahhh... sshhh..."

Aku terpana melihat Sari. Seperti inikah kelakuanmu bersama Fauzi?

Kutunggu sampai Sari benar benar selesai melepas orgasmenya yang entah sudah berapa kali dia dapat hari ini. Satu kali dihadapanku kini, namun entah berapa kali dihadapan Fauzi.

Gila.. penisku semakin keras membayangkan Sari orgasme dihadapan Fauzi..

Sari tampak mengatur nafas, setelah normal kembali, Sari beringsut dibawahku dan melorotkan celana dalamku. Tuiing.. penisku tampak bergerak kaku karena efek tertarik CD. Digenggamnya penisku dan ditatapnya mataku sampai akhirnya Sari melahap penisku pelan pelan. Satu yang membuatku terkejut selain perselingkuhan Sari dengan Fauzi adalah, sepanjang pengetahuanku tentang Sari, dia bukanlah type wanita penyuka oral seks. Tapi mengingat kejadian tadi siang, tampaknya Sari menjadi handal dalam hal persepongan. Aku jadi ingat waktu pertama kali aku menjilati vaginanya dulu. Dimana tak ada penolakan dari Sari kala itu. Jangan jangan vagina Sari sudah dijilati duluan oleh Fauzi hari itu dan dia menjadi ketagihan karenanya fikirku. Namun kali ini aksi yang berbeda justru kudapatkan dari Sari. Sari seperti mau tak mau menghisap penisku. Berbanding terbalik dengan apa yang kulihat tadi siang dan apa yang kudengar dari kata katanya bahwa Fauzi menyemprotkan spermanya di tenggorokan Sari. Itu artinya deepthroat bukan?

Kupancing keluar kenakalan istriku ini dengan kata kata..

"Masa begitu doang sih bund? Yang semangat dong ngisepnya.. ayah kan gak pernah disepong kaya gini sama bunda.."

'Clops..' Sari melepas bibirnya dari penisku dan menantang balik kepadaku.

"Hmmmm.. begitu ya ayah?? Oke deh bunda sepongnya bakal nambah semangat kalo ayah mau cium bibir bunda yang ada bekas kontol ayah nih.." katanya sambil sekali lagi menghisap penisku dengan kencang satu kali dan menaikkan tubuhnya untuk mencium bibirku.

Siapa takut.. bathinku. Kontol kontol gw ini..

Aku mencium bibir Sari dengan rakus. Kucecap kedua bibirnya dan kuhisap lidahnya dengan rakus sambil kedua tanganku meremas remas payudaranya. Sari mendesah desah diantara ciuman panas kami.

"Hmmm.. hmmmmm... hmmmhhh... hmmmuah.."

Apakah begini juga caramu memancing gairah Fauzi wahai istriku?

Setiap hal yang dikatakan dan yang dilakukan Sari kepadaku malam ini selalu kubandingkan dan kubayangkan bahwa seperti itu pula yang dia katakan dan dia lakukan kepada Fauzi.

Gila.. hal itu malah semakin membuat nafsuku naik. Ada apa dengan otakku?

Sari melepas ciumannya dari bibirku. Sinar binal kini mulai nampak keluar dari bola matanya.

"Hhh..hhh..hhhh... ayah bener bener bikin napsu bunda naek.." kata Sari menatapku liar dan dengan cepat dia kembali turun guna memenuhi janjinya mengoralku dengan lebih semangat.

Kali ini hisapan dan jilatan Sari benar benar berbeda dengan yang tadi. Kalau yang tadi hanya hisap hisap biasa saja, namun kali ini dengan lihainya dia memainkan penisku dengan mulutnya. Sekarang dia menyedot sambil memainkan lidahnya dikepala penisku. Diputar putarnya lidah lembut itu mengelilingi kepala penisku. Aku ngilu luar biasa dan otomatis membuat pinggulku naik keatas, dan otomatis pula penisku semakin masuk kedalam rongga mulutnya. Kurasakan kepala penisku membentur lembut dinding tenggorokan Sari.

Gila.. Sari tak sedikitpun tersedak atau merasa mual. Padahal kulihat seluruh batang penisku sudah habis tertelan olehnya. Dengan gerakan perlahan, Sari menarik mundur mulutnya yang berisi full batang penis sambil menghisapnya dengan lembut. Aku jelas saja keenakan.

"Aaaggghhh... sumpah enak banget bund.." kataku pada Sari.

Plop.. Sari melepas penisku lagi dari mulutnya. Dia memijit rahangnya dengan kedua telapak tangannya dan berkata,

"Udah ya Ayah ngisepnya.. pegheeeelll.. " kata Sari dengan suara yang dibuat seimut mungkin.

Iyalah pegel.. dari siang udah nyepong mulu lu.. kataku dalam hati sedikit sinis.

"Yaudah gapapa. Besok besok boleh minta digituin lagi kan?" Tanyaku basa basi.

"Iyah boleh.." jawab Sari sambil mengangguk.

Kemudian Sari naik kepangkuanku dan kembali mencium bibirku dengan panas. Ku ladeni ciuman Sari sambil memainkan puting payudaranya dan sukses membuat Sari menggeliat menggoyang goyang pinggulnya menggerus penisku.

"Hhh.. hhhh.. aahh.. sshh.. ayah.. bunda udah gak tahan nih.." kata Sari sambil berdiri dan melorotkan celana dalamnya. Kini vagina Sari tepat didepan wajahku. Ketika hendak kembali duduk, kutahan pinggul Sari dan kunaikkan satu tungkai kakinya ke sandaran sofa, Sari menatap ku dari atas dan memajukan pinggulnya sedikit. Sudah paham rupanya Sari dengan apa yang akan kulakukan ini.

Dimana kamu lakukan posisi ini dengan Fauzi wahai istriku? Bayangan bayangan akan Sari dan Fauzi terus saja berseliweran didalam otakku.

Karena nafsu yang makin meninggi, tanpa ragu kulumat habis bibir vagina Sari. Kutelusuri dengan lidahku bagian bawah sampai bagian atas vaginanya dan berhenti tepat di klitorisnya. Ku jilat dengan cepat bagian itu sedikit lama. Sari tak henti hentinya mendesah keenakan sambil sesekali menarik kepalaku agar lebih menempel di vaginanya. Sesekali pinggulnya tersentak dan membentur wajahku. Sedikit iseng, kucolok lubang vagina Sari dengan dua jariku dan mengocoknya pelan pelan namun dengan jilatan lidahku di klitorisnya yang bertempo cepat. Pinggul Sari kembali tersentak, namun kali ini dibarengi dengan lenguhan panjang dan tubuh yang mengejang. Sari menahan wajahku divaginanya demi menuntaskan orgasmenya yang kedua bersamaku.

Nafas Sari benar benar ngos ngosan kali ini. Kulirik lututnya sedikit gemetar.

Dan akhirnya Sari duduk dipangkuanku. Sari menempelkan dahinya di dahiku sambil mengatur nafas. Kubiarkan dia istirahat sejenak. Setelah nafasnya kembali normal, kuangkat pinggulnya sedikit dan kuarahkan penisku menuju lubang surga milik Sari.

Jleb..

"Uuuhhmm.. ssshhh... bentar yah.. memek bunda masih ngilu.." katanya memintaku bersabar.

Setelah diam beberapa saat, Sari mulai menggoyang pinggulnya memberi efek nikmat pada penisku. Gerakan Sari sedikit berbeda kali ini. Gerakannya seperti mengulek, kadang maju mundur dan kadang berputar. Janga tanya soal desahan desahan yang keluar dari mulut kami.

Pokoknya berisik.

Kurasa cukup sudah Sari diatasku. Kuminta Sari bangun sejenak untuk merubah posisi. Sari bangkit dengan lutut sedikit gemetar. Entah kesemutan entah kelemesan.
Kuposisikan dia duduk setengah berbaring dan kubuka lebar lebar kedua pahanya seraya kutahan dengan tanganku. Kumasukan kembali penisku yang membuat Sari langsung megap megap seraya tangannya mencari pegangan. Kupompa pelan diawal dan perlahan menaikan tempo menjadi cepat. Payudara Sari ikut bergoyang mengikuti irama pompaanku pada vaginanya. Kuraih payudara itu dengan tangan kananku yang membuat pahanya sedikit goyang karena tak lagi kutahan. Sari menggantikan tangan kananku dan menahan kaki kirinya agar tetap terbuka lebar. Melihat itu, kulepas tangan kiriku dan Sari langsung menahan kaki kanannya. Pompaanku kini sedikit bervariasi. Kadang pelan, kadang cepat, kadang hanya setengah batang penisku yang ku pompa sebanyak empat pompaan sebelum akhirnya kudorong dengan keras dipompaan kelima dan membuat Sari menjerit kecil.

"Aakkhh....huuuuuuuhhh... Akkhhh... ooosshh..Akkhh.."

Kurasakan penisku akan mencapai puncak kenikmatan surgawi dalam waktu yang tak lama lagi. Kupercepat pompaanku di vagina Sari demi mengejar rasa nikmat itu. Aku iseng saja mengocok klitoris Sari dengan jempolku ditengah tengah pompaanku pada vaginanya. Namun hal itu rupanya membuat Sari menjadi gila. Dia mendesah sejadi jadinya sambil berkata

"Hoohh.. ooohh.. enak Yaahh.. Oooh.. Bunda belomh pernah Aahh.. diginiin.. oohh.. oh oh oh keluar Yaah keluaarrrrr... ougggghhhhhhh..."

Tubuh Sari mengejang hebat, kakinya gemetar seperti tersengat setrum, wajahnya memerah dan matanya terbuka lebar sesaat kemudian langsung terpejam merasakan nikmat yang datang kepadanya.

Aku menikmati pemandangan indah itu sambil tetap memompa vagina Sari yang kini kurasakan seperti ada rembesan cairan yang mengalir deras dari lubang vaginanya. Kuacuhkan cairan itu dan mempercepat kompaanku.. sedikit lagi kataku. Sari semakin jadi mengeluarkan jeritan jeritan kecil dari mulutnya.

"Kyaaaa... aaakhh.. amphuunnn Yaaahh.. aakkhh... amphuuunn.."

Sari menjerit ditengah tengah badai orgasmenya yang hebat. Badannya mengejat dengan keras satu kali dan itu berefek pada vaginanya yang ikut mengejat bahkan seperti menarik dan menjepit vaginaku dari dalam sana yang membuat seluruh tubuhku merinding sampai akhirnya benih benih calon anakku dikemudian hari bermuncrat muncratan mencari tempat di kantung kandungan milik calon bundanya.

Aku ambruk diatas tubuh Sari. Tubuh kami basah oleh keringat, nafas kamipun tak lagi beraturan. Kami istirahat di sofa tempat kami bergumul selama setengah jam lamanya. Sampai akhirnya kami beranjak ke kamar mandi untuk bersih bersih dan menyusul Raka yang sudah ngompol di atas kasur dalam kamar.

Mungkin karena terlalu lelah, Sari langsung terlelap tak lama setelah merebahkan tubuhnya di kasur. Aku yang masih belum terlalu mengantuk meraih HP ku dan mengecek pesan pesan yang masuk. Ada pesan dari Lita yang memberi kabar kalau aku disuruh datang ke kantor Pusat hari senin depan jam sembilan pagi untuk mengurus dokumen dokumen pendukung terkait promosiku. Dia juga bilang istirahat total sekalian n mulai kerja senin depan saja sekalian ke pusat katanya. Kujawab singkat OK. Kemudian ada puluhan chat di grup Alumni Sekolah, namun tak kubuka isi dari chat chat itu, paling hanya candaan candaan tak penting saja menurutku. Kemudian ada satu pesan lagi dari nomor yang tidak ku kenal.. kubuka pesan itu dan kubaca.

'Bey, apa kabar? Boleh aku minta waktu sebentar buat ketemuan sama kamu? Kamu aj yang ngatur waktunya yah buat ketemuan kapan n dimananya. Urgent nih.. Tyo bikin ulah kan sama kamu? Kamu pasti nanya Aku tau darimana.. ya kan?
Makanya temuin n kabarin aku kapan kamu ada waktu buat ketemuan sama aku.
Salam Sayang dari aku buat Sari n Raka.
F.R.


Deggh..



Yassallaaammm
 
Na benerkannnn..sari jadi korbannya fauzi.
Tambah oenasaran ama cerita ini..
Gimana bayu harus bertindak, kalo bener tyo dan fitri sudah menikah..
Kayaknya si fauzi perlu dikasih pelajaran biar ndak ngangguin sari lagi..

Makasih super updatenya suhu
 
Wow update kali ini bisa buat panas dingin nih.
Udah saya kira dari awal makanya waktu tanya kerja lagi itu sari lama amat ya ditempat uzi.

Mantap om update nya T.O.P banget lah.
 
Sabar banget loe Bay, buat sari nyesal da sia2in kepercayaanmu. Masih banyak yang menantimu, laki2 memang egois alias keras kepala karna kepalanya dua. Tapi istri kalau uda ngerasain lebih dari satu batang pasti dia minta lebih karna gak pernah puas sifat dasar wanita.
 
Gelo sugan si sari sama si fauzi teh.. Bikin deg deg ser bacanya ge.
 
Bimabet
Haha benar prediksi ane kemarin, pasti Sari juga ada main. Dk mungkin ada yg gratis, dan tiba" dari yg lugu jadi liar di ranjang kalau dk belajar dari yg lain haha bohong kalau bilang belajar dari bokep. Tinggal ketegasan di sini, hentikan keliaran Sari walaupun katanya cuman petting dk sampai ngentot, atau cukup diam dan jadi petualang di luar. Sehat selalu gan biar bisa nulis sampe tamat..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd