Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT ACKD - Aku Cinta Kau & Dia (By : FigurX )

Andai kamu TS, ingin Yosa berpasangan dengan siapa di akhir cerita? #vote tdk mewakili kisah akhir

  • Menjadi pasangan Tyas

    Votes: 5 6,3%
  • Menjadi pasangan Nesa

    Votes: 11 13,8%
  • Menjadi pasangan Dua2nya

    Votes: 49 61,3%
  • Tidak semuanya

    Votes: 3 3,8%
  • Menjadi pasangan Cewek lain

    Votes: 12 15,0%

  • Total voters
    80
  • Poll closed .
Bimabet
Yuk=njur, nek boso indonesiane “Aku kalo inget lampung yuk/njur (terus/lalu) keinget tante iparku (istri pamanku)”. Kan boso jowo kih akeh terjemahanne, tergantung kalimat e.
Makane aku luwih senang nek percakapanne sehari2 yo ditulis opo anane, dadi critane luwih urip.
Aku ra Pinter nulis, mung senang woco. Kisah kelam nan indahku yo karo adine bulik ipeku juga, jadi mbakyu karo adine sing ngajari menuju dewasa.
Tapi gak 3s yo, menurutku orang yang cucklod, 3s, anal karo gangbang orang gak sehat jiwane, ha...ha..ha...
Lha kan kenthu kih enak e butuh penghayatan, ora asal ah..uh...oh. Sing penting gak baperan ha..ha..ha...

Beda tempat beda makna mas brader bro. Di Surabaya 'YUK' itu artinya kakak perempuan, atau panggilan akrab utk cewek yg umurnya tdk terpaut jauh diatas kita. Makanya aku terkesima saat ada kata yuk, ane kira diriku kau anggap perempuan wkwkwk.

Wihh.. serem, pelajaran dewasa dari bulik ipar Cs.. saluddd 👍👍
 
Welcome to ⤵








●•●•●•●


Part 17


Gengsi dong !!!



●•●•●•●







_scene 1, Sebelum cahaya



[POV Yosa]




Hari kedua di negeri orang. Pagi itu masih terlalu gelap. Jam di tanganku menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Setengah jam yang lalu ibunya Nesa membangunkan kami yang terlelap kedinginan di pelataran rumah sebelum cahaya pagi terbit di ufuk. Nesa mengajakku pindah ke kamarnya namun kutolak. Ada rasa sungkan dengan penghuni rumah meski sedari kemarin Nesa sudah meletakkan tas ku di kamarnya sesuai perintah sang Romo.

Aku lebih memilih duduk bersendiri di joglo menikmati kepulan asap tembakau hasil lintingan bapaknya Nesa. Hmm.. cukup sedap rasanya, tidak kalah dengan produk kretek kemasan berlogo angka yang kerap dijumpai di hampir semua padagang rokok.

Pikiranku melayang. Beberapa pikiran berseliweran dalam benak. Ku buka handphone untuk memeriksa sekiranya ada pesan dari Dodo atau sahabat lainnya. Dan ternyata tidak ada. Aman terkendali pikirku.

Kembali pikiranku melayang membayangkan Tyas dan Nesa. Arggghh.. aku sulit berpikir. Dilema rasanya menghadapi kesukaran ini. Jika aku melangkah bersama Nesa, lalu apa yang harus aku jelaskan ke Tyas nanti?. Tapi jika aku memupus harapan kepada Nesa sungguh betapa piciknya aku, memberangus cintaku sendiri yang sudah 2 tahun ku jaga. Mengecewakan Nesa yang jauh lebih lama muncul ketimbang Tyas. Hingga batang ke tiga tembakau habis masih belum juga kutemukan jalan keluar dari semua ini.

Kulihat jam lagi, hampir subuh. Kantuk tiada juga datang kembali. Kucoba sejenak memejamkan mata dalam posisi duduk bersandar di kursi panjang, berharap aku bisa sebentar terlelap sebelum adzan berkumandang.

Greegg..

Belum lama aku memejamkan mata tiba-tiba ada suara aneh muncul disebelahku dibarengi wangi yang membuatku bergidik. Sontak kudu ku meremang. Ada hawa mistis yang semburat mengisi otakku. Jantungku berdegup semakin cepat. Akal sehatku tak mampu mencerna keadaan ganjil tersebut. Aku terdiam menahan nafas. Membuka mata saja aku merasa tak mampu.

Nyess..

Sesuatu yang sangat dingin menyentuh lenganku.

Hyaaaa..

Aku terperanjat namun tak mampu berteriak lebih keras, tenggorokanku seperti tercekat.

Duhh Gusti... peristiwa apalagi ini yang muncul diantara kekalutanku?. Pikiranku sudah demikian penat menapaki masalah yang silih berganti hadir. Mulai dari Karjo, kejadian terhadap Mita, Sugeng, memikirkan Dodo dan keselamatan sahabat-sahabatku disana, urusan pekerjaan, Tyas, Nesa.. haduhhh. Dan sekarang malah berurusan dengan dunia lelembut.

Sesuatu yang sangat dingin tersebut belum juga mau pergi. Dan sekarang semakin parah. Entah makhluk apa itu yang muncul. Ia sekarang menjalar ke pundakku, menekan dengan sebangsa bulu yang lebat.

Tidaaakk !!
Menjauhlah..

Mulutku seperti hendak berkata namun seperti tak mampu terbuka. Aku hanya mampu berteriak dalam batin.

Aku harus kuat. Jangan sampai pikiranku kosong dan membuat makhluk tersebut merasukiku.

Dengan segala tekad yang masih tersisa kucoba perlahan membuka mata. Rencanaku hanya satu, akan kutendang makhluk itu kuat-kuat setelah mataku terbuka sepenuhnya agar fokusku tepat dan tidak meleset. Mulutku mulai bergerak membaca segala surat pendek yang masih kuingat. Seiring dengan itu mataku semakin lebar terbuka. Hingga akhirnya mataku pun terbuka seluruhnya. Dengan gemetar kutolehkan kepala ke samping kiri dimana kurasakan sentuhan makhluk astral tersebut.


Hahhhh !!
Mulutku ternganga..


Ternyata Nesa yang duduk disebelahku sambil memejamkan mata. Tangannya bersedekap menahan dingin udara, tepat disamping dan menempel lenganku. Kepalanya bersandar di bahuku.

"Nesaaa...
aku kira siapa, kaget aku", aku berbisik sedikit galak karena hampir saja jantungku copot gara-gara dia.

"Tadi kebangun kebelet pipiss.. wihh dinginnya air kamar mandi", ucap Nesa tanpa ada perasaan bersalah.



Jampuuuut !!
😂😂




----






Setelah subuh Nesa mengajakku berjalan-jalan di sawah. Udara pagi yang sangat segar. Kabut tipis masih terlihat menggantung di udara.

"Seger yo udara pagi di alam terbuka gini", Ucapku riang.

"Iya sayang.. disini masih asri, alami. Jadi enak udaranya. Makanya aku ajak jalan-jalan kesini biar pean sekali-kali bisa menikmatinya yang fresh. Di Surabaya kan padat banget kotanya. Ga ada mungkin yang namanya sawah disana", balas Nesa.

"Mau jalan-jalan ke pasar mas?, beli jajanan pasar yuk. Sampean pasti kaget lihat pasar tradisional Pringsewu. Semuanya berbahasa jawa lho disana..", ajak Nesa.

"Lain kali ajalah Nes. Aku masih tegang nih. Rencana mau serius berbicara 'nakokno' kamu ke Romo pagi ini", tampikku atas ajakan Nesa. Ia nampak cemberut namun sebentar kemudian kembali riang mengingat lamaran adalah hal yang ia impikan.

Kami berjalan bergandengan menyusuri jalanan desa unruk kembali ke rumah. Setiap langkah kami terbesit doa demi kelancaran rencana ini. Sesekali kulihat wajah Nesa, tak tega rasanya jika aku meninggalkannya, memupus harapannya. Aku bertekad me 'minta' nya pagi ini, toh Tyas juga sudah aku jelaskan dari awal tentang rencanaku ini lengkap dengan konsekuensinya. Tak ada yang perlu kurisaukan lagi. The show must go on. Apa yang akan terjadi nanti, mbuh ga ngoros.




●•●•●•●






_scene 2, Semangkuk kacang hijau







"Piye critane kok yo iso keturon neng latar cah loroan kuwi lho yo yoo? (Bagaimana ceritanya kok bisa ketiduran di pelataran berdua itu lho?). Hahahaha.. ada-ada saja", gelak suara Pak Sosro memecah keheningan pagi. Yosa dan Nesa duduk terpekur terhimpit diantara perasaan malu dan jengah.

"Uwes to Romo.. aku malu. Lagian ya.. lagi asyik ngobrol ehh ngantuk datang, akhire ya ngorok bersama", Nesa tertawa teriring malu.

"Nak Yoda (kali ini tak ada lagi yang mengingatkan kesalahan penyebutan nama Yosa. Bosen ngingetin terus hah), mengenai obrolan kemarin serta weton yang sudah kami hitung. Semuanya syukurlah cocok. Saya sebagai Romo nya Dewi membuka tangan selebar-lebarnya untuk menerima Nak raden menjadi bagian dari keluarga kami", Pak Sosro masuk ke tahap pembahasan serius.

"Injih pak. Pramilo punika kulo njih badhe matur", sambut Yosa dengan bahasa yang 'mlipit'.

"Matur opo ngger cah bagus?", cieee Pak Sosro keppo hahaha😂.

Yosa menoleh sejenak kepada Nesa dan dijawab dengan anggukan kepala Nesa. Sejenak Yosa terdiam. Entah menyusun kata-kata ataukah koleksi kosakata kromo inggilnya sudah habis, tak ada yang tahu.

"Ngaten pak (Begini Pak). Terus terang saya jaruh hati kepada putri bapak ini. Maka untuk mempersingkat waktu, jarak, biaya, dan sebagainya saya nekad melamar Dewi pagi ini juga", akhirnya Yosa mengutarakan apa yang menjadi maksud dan tujuannya datang jauh-jauh ke Lampung.

Sejenak hening menyelimuti seisi joglo pagi itu. Semua berpikir, semua menunggu apa yang akan terjadi setelah ini.



-----




Di ujung cerita ini
Di ujung kegelisahanmu
Kupandang tajam bola matamu
Cantik, dengarkanlah aku

Aku tak setampan Don Juan
Tak ada yang lebih dari cintaku
Tapi saat ini 'ku tak ragu
'Ku sungguh memintamu

Jadilah pasangan hidupku
Jadilah ibu dari anak-anakku
Membuka mata dan tertidur di sampingku

Aku tak main-main
Seperti lelaki yang lain
Satu yang kutahu
Kuingin melamarmu

( Diskografi FigurX : Melamarmu )


-----





"Ehmmhemm..",
Pak Sosro berdehem sebelum kemudian berkata dengan intonasi berat.

"Nak, aku paham bahwa tidak mudah untuk dapat mencapai tempat ini. Romo sangat menghargai perjuangan Nak mas. Pramilo (oleh karena itu), hmm.. meski sebenarnya masih terlalu prematur untuk melangkah sejauh ini, tapi Romo bisa menangkap ketulusan dan kebaikan Nak mas. Romo Tut Wuri Handayani saja jika Dewi bersedia. Piye wii anakku.. opo kowe bersedia??", sebuah jawaban yang sangat demokratis. Kini semua mata tertuju pada Nesa yang tertunduk malu.

"Wii.. kok mèndel (diam) to nduk", Pak Sosro tak sabar menunggu jawaban anaknya.

"Ihh Romo apa sihh", Nesa tak menjawab. Sebaliknya malah ia merajuk manja.

"Piye maksudmu nduk??", Pak Sosro masih saja mengejar.

".....jelas mau dong Romooo", sangat lirih Nesa berucap. Wajahnya tertunduk dalam, merona merah.

"Nahhh
.. wong kari njawab (tinggal jawab saja) kok plungkar plungker koyo ulo (kok berbelit seperti ular). Yang tegas.. putrine Romo kok isinan (pemalu)", Romo lega mendapatkan jawaban dari Dewi, pun juga seisi rumah terlebih Yosa Sang raden dan pendekar cap kadal buntung 😉.

"Pak pangapunten (maaf) iklan sejenak. sedikit melenceng dari pembahasan. Kulo pikantuk amanah (saya dapat amanah) dari 'para suhu pembaca setia' untuk menanyakan perihal mbak Cahya Ayuning Tyas. Menopo usianya mbak Ayu ini kisaran 25 tahun?, kemudian apakah mantan suaminya dulu pernah bekerja di taiwan sebelum menjadi preman?. Pangapunten, kapurih lego manahipun poro sederek semprot sedoyo (maaf, biar lega hatinya para sedulur semprot semuanya)", iki lho rek sampai ditanyakan oleh Yosa tentang Tyas..wkwkwk.

"Mbak Ayu baru sekitar 7bulan yang lalu meninggal di usia 32 tahun. Umurnya selisih 10 tahun dengan Dewi. Nah mantan suaminya.. halahh taiwan apanya, dia bakul tempe (penjual tempe) di pasar Pringsewu. Ora preman sakjane, kelakuannya saja yang mirip preman", terang pak Sosro demi kepuasan batin para sedulurnya Yosa. Wes jelas to yooo..

"Injih Pak, sembah nuwun (terimakasih banyak) atas penjelasannya", balas Yosa.

"Lajeng (lalu) kepriye (bagaimana) rencana Nak raden berikutnya ?", serang pak Sosro. Jiwa keppo nya telah mengakar di sanubari jauh sebelum kata keppo viral di negeri ini.

"Pangranggeh dalem (yang saya harapkan), rencananya saya ingin langsung memperistri Dewi", lugas saja Yosa menyampaikan.

"Lho rak yo sak mestine to (Lho memang sudah seharusnya begitu), sesudah lamaran diterima yo jelas tahap berikutnya itu pernikahan", sambut Pak Sosro.

"Maksud dalem, langsung saya nikahi selama saya disini ini Pak", Yosa berusaha memahamkan tentang apa yang ia maksudkan.

"Lho opo ora terlalu cepat?. Belum persiapan dana, mengadakan resepsi, bikin undangan, dsb. Dan yang paling penting, apa Nak mas sudah ngurus Surat Pengantar Pindah Nikah dari KUA Surabaya?", Pak Sosro mengkernyitkan keningnya karena masih terasa sulit mencerna ucapan Yosa.

"Nikah dengan Ustadz dulu Pak. Istilahnya siri. Setidaknya biar sah secara agama. Jadi Dewi saya bawa ke Surabaya itu panjenengan mboten kepikiran", Yosa memperjelas ucapannya.

"Lho lho sek.. yen koyo mangkono (kalau seperti itu) bapak tidak setuju !!!", mendadak suasana sedikit memanas. Pak Sosro menegakkan posisi duduknya. Ibunya Nesa tampak tertegun menatap anaknya. Sedangkan Nesa sendiri terlihat mulai gelisah dalam diamnya.

"Maksud bapak?", Yosa meminta penjelasan lebih masuk akal, lebih dari sekedar penolakan. Tak dapat dipungkiri, Yosa pun mulai merasakan ketegangan.

"Nikah siri itu tidak mudah. Banyak dampak yang akan timbul. Pertama, kami disini adalah keluarga yang cukup terpandang.. apa kata orang diluar sana kalau tahu anakku dibawa pergi oleh pemuda sedangkan statusnya belum suami istri?. Kedua, belum genap 1 tahun kakaknya meninggal.. belum waktunya Dewi bersenang-senang sedangkan liang lahat kakaknya masih basah. Ketiga, kita baru kenal.. apakah pantas aku pasrah bongkotan (menyerahkan sepenuhnya) merelakan anakku yang belum jelas nasibnya disana akan seperti apa?. Ke empat, pernikahan adalah menyatukan dua keluarga.. setidaknya aku perlu kenal calon besanku dulu. Kelima, ohhh sudahlah.. terlalu banyak hambatan untuk melangkah dengan cara itu !!", mata Pak Sosro berapi-api. Nampak sekali kilatan amarahnya. Gengsi dong !!.

Airmata menggenang di kelopak Nesa. Sang ibu datang memeluknya, tak tega melihat kesedihan anaknya. Dengan penuh kelembutan dibelainya sang anak untuk memberikan ketenangan.

"Saya serius pak. Rencana saya tahun depan kembali lagi kesini bersama Dewi untuk melangsungkan acara resminya sekaligus mengesahkan secara KUA", Yosa masih bersikeras dengan pendiriannya.

"Apapun alasannya Nak raden. Pangapunten (maafkan).. bukan romo tidak percaya. Maafkan sekali.. ini rumit untuk dijelaskan. Raden tentu lebih paham apa maksud Romo", kehebatan piyantun sepuh (orang tua) seng menep (yang rendah hati) ditunjukkan oleh Pak Sosro, dengan sangat cepat tensi emosinya mereda. Bahkan kini beliau berucap dengan sangat lembut dan berharap semoga Yosa tak kecewa.

"Romooo..", Nesa menyela dalam tangisnya yang mulai berderai.

"Sabar yo nduk.. ini semua demi kebaikan bersama. Jangan mementingkan egomu saja", upaya Pak Sosro berusaha setenang mungkin dalam menghadapi putri satu-satunya ini.

"Jadi begini ya Nak.. Romo dukung ketulusan angger (mas), sangat sangat mendukung. Jika memang setahun lagi baru siap akad nikah yo monggo saya persilahkan. Buktikan keseriusan Nak mas dengan kembali lagi kesini bersama orangtuanya, atau minimal ada keluarga yang mewakili sebagai bentuk resmi nembung (melamar) kesini, entah pamannya atau hanya budhe nya sekalipun", tutur Pak Sosro berusaha mendinginkan situasi.

"Apakah menjamin Dewi tidak diambil orang lain pak?", Yosa kembali resah.

"Jodo, lahir, pati, rizki itu tak ada yang tahu Nak. Romo sekalipun tidak tahu apakah ada jodohnya Dewi yang mendahului Nak mas", tersirat keresahan pula diwajah Pak Sosro. Tidak sampai hati merenggut kebahagiaan anaknya, tidak rela melepas Trah Ningrat yang sudah mendekati anaknya, tidak mampu menepis bahwa sebenarnya Yosa telah merebut perhatiannya. Tapi pemimpin harus bisa tegas dalam mengambil sikap demi kebaikan bersama. Dilema seorang ayah, dilema seorang kepala rumah tangga.

Mendung bergelayut diwajah Yosa. Badai nan gelap merambah menyusuri hati. tak mudah bagi Yosa untuk mengejar waktu sebelum 1 tahun atau secepatnya kembali ke Lampung. Ada hal yang belum diketahui Nesa bahwa tak lama lagi Yosa akan terbang ke Makasar. Yosa sudah mengiyakan tawaran memimpin cabang kantornya disana untuk kurun waktu kurang lebih 1 tahun pertama sebelum kemudian Yosa dapat kembali bekerja di cabang Jawa Timur dan dipromosikan menduduki jabatan yang lebih tinggi daripada sekarang. Awalnya Yosa sudah merencanakan akan terbang bersama Nesa ke sana, tapi apalah daya. Sedangkan untuk membatalkan kontrak kerja yang telah ia tanda tangani adalah tidak mungkin, karena artinya ia siap mengundurkan diri dan siap menjadi pengangguran.

Belum lagi Yosa harus menghadapi Tyas dengan berbagai pertanyaan. Bukan ia tak sayang terhadap Tyas, namun berdiri diantara dua pilihan wanita terbaik adalah bukan perkara mudah. Kini pilihannya hanyalah mengakhiri hubungan dengan Tyas untuk kembali ke Lampung tahun depan dengan resiko bakal mengalami probabilitas kehilangan Nesa juga, ataukah menutup harapan kepada Nesa dan melangkah pulang untuk Tyas.

Daya nalar Yosa seperti sedang tumpul. Ia tak mampu berpikir bagaimana sebaiknya melangkah. Mungkin terlalu banyak memecah kasih dengan beberapa wanita yang selama ini ia lakukan berpengaruh besar pada stabilitas hatinya.

"Pak, Bu, Nes.. njih sampun (ya sudah) mungkin sebaiknya saya mohon diri. Terlalu lama disini hanya akan menyiksa batinnya Nesa", dengan lemas Yosa melangkah ke dalam dan mengambil tasnya.

"Mass...hik hikss", Nesa menangis getir dalam pelukan ibunya.


"Jadwal pesawatnya kapan Nak?", tanya Bu Sosro trenyuh.

"Besok Bu..", balas Yosa tergetar.

"Apa tidak sebaiknya ananda disini dulu menunggu besok?!", lanjut Bu Sosro memberikan masukan.

"Sudahlah Buk, biarkan Nak raden melangkah. Mungkin dia butuh ketenangan saat ini", sergah Pak Sosro seakan memberikan perhatian namun malah terkesan tak memiliki hati.

"Romo..!!"
, hampir bersamaan Nesa dan Ibunya merespon kaget. Sadisss.


Ini semua seperti mimpi. Baru sebentar rasanya memadu kasih bersama Nesa. Dalam sekejab Yosa harus berlalu menyisakan perih yang tak pernah ia torehkan. Semua terasa manis dan menghilang. Seperti sedang menikmati semangkuk kacang hijau yang kemudian tandas di suapan terakhir.








----





Selamat tinggal kasih untuk selamanya
Jangan pernah kembali mengharap cintaku
Kini kasih relakan ku pergi
selamanya
Untuk selamanya

Selamat tinggal kasih untuk selamanya
Jangan pernah kembali mengharap cintaku
Kini kasih relakan ku pergi
selamanya
Untuk selamanya

(Diskografi FigurX : Selamat Tinggal <Reff Only> - Antique band)



●•●•●•●






_scene 3, Sendiri






"Terima kasih mas", Yosa mengeluarkan selembar kertas berwarna biru dari dompetnya dan diberikan kepada room boy yang telah membantunya. Dengan lemah Yosa melangkah memasuki kamar hotel.

Yosa duduk terpaku di sebuah kursi yang ada di kamarnya. Tak jenak, ia berpindah duduk di bibir kasur hotel. Namun tak lama kemudian ia kembali berdiri dan melangkah menuju jendela kamar. Perlahan ia buka jendela tersebut dan menyalakan sebatang rokok untuk menemani harinya yang sungguh penat. Tarikan nafas yang sangat dalam, hembusan asap rokok yang begitu pekat mencerminkan kekalutan Yosa saat itu.


-----


Kusangka mudah,
Membelai indah anugerah.

Kukira sirna,
Segala beban jiwa.

Nyatanya mendung mengintai,
Airmata berderai,
Aku terkulai.

Pekat penat ini sungguh laknat,
Memberangus hasrat,
Memenggal niat,
Membunuh menjerat.

Bilik kamar di dada,
Yang kusiapkan untuk cinta,
Sirna bersama derita,
Pedih dera,
Merenggang renjana.

Sayap ini telah patah,
Sudah,
Punah.

Biarlah sukma ini meregang mati,
Takkan ada lagi mimpi,
Pergi.

Ada doa tersisa,
Menunggu binar mata.

(Goresan pena : Dera - FigurX)





----






Di rumah Nesa...




"Romo jahattt. Ga sayang sama anaknya. Ga suka lihat anaknya bahagia", Nesa menangis pilu dihadapan kedua orangtuanya.

"Kamu harusnya paham nduk..", ucap Pak Sosro menjelaskan.

"Apanya? Ga boleh egois??.. Romo sendiri juga egois. Hanya memikirkan harga diri. Tidak punya perasaan !!", bukannya tenang, Nesa semakin meradang.

"Nduk.. yang sopan !!", Pak Sosro terpancing emosinya.

"Oooh Romo ingin aku sopan?, atau ingin aku diam?. Aku turuti Mo... aku akan ikut diam bersama mbak Ayu selamanya", Nesa histeris.


Plaaaakk..
Plakk !!

"Jaga omonganmu !!!", dua tamparan mendarat keras di kedua pipi Nesa. Pak Sosro membentak dengan keras kemudian berlalu meninggalkan Nesa dan ibunya.

Ibunda Nesa dengan cepat memeluk anaknya. Segala kasih sayang dan kelembutan ia curahkan demi meredam gejolak hati Nesa. Nesa masih terus tersedu.







-----



Kusangka tak pernah terjadi
Perihnya hati yang tertusuk
Pada diriku yang ?
Mencintai dirimu selalu
Menyayangimu sepenuh hati
Dan kini kau pergi

Sendiri menatap bintang di langit
Tak ada teman yang menemani
Dan kau pun tak pernah peduli
Sendiri dalam gerimis dan hujan
Telanjang menggigil menantimu
Berharap kaupun menemani
Seperti dulu lagi ?

Meskipun kini kau tlah pergi
Meninggalkan kusendiri
Tapi masih kuharap
Masih ada yang sudi menemani
Diriku yang tak terkendali
Menanti dirimu

(Diskografi FigurX : Sendiri - Tere)




__






Yosa masih berdiri menyelesaikan hisapannya. Hatinya masih kacau. Tatapannya kosong tanpa menunjukkan gairah hidup.

Sebuah pesan whatsapp masuk. Yosa berjalan ke arah tempat tidurnya untuk merebahkan diri sambil membuka pesan yang baru saja masuk.



Nesa : Mas tidur dimana malam ini?

Yosa : Aku menginap di Hotel Tralala dekat bandara




Lama Yosa menunggu balasan dari Nesa. Tak terasa ia tertidur dengan handphone masih tergeletak di atas dada.

Yosa terbangun saat mendengar ketukan di pintu kamar. Ia bangkit dan melirik jam tangannya.
"Hmm..2 jam aku tertidur. Ga kroso", batin Yosa.

Yosa terkejut saat membuka pintu. Nesa berdiri dihadapannya dengan mata sembab. Dengan cepat ia raih tangan Nesa dan memeluknya. Isak tangis Nesa kembali terdengar.

"Hikss.. mas aku sedih.. mengapa semua ini terjadi", ucap Nesa dalam tangisnya. Yosa tak menjawab. Ia hanya sanggup mempererat pelukannya, menahan airmata yang hampir saja turun.

"Sssttt.. masuk dulu yuk. Ga enak dilihat orang kok nangis gini", bisik Yosa lembut.



●•●•●•●





Tuhkan Nesa merana.. vote nya kurang sih haha..


Si yu di neks apdet yes 👋



✋ Salam Semprul 👍



------

#staydisini
#pantenginterus
#jangankasihkendor
#sunduldonk
#dukungbiarteruslanjut
#cuk




##########
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd