Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Affairku Bersama Dimas

Mbahghepenk

Semprot Kecil
Daftar
4 Jan 2020
Post
74
Like diterima
1.180
Lokasi
Tambun
Bimabet
I'm back!!!

Kali ini Mbah kembali dengan kisah orisinil. Langsung aja ya...

“HEI,” sapa seseorang dari arah belakang, yang sontak mengejutkanku.

Aku pun menoleh mendapati Dimas, pria yang selama satu tahun terakhir ini menjadi rekan kerjaku, sedang tersenyum ramah. Tanpa menunggu jawaban, dia duduk tepat di sebelahku, di teras lobi gedung kantor.

Nunggu jemputan?” tanya dia lagi.

“Iya nih. Dari tadi coba hubungin bokap tapi nggak diangkat.”

“Mo dianterin?” tawar pria yang kuketahui berusia sekitar 30 tahunan itu.

Sejenak aku mempertimbangkan tawarannya namun akhirnya menolak dengan sopan. Saat itu sudah lewat jam satu malam, aku enggan menghadapi omongan para tetangga jika mereka mengetahui aku diantar oleh pria asing, setidaknya asing bagi mereka. Lagi pula ayahku bisa-bisa ngamuk.

Dimas menggerakkan pundaknya pelan, tak berusaha memaksa. Aku yakin dia mengerti alasanku. Meski begitu dia menawarkan untuk menemani sampai ayahku datang menjemput dan dalam diam kami pun menunggu.

Aku merasa canggung dengan suasana ini. Diam-diam aku pin melirik ke samping dan menemukannya asik mengetik sesuatu di hapenya sembari menghembuskan asap rokok, yang dinyalakannya sesaat dia bergabung denganku, di tempat ini.

Nulis apa sih bang? Serius amat,” tanyaku penasaran.

Dimas menoleh padaku lalu tersenyum. Hanya sesaat sebelum kembali lagi pada layar hapenya. “Bikin cerita. Dari SMP saya suka nulis,” jawabnya singkat.

“Cerita apa bang? Cerpen? Novel?” tanyaku lagi.

“Cerita seks. Stensil,” jawab Dimas, lalu tertawa kecil.

Ah becanda lo bang,” protesku.

“Serius. Siapa juga yang becanda? Kalo nggak percaya baca aja sendiri,” tawarnya menggodaku.

“Ogah,” semburku membalas candaannya lalu tertawa, antara percaya dan tidak dengan jawabannya.

Kami kembali saling diam sampai akhirnya hapeku berbunyi, panggilan dari ayahku. Segera aku mengangkat dan menjawabnya.

Bokap?” tanya Dimas usai aku menutup telepon.

Aku mengiyakan, memberitahunya jika ayahku ketiduran dan baru mau jalan menjemput, “palingan nggak sampe sejam sampe. Abang duluan aja. Gua sendirian aja nggak papa.”

“Mana tega. Ntar kamu diculik lagi,” candanya.

“Yee... Lagian siapa juga yang mo nyulik gua?” semburku tertawa.

Gua,” jawab Dimas menoleh, lalu tersenyum memandang wajahku.

Deg!!

Tanpa mampu kutahan, jantungku tiba-tiba berdebar dan berdesir hangat. Aku yakin wajahku merona karena aku bisa merasakannya menghangat. Salah tingkah, aku hanya mampu tertawa kecil, berusaha menyembunyikan kegugupan yang seketika muncul.

Setengah jam berlalu. Aku menyibukan diri dengan game di hapeku tanpa benar-benar mampu berkonsentrasi karena saat itu benakku berkecamuk dengan berbagai pikiran.

Shit! Apaan sih tadi?’ kutukku dalam hati. ‘Kenapa juga gua deg-degan and salting?’

Tanpa sadar aku menoleh dan memperhatikan Dimas, memandang wajahnya yang terlihat lebih tua dari usia sebenarnya. Kuakui jika saja cowok ini mau merapikan rambut gondrongnya yang kucel, sebenarnya dia cukup menarik. Meski terlihat keras, aku bisa merasakan bahwa dia cowok yang hangat dan perhatian.

“Awas jangan kelamaan liat gua. Ntar lo jatuh cinta,” ujar Dimas tiba-tiba tanpa mengalihkan matanya dari hape.

Aku pun merona malu dan langsung membuang muka. “Geer lo. Gua cuma penasaran aja sama yang lo tulis,” kataku membantah.

Ping!!! Saat itu BBMku berbunyi, aku pun segera mengeceknya. Dari Dimas, cowok di sebelahku ini mengirimku sebuah alamat blog.

“WordPress gua. kalo penasaran liat aja sendiri. Tapi ya itu, isinya cerita dewasa,” bebernya tanpa ekspresi.

Untungnya saat itu ayahku tiba, menyelamatkanku dari situasi yang semakin membuat salah tingkah. Aku langsung pamitan dan bergegas menghampiri ayahku. Sebelum motor melaju, aku sempat menoleh pada Dimas. Rupanya dia pun memandangku. Mata kami bertemu, cowok itu tersenyum, dan aku kembali merona.

Beberapa minggu berlalu. Sejak malam itu aku merasakan perubahan dalam diriku saat bertemu Dimas. Kami masih berhubungan layaknya rekan kerja, masih saling bercanda seperti rekan lainnya. Hanya saja aku selalu berdebar-debar dan sedikit salah tingkah setiap kali berhadapan dengannya.

Hal lainnya, aku sudah mengunjungi blog milik Dimas. Bahkan sudah membaca semua cerita di dalamnya. Well, aku tak tahu harus berkomentar apa, yang jelas ceritanya membuatku bergairah. Malu kuakui, satu malam aku bahkan pernah bermansturbasi sambil membaca ceritanya. Aku bahkan membayangkan bahwa aku dan Dimas lah karakter di dalam cerita itu.

Jujur. Aku, Sarah si tomboy, bukanlah gadis lugu yang buta mengenai seks, Beberapa kali aku membina hubungan dan tiap kali hubunganku dengan pacar selalu berujung pada ranjang meski aku masih mampu mempertahankan keperawananku.

Dengan track record pacaranku yang tak terlalu bersih, mansturbasi menjadi hal yang kadang mengisi kesendirianku. Namun kali ini berbeda, aku merasakan gairah lebih saat melakukannya sembari membaca cerita Dimas. Lebih dari itu, diam-diam aku berkhayal sedang dalam rengkuhan tubuhnya. Tentu saja tak mungkin, aku tahu cowok itu sudah memiliki istri. Hanya saja perasaanku pada Dimas kian kuat, tak tertahankan.

Nunggu bokap lagi?”

Kembali sebuah suara mengejutkanku dari arah belakang saat aku duduk di tangga teras lobi kantor, dan suara itu tak salah lagi milik Dimas. Saat itu dua bulan sejak terakhir kami di teras ini.

“Eh... e-enggak bang. Nunggu ojek. Bokap pergi ke rumah sodara,” jawabku gugup, sedikit bergeser saat Dimas kembali duduk di sebelahku. Kali ini lebih dekat dibanding waktu itu.

Kalo gitu gua anterin ya? Daripada ngojek,” tawarnya lagi.

Aku baru hendak menolak saat Dimas berdiri sambil meraih tanganku dan menarikku berdiri. Entah kenapa aku hanya mampu mengikutinya menuju parkiran dengan dada berdebar kencang.

Perjalanan pulang malam itu seakan menjadi perjalanan terpanjang dan terlama yang pernah kurasakan. Sepanjang jalan jantungku tak berhenti berdebar, salah tingkah tak tahu bagaimana bersikap, hingga akhirnya kami tiba di depan rumahku.

Aku bergegas turun, membukakan gerbang bagi Dimas yang langsung memarkirkan motor di halaman. Tak lama aku menuju pintu depan rumah. Saking gugupnya aku hingga aku sedikit kesulitan memasukan kunci ke lubangnya.

“Masuk bang. Sarah bikinin kopi atau teh dulu,” tawarku yang langsung bersemu menyadari aku baru saja mengundang seorang pria masuk saat rumahku sepi.

Tak ayal aku semakin gugup dan salah tingkah karena saat itu Dimas memandangku lekat-lekat dengan ekspresi wajah yang tak mampu kutebak.

“Aku suka kamu Sarah,” ujarnya tiba-tiba, lirih namun tegas, membuat wajahku semakin bertambah panas, dan tak tahu harus merespon apa.

“Aku tak pantas merasakan hal ini. Tapi aku nggak bisa menahannya,” lanjut pria itu lagi.

“Aku begitu menginginkan kamu sampe-sampe saat bersama istriku kamu lah yang aku bayangkan. Kamu tau pasti apa yang akan terjadi kan kalo malam ini aku terima tawaran kamu untuk masuk?” tanya Dimas pada akhirnya.

Tentu saja aku tahu. Aku tahu resikonya. Tapi aku tak bisa menyangkal, aku pun menginginkan pria ini. Meski begitu aku tak mampu mengucapkannya, hanya mampu berdiri, dan menunduk dengan wajah merah.

Tiba-tiba Dimas melangkah maju, refleks aku mundur mengira dia akan memelukku. Namun dia justru meraih gagang pintu dari tanganku dan membukanya, disaat yang sama tangannya yang bebas terulur menggenggam pergelangan tanganku.

Aku tersentak maju saat Dimas yang melangkah masuk, menarikku bersamanya, dan langsung menutup pintu rumah begitu kami berada di dalam.

Dimas berbalik menghadapku. Dalam gelap suasana ruang tamu, aku bisa melihat tatapan matanya yang memandangku. Ada gairah di sana, nafsu yang tak lagi mampu ditahannya.

Darahku berdesir saat Dimas mendekatiku. Bergeming menunggu dengan debaran di jantung. Perlahan tangan kanannya terulur dan tak lama aku bisa merasakan telapak tangannya yang dingin menyentuh wajahku.

Lembut namun tegas, tangannya menarik wajahku agar mendekat. Tanpa sadar aku menurutinya, maju hingga tubuh kami saling menempel. Melingkarkan tanganku di lehernya dan memejamkan mata, menanti Dimas yang wajahnya semakin dekat. Mendesah ketika akhirnya bibir kami bertemu.

Ciuman itu bukanlah ciuman mesra penuh romantisme. Begitu saling merasakan bibir satu sama lain, kami segera saling berpagutan dengan buas dan liar. Melepaskan semua gairah dan nafsu yang selama ini terpendam.

Pagutan itu terasa begitu singkat sekaligus sangat lama. Terengah-engah kami melepaskan diri. Saling menatap dalam ekspresi birahi.

“Abang...” lirih aku memanggil Dimas.

Pria yang merupakan rekan kerjaku itu tak menjawab melainkan mengulurkan tangannya meraih reseleting jaketku dan menariknya terlepas.

Dimas terus bergerak. Kali ini tangannya menyasar ke kancing-kancing kemeja yang kukenakan. Tak lama pakaian yang menutup bagian atas tubuhku itu pun bergabung dengan jaketku, tergeletak begitu saja di atas lantai ruang tamu. Beberapa saat kemudian BHku akhirnya menyusul terlepas, teronggok entah kemana saat Dimas melemparkannya begitu saja.

Kini sepasang toketku yang membukit kencang terpapar untuk Dimas. Kedua putingku yang memerah terasa geli seakan mengharapkan sentuhan jemari dan lidahnya.

Namun Dimas tak berhenti, tetus beraksi tanpa celah. Aku memasrahkan diriku, membiarkan bahkan membantunya menurunkan jeans beserta CD yang kukenakan hingga jatuh ke lantai bersama pakaianku lainnya.

Kupaksa diriku memandang wajah Dimas yang mundur menjauh dari diriku yang tak lagi mengenakan apapun. Merona malu menyaksikan pria itu melucuti seluruh pakaiannya di hadapanku.

Aku menahan nafas dan tercekat saat akhirnya batang perkasa Dimas mencuat gagah. Menyaksikan urat-urat di kontolnya menonjol dan berdenyut, seakan-akan tak sabar untuk memasukiku.

Membayangkan kenikmatan itu, vaginaku pun berkedut. Belahan memekku yang dipenuhi rambut kemaluan terasa semakin lembab oleh cairan licin yang merembes tanpa mampu kutahan.

Aku tahu hubungan terlarang yang akan kami lakukan hanya akan berakhir dengan kekecewaan dan kesedihan. Meski begitu aku tetap rela dengan apapun yang akan terjadi.

Saat ini hanya satu kekhawatiranku, mampukah liang vaginaku menerima kontol Dimas yang terlihat begitu besar? Lebih besar dari mantan-mantan kekasihku dulu. Bisakah aku memberinya kepuasan? Kusingkirkan kekhawatiranku. Yakin sebentar lagi aku akan menemukan jawabannya.

Tanpa bicara Dimas meraih kedua tanganku dan perlahan membimbingku ke arah sofa panjang di ruang tamu dengan sebelumnya menggeser meja menggunakan kaki. Pria itu lalu duduk, mengangkangkan pahanya lebar-lebar dengan tetap menggenggam tanganku.

Aku mengerti apa yang diinginkan Dimas, tersenyum menjawab permohonan dari tatapan matanya. Maka aku pun berlutut, tanpa ragu mengulurkan tangan kananku untuk menggenggam kontolnya. Bersamaan dengan itu kujulurkan kepalaku agak menunduk dan segera batang perkasa itu menghilang dalam sepongan mulutku diiringi erangan merdu Dimas.

Oh God, besar sekali. Kontol Dimas penuh mengisi mulutku. Dalam hati aku bersukur cukup berpengalaman mengoral. Aku yakin bisa memberinya kenikmatan yang dia inginkan.

Waktu berselang dan kami telah mengubah posisi. Dimas memintaku melepas sepongan, meraih, dan menarikku agar berdiri. Penuh ketelatenan dibimbingnya aku untuk naik dan berlutut di atas sofa dengan punggung menghadap pria itu.

Aku pun mencondongkan tubuhku ke depan, paham apa yang akan dilakukannys padaku. Segera setelah itu aku membungkuk, menumpukan siku dan lengan pada punggung sofa.

“Aaahhh... abaang...” erangku dengan tubuh tersentak saat lidah Dimas menyapu kemaluanku.

Pria itu tak berhenti. Jemarinya beraksi melebarkan belahan memekku untuk memudahkan lidahnya bermain dan aku pun semakin mendesah oleh rasa geli yang membuat rambut-rambut halus di tubuhku meremang berdiri.

Aku tak mampu menggambarkan bagaimana nikmatnya perlakuan yang diberikan pria yang telah mencuri hatiku itu. Satu hal yang pasti, rangsangannya sangat luar biasa, begitu sabar, dan telaten. Maka kubiarkan diriku lepas, merasakan setiap sentuhan yang diberikan Dimas, dan bergelinjang saat jemarinya ikut bermain menyusup ke dalam liang vaginaku.

Tak butuh waktu lama bagi desah dan eranganku untuk berubah menjadi jeritan kecil. Aku lupa, mungkin juga tak peduli jika suaraku bisa terdengar oleh tetangga. Yang kupikirkan saat itu hanyalah desakan orgasme yang sewaktu-waktu datang menerpa, membawa klimaks yang kunantikan.

“Abang... oohhh... bang... a-akuuu nggak tahan bang...please...” aku mulai meracau, mengemis pada Dimas untuk membawaku ke puncak kenikmatan hingga orgasmeku pun melanda.

Nafasku terhenti, tubuhku mengejang, dan menyentak. Kepalaku terangkat, menengadah dengan mulut membuka lebar tanpa ada suara yang mampu kukeluarkan.

Akhirnya usai sudah. Perlahan tapi pasti orgasmeku pun mereda menyisakan rasa lemas namun memuaskan. Lemas, aku membiarkan kepalaku menunduk lemah, bersandarkan dahi di punggung sofa sedang Dimas masih saja mengobok-obok memekku.

“Heeeggghh…'” aku melenguh saat Dimas menarik jemarinya terlepas dari liang vaginaku. Tersentak kaget, mengangkat kepala, dan refleks menoleh kebelakang saat merasakan kepala kontol pria itu memaksa masuk.

Inikah waktunya? Benakku bertanya.

Meski pasrah, tak ayal aku merasa takut. Aku tahu sebelum merasakan kenikmatan itu rasa perih akan mendahului. Maka aku menguatkan diri, tegang menantikan detik-detik hilangnya keperawananku.

“Pelan-pelan bang. Ini yang pertama buat aku,” mohonku lirih.

Dimas tersenyum meyakinkanku. Sesaat bisa kulihat pancaran bahagia di matanya saat mengetahui dialah pria pertama bagiku, kepadanya lah kuserahkan kehormatan yang selama ini selalu mampu kujaga.

Seperti dugaan, pengalaman pertama ini akan diawali oleh rasa perih. Mengerang kesakitan, aku pun menguatkan diri.

“Rileks Sar,” pinta Dimas padaku.

Aku tahu dia pun mengalami kesulitan. Dinding vaginaku menegang dan menahan kontol Dimas agar tak semakin menyeruak masuk, menolak benda asing yang berusaha bersarang di dalamnya.

Kuikuti saran Dimas, berusaha membuat diriku lebih santai. Pria yang sesungguhnya telah beristri itu membantu dengan membelai punggung hingga pantatku mesra.

“Aaahhh...” kembali aku mengerang saat Dimas menarik lepas kontolnya lalu mencoba menyeruak lagi.

Dimas pun mengulangi gerakannya beberapa kali, menarik lepas lalu kembali menyodok. Tiap kali kontolnya semakin dalam mengisi vaginaku, perih namun juga enak.

Blesh... sreett!!

Tanpa peringatan Dimas menyentak keras. Aku menjerit saat rasa perih yang sangat menerpa kemudian tersadar lalu menahan suaraku keluar dengan menggigit bibir bawah. Aku tahu Dimas berhasil merobek selaput daraku. Vaginaku sesak dipenuhi batang kontolnya, terasa hingga menyentuh mulut rahim.

Aku mengangkat tubuh bagian atas, menyoba membuat posisiku lebih nyaman dengan meluruskan kedua dengan bertumpu dan menyengkeram punggung sofa. Penasaran, aku kemudian menengok ke belakang untuk melihat bagaimana kelihatannya saat vaginaku menjepit kontol Dimas. Sesuai dugaan, kontol pria itu memang terlalu besar dan panjang untuk vaginaku. Hanya ⅔ yang melesak ke dalamnya.

Aku pun memindahkan pendangan ke wajah Dimas. Bisa kulihat kekhawatiran di wajahnya, maka aku menyoba tersenyum, mengatakan padanya aku tak apa-apa. “Abang boleh bergerak. Tapi pelan-pelan ya,” pintaku kemudian.

Sambil tetap memandang wajah Dimas, aku menahan nafas, dan menguatkan diri dengan menggigit bibir bawahku saat pria itu mulai menarik kontolnya sepelan mungkin.

Perih. Tanpa sadar aku melenguh sakit yang membuat Dimas menghentikan gerakan. Aku mengangguk kecil, memberi isyarat padanya untuk tetap melanjutkan, dan Dimas pun kembali menarik kontolnya.

Satu kali, dua kali, tiga kali. Dalam hati aku menghitung tiap tarikan dan lesakan kontol Dimas hingga aku hilang hitungan seiring berkurangnya rasa perih, digantikan oleh kenikmatan yang membuatku terbuai.

“Masih sakit Sar?” tanya Dimas di sela desahannya.

“Sedikit. Tapi udah enak bang,” jawabku terengah.

Aku pun mulai terengah-engah dan mendesah. Mengerang pelan oleh nikmatnya sodokan Dimas. Secara naluri kugoyangkan pinggul dan pantatku, berusaha mengimbangi tiap gerakan Dimas. Maju saat dia menarik, mundur ketika kontolnya melesak, dan memutar pelan memelintir batang perkasanya.

Memekku semakin basah dan licin oleh cairan yang terasa mengalir hingga paha, sesuatu yang tak pernah kualami saat bermasturbasi. Aku tak bermasalah, dengan begitu kontol Dimas kian mudah mengobok-obok vaginaku. Aku masih merasakan sedikit rasa sakit, namun kini tak sebanding oleh enaknya sodokan pria yang tengah menyetubuhiku ini.

“A-aahhh... abaang...” aku melenguh memanggil Dimas, merasakan sensasi yang mendesak dari dalam. tahu orgasmeku akan segera datang.

Seakan mengetahui, Dimas mempercepat sodokannya. Kedua tangannya dengan gemas meremas pantatku. Enaknya sekali, membuat desakanku semakin tak tertahankan.

Aku membungkuk, menyikukan tangan. Menyandarkan dahi pada punggung sofa sembari meremas kencang. Tak lagi bergerak. Hanya mampu mendesah terengah-engah hingga yang ditunggu pun datang. Dengan dahsyat dan begitu tiba-tiba, orgasmeku memancar.

Tubuhku pun menegang dan menyentak-nyentak. Dinding vaginaku berkontraksi, kian menjepit kontol Dimas. Meremasnya dalam pijatan.

“A-aku ke-luar baang...” aku memberi tahu Dimas dengan suara tercekat.

Dimas berhenti menyodokku. Kedua tangannya kemudian memegang pundakku, menariknya kebelakang agar menegakkan badan. Kusandarkan punggung di dadanya, meremas masibg-masing tangannya yang lalu mempermainkan puting dan klitorisku.

Orgasmeku usai, meski begitu persetubuhan kami belum selesai. Meski tubuhku terasa lemas, aku ingin memberikan Dimas kepuasan klimaks yang belum dirasakannya. Aku pun bertekad untuk memberinya kenikmatan melebihi dari yang selama ini dia terima dari sang isteri. Maka aku pun mengangkat tubuhku, berusaha melepas kontol Dimas.

“Gantian bang,” ujarku padanya kemudian.

Dimas lalu duduk di sofa, merapatkan kedua pahanya. Tangan kanannya lalu memegangi batang kontolnya yang dipenuhi cairan vaginaku, menjaganya agar tetap tegak. Aku pun melangkahi kemudian mengangkangi pangkuannya, sedikit menyesuaikan posisi sebelum bergerak turun. Agak berlutut, kudatangi kontol Dimas yang sedang menantiku.

“Heegghh...” aku menahan nafas saat merasakan kepala kontol Dimas menyeruak, mendorong semakin masuk. Masih agak perih, namun aku tak mempedulikan.

Blesshh...kontol Dimas kembali bersarang di vaginaku, mentok hingga mulut rahimku. Namun tak seluruhnya, liang kenikmatanku tak mampu menampung penuh batang perkasanya.

Meski ini persetubuhan pertamaku, walau pengalaman seksku hanya sebatas petting, namun aku bukan lah gadis yang awam. Belajar dari beberapa bokep yang pernah kutonton, aku kemudian mulai bergerak ke atas, menarik vaginaku dari kontol Dimas sembari berpegangan pada pundaknya.

Aku bergerak perlahan. Ingin menjadikan ronde kali ini se-erotis mungkin buat Dimas, yang kedua tangannya meremas pantatku sembari membantuku naik-turun bertumpu pada kontolnya.

“Aaaaggghhhh…” aku berhenti bergerak lalu menegang, tak percaya aku kembali mengalami orgasme. Padahal mungkin tak sampai lima menit persetubuhan ini dimulai lagi.

Dimas yang yang sepertinya tahu aku kembali mengalami klimaks maju untuk mengulum toketku bergantian, sesekali lidahnya mempermainkan putingku. Tak menunggu orgasmeku mereda, aku kembali bergerak.

Lagi-lagi aku mengalami klimaks, kali ini jedanya cukup lama dari yang kedua. Namun aku tak berhenti bergerak, bahkan semakin erotis dengan memutar-mutar pinggul dan pantatku. Tersenyum senang memandang wajah Dimas yang tampak kelabakan dengan kebinalanku.

“Baang...kalo mo keluar bilang ya...” pintaku tak menutupi rasa khawatir jika perzinahan ini membuatku hamil. Dimas mengiyakan dan aku pun mempercepat gerakanku.

“Sa-sarah... cabut sayang... aku nggak tahan mau keluar.”

Saat itu berselang hampir 15 menit usai kata-kataku. Dimas tiba-tiba dengan panik memintaku bangun, kedua tangannya mengangkat tubuhku ke atas berusaha melepaskan kontolnya.

Croott..!!!

Aku terlambat bereaksi. Sebagian sperma Dimas sempat memancar di vaginaku. Beberapa saat aku tak terlalu peduli, sibuk meraih kontol Dimas, memasukkan dalam mulutku, dan menyedot serta menelan sisa spermanya yang masih keluar.

“Maaf ya sayang, aku nggak bisa nahan,” mohon Dimas menyadari jika dia mungkin membuatku hamil. Meski khawatir dan takut, aku berusaha menutupi dengan tersenyum. Membiarkannya membersihan sedikit cairannya yang menetes dari sela bibirku lalu membelai pipiku mesra.

Nggak apa bang. Besok aku cari pil,” saranku kemudian, lebih untuk menenangkan diri sendiri.

Kami memisahkan diri. Bergantian membersihkan sisa cairan cinta kami di kamar mandi. Tanpa merasa perlu untuk mengenakan pakaian lagi, tak lama kami kembali ke ruang tamu, duduk di sofa sembari berpelukan mesra.

Begitu banyak yang harus dibicarakan, satu hal adalah kemana hubungan ini mengarah. Meski begitu tak ada kata yang terucap saat kami saling bisu dan membelai.

Biarlah. Untuk saat ini aku cukup nyaman hubungan terlarang ini.

Setelah beberapa menit, tenaga kami berangsur-angsur pulih dan perzinahan kami kembali dimulai. Namun aku tak ingin persetubuhan kedua ini terjadi lagi di sofa, maka aku pun mengajak Dimas ke kamarku.

Percintaan kedua ini lebih singkat, namun lebih mengairahkan saat Dimas menyodokku dalam berbagai posisi hingga spermanya kembali memancar, kali ini kubiarkan dia mengeluarkan di dalam, bagaimanapun sudah terlanjur. Lelah, lemas, namun puas, aku langsung terlelap. Samar-saar merasakan kontol Dimas mengecil dalam vaginaku.

Hari masih gelap saat aku terbangun tanpa menemukan Dimas. Meski begitu, kekecewaanku karena dia pergi tanpa berpamitan terobati saat menemukan pesan cintanya di BBM.

Tersenyum, aku pun kembali berbaring. Kuselimuti tubuh telanjangku untuk menyambut mimpi indah bersama Dimas.

***Tamat***​
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Nah, gini baru bagus ..... Cetitanya Pendek tp bikin sesuatu menjadi Panjang dan tentunya ...... keras !!!
Mantap ceritanya dan buat lagi yaa .....
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd