Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Kacang, gorengan kopi da abis. Tapi belum ada penampakan. Menunggu sesuatu yang sangat mengacengkan,
 
A.K.A.R
bagian Enam Belas​





Kubaca berulang ulang pesan dari F.R, aku tahu kalau FR itu adalah Fitri Rania. Tapi yang aku tak tahu, dari mana dia tahu nomor HP ku? Apa dari Tyo ya? Aku mencoba menebak nebak. Tapi tak mungkin rasanya. Aku benar benar sudah mengamanatkan Tyo agar tak memberitahu nomor HP ku pada Fitri karena akan sangat bermasalah bagiku dan juga Sari. Dan Tyo juga paham betul akan hal itu dan berjanji kepadaku tak akan membocorkan nomor HP ku pada Fitri.

Atau Rian..?? Deuh.. anak itu selalu saja bikin perkara. Aku beranjak bangun dari kasur dan menuju ruang depan. Kulihat jam dinding, masih jam 11 malam. Rian bukanlah type orang yang suka tidur sore. Diruang depan ku telpon Rian dan menanyakan apa dia memberitahu nomor telponku pada Fitri, sambil bersumpah sumpah Rian bilang kalau dia gak memberitahu nomor HP ku pada Fitri.

"Rian juga tau penyakit bang.. buat apaan bikin penyakit sendiri." Kata Rian membantah diujung pembicaraan.

Aku bingung, darimana Fitri tahu nomorku? Ah.. tak perlu pusing pusing. Nanti saja kutanyakan langsung padanya, akupun kembali ke kamar dan meletakkan HP ku dimeja rias Sari kemudian pergi tidur.



Pagi ini aku bangun sediki t telat, sengaja. Kumanfaatkan sebisa mungkin waktu istirahatku dikasur, kalau saja bukan Raka yang mengganggu tidurku, rasanya enggan sekali untuk beranjak dari sini. Aku bercanda dengan Raka disela sela rasa sakit kepala yang tiba tiba datang. Kebanyakan tidur nih kataku, bangun ah.

Aku menggendong Raka dan berniat mencari HPku. Seingatku ku letakkan di meja rias Sari. Kucari cari disitu namun tak ketemu. Hatiku langsung dagdigdug, kuletakkan Raka sebentar dikasur dan kucari HPku disekitar meja rias. HPkuu ternyata ada didalam laci meja, aku tambah deg degan. Bukan karena apa, pasti Sari yang memindahkan HP ku kedalam laci. Namun yang membuat hatiku sedikit deg degan adalah aku khawatir kalau Sari membaca pesan pesan yang masuk. Kubuka aplikasi pesan di HPku. Benar saja, ada pesan dari Lita yang memberitahu kalau aku akan dijemput oleh Aep jam lima subuh dan diminta langsung menuju Jakarta untuk mengurus proses promosiku menjadi asistennya.

Pesan ini sudah dibaca sebelumnya oleh orang lain. Siapa lagi kalo bukan Sari? Berarti dia juga sudah baca pesan dari Fitri dong? Wadduhh.. ribut lagi aja nih.

Sedang khawatirnya aku dengan hal itu, aku melihat plastik bertuliskan toko pakaian.

Lho... buru buru ku lihat isi plastik itu, benar dugaanku. Isi plastik ini adalah pakaian baru untuk Sari dan Raka yang kubelikan kemarin. Aku benar benar lupa keberadaan pakaian ini. Malah baru ini aku ingat kalau kemarin aku membeli pakaian baru untuk mereka. Padahal kemarin aku pulang dengan tangan kosong. Apa Sari yang membawa pulang pakaian ini? Kok aku gak lihat?

Apa pakaian ini jatuh di rumah Fauzi? Kalau iya, siapa yang menemukannya? Sari? Atau Fauzi? Kalau Fauzi, apa mungkin dia tak curiga kenapa tiba tiba ada pakaian baru seukuran Sari dan Raka ada didalam rumahnya? Kalau curiga, apa dia mengira bahwa aku datang ke rumahnya dan memergoki kelakuan mereka berdua kemarin? Apa yang ada difikiran Fauzi? Kok malah bisa bisanya memberi pakaian itu kepada Sari agar dibawa pulang ke rumah? Bukannya malah aneh? Kalau Fauzi curiga aku datang ke rumahnya dan memergoki aksi mesum mereka berdua, seharusnya pakaian ini dibuang atau setidaknya tidak diberikan ke Sari.

Pertanyaan pertanyaan itu malah membuat kepalaku sakit. Aku harus mencari tahu hal ini. Aku akan pura pura tak tahu dulu soal pakaian itu dan pura pura bertanya pada Sari darimana pakaian baru itu dia dapatkan.

Sambil mengatur perasaan dan plfikiran, aku kembali menggendong Raka, aku menuju keluar dan memanggil istriku. Berharap bahwa dia tak marah atas pesan pesan yang masuk di HP ku dan bermaksud menanyakan perihal pakaian baru tadi.

"Buund.." aku setengah teriak memanggil Sari.

"Iyaaahh.." jawab Sari dari arah dapur.

Akupun kedapur sambil sesekali bercanda dengan Raka. Sampai didapur aku sedikit terkejut melihat penampilan Sari. Kulihat Sari sedang membuat nasi goreng, hanya saja dia cuma mengenakan celana dalam dan tanktop berwarna merah cerah tanpa terlihat tali BH di pundaknya.

"Kamu apa apaan bund? Masa pakeannya begitu sih pas masak?" Protesku kesal kepadanya.

Susunan kata kata yang sudah kusiapkan dari dalam kamar tadi soal pakaian baru seketika ambyar dan hilang begitu saja.

"Hihihi.. gapapa lah Yah, tadinya mau mandi dulu, tapi takutnya kelamaan dikamar mandi terus ayah bangun n kelaperan. Makanya mending bikin sarapan dulu." Jelas Sari kepadaku.

"Iyaa,, tapi apa mesti cuma make cangcut doang? Gak sopan.. kamu tuh lagi bikin makanan. Yang sopan kenapa sih. Apalagi jendela dibuka begitu, nanti kalo ada orang lewat gimana? Mau dibilang perempuan gak bener kamu?? Pake pakean dulu yang bener sana..!!" Perintahku tegas pada Sari.

Sebejat bejatnya aku, aku masih punya tata krama sekalipun itu didalam rumah sendiri. Dan aku tak mengerti kenapa Sari seolah melupakan tata krama itu dan bertindak seperti seorang eksibisionis akut. Fikiranku langsung mengarah ke Fauzi, pasti dia yang meracuni Sari sehingga dia bisa berubah seperti ini.

Sari diam dan mematikan kompor kemudian meminta maaf kepadaku.

"Maafin Bunda ya Yah.. bunda janji gak bakalan kaya gini lagi." Kata Sari sambil menunduk dihadapanku.

"Yaudah gapapa, tapi ayah mau tanya ke kamu, jawab yang jujur.. kamu sering cuma pake pakean kaya gini dirumah kalo ayah gak ada?" Aku harus menyelidiki perubahan yang terjadi pada istriku ini.

"Kadang kadang doang Yah, kalo lagi gerah aja paling.." jawab Sari dengan suara pelan. Sepertinya dia tahu aku marah karena kelakuannya ini.

"Hhh.. bunda, jangan gara gara kamu curiga sama ayah n Lita, terus bikin kamu jadi perempuan yang kaya gitu juga dong. Kamu kan ngomong tuh semalem kalo kamu juga bisa jadi cewe eksib, gak perlu laaahh.. gak perlu jadi perempuan kaya Lita yang emang dari sononya udah punya penyakit eksib. Ayah gak suka kamu begitu. Ayah jauh lebih suka kamu jadi diri kamu yang sebenar benarnya kamu. Lugu, polos, kadang oneng, tapi bisa ngejaga diri sama penampilan kamu sekalipun itu didalam rumah." Sari hanya diam menunduk mendengarkan ceramahku.

Meskipun aku senang melihat Lita memakai pakaian seksi dan kadang topless, tapi aku tak senang jika yang kulihat berkelakuan seperti itu adalah istriku sendiri. Sari boleh Liar, namun jika itu menyangkut urusan ranjang dan bersamaku. Diluar ranjang, aku tak ingin Sari menjadi seperti Lita. Apalagi, aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri soal perselingkuhannya dengan Fauzi. Aku harus mengembalikan istriku seperti dulu lagi. Aku tak ingin istriku menjadi wanita binal yang gemar melakukan hal hal cabul kepada laki laki lain dan diluar sepengetahuanku.

Aku harus membuka semuanya sekarang. Aku harus merebut istriku kembali dan membawanya kembali menjadi Sari yang kucintai.

"Dan ayah juga gak suka kalau kamu sering ketemuan sama Fauzi." Kataku sambil menatap matanya.

"Loh..?" Sari benar benar terkejut mendengar ucapanku.

"Kata siapa bunda sering ke rumahnya Uzi? Jangan asal nuduh.." kata Sari dengan wajah gugup.

"Nuduh ya..? Gini, disamping meja rias ada plastik ijo dari toko 'SERBA BAJU'. Isinya pakean baru seukuran kamu n Raka. Darimana?" Tanyaku berlagak santai.

"Dari Uuzii.. dia bilang gak enak kalo kalo kita mulu yang ngasih jajan, sekali sekali dia yang jajanin kita katanya." Jawab Sari tanpa ada nada gugup. Ini artinya Sari berkata jujur.

Berarti, Fauzi yang menemukan pakaian itu dirumahnya. Malah bisa jadi dia juga sudah curiga kalau aku sudah memergoki mereka. Tapi yang aneh menurutku, kenapa pakaian itu malah diberikan ke Sari? Apa Fauzi berfikir aku pasti akan diam saja mengetahui pakaian yang sebenarnya kubelikan untuk anak dan istriku yang malah diakuinya sebagai pemberian dia. Seperti halnya aku yang diam saja melihat perselingkuhan mereka didepan mataku sendiri.
Mungkin.. bisa jadi Fauzi berfikir seperti itu.

Kalau begitu, Fauzi salah karena mengira aku diam saja.

"Kapan Fauzi kasih pakean itu ke kamu?" Tanyaku kepada Sari.

"Kemaren.. kenapa sih Yah? Bunda jadi deg degan.." jawab Sari dengan wajah khawatir.

"Kamu tau kenapa ayah pulang kemaren? Karna sakit kepala. Lita nyuruh ayah istirahat total trus nyuruh masuk kantor lagi nanti hari senin n disuruh langsung berangkat ke kantor pusat di Jakarta. Alhamdulillahnya, ayah naek pangkat lagi, dari supir pribadi Lita, naek ke asistennya dia. Nah, kemaren ayah dianter pulang sama sopir kantor sampe Sadang. Ayah mampir ke toko baju, beli baju baru buat kamu n Raka. Gak tau kenapa, ayah tau tau pengen mampir ke rumah sodara kamu itu si Uzi, pengen ngomongin soal Lita, ayah gak suka cara Uzi yang terlalu gamblang kalo lagi ngomongin Lita didepan kamu. Ayah mau ajak dia ngomong baik baik. Begitu sampe rumah dia, yang ayah dapetin malah kamu lagi ngisepin punyanya si Uzi. Kamu lagi enak enakkan sama Uzi. Jadi, pakean yang kamu bawa itu sebenernya ayah yang beli. Tapi gara gara syok ngeliat kamu sama Fauzi, ayah pergi gitu aj sampe lupa sama pakean itu."

Aku benar benar menahan emosi dan sakit dalam hati ketika mengatakan itu pada istriku. Pria mana yang sanggup melihat istri tercintanya bercinta didepan mata tanpa ada rasa marah dan sakit hati?

Tiba tiba Sari bersungkur dikakiku dan menangis, bahunya bergetar karena tangisannya itu.

"Maafin bunda Yah, hiks hiks.. bunda khilaf.. bunda salah.. bunda gelap mata.. bunda kebablasan.. hiks hiks.." Dengan terbata bata Sari memohon maaf sampai sujud sujud di telapak kakiku.

Hhhh... aku jadi kasihan melihat istriku ini. Perubahannya ini diawali karena keinginan dan usahanya dalam mencarikanku pekerjaan. Sayangnya, orang yang bersedia menolong kami itu ternyata orang yang mempunyai niat terselubung untuk Sari. Lebih parahnya, orang itu masihlah kerabat dekat Sari. Aku jadi menyalahkan diriku sendiri, karena seandainya aku mengambil tawaran pekerjaan dari Tyo waktu dulu, mungkin takkan seperti ini kejadiannya. Tapi seperti kata orang tua dahulu, manusia tak akan pernah bisa berkembang tanpa merasakan tumbang.

Sari tak henti hentinya menangis dikakiku dan memohon maaf atas segala perbuatannya dibelakangku bersama Fauzi.

Sebenarnya ingin kubiarkan Sari. Ingin kuacuhkan permintaan maaf Sari, bahkan ingin kucampakkan Sari dari hidupku. Tapi memori memori tentang perjalanan rumah tangga kami membuatku urung untuk bersikap buruk terhadap istriku.

Ketika aku susah, Sari tak pernah pergi dariku. Ketika aku lapar, diapun memaksakan diri untuk ikut lapar bersamaku sekalipun masih tersisa nasi satu sendok dan gorengan tahu dua potong, tak akan dia sentuh secuilpun kalau aku tak ikut makan bersamanya. Ketika aku benar benar berjuang keras mencari nafkah dengan menjadi pekerja kasar dengan upah minim, Sari selalu mengucap syukur dengan berapapun hasil yang aku bawa pulang. Ketika aku merasa jatuh terpuruk karena ketidakmampuanku mengurus keluarga kecilku, Sari selalu tersenyum kepadaku dan menguatkan hatiku dengan kata kata lembut. Bahkan aku masih ingat kata katanya kala itu..

"Jangan putus asa sayang, setiap makhluk hidup ud diberi jatah rejekinya masing masing. Makhluk yang hidup di darat pasti ada rejekinya, yang hidup didalam air pasti ada rejekinya, yang hidup di udara pasti ada rejekinya. Malahan, yang hidup di tembok model cicek pun pasti ada rejekinya. Kita cuma perlu nyari.. jangan putus asa ya Ayah sayang.. Bunda pasti bakal ngedampingin ayah berjuang demi masa depan kita n anak anak kita nanti."

Air mataku menetes mengingat masa masa sulitku bersama Sari. Jangankan untuk membelikan dia baju sebanyak satu pasang, sekedar membelikan dia celana dalam satu lembarpun aku tak mampu kala itu.

Kini, ketika aku mulai mampu untuk memenuhi segala kebutuhannya, akan sangat tak tahu diri rasanya jika aku harus mencampakkan Sari meskipun dia telah melakukan kesalahan besar dibelakangku. Sari telah membuang masa bahagianya dengan memilih menikah dan hidup susah denganku. Kemana hati nuraniku jika aku membuang dirinya sekarang justru ketika aku mulai beranjak mampu?

"Huuuhuuuhuuu.. ampun Ayaahhh.. bunda udah bikin dosa sama ayaaahh.. ampuuunnn.." Sari masih memeluk kakiku sambil tetap meminta ampun kepadaku dan terus menangis. Bahkan, kini anakku juga ikut menangis. Kucium ubun ubun Raka dengan sepenuh penuhnya rasa sayangku pada anakku ini

'Apa yang membuatmu menangis nak? Kesedihanmu melihat ibumu karena melakukan kesalahan besar, atau permohonanmu pada ayah agar ayah memaafkannya? Atau.. kamu takut kami akan berpisah nak?'

'Tidak nak, tidak.. ayah tidak akan melepaskan bunda. Bunda hanya khilaf, dan ayah hanya perlu menyadarkan bunda kembali. Tapi, masih ada yang harus ayah pastikan dulu kepada bunda.' Kataku melalui bathin kepada Raka.

Akupun sedikit menunduk dan meminta Sari untuk bangun berdiri. Sari tak mau berdiri malah tambah kencang tangisannya di kakiku.

"Bunda... udahlah.. udah.."
"Ayah maafin bunda kalo bunda mau jawab satu lagi pertanyaan dari ayah.." kataku menahan sakit hati dan isak tangisku sendiri.

Kubiarkan Sari sejenak sampai tangisnya mulai reda dan hanya menyisakan senggukan senggukan kecil.

"Tanya apa Yah.. bunda khilaf.. bunda minta ma'aaaffff.. huuuuhuhu.. hiks.." kata Sari disela senggukannya.

"Kamu udah sempet nyampur sama Fauzi? Jawab aj yang jujur, ayah udah siap hati.." kataku sedikit ragu soal kesiapan hati.

"Astagfirullah ayaaahh.. huuuhhuhu.."

Tiba tiba Sari bangun dan beranjak setengah berlari menuju ke kamar. Aku pindah ke ruang tamu karena berfikir Sari pasti terkejut dengan pertanyaanku dan memilih untuk tak menjawabnya. Tapi ternyata dugaanku salah, Sari keluar dengan memakai pakaian untuk ibadah dan pergi ke belakang, mungkin mengambil air suci fikirku.

Tak lama berselang, Sari kembali ke dalam kamar dan keluar lagi seraya memegang Kitab Suci. Aku paham maksud Sari, namun aku ingin tahu sejauh mana keberanian dia untuk bersumpah diatas Kitab Suci. Kalau dia hanya menggertak dengan harapan aku melarangnya mengucap sumpah karena takut terjadi apa apa, maka dia salah. Kubiarkan dia.

Sari duduk bersimpuh di bawahku yang kini duduk di kursi tamu, dia menatap mataku dan memegang Kitab Suci diatas kepalanya.

"Demi Tuhan, demi Tuhan yang nyawa hamba ada ditanganNya, hamba bersumpah, hiks.. hiks.. hamm...bha bersumpphaahh.."

Kupejamkan kedua mataku, terpukul hatiku melihat Sari seperti ini. Namun aku juga butuh kepastian akan kejujurannya.

Kejujuran diatas Kitab Suci.

Kukuatkan hatiku dan kembali menatap matanya. Sari meneruskan sumpahnya dengan terbata bata.

"Kalo hamba sudah..hiks.. sudah berzinah sama hikss.. huuhuhu.. sama Fauzi atau laki laki laen, hambha relaa.. hikshiks.. hamba rela kemaluan hambha jadi busuk.. hikss.. busuk ga ada obatnya sampe hamba mati.. hikss.. huuuuuaaahhh.." jerit tangis Sari meledak setelah dia selesai mengucapkan sumpahnya diatas Kitab Suci dan memeluk kakiku.

Raka kembali menangis, akupun kembali meneteskan air mata seraya mengucap beribu syukur karena dia tidak bersetubuh dengan Fauzi.


. . .



__________¤¤_________



"Oke ya mas Bayu, selamat bergabung di divisi sales. Semoga mbak Lita mau menurunkan ilmu ilmunya tentang pemasaran produk kita ke mas Bayu, sehingga mas Bayu juga bisa jadi sales dengan kemampuan mumpuni seperti mbak Lita. Jarang jarang lho mbak Lita ambil asisten.. ya nggak mbak?" Kata Ibu Siska ketika menyalamiku dan menganggukan kepala kepada Lita.

"Iya ya mbak.. udah berapa taon sih aku jalan sendiri?" Tanya Lita kepada rekan sejawatnya ini.

"Ada kali 4 taon.. mbak Lita galak sih.. hihihi.." kata Bu Siska cekikikan menggoda Lita.

"Iiihhh.. emang aku galak apa? Emang aku galak Bay?" Lita kini malah bertanya padaku.

Kalau pertanyaan itu ada di luar kantor, pasti akan kujawab galak banget, banget pake horny malah. Tapi berhubung dikantor..

"Nggak kok Bu, Ibu Lita cuma tegas kalau menyangkut soal kerjaan. Wajar sih.. namanya juga tuntutan kerjaannya Bu Lita kok Bu Siska" Kataku kepada dua wanita cantik ini.

"See... gak galak kok.. tuh Bayunya aja bilang gitu.." kata Lita kepada Bu Santi.

"Iyee iyee.. hahaha.. oh iya Mas Bayu, tolong jangan panggil saya Ibu, panggil nama atau minimal mbak aja ya. Kita disini selalu menjaga kebersamaan. Kalo manggil ibu kan kayaknya ada jeda atasan bawahan tuh.. gak enak.." kata Bu Siska, atau Mbak Siska kepadaku.

"Atau panggil tante aj Bay.. hihihi.." kata Lita menimpali. Aku hanya tersenyum menyaksikan dua wanita ini malah bercanda di depanku.

Dan seperti inilah pekerjaanku mulai saat ini. Menjadi asisten Sales Manager bernama Earlytha Fitri Anggraini. Dari hasil briefing tadi, disepakati bahwa Lita akan pindah ke kantor di Cikarang sampai satu tahun ke depan. Setidaknya menurut Lita, butuh waktu satu tahun bagi Lita untuk mengajariku menjadi sales yang handal. Dan itu termasuk waktu yang singkat menurut Mbak Siska. Untuk fasilitas fasilitas yang aku dapatkan, selain mess yang akhirnya dipindah ke perumahan yang sama dengan Lita, dan gaji yang dinaikkan sebanyak satu digit serta hitung hitungan komisi, akupun mendapat fasilitas satu unit mobil yang bisa kubawa wara wiri kesana kemari. Hanya saja untuk mobil, Lita memintaku agar diparkir dikantor Cikarang saja sementara waktu. Dan aku diminta tetap bersamanya kemanapun nantinya sampai Lita merasa aku sudah siap untuk dilepas sendiri. Aku sih oke oke saja.
Setelah tanda tangan sana sini, aku dan Lita pergi keluar mencari makan menggunakan mobilnya. Mobil dinasku hanya tinggal menunggu tanda tangan dari sang big bos saja. Dan warung makan sate kambing di daerah Tanah Abang menjadi pilihan kami berdua.

"Yeeeee... selamat ya Bay, akhirnya kamu jadi asisten aku beneran. Puas deh rasanya aku.." kata Lita menepuk nepuk pundakku.

"Hhh.. sebenernya gak percaya juga sih aku.. kerja belum juga genap setaon disini, udah ngerasain 3 jabatan. OB plus plus, supir pribadi plus plus, sekarang jadi asisten sales. Belom tau nih nanti, pake plus plus juga apa nggak deh.." kataku sambil membaca daftar menu.

"Hihihihi.. iya yah.. jabatan kamu plus plus semua yah.. baru nyadar aku.. ya yang sekarang juga plus plus doong.. kan orangnya juga punya nilai plus.." kata Lita melihatku sambil menaik naikkan alis matanya yang hitam.

"Hadeehh.. kamu yakin Lit aku mampu?" Tanyaku sedikit ragu soal kemampuanku berkecimpung di dunia sales persalesan.

"Yakin lah.. kalo gak yakin mah ngapain aku ngajuin ke bapak buat promosiin kamu.. kamu mau nambah tongseng gak Bay?" Kata Lita sambil menulis pesanannya di selembar kertas pesanan.

"Boleh.." jawabku dan langsung kusambung,

"Bapak?? Bigboss maksudnya? Kamu ngomong langsung ke bigboss soal aku?" Tanyaku sedikit terkejut.

"Iya.. kenapa? Masalah..??" Tanya Lita sambil menyerahkan kertas pesanan kepada pelayan rumah makan.

Aku hanya garuk garuk saja. Pantas saja begitu mudahnya aku pindah divisi. Ternyata Lita mengajukan promosi untukku langsung ke bigboss perusahaan. Apalagi Lita ini adalah tangan kanannya sang bigboss, pasti di ACC lah.

"Lita.. kamu bisa nilai aku jadi sales darimana? Aku nol pengalaman lho soal ini.." tanyaku penasaran.

"Inget Pak Tyo? Dari cara bicara kamu ke pak Tyo yang waktu itu ngeliatin susu aku n kamu tegur dia pake bahasa formal.." Lita mendekatkan tubuhnya ke samping tubuhku dan sedikit menurunkan volume suaranya waktu menyebut 'susu'.

"Inget.." jawabku pada Lita, bahkan bukan cuma itu yang aku ingat, gara gara Lita memberitahuku bagaimana dia bisa menilaiku tadi membuat aku juga teringat soal Tyo.. dan Fitri.

Dan gara gara itu juga aku teringat soal pesan Fitri. Apa aku temui hari ini aja ya? Mumpung aku di Jakarta.

"Oiya Bay, gimana kabar istri kamu? Sehatkah? Udah baikkan belom? Terakhir yang aku tau kamu kan lagi ribut tuh sama istri kamu sebelum kamu sakit." Tanya Lita kepadaku.

Gara gara Lita menanyakan itu, aku jadi ingat kejadian dimana aku hampir saja menyetubuhi Lita di rumahnya di Kemang. Dan itu membuatku sedikit malu jadinya.

"Baik kok, sehat semua alhamdulillah.." kataku tersenyum menjawab pertanyaan Lita.

"Ooh.. ywdah syukur deh." Kata Lita.

Otakku kini kepikiran soal pesan Fitri, apa aku ijin saja ya sama Lita untuk pergi sebentar nanti?

"Emmm.. Lit, aku boleh nanya gak?" Tanyaku sedikit ragu.

"Boleh, tanya aj.." kata Lita sambil membantu sang pelayan rumah makan menyusun pesanan kami di atas meja.

"Gini Lit, aku mau ijin sebentar nanti. Ada urusan di rumah temen lama. Mumpung aku di Jakarta juga sih soalnya." Kataku harap harap cemas.

"Hmm... kamu itu mau nanya apa mau izin sih? Ngomongnya mau nanya, kok yang disampein malah izin.. lucu ih kamu.." kata Lita sambil menggigit satu tusuk sate dan menyeret dagingnya keluar dari tusukannya.

"Eh.. oiya ya.. hehehe.. yaudah pokoknya gitu deh.." kataku sedikit bloon.

"Yaelah Bayu, izin yang lama juga gapapa kok. Hari ini kamu free sebenernya. Kamu baru aktif jadi asisten aku tuh besok. So.. silahkan pergi kemanapun kamu suka, asal kembalinya nanti tetep ke aku." Cling.. Lita mengedipkan sebelah matanya kepadaku.

"Pret.." kataku yang disambut dengan tawa dari Lita.

"Jadi bener nih boleh?" Aku memastikan kembali.

"Bawel ish.. makan dulu tuh satenya.. keburu dingin nanti." Kata Lita jengkel.

"Aku ngeri Lit, gak berani makan sate kambing."

"Lho.. kenapa? Takut susuknya luntur? Basiiii.." kata Lita sambil melempar remasan tissu kearahku.

"Bukan, bukan itu.. sini aku kasih tau.." kataku sambil memberi kode agar Lita mendekatkan wajahnya kepadaku.

"Hmm?? Apa sih?.." Lita mendekatkan wajahnya. Aku pura pura tengok kiri kanan seolah takut ada yang mencuri dengar.

"Aku takut ngaceng.. gak ada yang ngocokin nanti.." setengah berbisik kugoda Lita tanpa merasa harus malu. Kebiasaan sih..

"PREETTT..PRETPRETPREEETTTT.." Kata Lita dengan nada dongkol.

Aku tertawa melihat ekspresi lucu dari Lita. Dan kamipun melanjutkan acara makan siang kami dengan hati yang riang.


______¤¤_____


Lampu merah Jl. Panjang baru saja berubah menjadi hijau. Kutekan pedal gas dan melaju dengan kecepatan sedang di lajur kanan menuju Kebon Jeruk, menuju apartemen Fitri.

Satu jam yang lalu, setelah makan siang dengan Lita kami kembali ke kantor pusat untuk membereskan dokumen kenaikanku dan serah terima kunci kendaraan dengan divisi GA. Karena aku ada urusan, Lita memutuskan untuk tinggal dikantor dan kembali mengingatkanku agar jangan terlambat besok pagi untuk briefing awal di kantor Cikarang. Aku acungkan kedua jempolku kepada Lita sebagai tanda OK dan berterima kasih padanya.

Setelah ambil mobil dan mulai keluar kantor, aku menelpon Fitri.


Tuuuut... tuuuuut... tuuuut..


"Hallo..?" Suara Fitri terdengar lembut ditelingaku. Aku diam.. aku diam karena meresapi rasa yang pernah kutinggalkan di kota ini kembali datang menghampiri dan mulai menyelimuti hati.

"Hallo.. Bey??" Fitri memanggil namaku.

"Iya.. hallo.." kataku dengan suara lembut.

"Hmm.. dimana?" Tanya Fitri.

"Mmmm.. di jalan." Jawabku.

".... Mau kemana?" Tanya Fitri lagi.

"Mmmh.. mauu.. nunggu kabar dari kamu.."
Hatiku degdeg ser mengatakan itu, karena amat sangat jarang aku memakai kata kata 'aku - kamu' kepada Fitri kecuali untuk urusan yang sangat pribadi dan mendalam.

Fitri terdiam selama beberapa detik, kemudian suara lembut itu kembali terdengar di telingaku dan membuat dadaku berdebar lebih cepat.

"Aku juga.. aku juga nunggu kabar dari kamu.." Fitri kembali diam setelah mengatakan itu.

Aku grogi harus berkata apa lagi pada Fitri.

"Mmmhh... aku ada di Jakarta sekarang, udah sampe Senayan." Kataku memberitahu posisiku saat ini.


Hening....



"Oohh.. mmhh.. mau kemana?" Tanya Fitri lagi. Dari cara bicaranya, jelas sekali kalau dia juga grogi.

"... Mau ke kamu.." Entahlah, aku juga bingung sendiri soal maksud dari ucapanku itu.


Hening...


"Mmhh... Aku di apartemen.." Kata Fitri memberi tahu posisinya.

"... Yaudah aku kesana.." kataku kemudian.

"Iyah.." jawab Fitri.

"Eh Bey.." Fitri buru buru memanggilku tepat sebelum aku menutup telponku.

"Iya.." kataku sambil kembali menempelkan HP di telingaku.

"Kamu gak ngasih tau Tyo kalo kita mau ketemuan kan?" Tanya Fitri.



"Eh..??"




Yassallaammm.
 
Waduh update kali ini ada kode keras nih dari TS nya, kalau sari udah engga akan binal lagi.

Mudah-mudah'n engga banyak yg kecewa si. Dan knp bey engga tau ya kalau uzi mampir kerumah kemarin kasih kantong belanjaan apa lagi baju sari mengundang lagi waktu masak, berasa ada yg janggal bikin fantasi dan imajinasi liar berseleweran aja hahaha...

Thx om updatenya.
:beer:
 
Waduuh, sari gmn kabarnya? jangan tinggalin sari bay. Saya baca dari awal gmn gmn ts ngebentuk karakter sari yang baik, lugu dan cinta sama bayu. Ceritain sari lagi hu part selanjutnya. Tapi yang di ceritain kebanyakan lita sama fitri. Siapa pemeran utama wanitanya sebenernya, masih misteri.. makasih updatenya suhu Buyuk.
 
Bimabet
Wkkk kacau si pitcung beneran bini si tyo, si fauzi beneran parah, ga takut ketahuan ibey, atau sengaja biar ibey sama sari bubar sekalian, si ibey apa ga kuatir ya si sari ga diajak pindah sekalian, ts pinter nih setelah bikin ambyar reader dengan sepongan dan jilmek sari, dikasih angin surga kalau belum nyelup, habis itu dibikin ambyar lagi fauzi pasti tetap akan nagih perjanjiannya bisa saja saat itu akan terjadi pencelupan 🤣
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd