Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT A.K.A.R.

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
A.K.A.R
Bagian delapan belas​





"Demi apa lu Sari titip salam sayang buat gw?" Sari bertanya kepadaku.

"Demi Tuhan Fit.. gw gak perlu bohong ke elu kalo soal itu" kataku meyakinkan.

"Waalaikumsalam.." kata Fitri begitu merasa bahwa aku tidaklah berbohong kepadanya. Fitri seperti merenung namun dengan bibir tersenyum. Aku yakin pasti dia merasa senang karena akhirnya Sari bisa menerima permintaan maaf darinya. Namun ternyata senyum itu tak berlangsung lama, raut wajah Fitri berubah muram dan tatapannya seperti kosong. Fitri bertanya kembali kepadaku,

"Berarti, Sari tau kalo kita ada janji buat ketemuan?" Katanya tanpa melihatku.

"Iya.. kenapa Fit? Bukannya itu yang elu n gw mau?" Kataku sedikit heran.
Fitri menarik nafas.. "Hhh.. lu sadar gak sih? Posisi kita masih telanjang bulet Bey.. Daritadi lu cerita ke gw soal Sari yang selingkuh, nah kita ini lagi ngapain?"

"Dosa banget gw sama Sari Bey.." kata Fitri kini sambil menatapku.

Aku terkejut mendengar perkataan Fitri, ucapan Fitri sangat menampar wajahku. Benar benar bebal otakku sampai sampai tak berfikir sampai kesitu. Benar benar tertutup hatiku sampai sampai aku merasa bahwa aku ini manusia paling benar sealam jagad. Benar benar rusak mataku sampai sampai semut yang diujung semesta dapat terlihat jelas olehku sementara kotoran gajah yang menggunung di depan wajah tak dapat kulihat barang secuil.

Percuma rasanya aku membiarkan Sari mengucap sumpah diatas kitab suci mengenai kebenaran dirinya tentang persetubuhannya dengan Fauzi sementara aku malah asik bersetubuh disini dengan wanita lain yang bukan istriku.

Percuma rasanya aku sakit hati menyaksikan Sari berselingkuh dengan Fauzi sementara tak pernah kubayangkan bagaimana sakit hatinya Sari seandainya dia melihatku bersama Fitri disini.

"Ya Tuhan..." kataku sambil menarik rambut ke belakang kepalaku.

Seandainya bukan diatas ranjang dan dalam kondisi telanjang bulat di apartemen Fitri, mungkin aku masih bisa mencari pembenaran atas pertemuanku dengan Fitri hari ini. Karena Aku bisa saja membantah hatiku sendiri kalau aku sedang curhat dengan sahabat lamaku. Tapi.. kondisi kami, keadaan kami, serta perbuatan kami sebelum ini tidaklah mencerminkan kalau Fitri hanya sekadar sahabat lama bagiku.

Hatiku sakit... lalu Fitri berkata padaku,

"Nasi udah jadi bubur Bey, mau nyesel kaya gimana juga gak bakal ngebalikin kejadian yang udah dua kali kita lakuin. Kalo yang pertama dulu, mungkin gw masih bisa maklum karna gw blom ngedapetin maaf dari Sari. Tapi kalo hari ini?? Setelah lu bilang kalo Sari titip salam sayang buat gw, ga tau deh gw masih sanggup ngeliat muka Sari apa nggak seandainya gw ketemu dia nanti." Kata Fitri seraya beranjak dari kasur menuju kamar mandi dan memakai selimut sebagai penutup tubuhnya.

Aku yang masih terkejut ikut beranjak menuju ruang depan dan memakai celanaku yang tertinggal disana. Aku menunggu Fitri keluar dari kamar mandi. Fikiranku kacau, niat awalku menemui Fitri adalah atas permintaan Fitri melalui pesan tempo hari sekaligus ingin menanyakan perihal status hubungannya dengan Tyo, tapi yang terjadi kini malah aku terbawa emosi dan membiarkan diriku hanyut bersama kenangan kenangan mesumku dengan Fitri yang justru hadir sendiri dalam kepalaku tanpa dorongan apapun dari Fitri.

Fitri menyusulku ke ruang depan dengan berpakaian lengkap kemudian duduk di sofa sebelah seberang sofaku. Tatapannya menuju entah kemana dan kulihat matanya seperti sedikit sembab. Mungkin dia habis menangis di kamar mandi tadi fikirku. Aku mencoba mengalihkan topik pembicaraan agar dia tak terus terusan merasa bersalah dengan situasi ini.

"Ngomong ngomong, soal pesen lu terakhir buat gw, apa yang mau lu bahas ke gw Fit? Soal Tyo ya?" Kataku dengan nada kubuat sebiasa mungkin.

"Hufft... Bey, masalah rumah tangga lu antara Sari n sodaranya jauh lebih penting ketimbang masalah yang mau gw bahas ke elu kemaren. Lu lupain aj soal pesen gw itu. N satu lagi, kita jangan dulu komunikasi sampe masalah rumah tangga lu bener bener kelar. Lagian, gw gak mau Sari sakit hati gara gara kelakuan kita. Meskipun dia gak tau, tapi hati nurani gw tetep ngerasa dosa gw sama Sari gak bakal bisa ilang gitu aj. Kita jangan dulu ketemuan.. gapapa kan?" Kata Fitri seraya menghembuskan nafas.

"Oke, gw paham, gw ngerti.. tapi diluar masalah itu, ada satu lagi sih yang mau gw tanyain..." aku diam sejenak menunggu respon darinya. Karena Fitri cuma diam saja seperti menunggu lanjutan perkataanku, akupun meneruskan perkataanku.

"Waktu pertama kali gw kesini n nginep dulu, lu bilang kalo lu udah punya suami. Kalo boleh tau, siapa Fit? Tyo kah?"

Wajah Fitri berubah menjadi kaku dan tegang seketika, dengan nada serius dia menatapku dan berkata,

"Bey..!!! Sempet sempetnya lu nanya kaya gitu sekarang? Sempet sempetnya lu nanya soal laki gw setelah rasa bersalah gw buat Sari karna kita udah ngewe dua kali? Siapa laki gw itu bukan urusan yang harus difikirin atau dijawab sekarang Bey !! Sebelum masalah rumah tangga lu selesai, jangan dulu mikirin hal laen yang adanya di luar kehidupan lu. Gak penting siapa laki gw, gak penting sama siapa gw kawin. Yang penting itu, urusin dulu masalah rumah tangga lu yang hampir rusak.!! Dewasa ngapa Bey..!!" Wajah Fitri memerah karena marahnya kepadaku.

Sebenarnya, aku paham apa maksudnya, aku paham bagaimana perasaannya sekarang melihat kondisi rumah tanggaku dengan Sari, lebih lebih Fitri sedang dilanda rasa bersalah kepada Sari karena persetubuhannya denganku tadi. Namun, aku tersinggung dengan nada ucapannya yang meninggi, aku tak siap mendengar dia seperti membentak dan seolah mengajariku tentang rumah tangga.

Aku mendengus kesal tak terima.

"Yaudah, kalo emang gak mau bahas itu, lu gak perlu marah marah juga.." kataku pada Fitri.

"Gw bukannya marah B.." belum sempat dia menyelesaikan sanggahannya, aku langsung memotong.

"Udahlah, sori aj kalo gw bikin lu kesel. Cukup tau aj. Gw balik aj langsung." Kataku sambil merapihkan kemeja dan bersiap kembali ke Cikarang.

Fitri tak menyahut, makin tak betah aku disini.

"Terakhir Fit, terakhir.. Lu tau nomer gw dari mana?" Pertanyaann terakhirku itu hanya dijawab oleh pandangan Fitri ke sembarang arah tanpa membuka bibirnya barang sedikit.

Aku benar benar jengkel dengan Fitri. Tanpa banyak basa basi aku melangkah menuju pintu keluar, Fitri mengekor dibelakangku. Namun, baru dua sampai tiga langkah aku melewati pintu apartemen Fitri, Fitri memanggilku dan meminta maaf kepadaku.

"Bey.. maaf kalo gw sedikit marah tadi. Harusnya lu bisa paham hati gw karna cuma elu yang paling kenal siapa n gimana gw. Gw cuma pengen lu bisa milah n milih tingkat urgensi setiap problem yang lagi lu hadepin Bey. Ini bukan cerita panas atau film bokep yang ujug ujug ketemu n ngeseks tapi gak mikir siapa kita, resiko apa yang kita tanggung n efek apa yang bakal kejadian nanti di depan. Semua ada konsekwensinya, semua ada karmanya."

Aku berhenti untuk mendengarkan perkataannya tanpa menoleh sedikitpun ke arahnya.

"Gw dapet nomer lu dari Grup Alumni Sekolah. Pas Tyo masukin nomer lu n diumumin sama dia kalo itu nomer lu, banyak anak anak yang nanyain kabar lu n Sari disono."

'Klek..' terdengar suara pintu yang ditutup. Akupun menghela nafas dan melanjutkan langkahku keluar dari sini dan mencoba keluar dari semua masalah ini satu persatu. Seperti kata Fitri, aku harus melihat tingkat urgensinya. Dan saat ini, Fauzi adalah masalah yang paling urgent menurutku.



____________¤¤____________



Hari ini dikantor Cikarang, aku melaksanakan tugas pertamaku sebagai asisten Lita, yaiti mengikuti briefing mingguan guna membahas rencana pekerjaan dan tindak lanjut dari pekerjaan yang sudah diselesaikan atau sedang dikerjakan minggu kemarin. Namun, aku tak benar benar fokus mengikuti briefing ini karena fikiranku masih dipenuhi oleh kata kata pedas Fitri kemarin. Lita bahkan menginjak kencang ujung sepatuku ketika aku mendapat pertanyaan bagaimana perasaanku ketika diangkat menjadi asisten Manager Sales oleh pak Suhadi.

"Adu... eh.. saya terkejut pak. Sangat tak menyangka kalau saya akan dibegitukan oleh Ibu Lita." Kataku ceplas ceplos ketika sadar bahwa pak Suhadi bertanya kepadaku.

"Dibegitukan?? Maksud kamu dibegitukan bagaimana Bay?" Tanya pak Suhadi sambil memicingkan matanya kepadaku.

Fitri kembali menginjak ujung sepatuku dengan ujung hak nya yang lancip. Kalau tidak sedang briefing, mungkin aku akan mengaduh kesakitan.

"Mmm.. maksud saya, saya tak menyangka kalau saya akan menjadi asisten Ibu Lita pak. Tapi, saya akan menjadikan hal yang tak terduga ini sebagai motivasi saya untuk belajar lebih baik dan meniti karier di perusahaan ini pak." Kataku gugup menahan sakit.

"Hmm.. good. Pertahankan Bay, saya melihat kamu punya kemampuan bagus dalam menata bahasa dan kata kata. Hal itu sangat penting ketika kita berbicara langsung dengan customer dilapangan nanti." Puji pak Suhadi kepadaku.

"Baik pak. Terima kasih banyak." Kataku malu malu sekaligus lega karena Lita melepaskan injakannya di ujung sepatuku.

"Baik, briefing kita tutup. Silahkan kalian koordinasikan pekerjaan kalian masing masing dengan pihak pihak terkait." Kata pak Suhadi menutup briefing.

Kami para sales pun membubarkan diri. Kecuali Lita, dia memintaku masuk ke dalam ruangan jajahannya dengan nada sedikit ketus.

"Masuk ke ruangan saya dulu kamu."

"Baik bu.." aku mengangguk saja dan berjalan mengekor di belakangnya dan diantara lenggokan pinggul Lita yang aduhai.

"Buat lu, buat gw, buat lu, buat gw, buat lu, buat gw.."

Kampret, aku malah menghitung lenggokan pinggul Lita dan mulai terkontaminasi oleh Agus,admin sales cabul di lantai bawah itu.

Klek... aku menutup pintu ruangan dan menyiapkan kuping agar kuat menerima omelan Lita. Aku paham betul kalau Lita adalah wanita karier yang amat profesional. Tak perduli sedekat apapun hubungan kami sebelum ini, namun jika ada yang salah dalam perkerjaanku, pasti akan habis aku dimarahi olehnya.

Bukan satu atau dua kali aku merasakan semprotan Lita gara gara aku salah alamat ketika mengantarnya ke kantor customer atau telat ketika menjemputnya sehabis meeting semasa aku menjadi driver pribadinya kemarin kemarin.

Lita menatapku tajam sambil bertolak pinggang. Dua buah payudaranya semakin maju menantang seiring kemejanya yang tertarik ke belakang. Padahal jarak kami hanya sekitar empat puluh centimeter saja. Namun pemandangan indah dan sedekat itu tak mampu merubah aura horor yang langsung terasa memenuhui ruangan ini.

"Coba geleng geleng.." kata Lita kepadaku.

"Hweh..??" Kataku melongo kepadanya.

"Kepala kamu, coba kamu geleng gelengin.." jelas Lita sekali lagi kepadaku seraya mendekatkan telinganya ke depan wajahku.

Aku mengikuti kemauannya meskipun dengan hati yang bingung.

"Normal.." kata Lita setelah aku menggeleng gelengkan kepalaku beberapa kali.

"Kenapa sih..?" Tanyaku heran.

"Pengen denger isi kepala kamu itu , ada bunyi 'klotak klotek' apa ngga. Kalo bunyi berarti ada baut yang kendor atau otak kamu berubah makin kecil tiap hari." Katanya lucu namun tetap dengan mimik setengah serius.

"Eh.. masa sih?" Akupun menggeleng gelengkan kepalaku lagi beberapa kali lagi di hadapannya.

Lita tersenyum menahan tawa dan bertanya,

"Ada bunyi klotak kloteknya gak?"

"Gak ada.." jawabku lugu.

"Berarti otak kamu ilang.. udah kosong tuh isi kepala. Dasar asisten baru, oon kok di buat buat.." kata Lita seraya menunjuk nunjuk dahiku.

"Hehehe.. bisa aj bos.. saya cowel juga nih susunya.." kataku menggoda Lita dengan menggerak gerakkan jari telunjukku di depan payudaranya.

"Masih pagi.. jangan macem macem. Duduk sini.." kata Lita kemudian menyuruhku duduk di kursi depan meja kerjanya.

Aku duduk dan bersikap santai.

"Kamu ribut lagi sama istri kamu?" Tembak Lita tiba tiba.

Aku jujur saja jadi kaget

"Dih.. sotoy.. kata siapa aku lagi ribut sama istri aku?" Kataku mengelak. Meskipun bukan 'ribut', tapi kejadian semalam dengan Fitri memang membuat fikiranku sedikit tak fokus pagi ini. Ditambah lagi dengan Fauzi..

Fauzi.. Oh iya, masih ada dia yang harus kubereskan.
Bangke, aku jadi sempat lupa sama monyet satu itu.

"Kan aku udah bilang, terlalu mudah buat nebak kamu Bay.. ada apa? Sharing ke aku, bukannya aku pengen ikut campur sama urusan pribadi kamu. Tapi aku gak mau kinerja kamu malah jadi keganggu gara gara fikiran kamu kemana mana nantinya. Apalagi kan ini hari pertama kamu jadi asisiten aku. Kemana fokus kamu yang dulu? Inget, yang ngerekomendasiin kamu naik itu aku loh. Jadi ada nama aku disetiap penilaian kinerja kamu ke depannya. Jangan bikin aku nyesel karna udah milih kamu. So, ada apa?" Tanya Lita lebih lembut namun bernada ancaman.

Sekilas ingin rasanya kuperlihatkan video cabul Lita yang didapatkan Sari istriku dari Fauzi, namun entah akal sehat atau entah hati kecilku kembali menarik keinginan itu. Kenapa? Aku masih merasa punya 'hutang jasa' kepada Fauzi, perkara Fauzi sudah mendapat 'bonus licin' melalui Sari itu adalah... entahlah... aku merasa itu adalah perkara lain. Lagipula, aku merasa tak enak hati jika nanti seandainya Lita tahu bahwa video cabulnya ada ditangan Fauzi, otomatis Lita pasti akan marah besar dan tak akan melepaskan Fauzi begitu saja. Kalau sudah begitu, pastinya keluarga besar Fauzi akan geger dan ujung ujungnya pasti mereka akan tahu kalau video itu dibocorkan kepada Lita olehku. Dan masalah itu juga pasti akan merembet ke keluarga Sari sebagai bagian dari keluarganya Fauzi. Lalu siapa yang akan ditunjuk sebagai biang keladi? Pasti aku, pasti aku akan di cap sebagai makhluk paling tidak tahu diri dan tidak tahu terima kasih kepada orang yang sudah membantu mencarikan pekerjaan untukku. Ditambah, keluarga Sari pasti ikut ikutan akan dimusuhi oleh keluarga Fauzi karena perbuatanku. Dan aku tak mau menambah beban fikiran Umi yang semakin hari semakin menua. Sementara, tak mungkin ku buka aib antara Sari dan Fauzi begitu saja dan menjadikan itu sebagai alasan diriku untuk membalas perbuatan Fauzi. Fauzi pasti pintar berkelit jika ku buka aib itu. Belum lagi ancaman keselamatan Sari, Raka anakku dan diriku sendiri.

Sementara Sari tetap enggan kuajak pindah ke Cikarang dengan alasan yang kini akupun setuju dengannya. Sari tak ingin menjadi curiga terus menerus memikirkan aku dan Lita, Sari khawatir dia akan membuntutiku kerja setiap hari dimana hal itu akan membawa masalah tersendiri untukku dan juga dirinya. Maka dari itu, jauh lebih baik kalau Sari tetap tinggal kontrakan sana


Aku benar benar dilema.

Ingin rasanya aku menyingkirkan Fauzi dengan cara yang halus dan tak terlalu mencurigakan.

"Hey.. tuh kan, ilang fokus lagi." Kata Lita sembari mengetuk meja dengan siku jarinya.

"Mmmm.. gini Lit, aku boleh nanya yang sebenernya aku gak tau juga sih aku ini ada hak apa nggak buat nanyain itu.." kataku sedikit bingung memulai pembicaraan tentang Fauzi kepada Lita.

"Ribet.. mao nanya mah nanya aja.." Kata Lita mulai sedikit jengkel.

"Mmm.. gini, perusahaan kita ada buka cabang sekelas Cikarang gak sih di daerah lain? Yang sedikit jauh gituu.." kataku ragu ragu.

"Ada, di Surabaya. Kenapa? Kamu mau ngajuin pindah cabang?!!" Tatapan Lita kini tajam dan serius kepadaku.

"Oh.. bukan, bukan gitu.. gini, orang yang punya jasa masukin aku kesini itu kan sekarang ada di cabang Purwakarta, nah setau aku kan itu cuma cabang pembantu. Maksud aku, aku punya hak gak buat ngajuin dia pindah ke cabang yang sekelas cabang kita disini gitu buat dia." Aku meremas remas kedua tanganku dibalik meja Lita karena gugup.

"Kirain aku kamu mau ngajuin pindah cabang, kalo iya mah mending aku pecat kamu aj sekalian.." kata Lita entah bercanda atau tidak tapi sanggup membuat hatiku nnyyeess.

"Cabang Surabaya itu termasuk salah satu cabang terbesar perusahaan kita Bay, ada sih beberapa pos yang kosong, tapi apa orang yang masukin kamu kesini itu cukup berkompeten ngisi pos pos yang kosong itu?" Lanjut Lita dan bertanya kepadaku.

"Siapa namanya?"

"Hah..?" Aku melongo.

"Orang yang kamu rekomendasiin ituuuu.. siapa namanyaaa?? Kata Lita seperti greget kepadaku.

"Oohh.. hehe.. Fauzi, Fauzi Yatsir." Kataku malu malu.

"Bentar.." Lita kemudian meraih gagang telpon yang terletak di mejanya dan menelpon seseorang yang kemudian kutahu bahwa yang ditelpon itu adalah Wita, staff HRD Cikarang.

"Wit.. kamu ke ruangan saya sebentar ya. Bawa data data seluruh karyawan cabang Purwakarta...... oke." Kata Lita sambil memutuskan sambungan langsung.

Tak lama berselang Wita datang dengan mengetuk pintu sebelumnya. Aku membukakan pintu untuknya dan mempersilahkan Wita untuk masuk kedalam.

"Makasih Pak Bayu.." kata Wita sambil menunduk sopan.

Aku risih melihatnya, mendadak seluruh karyawan yang dulu biasa bercanda denganku kini bersikap sangat sopan kepadaku. Dan aku tak menyukainya.

"Ada yang bisa Wita bantu bu?" Tanya Wita kepada Lita.

Alih alih menjawab pertanyaan Wita, Lita malah melihatku dan bertanya,

"Siapa namanya tadi Bay?"

"Fauzi Yatsir bu.." kataku kepada Lita.

Kemudian Lita mulai bertanya serius dengan Wita mengenai kinerja Fauzi di cabang Purwakarta. Sialnya, ternyata kinerja Fauzi cukup minus penilaiannya dimata manajemen.

"Oke Wit, silahkan kembali ke meja kamu. Terima kasih ya." Kata Lita sambil tersenyum basa basi kepada Wita.

"Baik bu.. permisi bu Lita, permisi pak Bayu.." kata Wita sambil menganggukkan kepala untuk kami berdua kemudian keluar ruangan.

"See.. kamu denger sendiri kan tadi Wita ngomong apa? Kinerja Fauzi cukup minus.. malah kalo aku yang jadi kepala cabang sananya, dia pasti bakal masuk ke daftar orang orang yang aku buang. Gak kepake di Purwakarta, apalagi nanti di Surabaya? " kata Lita mencibir.

"Duh Lit, gak bisa minta tolong gitu? plis deh Lit, aku mau deh jadi jongos kamu dua minggu asal dia dipindah ke Surabaya.." kataku sedikit memohon dan merayunya.

Lita kemudian bersandar di kursi dan mengetuk ngetuk meja dengan ujung pulpen sambil menatap mataku seperti mencari sesuatu.

"Theres something wrong... ada yang salah nih antara kamu sama Fauzi ini.. ada yang gak beres..." kata Lita mulai menebak nebak fikiranku.

"Bukan gitu, aku cuma mau ngebales jasanya dia aj Litaa, belum ada setahun kerja aku udah ada di posisi ini, itu kan berkat jasa dia juga karna masukin aku kerja disini.." kataku menutupi kugugupanku.

Lita menggeleng..

"Nope... bukan itu.. " Lita semakin tajam menatapku dan seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Kamu bukan mau ngebales jasanya, tapi kamu kaya pengen nyingkirin dia supaya dia gak ada di cabang Purwakarta."


"Eehh..."





Yassallaaaamm
 
Wah..disingkirkan secara halus....
Main keras aja suhuuu
 
Semoga ada lanjutanya....updatenya berasa kurang nih...
Semangat suhu..semoga idenya mengalir terusss
 
Lita ini cerdas banget dweh. Pantesan karirnya bagus...

Berbanding terbalik ama sari
 
Semoga ada lanjutanya....updatenya berasa kurang nih...
Semangat suhu..semoga idenya mengalir terusss
Cerita ini pada dasarnya sudah selesai, tapi masih dalam otak n imajinasi ane. Tinggal ane tuang ke ketikan ketikan keyboard aj siih. Mudah mudahan kepala ane gak bunyi klotak klotek pertanda otak ane mulai mengecil dah yee huu @ditox.. :senam:
 
edan....pengen banget dah punya kepala cabang kaya Lita, pinter dan eksib, hahaha
 
Wuohhh..pinter nih si bayu..
Kalo fauzi dimutasi, maka gak bakalan lagi sari digangguin..
Tapi sumpah, rumit banget si bayu, kok masih bisa ml ama fitri..gimana kalo bener fitri bini tyo..

Mantep nih updatenya hu
:jempol:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd